Anda di halaman 1dari 5

Nama : Elsa Rosalinda

NIM : 2102015030
Matkul : Bisnis dan Perekonomian Indonesia

KRISIS MONETER 1998 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN


INDONESIA

A. Latar Belakang Krisis Moneter


Krisis moneter tahun 1998 merupakan suatu peristiwa ekonomi yang melibatkan
sejumlah negara di Asia, terutama Indonesia, Thailand, dan Korea Selatan dan memiliki
konsekuensi yang merambah ke tingkat global. Kejadian ini dipicu oleh beberapa faktor,
termasuk ketergantungan pada modal asing, praktik perbankan yang kurang hati-hati, dan
spekulasi mata uang. Dimulai pada bulan Juli 1997 dengan devaluasi tiba-tiba mata uang
Thailand, krisis ini kemudian menyebar ke negara-negara sekitarnya. Di Indonesia,
puncak krisis terjadi pada tahun 1998 dengan terjadinya penurunan nilai tukar rupiah,
peningkatan tingkat inflasi, dan keruntuhan sistem keuangan. Akibatnya, negara-negara
terdampak terpaksa mengimplementasikan kebijakan ekonomi darurat, mencari bantuan
internasional, dan melakukan reformasi struktural yang substansial untuk pulih dari
dampak ekonomi yang parah. Penyebab krisis moneter tahun 1998 di Indonesia ada
beberapa faktor, antara lain:
1. Ketahui penyebab utama krisis moneter tahun 1998 adalah penurunan nilai mata
uang rupiah, yang menyebabkan kondisi perekonomian tidak dikendalikan oleh
pemerintah.
2. Krisis moneter juga berdampak pada kebanyakan utang luar negeri, terutama pada
sektor swasta, yang menyebabkan ketidakstabilan keuangan dan kesulitan dalam
membayar utang.
3. Kesalahan pemerintah dalam mengatasi krisis moneter, seperti kebijakan yang
tidak tepat dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah, juga menjadi
penyebab krisis.
4. Ketidakpastian dari International Monetary Fund (IMF) dalam memberikan
bantuan kepada Indonesia menjadi salah satu penyebab krisis moneter tahun 1998.
5. Ke neraca perdagangan di Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab krisis
moneter tahun 1998.
6. Kebijakan moneter yang tidak tepat dan tidak efektif menjadi salah satu penyebab
krisis moneter tahun 1998 di Indonesia.
Pada awal 1997, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi
muncul tanda-tanda ketidakstabilan, seperti defisit transaksi berjalan yang meningkat dan
penurunan nilai tukar rupiah. Krisis mencapai puncaknya pada Juli 1997, ketika
devaluasi baht Thailand memicu kekhawatiran terhadap mata uang Asia, termasuk
rupiah. Meskipun pemerintah berusaha mempertahankan nilai tukar, Agustus 1997
menyaksikan pelemahan signifikan rupiah terhadap dolar AS. Pada November 1997,
pemerintah terpaksa melepaskan nilai tukar rupiah, menyebabkan devaluasi yang besar.
Kondisi ekonomi semakin memburuk pada Desember 1997, dengan demonstrasi dan
protes meluas di berbagai kota. Pemerintah mulai menerapkan kebijakan krisis, termasuk
pemotongan subsidi dan kenaikan suku bunga. Januari 1998 menyaksikan kondisi
keuangan yang memburuk, memicu inflasi, pengurangan investasi, dan kepanikan di
pasar keuangan. Pemerintah kemudian mencari bantuan dari Dana Moneter Internasional
(IMF).
Pada Februari 1998, Indonesia mengumumkan paket kebijakan ekonomi yang
disyaratkan oleh IMF, mencakup reformasi struktural dan kebijakan fiskal. Mei 1998
menyaksikan peningkatan protes dan kerusuhan, termasuk kerusuhan etnis dan kekerasan
terhadap etnis Tionghoa. Juli 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah 32
tahun memerintah, diikuti masa transisi politik dan perebutan kekuasaan. Agustus 1998
menjadi titik balik ketika Indonesia menerima bantuan finansial dari IMF. Meskipun
membantu mengatasi beberapa masalah keuangan, dampak krisis terus terasa. Proses
pemulihan ekonomi dimulai pada 2000-an, namun memerlukan waktu bertahun-tahun.
Krisis moneter tahun 1998 melibatkan kompleksitas aspek ekonomi, sosial, dan politik,
membawa perubahan besar dalam dinamika politik dan ekonomi Indonesia.
Selama krisis moneter tahun 1998 di Indonesia, pemerintah dan lembaga keuangan
