Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP KESEIMBANGAN

EKONOMI INDONESIA: TINJAUAN INTERAKSI KEBIJAKAN MONETER

Mariska Salma (7101421248)

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang

E-mail: mariskasalma8@gmail.com

PENDAHULUAN

Salah satu indikator penting untuk menganalisis keseimbangan ekonomi nasional


pada suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Indikator tersebut tidak
hanya mengukur pertumbuhan output dalam suatu perekenomian. Akan tetapi juga
memberikan indikasi mengenai aktivitas perekonomian yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu.

Pertumbuhan yang tinggi dan tingkat suku bunga yang stabil merupakan indikator
utama yang harus dicapai oleh suatu negara. Dua indikator yaitu pendapatan nasional dan
tingkat suku bunga seringkali disebut sebagai ekuilibrium makroekonomi. Menurut
Dornbusch dan Fischer (1998), ketika mencapai ekuilibrium pada pasar barang terjadi
permintaan barang yang sama dengan output, yang tercermin pada kurva IS dan pada
pasar uang yang juga terjadi permintaan uang sama dengan penawaran uang, yang
tercermin pada kurva LM. Sehingga pada kondisi ekuilibrium ini perusahaan akan
melakukan produksi output sesuai dengan yang direncanakan, tidak ada penimbunan
barang dan idividu pada pasar uang yang mempunyai komposisi investasi yang
diinginkan.

Keseimbangan ekonomi di Indonesia realitanya masih belum tercipta dengan


baik dan cenderung mengalami fluktuasi. Menjadi fenomena penting jika terjadi
perubahan BI rate sebagai suku bunga acuan yang sangat berpengaruh pada
perekonomian. Adanya perubahan tersebut akan berdampak secara langsung pada sektor
finansial. Selain itu, hal tersebut juga akan berimplikasi secara tidak langsung pada sektor
riil. Misalnya saja dilakukan penurunan suku bunga yang akan mengakibatkan banyak
pinjaman. Peminjaman yang bergerak di sektor riil inilah yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi sehingga terjadinya keseimbangan ekonomi nasional.

Secara konseptual, tingkat suku bunga acuan akan memiliki dampak pada
keseimbangan nasional sebagai indikator pemulihan ekonomi. Keefektifan dapat ditelaah
melalui jalur suku bunga perbankan. Pemangkasasan suku bunga acuan akan
menurunkan suku bunga kredit yang selanjutnya akan meningkatkan penyaluran kredit
perbankan. Selain itu, pemangkasan suku bunga acuan akan menurunkan suku bunga
simpanan. Intinya, pengaruh suku bunga untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
tergantung pada peran perbankan. Pada hal ini, tujuan keseimbangan ekonomi nasional
dapat berjalan seiring dengan tujuan stabilisasi yang akan dicapai melalui kebijakan suku
bunga acuan.

Berkaitan dengan uraian di atas maka penulis bertujuan untuk menganalisis


pengaruh tingkat suku bunga terhadap keseimbangan ekonomi. Tinjauan ini dilakukan
dengan melihat interaksi terhadap kebijakan moneter yang terjadi dalam skala nasional.
Kebijakan moneter dibuat oleh pemerintah dengan mengemabankan tugasnya kepada
Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan keuangan yang ada. Kebijkakan moneter
sampai saat ini masih digunakan dan dapat diandalkan.

