Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATA KULIAH

DINAMIKA KEBIJAKAN MONETER

PEREKONOMIAN INDONESIA B1

Dosen Pengampu:

Wayan Hari Premananda, S.E., M.Ec.Dev.

Kelompok 4:
I Made Ari Tama Wijaya 2007531206
Luh Gede Sintha Nindya Pradnyani AS 2007531209
Ni Kadek Desi Natalia 2107531157

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
A. PASCA KRISIS KEUANGAN ASIA TENGGARA (2000 – 04)
Krisis moneter Asia Tenggara pada tahun 1997-1998 adalah salah satu peristiwa
ekonomi paling mencengangkan dalam sejarah Indonesia. Krisis ini tidak hanya
mengguncang ekonomi Indonesia tetapi juga negara-negara lain di wilayah tersebut.
Setelah krisis tersebut, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memulihkan
perekonomiannya. Kondisi perekonomian Indonesia pasca Krisis Moneter Asia
Tenggara (1997-1998) hingga tahun 2000-2004 ditandai oleh berbagai perubahan dan
upaya pemulihan selama periode ini, Indonesia mengalami pemulihan ekonomi yang
signifikan. pada periode ini Indonesia dihadapi banyak masalah ekonomi seperti
meningkatnya angka pengangguran dan Tingginya tingkat inflasi di Indonesia.

Berdasarkan tabel, pada tahun 2001 nilai tukar rupiah sangat anjlok dengan
tingkat inflasi 12,55% namun mulai berangsur membaik di tahun 2002 hingga 2004.
Dengan kondisi ini Bank Indonesia mengambil langkah kebijakan moneter sebagai
berikut:
1) Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Salah satu fokus utama kebijakan moneter adalah menjaga stabilitas nilai tukar
rupiah. Rupiah mengalami depresiasi yang signifikan selama krisis, yang
berkontribusi pada tekanan inflasi dan masalah ekonomi lainnya. Bank Indonesia
(BI) terlibat dalam intervensi langsung di pasar valuta asing untuk mencegah
depresiasi berlebihan. Selain itu, BI secara aktif berkomunikasi dengan pasar dan
pihak eksternal untuk membangun kepercayaan dalam mata uang rupiah.
2) Penyesuaian Suku Bunga
BI mengatur suku bunga kebijakan sebagai salah satu alat kebijakan utama untuk
mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas ekonomi. Selama periode pasca
krisis, BI sering kali meningkatkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang
tinggi. Penyesuaian suku bunga bertujuan untuk mengurangi tekanan inflasi dan
menjaga stabilitas mata uang.
3) Target Inflasi
BI mulai mengadopsi target inflasi sebagai kerangka kebijakan moneter selama
periode ini. Ini berarti BI memiliki sasaran inflasi yang harus dijaga dalam jangka
waktu tertentu. Pengenalan target inflasi membantu memandu kebijakan moneter
untuk mencapai tingkat inflasi yang ditetapkan.
4) Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operations)
BI menggunakan operasi pasar terbuka untuk mengatur jumlah uang beredar dan
likuiditas di pasar. Ini adalah alat yang digunakan untuk memengaruhi suku
bunga pasar dan menjaga stabilitas keuangan. BI dapat melakukan pembelian
atau penjualan surat berharga negara (SBN) untuk mengendalikan likuiditas
pasar.
5) Kontrol Kredit
Selama periode pasca krisis, BI mengimplementasikan kontrol kredit untuk
mengendalikan pertumbuhan kredit yang berlebihan. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya gelembung aset yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi.
Kontrol kredit dapat berupa aturan yang lebih ketat untuk penyaluran kredit oleh
bank-bank komersial.
6) Kebijakan Makroprudensial
BI juga mulai menerapkan kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk
mengurangi risiko sistemik di sektor keuangan. Ini mencakup persyaratan modal
yang lebih ketat untuk lembaga keuangan, pengawasan yang lebih cermat
terhadap risiko-risiko tertentu, dan upaya untuk memitigasi risiko keuangan yang
dapat mengancam stabilitas ekonomi.
7) Koordinasi dengan Pemerintah
BI bekerja sama dengan pemerintah dalam merancang dan melaksanakan
kebijakan moneter. Koordinasi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan
fiskal dan moneter saling mendukung dalam mencapai tujuan ekonomi nasional,
termasuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan pengendalian inflasi.
8) Komunikasi dengan Publik
Transparansi dan komunikasi yang baik dengan publik adalah elemen penting
dari kebijakan moneter. BI secara aktif berkomunikasi dengan publik, termasuk
pasar keuangan dan pemangku kepentingan lainnya, untuk memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang arah kebijakan dan tujuannya.