merespons dengan sejumlah strategi utama. Pertama, pemerintah menerapkan kebijakan
fiskal dengan meningkatkan pengeluaran dalam jangka pendek, meskipun langkah ini
berujung pada peningkatan utang pemerintah. Namun, kebijakan fiskal tersebut terbukti
memiliki biaya tinggi dan manfaat yang terbatas. Kedua, upaya untuk mengatasi krisis
melalui kebijakan moneter, termasuk penyesuaian tingkat bunga, tidak berhasil
memberikan dampak yang signifikan. Selanjutnya, pemerintah melakukan reformasi
sistem perbankan dengan menggantikan direktur bank yang tidak stabil dan menangani
ketidakstabilan keuangan di sektor perbankan. Meskipun langkah-langkah ini bertujuan
untuk stabilisasi, tantangan terus berlanjut. Pemerintah juga mencari bantuan dari Dana
Moneter Internasional (IMF), namun intimidasi dari IMF diidentifikasi sebagai faktor
yang memperburuk krisis. Pada sisi lain, pemerintah berupaya mengembangkan sektor
ekonomi dengan meningkatkan pengeluaran di sektor manufaktur dan infrastruktur
sebagai langkah pemulihan. Terakhir, untuk mengurangi dampak krisis moneter,
pemerintah terlibat dalam kegiatan pengajian dan pelatihan, termasuk pelatihan
manajemen keuangan dan pengembangan sumber daya manusia. Keseluruhan, langkah-
langkah ini mencerminkan upaya pemerintah untuk merespons krisis dengan
memanfaatkan berbagai instrumen kebijakan, dengan tujuan memulihkan stabilitas
ekonomi dan mengurangi dampak negatifnya.
B. Dampak Krisis Moneter terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 memiliki
konsekuensi serius terhadap perekonomian negara tersebut. Berikut beberapa aspek
Dampak krisis moneter tahun 1998 terhadap perekonomian Indonesia:
1. Penurunan nilai tukar rupiah
Krisis moneter menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami penurunan drastis,
memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa. Hal ini mengakibatkan daya beli
masyarakat menurun secara substansial, karena biaya hidup yang semakin tinggi.
2. Inflasi yang tinggi
Krisis moneter juga berkontribusi pada tingginya tingkat inflasi. Penurunan nilai
tukar rupiah memicu kenaikan harga barang dan jasa, menciptakan tekanan inflasi
yang signifikan. Tingkat inflasi yang tinggi memberikan dampak negatif pada
stabilitas ekonomi dan keuangan.
3. Resesi ekonomi
Krisis moneter menyebabkan terjadinya resesi ekonomi, yang ditandai dengan
penurunan pertumbuhan ekonomi dan produksi nasional. Resesi ini menciptakan
tantangan besar dalam mengembalikan stabilitas ekonomi dan memulihkan
kepercayaan pelaku ekonomi.
4. Krisis perbankan
Dampak krisis moneter pada sektor perbankan sangat serius. Kejatuhan nilai tukar
rupiah dan ketidakpastian ekonomi memicu krisis perbankan, dengan beberapa
bank mengalami kebangkrutan. Hal ini menyebabkan hilangnya kepercayaan
masyarakat terhadap sistem perbankan dan menimbulkan tantangan dalam
memulihkan sektor ini.
5. Pengangguran dan kemiskinan
Krisis moneter berdampak besar pada lapangan pekerjaan dan tingkat kemiskinan.
Meningkatnya pengangguran disebabkan oleh tekanan ekonomi yang tinggi,
sedangkan kemiskinan meningkat karena banyaknya masyarakat yang kehilangan
pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Secara keseluruhan, dampak krisis moneter tahun 1998 di Indonesia tidak hanya
mempengaruhi aspek ekonomi, tetapi juga melibatkan konsekuensi sosial yang kompleks.
Penanganan masalah ini memerlukan upaya dan kebijakan yang komprehensif untuk
memulihkan stabilitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
C. Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Krisis
1. Kebijakan moneter dan fiscal
Kebijakan moneter merupakan salah satu aspek kebijakan ekonomi makro
yang disesuaikan dengan siklus kegiatan ekonomi. Menurut Mishkin (2004),
kebijakan moneter mencakup semua upaya atau langkah-langkah yang diambil oleh
bank sentral untuk memengaruhi perkembangan variabel moneter, seperti uang
beredar, suku bunga, kredit, dan nilai tukar, dengan tujuan mencapai tujuan ekonomi
tertentu. Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi makro