PEMBAHASAN

A. Teori Makro Ekonomi

Menurut Putong (2022:145) “Ekonomi makro merupakan bagian dari ilmu


ekonomi yang khusus mempelajari mekanisme berjalannya perekonomian secara
keseluruhan. Hubungan yang dipelajari dalam makro ekonomi adalah hubungan
kausal antara variabe-variabel agregat (keseluruhan). Diantara variabel yang
dimaksudkan diantaranya ialah: tingkat pendapatan nasional, konsumsi rumah tangga,
investasi nasional, tingkat tabungan, belanja pemerintah, tingkat harga-harga umum,
jumlah uang beredar, inflasi, tingkat suku bunga, kesempatan kerja, neraca
pembayaran, dan lain-lain.”
Dengan mempelajari teori makro ekonomi maka kita akan mengetahui dan
memahami berbagai peristiwa yang berkaitan dengan perekonomian pada suatu
negara. Dengan mengetahui akan hal tersebut maka, kita bisa mengambil dan
meningkatkan kebijakan ekonomi pada suatu negara. Makro ekonomi bisa membantu
memahami dan menyelesaikan masalah yang ada kaitannya dengan ekonomi. Selain
itu, adanya ekonomi makro ini dapat dijadikan sebagai alat ntuk menentukan arah
kebijakan yang akan diambil untuk saat ini atau pada masa depan.

Perhatian utama dari ilmu makro ekonomi ada tiga yaitu: inflasi, pertumbuhan
output, dan pengangguran. Pemerintah ketika membuat kebijakan pasti menginginkan
inflasi rendah, pertumbuhan output tinggi, dan pengangguran rendah. Namun dalam
perekonomian makro tidak selalu berjalan dengan baik semuanya. Apabila kita
memperbaiki satu sisi maka kita juga akan memperburuk sisi yang lain. Sehingga
dalam perekonomian makro penuh saling meniadakan.

Dengan mengetahui bahwa inflasi dan pengangguran sebagai masalah utama


dalam ilmu makro ekonomi maka, makro ekonomi menganalisis aspek tersebut
dengan dua bentuk yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal
merupakan langkah pemerintah merubah struktur dan jumlah pajak dan
pengeluarannya dengan masksud untuk mempengaruhi kegiatan perekonomian.
Sedangkan untuk kebijakan moneter sendiri merupakan langkah yang diambil
pemerintah dalam mempengaruhi jumah uang dalam perekonomian atau mengubah
suku bunga dengan tujuan untuk mengatasi perekonomian yang dihadapi.

B. Kebijakan Moneter

1. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan ekonomi moneter merupakan proses mengatur persediaan uang untuk


maksud tertentu. Tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank
sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan kredit yang pada
nantinya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Dengan adanya
kebijakan moneter ini juga dapat menggeser tingkat bunga pinjaman. Pada dasarnya
kebijakan moneter dibagi menjadi dua yaitu keseimbangan internal dan keseimbangan
eksternal. Dua keseimbangan tersebut akan membentuk makro ekonomi yang
memiliki tujuan untuk menjaga stabilitas keuangan nasional. Selain itu, juga
terciptanya lapangan pekerjaan, harga-harga umum yang stabil, serta neraca
pembayaran yang seimbang dan berjalan dengan lancar.

Kebijakan moneter melalui Bank Sentral di Indonesia kedudukannya diwakili


oleh Bank Indonesia. Ketika perekonomian nasional tidak stabil atau terganggu maka
perlu diberlakukan kebijakan moneter agar perekonomian Indonesia kembali stabil
dan berjalan dengan baik. Kebijakan moneter yang dilakukan dapat menyesuaikan
suku bunga, jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan juga pembelian maupun
penjualan sekuritas pemerintah.

2. Ruang Lingkup Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan suatu usaha untuk mengendalikan kondisi


ekonomi makro agar berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan diinginkan. Usaha
yang dilakukan pastinya agar terciptanya kestabailan harga dan inflasi serta terjadinya
peningkatan output keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaturan jumlah
uang yang beredar di masyarakat dapat dilakukan dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu, pemerinta melakukan
kebijakan moneter dengan menggolongkan kebijakan sebagai berikut :

1) Kebijakan Moneter Ekspansif (Easy Money Policy/Politik Uang Longgar)

Kebijakan ini merupakan kebijakan untuk meningkatkan permintaan


agregat sehingga dapat menaikkan pendapatan nasioanl yang berakibat terjadi
kenaikan harga-harga (inflasi). Kebijakan ini dilakukan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar untuk memperepat recovery.