Kebijakan moneter Indonesia pasca Krisis Moneter Asia Tenggara pada periode
2000-2004 adalah bagian integral dari upaya pemulihan ekonomi. Meskipun tantangan
besar masih ada, seperti meningkatnya tekanan inflasi dan ketidakpastian global,
langkah-langkah ini membantu mengembalikan stabilitas dan kepercayaan di pasar
keuangan serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

B. DIBAWAH KERANGKA PENARGETAN INFLASI (2005 – SEKARANG)


Berdasarkan pendalaman literatur dan hasil penelitian terkait dengan Inflatation
Targeting Framework (ITF) yang mengacu pada karakteristik perekonomian Indonesia ,
serta asesment best oractice ITF di beberapa bank sentral lain, penguatan strategi
kebijakan moneter yang sesuai dengan perekonomian Indonesia ke depan dapat
dirumuskan dala format Flexible ITF. Dalam konteks ini, cakupan fleksibilitas tidak
hanya pada penekanan prefensi kebijakan untuk mengupayakan stabilitas harga dan
output, sebagaimana pandangan literatur selama ini, namun juga aspek – aspek strategis
kebijakan moneter lainnya. Untuk itu dengan tetap berpijak pada elemen – elemen yang
telah terbangun (inharent) dalam ITF, elemen dasar Flexible ITF dirumuskan berdasarkan
pada beberapa pemikiran, diantaranya (Bank Indonesia, 2011) :
1) Inflation Targeting sebagai strategi dasar kebijakan moneter.
Substansi utama dari hal ini adalah bahwa pengendalian inflasi sesuai target sebagai
overriding objective kebijakan moneter. Trade – off pertumbuhan ekonomi, stabilitas
nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan dipertimbangkan dalam perumusan
kebijakan moneter, namun apabila terjadi konflik, pencapaian target inflasi yang
diutaman. Selain itu akan dilakukan penguatan pada elemen kelembagaan ITF, seperti
independensi, akuntabilitas, dan transparansi kebijakan moneter.
2) Integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial dalam mencapai kestabilan
makroekonomi secara keseluruhan.
Penguatan keterkaitan antara kerangka stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan dilakukan melalui integrasi kebijakan moneter dengan kebijakan
makropridensial. Krisis global memberi pelajaran peningnya peran financial
accelerator dalam kebijakan moneter. Stabilitas sistem keuangan menentukan
efektivitas transmisi kebijakan moneter. Demikian pula, respon kebijakan moneter
berpengaruh terhadap stabilitas sistem keuangan. Untuk itu sangat diperlukan
penerapan bauran instrumen kebijakan. Dalam hal ini, respon kebijakan suku bunga,
sebagai stance kebijakan utama, perlu didukung oleh kebijakan nilai tukar dan
kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan aliran modal asing dan likuiditas
domestik.
3) Peran kebijakan nilai tukar dan kebijakan arus modal dalam ke rangka
kebijakan moneter untuk mencapai kestabilan harga.
Penguatan kebijakan nilai tukar dalam rangka pencapaian stabilitas harga. Penetuan
path nilai tukar dilakukan secara konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi dan
stabilitas makro ekonomi, solusi ”possible trinity” yang optimal dicari dengan
melihat keterkaitan kebijakan stabilisasi nilai tukar dengan pengelolaan capital flows
dan implikasinya terhadap kecukupan cadangan devisa.
4) Penguatan kerangka koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah
untuk mengendalikan harga serta menjaga stabilitas moneter dan sistem
keuangan.
Penguatan kerangka koordinasi menjadi sangat penting mengingat selain dari sisi
permintaan, sumber tekanan inflasi juga berasal dari sisi penawaran dan komoditi
strategis. Selain itu, semakin terbatasnya kapasitas ekonomi dan kendala
implementasi program infrastruktur menyaratkan penerapan strategi kebijakan yang
terintegratif di antara otoritas kebijakan. Tidak hanya itu, dalam perspektif dapat
dilakukan dalam pengendalian capital flows mengingat karakteristik aliran masuk
modal asing (portofolio) yang sensitif terhadap shocks isu pembalikan.
5) Penguatan komunikasi kebijakan moneter dan makroprudensial sebagai bagian
dari intrumen kebijakan.
Komunikasi kebijakan moneter bukan lagi ditunjukan hanya untuk transaparansi dan
akuntabilitas, namun lebih sebagai sebuah instrumen kebijakan moneter yang sangat
berperan. Dalam komunikasi kebijakan di desain untuk menggerakkan ekspektasi
publik dan pelaku pasar, mengurangi ketidakpastian, meredam ’noise’, dan
meningkatkan kepastian arah ke depan (predictability) sehingga mengurangi
volatilitas pasar keuangan, serta sekaligus memberikan pemahaman kepada publik
(public education) tentang tujuan kebijakan moneter, kerangka kerja dan kerangka
operasional kebijakan moneter, transmisi kebijakan moneter.