yang memiliki beberapa tujuan, termasuk mencapai sasaran-sasaran kebijakan
makroekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, stabilitas
harga, dan keseimbangan neraca pembayaran (Natsir, 2008). Dalam konteks
hubungan kebijakan moneter dengan inflasi di Indonesia, sejak UU Nomor 23 Tahun
1999 hingga perubahan UU Nomor 6 Tahun 2009, diatur bahwa Bank Indonesia
berperan dalam menjaga tingkat inflasi melalui stabilitas rupiah yang dapat
memengaruhi harga barang dan jasa. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia telah
mengadopsi kerangka kebijakan moneter yang dikenal sebagai Inflation Targeting
Framework (ITF). ITF merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang
bertujuan mencapai target inflasi yang ditetapkan di masa mendatang dan diumumkan
kepada publik sebagai manifestasi dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu aspek kebijakan makroekonomi yang
bertujuan untuk mengubah permintaan agregat dalam jangka pendek dan
memengaruhi penawaran dalam jangka waktu yang lebih panjang. Menurut
pandangan Keynes, kebijakan fiskal memiliki kemampuan untuk menggerakkan
perekonomian melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau pengurangan pajak,
yang menghasilkan efek multiplier dengan cara merangsang tambahan permintaan
untuk barang konsumsi rumah tangga. Hal ini juga terjadi jika pemerintah melakukan
pemotongan pajak untuk merangsang perekonomian. Dampak dari pemotongan pajak
terhadap stimulus perekonomian muncul melalui peningkatan disposable income,
yang pada akhirnya memengaruhi permintaan karena adanya tambahan pendapatan.
Oleh karena itu, rumah tangga cenderung meningkatkan konsumsi melalui
peningkatan Marginal Propensity to Consume (MPC). Peningkatan pengeluaran ini
pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan output (atau pertumbuhan dari sisi
penawaran). Menurut Andersen (2005), kebijakan fiskal juga dapat mempengaruhi
tingkat inflasi melalui dampaknya pada output nasional, baik dalam meredakan inflasi
(dikenal sebagai kebijakan ekspansif) maupun meningkatkan inflasi (disebut sebagai
kebijakan kontraktif).
2. Rencana Pemulihan Ekonomi (Paket Kebijakan)
Rencana pemulihan perekonomian nasional diimplementasikan melalui
serangkaian kebijakan fiskal dan moneter yang bersifat komprehensif. Pertama-tama,
dalam konteks kebijakan moneter, Bank Indonesia mengambil beberapa langkah
krusial. Upaya ini mencakup menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, menurunkan suku
bunga, melakukan pembelian Surat Berharga Negara, dan memastikan stabilitas
makroekonomi serta sistem keuangan. Penurunan suku bunga diarahkan untuk
meningkatkan likuiditas keuangan, dengan harapan dapat mendorong aktivitas dunia
usaha.
Sementara itu, kebijakan fiskal yang diadopsi pemerintah juga memiliki peran
krusial dalam rencana pemulihan ekonomi nasional. Dana sebesar Rp 695,2 triliun
dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk
mendukung upaya pemulihan. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi,
khususnya melalui konsumsi dalam negeri, pemerintah mengalokasikan anggaran
sebesar Rp 172,1 triliun. Langkah ini bertujuan untuk merangsang konsumsi dan
meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat.
Selanjutnya, implementasi Paket Kebijakan Terpadu oleh Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK), yang melibatkan Bank Indonesia dan pemerintah, menjadi
elemen penting dalam upaya pemulihan. Kolaborasi ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional. Keseluruhan kebijakan yang
diterapkan memiliki tujuan utama untuk mengatasi dampak krisis yang terjadi, dengan
harapan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional secara efektif.
D. Pembelajaran dari Krisis Moneter 1998
1. Reformasi struktural ekonomi dan keuangan
Dalam menghadapi dampak krisis moneter 1998 terhadap perekonomian
Indonesia, pemerintah melakukan langkah-langkah reformasi struktural ekonomi dan