2) Kebijakan Moneter Kontraktif (Tight Money Policy/Politik Uang Ketat)


Kebijakan ini untuk meningkatkan penawaran agregat sehingga
menambah produksi barang atau jasa nasional yang berakibat terjadinya
penurunan harga-harga (deflasi). Kebijakan ini dilakukan dalam rangka
menurunkan atau mengurangi jumlah uang yang beredar untuk menghindari
overheating.

3. Prinsip Kebijakan Moneter

Berikut merupakan prinsip-prinsip yang sering digunakan oleh beberapa negara


khususnya negara berkembang sebagai acuan dalam menentukan kebijakan moneter :

1) Memiliki satu sasaran utama, sasaran disini contohnya adalah inflasi yang
dijadikan sebagai prioritas pencapaian dan acuan kebijakan moneter.
2) Memiliki sifat antisipatif, megingat adanya efek tunda kebijakan moneter,
maka kebijakan ini diambil agar bisa berakibat pada masa datang.
3) Meningkatkan diri kepada suatu aturan, namun juga harus tetap fleksibel
dalam operasionalnya.
4) Kebijakan moneter harus dilakukan dengan transparan dan
berakuntabilitas.

C. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia

Di atas sudah diuraikan terkait kebijaksanaan moneter. Maka sekarang kita akan
membahas mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia. Dimana
Bank sentral ini merupakan penguasa moneter yang harus berhati-hati dalam
mengawasi perkembangan dan stabilitas moneter.

Inflasi yang rendah terutama stabil merupakan tujuan kebijakan moneter. Bank
Indonesia menggunakan kebijakan moneter dengan menerapkan uang primer sebagai
sasaran dalam melakukan kebijakan. Kebijakan moneter ini bisa ditandai dengan
akuntabilitas kebijakan pada sektor publik dan juga memiliki sifat transparasi.
Kebijakan moneter dapat kita lihat operasional kebijakannya pada penentuan suku
bunga. Kebijakan tersebut diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar, suka
bunga deposito, dan juga suku bunga kredit perbankan. Ketika semua berpengaruh
maka yang berakhir adalah hasil akhir dan inflasi.

Cara mencapai target inflasi yang diinginkan dapat dilakukan dengan cara
penyesuaian berkala kepada Bank Indonesia khususnya suku bunga target. Target
suku bunga ini dipertahankan menggunakan pasar terbuka menurut jangka waktu
tertentu. Konstan suku bunga yang dipertahankan juga memiliki durasi waktu yang
bervariasi. Perubahan suku bunga dilakukan sebagai tanggapan berbagai indikator
pasar dalam upaya memperkirakan tren ekonomi agar keseimbangan nasional
tercapai.

D. Tingkat Suku Bunga

1. Pengertian Suku Bunga

Menurut Hubbard (1997), bunga merupakan biaya yang harus dibayar borrower
atas pinjaman yang diterima dan imbalan bagi lender atas investasinya. Suku bunga
berpengaruh terhadap keputusan individu ketika hendak membelanjakan uang atau
digunakan lebih banyak menabung. Sementara, Kern da Guttman (1992) menganggap
suku bunga sebagai sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku
bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran.

Suku bunga merupakan harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.
Bagi orang yang meminjam uang, bunga merupakan denda yang harus dibayarkan
untuk mengkonsumsi penghasilan sebelum diterima. Sedangkan bagi orang
membeikan pinjaman, bunga merupakan imbalan. Sehingga bunga bank dapat
diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip
konvensional kepada nasabah yeng membeli atau menjual produk. Oleh karena itu,
naik turunnya suku bunga dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran uang. Tingkat
suku bunga akan meningkat apabila permintaan debitur/pinjaman lebih besar daripada
jumlah uang yang ditawarkan. Sebaliknya, tingkat suku bunga akan cenderung
menurun apabila permintaan debitur lebih kecul daripada jumlah uang yang
ditawarkan.