C. KEBIJAKAN MONETER SELAMA KEUANGAN GLOBAL KRISIS


Selama terjadinya krisis keuangan global yang dimulai pada akhir tahun 2008,
tentu juga berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Krisis keuangan global tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kredit subprime (risiko kredit tinggi), kejatuhan
harga properti, penggunaan utang yang tinggi, dan dampak globalisasi. Bank Indonesia
(BI) mengambil serangkaian tindakan kebijakan moneter untuk menghadapi dampak
krisis tersebut dan menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Adapun beberapa tindakan
kebijakan yang diambil selama periode tersebut:
1) Penurunan Suku Bunga Acuan
Salah satu tindakan pertama yang diambil oleh BI adalah dengan menurunkan suku
bunga acuan, yaitu BI Rate. Penurunan suku bunga ini bertujuan untuk merangsang
aktivitas ekonomi, meningkatkan pinjaman bank, dan mendukung pertumbuhan di
tengah ketidakpastian global. Selain itu, dengan turunnya tekanan inflasi ke depan
dan untuk menghindari perlambatan ekspansi perekonomian domestik yang terlalu
dalam, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 bps
menjadi 9,25% pada bulan Desember 2008.
2) Pemberian Likuiditas Tambahan
BI memberikan likuiditas tambahan kepada perbankan bertujuan untuk memastikan
kelancaran operasi perbankan, memenuhi kebutuhan nasabah, dan menjaga stabilitas
sektor keuangan. Likuiditas tambahan ini diberikan dalam berbagai bentuk, seperti
penurunan persyaratan giro wajib minimum, penggunaan instrumen Repo
(Repurchase Agreement) dan SBI (Surat Berharga Indonesia), pemberian kredit
darurat, penggunaan cadangan devisa, dan mengadakan operasi pasar terbuka.
3) Pengaturan Kebijakan Makroprudensial
BI bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memperkuat kerangka
kerja makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang
bertujuan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan memitigasi risiko sistemik yang
dapat memengaruhi stabilitas sektor keuangan selama krisis berlangsung. Kebijakan
makroprudensial yang dilakukan berupa peningkatan pemantauan risiko, pengaturan
batasan risiko, pengaturan kualitas aset, peningkatan modal minimum, stress testing
untuk mengukur ketahanan lembaga-lembaga keuangan, dan pengaturan likuiditas.
4) Intervensi Mata Uang
BI melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing. Intervensi tersebut merupakan tindakan BI
membeli atau menjual mata uang asing di pasar valuta asing untuk memengaruhi nilai
tukar Rupiah. Sehingga, mencegah depresiasi yang tajam dalam nilai tukar rupiah
yang berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
5) Koordinasi Kebijakan dengan Pemerintah
Selain tindakan-tindakan di bidang moneter, BI juga berkoordinasi dengan
pemerintah dalam menyusun kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan
ekonomi. Beberapa kebijakan fiskal yang dikeluarkan, yaitu Perppu 2/2008 bertujuan
untuk memperketat fungsi lender of the last resort BI dengan memperluas aset yang
bisa dijadikan agunan oleh bank untuk memperoleh pinjaman, Perppu 3/2008
bertujuan untuk memperkuat peran LPS saat krisis, Perppu 4/2008 berkaitan tentang
Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) yang menetapkan mekanisme, tata cara,
dan koordinasi antar lembaga untuk mencegah serta menangani krisis.
6) Transparansi dan Komunikasi
BI meningkatkan transparansi dan komunikasi dengan publik dan pasar keuangan
untuk memberikan informasi yang jelas tentang kebijakan dan perkembangan
ekonomi serta menjaga kepercayaan pasar dan pemangku kepentingan. Beberapa cara
yang dilakukan BI dalam transparansi dan komunikasi selama krisis keuangan global,
yaitu pernyataan resmi, konferensi pers, pertemuan dengan pemangku kepentingan,
publikasi laporan dan data, keterbukaan dalam keputusan, kerjasama dengan bank
sentral lainnya, serta memberikan edukasi publik.
7) Pengawasan Ketat
BI memperkuat pengawasan terhadap perbankan dan lembaga keuangan untuk
mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin muncul selama krisis. Bentuk
pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan terhadap kesehatan bank,
pengawasan likuiditas, dan pengawasan makroprudensial.
Berbagai kebijakan tersebut mampu membantu Indonesia mengatasi dampak
krisis keuangan global dengan relatif baik. Meskipun pertumbuhan ekonomi saat itu
melambat, Indonesia berhasil menjaga stabilitas sektor keuangan dan menghindari krisis
keuangan yang lebih serius. Setelah krisis berlalu, BI secara bertahap meningkatkan suku
bunga acuan dan mengarah pada kebijakan yang lebih ketat untuk mengendalikan inflasi
dan memperkuat stabilitas ekonomi.