keuangan. Inisiatif ini mencakup sejumlah aspek penting, seperti penyederhanaan
regulasi dan birokrasi, pembangunan sumber daya manusia, infrastruktur, deregulasi,
dan debirokratisasi. Pemerintah menekankan lima fokus utama dalam program
reformasi struktural, yang melibatkan pengembangan SDM, pembangunan
infrastruktur, deregulasi, debirokratisasi, dan transformasi ekonomi. Dengan harapan
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengurangi ketimpangan,
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, reformasi struktural menjadi kunci
utama dalam upaya transformasi ekonomi. Meskipun dihadapi tantangan pandemi,
pemerintah berkomitmen untuk mengoptimalkan berbagai potensi, terutama dalam hal
pengembangan sumber daya manusia. Melalui langkah-langkah reformasi ini,
pemerintah bertujuan menciptakan fondasi yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan, sebagai langkah strategis untuk mengatasi dampak krisis moneter
dan memajukan perekonomian Indonesia.
2. Peran lembaga keuangan dan otoritas moneter
Pada masa Krisis Moneter 1998 di Indonesia, lembaga keuangan dan otoritas
moneter memainkan peran kritis dalam upaya mengatasi dan mengurangi dampak
krisis ekonomi yang melanda negara. Bank Indonesia (BI), sebagai otoritas moneter,
menjalankan peran utama dalam menjaga stabilitas nilai mata uang Rupiah yang terus
menerus terancam devaluasi. BI mengambil langkah-langkah tegas dalam pengelolaan
nilai tukar dan merumuskan kebijakan moneter yang hati-hati untuk menghadapi
tekanan ekonomi yang signifikan. Bank Indonesia juga terlibat dalam peran
pengaturan dan pengawasan sistem keuangan, bertujuan untuk mencegah risiko
sistemik. Penguatan langkah-langkah regulasi dilakukan untuk meningkatkan
ketahanan sektor keuangan, menjadikannya lebih tangguh dalam menghadapi gejolak
ekonomi. Selain itu, BI melakukan reformulasi kebijakan moneter dengan
penyesuaian suku bunga dan strategi lainnya, merespons dinamika ekonomi yang
tidak stabil. Bank sentral ini juga terlibat secara aktif dalam pengelolaan krisis
ekonomi, termasuk peran dalam perundingan dengan lembaga keuangan internasional
dan pelaksanaan program reformasi ekonomi.
Lembaga keuangan, termasuk bank dan lembaga keuangan non-bank,
memiliki peran penting dalam pemulihan ekonomi. Memberikan kredit dan
pembiayaan untuk mendukung sektor-sektor terdampak, melakukan manajemen risiko
dengan restrukturisasi utang dan penyesuaian portofolio, serta meningkatkan fungsi
pengawasan internal dan kepatuhan untuk memastikan keberlanjutan operasional dan
kepatuhan terhadap regulasi, menjadi langkah-langkah kunci yang dilakukan oleh
lembaga keuangan. Selain itu, beberapa lembaga keuangan turut terlibat dalam
program restrukturisasi yang diinisiasi oleh pemerintah dan lembaga keuangan
internasional guna memulihkan stabilitas ekonomi. Kolaborasi yang erat antara
lembaga keuangan dan otoritas moneter menjadi kunci dalam upaya bersama
mengatasi tantangan ekonomi yang serius pada masa Krisis Moneter 1998.
Restrukturisasi kebijakan, penguatan regulasi, dan intervensi aktif membantu
memulihkan kestabilan sistem keuangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Daftar Pustaka
Cesarzc, Daftar Krisis Ekonomi Dunia Sepanjang Sejarah dikutip dari
http://cesarzc.wordpress.com/2008/10/11/daftar-krisis-ekonomisepanjang-sejarah/
accessed 6 April 2009.
Moh Arif Widarto, Krisis Keuangan Global 2008 Beda dengan Krisis Keuangan 1997 dikutip
dari http://moharifwidarto.com/2008/10/krisis-keuangan-global2008-beda-dengan-
krisis-keuangan-1997/accessed 6 April 2009.
Lepi T. Tarmidi, krisis moneter indonesia : sebab, dampak, peran imf dan saran
dikutip dari https://www.bmeb-bi.org/index.php/BEMP/article/view/183
Tim Redaksi, Penyebab Krisis Moneter di Indonesia 1997-1998, Kesalahan
Pemerintah dan Utang Swasta dikutip dari https://www.liputan6.com/hot/re
ad/5057363/5- penyebab-krisis-moneter-di-indonesia-1997-1998-kesalahan-
pemerintah-dan-utang-swasta?page=3

Anda mungkin juga menyukai