E-mail: mariskasalma8@gmail.com
PENDAHULUAN
Pertumbuhan yang tinggi dan tingkat suku bunga yang stabil merupakan indikator
utama yang harus dicapai oleh suatu negara. Dua indikator yaitu pendapatan nasional dan
tingkat suku bunga seringkali disebut sebagai ekuilibrium makroekonomi. Menurut
Dornbusch dan Fischer (1998), ketika mencapai ekuilibrium pada pasar barang terjadi
permintaan barang yang sama dengan output, yang tercermin pada kurva IS dan pada
pasar uang yang juga terjadi permintaan uang sama dengan penawaran uang, yang
tercermin pada kurva LM. Sehingga pada kondisi ekuilibrium ini perusahaan akan
melakukan produksi output sesuai dengan yang direncanakan, tidak ada penimbunan
barang dan idividu pada pasar uang yang mempunyai komposisi investasi yang
diinginkan.
Secara konseptual, tingkat suku bunga acuan akan memiliki dampak pada
keseimbangan nasional sebagai indikator pemulihan ekonomi. Keefektifan dapat ditelaah
melalui jalur suku bunga perbankan. Pemangkasasan suku bunga acuan akan
menurunkan suku bunga kredit yang selanjutnya akan meningkatkan penyaluran kredit
perbankan. Selain itu, pemangkasan suku bunga acuan akan menurunkan suku bunga
simpanan. Intinya, pengaruh suku bunga untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
tergantung pada peran perbankan. Pada hal ini, tujuan keseimbangan ekonomi nasional
dapat berjalan seiring dengan tujuan stabilisasi yang akan dicapai melalui kebijakan suku
bunga acuan.
PEMBAHASAN
Perhatian utama dari ilmu makro ekonomi ada tiga yaitu: inflasi, pertumbuhan
output, dan pengangguran. Pemerintah ketika membuat kebijakan pasti menginginkan
inflasi rendah, pertumbuhan output tinggi, dan pengangguran rendah. Namun dalam
perekonomian makro tidak selalu berjalan dengan baik semuanya. Apabila kita
memperbaiki satu sisi maka kita juga akan memperburuk sisi yang lain. Sehingga
dalam perekonomian makro penuh saling meniadakan.
B. Kebijakan Moneter
1) Memiliki satu sasaran utama, sasaran disini contohnya adalah inflasi yang
dijadikan sebagai prioritas pencapaian dan acuan kebijakan moneter.
2) Memiliki sifat antisipatif, megingat adanya efek tunda kebijakan moneter,
maka kebijakan ini diambil agar bisa berakibat pada masa datang.
3) Meningkatkan diri kepada suatu aturan, namun juga harus tetap fleksibel
dalam operasionalnya.
4) Kebijakan moneter harus dilakukan dengan transparan dan
berakuntabilitas.
Di atas sudah diuraikan terkait kebijaksanaan moneter. Maka sekarang kita akan
membahas mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia. Dimana
Bank sentral ini merupakan penguasa moneter yang harus berhati-hati dalam
mengawasi perkembangan dan stabilitas moneter.
Inflasi yang rendah terutama stabil merupakan tujuan kebijakan moneter. Bank
Indonesia menggunakan kebijakan moneter dengan menerapkan uang primer sebagai
sasaran dalam melakukan kebijakan. Kebijakan moneter ini bisa ditandai dengan
akuntabilitas kebijakan pada sektor publik dan juga memiliki sifat transparasi.
Kebijakan moneter dapat kita lihat operasional kebijakannya pada penentuan suku
bunga. Kebijakan tersebut diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar, suka
bunga deposito, dan juga suku bunga kredit perbankan. Ketika semua berpengaruh
maka yang berakhir adalah hasil akhir dan inflasi.
Cara mencapai target inflasi yang diinginkan dapat dilakukan dengan cara
penyesuaian berkala kepada Bank Indonesia khususnya suku bunga target. Target
suku bunga ini dipertahankan menggunakan pasar terbuka menurut jangka waktu
tertentu. Konstan suku bunga yang dipertahankan juga memiliki durasi waktu yang
bervariasi. Perubahan suku bunga dilakukan sebagai tanggapan berbagai indikator
pasar dalam upaya memperkirakan tren ekonomi agar keseimbangan nasional
tercapai.
Menurut Hubbard (1997), bunga merupakan biaya yang harus dibayar borrower
atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lender atas investasinya. Suku bunga
berpengaruh terhadap keputusan individu ketika hendak membelanjakan uang atau
digunakan lebih banyak menabung. Sementara, Kern da Guttman (1992) menganggap
suku bunga sebagai sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku
bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran.
Suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.