D. MASA DEPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA


Kebijakan moneter di Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 1 Juli 2005. Sasaran
utama dari konsep tersebut adalah inflasi. ITF merupakan suatu kerangka kerja
(framework ) kebijakan moneter tentang kisaran target sasaran inflasi yang hendak dicapai
dalam beberapa periode ke depan serta diumumkan kepada publik sebagai perwujudan
dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. Seiring berjalannya waktu, muncullah
Flexible ITF sebagai pengembangan dari kerangka kerja kebijakan moneter ITF yang
dibangun dengan tetap mempertahankan elemen-elemen penting ITF. Flexible ITF adalah
kebijakan bank sentral yang memperkuat peran bank sentral dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan secara terintegrasi dengan mandat mencapai stabilitas harga. Adapun
kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 elemen pokok, yaitu:
1) Strategi penargetan inflasi sebagai strategi dasar kebijakan moneter.
2) Integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memperkuat transmisi
kebijakan sekaligus mengupayakan stabilitas makroekonomi.
3) Kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas makroekonomi.
4) Penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk
mengendalikan inflasi maupun dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem
keuangan.
5) Penguatan strategi komunikasi kebijakan yang menjadi bagian dari instrumen
kebijakan.

Bank Indonesia terus menerus melakukan penyempurnaan kebijakan moneter


untuk memperkuat efektivitasnya. Hal tersebut dilakukan agar Bank Indonesia dapat
menangani dinamika dan tantangan perekonomian yang terus berubah dari waktu ke
waktu. Begitupun di masa depan, kebijakan moneter di Indonesia akan terus berkembang
mengikuti perubahan ekonomi yang ada. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki peran
penting dalam menjaga stabilitas nilai Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. (2009). Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2008.


https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/default.aspx diakses pada 10 Oktober 2023.

Bank Indonesia. (2011). Desain Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia Pasca Krisis. 1–125.

Bank Indonesia. Moneter. https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/lpi_2008.aspx diakses


pada 10 Oktober 2023.

OCBC NISP. (2023). Krisi Moneter 2008, Kronologi & Cara Indonesia Mengatasinya
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/02/08/krisis-moneter-2008 diakses pada 10
Oktober 2023.

Tarmidi, L. T. (2003). Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 1(4), 1–25.
https://bmeb.researchcommons.org/bmeb/vol1/iss4/6/

Anda mungkin juga menyukai