2. Jenis Tingkat Suku Bunga

Tingkat suku bunga dibedakan menjadi 2 yaitu:

1) Tingkat Bunga Nominal, mengartikan bahwa harga yang harus dibayar karena
meminjam uang untuk jangka waktu tertentu. Suku bunga nominal merupakan
rate yang diamati di pasar. Sehingga belum memperhitungkan unsur inflasi
dan merupakan ukuran uang dari pertumbuhan ekonomi. Biasanya ditentukan
oleh Bank Indonesia atau biasa kita kenal dengan BI Rate
2) Tingkat Bunga Riil, mengartikan bahwa tingkat bunga sudah diperhitungkan
unsur inflasi dan diukur dalam bentuk barang atau jasa riil bukan dalam bentuk
uang.

Efek ekspektasi inflasi terhadap suku bunga nominal itu sering disebut efek Fisher
dan hubungan antara inflasi dengan suku bunga akan ditunjukan 3dengan persamaan
fisher. Oleh karena itu, peningkatan ekspektasi inflasi akan lebih cenderung
meningakatkan suku bunga nominal. Hal demikian berarti pada suku bunga nominal
akan cenderung memiliki ekpsektasi inflasi guna memberikan tingkat kembalian riil
atas penggunaan uang.

3. Fungsi Tingkat Suku Bunga

Dua masalah utama yang harus dipecahkan oleh setiap sistem ekonomi adalah,
pertama, berapa banyak faktor produksi yang harus digunakan/dialokasikan untuk
menghasilkan beberapa barang yang berbeda pada waktu secara bersamaan. Kedua,
adalah masalah alokasi penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan barang yang
akan digunakan sekarang atau kemudian hari. Fungsi yang kedua inilah yang antara
lain dilakukan oleh tingkat bunga, yakni alokasi faktor produksi untuk menghasilkan
barang dan jasa yang dipakai sekarang dan dikemudian hari.

E. Penentuan Suku Bunga

1. Teori Klasik Tentang Tingkat Suku Bunga

Tabungan, menurut teori klasik merupakan salah satu fungsi dari tingkat suku
bunga. Semakin tinggi tingkat bunga maka semakin tinggi pula keinginan masyarakat
untuk menabung. Selain itu, investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat
suku bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, maka keinginan untuk melakukan
investasi pun semakin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan naik
atau turun) akan bisa dicapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan
keinginan seseorang untuk melakukan investasi.

Gambar 1.1

Teori Klasik tentang Tingkat Bunga

Sumber:Buku Ekonomi Moneter 1

Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik i0, di mana jumlah tabungan sama
dengan investasi. Apabila tingkat bunga di atas i0, jumlah tabungan melebihi
keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung juga akan saling
melakukan persaingan untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan
menekan tingkat bunga turun balik ke posisi i0. Selanjutnya, dengan bergesernya
kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga baru
pada titik i1 mengartikan bahwa kenaikan efesiensi produk misalnya akan
mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik.

Pada teori klasik ini, keseimbangan tingkat suku bunga sangat dipengaruhi oleh
tabungan dan produktivitas. Suku bunga juga akan menggiring ke dalam kondisi
keseimbangan yang diakibatkan adanya penawaran dan permintaan. Teori ini
meyakini bahwa suku bunga akan berubah cepat dan berjalan dengan baik untuk
menciptakan keseimbangan di pasar guna memberikan respon kepada perubahan
faktor-faktor ekonomi riil.

2. Teori Keynes Tentang Tingkat Suku Bunga

Uang menurut Keynes merupakan kekayaan yang dipunyai seseorang seperti


halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham, atau surat berharga lainnya.
Keputusan masyarakat mengenai bentuk susunan/komponen daripada kekayaan
mereka, berapa besar dari kekayaan yang dimiliki akan diwujudkan dalam bentuk
uang kas, tabungan, atau surat berharga akan menentukan tingginya tingkat bunga.