Bagi orang yang meminjam uang, bunga merupakan denda yang harus dibayarkan
untuk mengkonsumsi penghasilan sebelum diterima. Sedangkan bagi orang
membeikan pinjaman, bunga merupakan imbalan. Sehingga bunga bank dapat
diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip
konvensional kepada nasabah yeng membeli atau menjual produk. Oleh karena itu,
naik turunnya suku bunga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran uang. Tingkat
suku bunga akan meningkat apabila permintaan debitur/pinjaman lebih besar daripada
jumlah uang yang ditawarkan. Sebaliknya, tingkat suku bunga akan cenderung
menurun apabila permintaan debitur lebih kecul daripada jumlah uang yang
ditawarkan.
1) Tingkat Bunga Nominal, mengartikan bahwa harga yang harus dibayar karena
meminjam uang untuk jangka waktu tertentu. Suku bunga nominal merupakan
rate yang diamati di pasar. Sehingga belum memperhitungkan unsur inflasi
dan merupakan ukuran uang dari pertumbuhan ekonomi. Biasanya ditentukan
oleh Bank Indonesia atau biasa kita kenal dengan BI Rate
2) Tingkat Bunga Riil, mengartikan bahwa tingkat bunga sudah diperhitungkan
unsur inflasi dan diukur dalam bentuk barang atau jasa riil bukan dalam bentuk
uang.
Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal itu sering disebut efek Fisher
dan hubungan antara inflasi dengan suku bunga akan ditunjukan 3dengan persamaan
fisher. Oleh karena itu, peningkatan ekspektasi inflasi akan lebih cenderung
meningakatkan suku bunga nominal. Hal demikian berarti pada suku bunga nominal
akan cenderung memiliki ekpsektasi inflasi guna memberikan tingkat kembalian riil
atas penggunaan uang.
Dua masalah utama yang harus dipecahkan oleh setiap sistem ekonomi adalah,
pertama, berapa banyak faktor produksi yang harus digunakan/dialokasikan untuk
menghasilkan beberapa barang yang berbeda pada waktu secara bersamaan. Kedua,
adalah masalah alokasi penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan barang yang
akan digunakan sekarang atau kemudian hari. Fungsi yang kedua inilah yang antara
lain dilakukan oleh tingkat bunga, yakni alokasi faktor produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa yang dipakai sekarang dan dikemudian hari.
Tabungan, menurut teori klasik merupakan salah satu fungsi dari tingkat suku
bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat
untuk menabung. Selain itu, investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat
suku bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka keinginan untuk melakukan
investasi pun semakin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan naik
atau turun) akan bisa dicapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan
keinginan seseorang untuk melakukan investasi.
Gambar 1.1
Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik i0, di mana jumlah tabungan sama
dengan investasi. Apabila tingkat bunga di atas i0, jumlah tabungan melebihi
keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung juga akan saling
melakukan persaingan untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan
menekan tingkat bunga turun balik ke posisi i0. Selanjutnya, dengan bergesernya
kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga baru
pada titik i1 mengartikan bahwa kenaikan efesiensi produk misalnya akan
mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik.
Pada teori klasik ini, keseimbangan tingkat suku bunga sangat dipengaruhi oleh
tabungan dan produktivitas. Suku bunga juga akan menggiring ke dalam kondisi
keseimbangan yang diakibatkan adanya penawaran dan permintaan. Teori ini
meyakini bahwa suku bunga akan berubah cepat dan berjalan dengan baik untuk
menciptakan keseimbangan di pasar guna memberikan respon kepada perubahan
faktor-faktor ekonomi riil.
Gambar 1.2
Seperti yang kita ketahui bahwa, tingkat suku bunga akan mengalami perubahan
apabila terdapat perubahan pada permintaan ataupun penawaran uang. Misalnya saja
kita anggap bahwa permintaan uang tidak terjadi perubahan, lalu kita mencoba
menganalisa bagaimana pengaruh perubahan penawaran uang pada tingkat bunga dan
kegiatan ekonomi (kita mengukur dengan GNP).
Implikasi dari penambahan jumlah uang beredar terhadap GNP bisa dijelaskan
melalui tingkat suku bunga. Dengan adanya penurunan suku bunga pada surat
berharga (hal ini terjadi akibat adanya penambahan jumlah uang), maka secara
otomatis pengeluaran investasi menjadi naik (catatan dalam kondisi cateris paribus).
Pada gambar di atas, adanya pergeseran kurva 1 ke atas mengakibatkan GNP menjadi
naik pula melalui proses multiplier.
Namun sebaliknya, ketika jumlah uang yang beredar menjadi Rp 5 triliun, maka
yang terjadi adalah kekurang uang kas yang dipegang oleh masyarakat. Sehingga
masyarakat berusaha memenuhi kekurangan tersebut dengan cara menjual surat
berharga yang dimilikinya. Akibatnya, tingkat suku bunga pun menjadi naik (harga
surat berharga turun). Kenaikan suku bunga akan terus terjadi sampai apa yang
diinginkan masyarakat persis sama dengan jumlah uang beredar.
Penambahan uang akan menyebabkan turunnya tingkat bunga yang lebih besar
untuk permintaan uang. Hal ini dikarenakan, apabila jumlah uang naik, maka yang
akan terjadi adalah adanya kelebihan penawaran/jumlah uang di atas permintaannya
pada suku bunga awal.
Gambar 1.4
Jika melihat pada gambar di atas maka, tingkat bunga akan menurun selama
jumlah uang yang beredar terus mengalami kelebihan. Namun, pada permintaan uang
yang datar (elastis), dengan menurunnya tingkat bunga yang kecil akan mampu
mendorong jumlah yang diminta naik dengan presentase yang jauh lebih besar. Hal
ini akan menyebabkan kesamaan antara jumlah uang dengan permintaan uang yang
akan mencapai penurunan tingkat bunga walaupun hanya sedikit. Namun, pada
permintaan uang yang tegak (inelastis) masih perlu diperlukan penurunan tingkat
bunga yang lebih besar agar mencapai keseimbangan.
Efektivitas kebijakan moneter (efeknya pada GNP) sebenarnya tidak hanya
bergantung dari lereng kurva permintaan uang, namun juga diakibatkan oleh
efektivitas pengeluaran investasi terhadap tingkat suku bunga. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengeluaran investasi akan sangat elastis terhadap tingkat bunga
yang mengkibatkan penurunan tingkat bunga guna mendorong naiknya pengeluaran
investasi ckup besar sehingga jika begitu GNP akan menjadi naik pula dengan jumlah
yang besar. Oleh karena itu, kebijkan moneter akan menjadi efektif ketika elastisitas
pengeluaran investasi terhadap tingkat bunga semakin besar.
5. Tingkat Bunga
Nilai tukar atau tingkat bunga dapat digambarkan pada gambar di bawah ini.
Bahwa garis yang tercipta akan mengartikan bahwa perbandingan/nilai tukar antara
jumlah barang yang dapat dipakai sekarang dan kemudian hari atau masa depan.
Gambar 1.5
Tingkat Bunga
Nilai tukar yang bisa menggambarkan tingkat suku bunga, besarnya dapat
ditentukan oleh lereng garis. Semakin datar suatu garis maka semakin banyak pula
barang pada tahun depan yang bisa diperoleh dengan sejumlah tertentu pada barang
tahun ini. Hal tersebut juga mengartikan bahwa tingkat bunga akan semakin tinggi.
Namun sebaliknya, ketika garis makin tegak maka semakin rendah pula tingkat
bunganya. Dengan adanya alat analisa seperti di atas maka masalah alokasi waktu
bagi individu dapat dipecahkan. Ada beberapa pendapat bahwa prinsip yang dipakai
adalah prinsip persaingan.
Mekanisme kebijakan moneter melalui jalur suku bunga ini akan menekankan
pada peranan suku bunga pada sektor keuangan yang mengalami perubahan. Suku
bunga pendek akan di transmisikan pada suku bunga yang panjang agar memiliki
dampak pada permintaan dan akhirnya akan mempengaruhi inflasi. Transmisi tersebut
sudah pasti memerlukan waktu tertentu karena perubahan kebijakan moneter memang
awalnya ada karena perubahan instrumen moneter hingga pada kemudian hari
berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga.
Gambar 2.1
Jika kita melihat pada gambar di atas bahwa, target operasionalnya akan
diukur dengan besarnya uang inti dana perbankan. Untuk menganalisa efek kebijakan
moneter terhadap sektor riil maka, Bank Indonesia melihat indikator (alat pengukur)
pada sisrem moneter yaitu multiplier uang atau tingkat bunga. Kita juga perlu melihat
indikator dari Bank Indonesia apakah dapat mengetahui arah kebijakan moneter itu
sudah tepat atau belum.
Gambar 2.2
Pola hubungan antara perubahan suku bunga perbankan dan perubahan suku
bunga BI menjelaskan posisi dari suku bunga BI, yakni digunakan untuk acuan utama
bagi perkembangan suku bunga di pasar uang. Maka dari itu, melalui pola hubungan
tersebut kebijakan ekonomi moneter akan berjalan dengan efektif.
PENUTUP
Dalam perspektif teoritis, suku bunga dan likuiditas saling berkaitan. Peningkatan
suku bunga akan mengurangi ketersediaan likuiditas dan keberadaan likuiditas.
Penggunaan suku bunga sebagai indikator ekspektasi inflasi sangat sejalan dengan
kebutuhan akan suatu instrumen yang secara efektif dapat menjelaskan fenomena
pergerakan inflasi sebagai sasaran akhir bagi kebijakan moneter.
DAFTAR PUSTAKA
Devia, V. (2016). Analisis Keseimbangan Tingkat Suku Bunga dan GDP di Indonesia.
2-4.
Didy Laksmono, S. B. (2015). Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi
Inflasi. 6-10.
Kuncoro, H. (2020). Ekonomi Moneter Studi Kasus Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Nophirin, P. (1992). Ekonomi Moneter 1. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Nopirin, P. (1987). Ekonomi Moneter 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Susanto. (2018). Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. 2-7.
Wardani, D. K. (2015). Kebijakan Moneter di Indonesia. 2-8.