Dalam model sederhananya, Keynes hanya membagi susunan/komponen


kekayaan dalam dua bentuk, yakni uang kas dan surat berharga (onligasi).
Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas yaitu adanya
kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas adalah pembayaran paling
likuid. Namun, ketika kekayaan berbentuk uang kas maka tidak ada penghasilan
(contohnya adalah bunga). Dan sebaliknya, jika kekayaan berbentuk surat berharga
maka harganya bisa naik turun tergantung pada tingkat suku bunga.

Gambar 1.2

Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

Sumber:Buku Makro Ekonomi 2


Permintaan terhadap uang memiliki hubungan yang negatif dengan suku bunga.
Keynes berpendapat bahwa masyarakat memiliki keyakinan terjadinya tingkat bunga
yang normal. Sehingga apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal maka
semakin banyak pula masyarakat yang berkeyakinan bahwa tingkat bunga akan
kembali ke tingkat normal. Apabila masyarakat memiliki surat berharga pada saat
suku bunga naik maka mereka akan mengalami kerugian. Untuk menghindari
kerugian tersebut masyarakat akan mengurangi surat berharga yang dimiliknya dan
justru akan menambah uang kas apabila tingkat suku bunga naik.

Pendekatan moneter oleh Keynesian ini menganggap bahwa memegang uang


bukan hanya digunakan untuk transaksi dan berjaga-jaga saja namun juga untuk
tujuan spekulatif. Dengan demikian, uang dipegang untuk alternatif pada obligasi agar
memperoleh keuntungan jika suku bunga meningkat yang mengakibatkan turunnya
harga obligasi. Oleh karena itu, permintaan masyarakat memegang uang untuk tujuan
spekulatif hubungannya sangat tergantung pada ekspektasi suku bunga pada masa
yang akan datang.

3. Efek Perubahan Jumlah Uang Beredar Terhadap Tingkat Bunga

Seperti yang kita ketahui bahwa, tingkat suku bunga akan mengalami perubahan
apabila terdapat perubahan pada permintaan ataupun penawaran uang. Misalnya saja
kita anggap bahwa permintaan uang tidak terjadi perubahan, lalu kita mencoba
menganalisa bagaimana pengaruh perubahan penawaran uang pada tingkat bunga dan
kegiatan ekonomi (kita mengukur dengan GNP).

Kita contohkan dengan jumlah uang yang beredar di masyarakat sejumlah Rp 6


triliun. Lalu kita melakukan penambahan jumlah uang yang beredar sebesar Rp 1
triliun, sehingga uang yang beredar menjadi Rp 7 triliun. Pada kasus tersebut
mengakibatkan tingkat bunga yang mula-mula (r6) menjadi memiliki kelebihan uang
yang dipegang oleh masyarakat. Dengan demikian, secara otomatis mereka akan
berusaha membuang uang kas yang dipegang dengan cara melakukan pembelian
terhadap surat berharga. Harga surat berharga pun menjadi naik yang mengakibatkan
keinginan memegang uang sama dengan jumlah uang.
Gambar 1.3

Efek Perubahan Jumlah Uang Terhadap Tingkat Bunga

Sumber:Buku Ekonomi Moneter 2

Implikasi dari penambahan jumlah uang beredar terhadap GNP bisa dijelaskan
melalui tingkat suku bunga. Dengan adanya penurunan suku bunga pada surat
berharga (hal ini terjadi akibat adanya penambahan jumlah uang), maka secara
otomatis pengeluaran investasi menjadi naik (catatan dalam kondisi cateris paribus).
Pada gambar di atas, adanya pergeseran kurva 1 ke atas mengakibatkan GNP menjadi
naik pula melalui proses multiplier.

Namun sebaliknya, ketika jumlah uang yang beredar menjadi Rp 5 triliun, maka
yang terjadi adalah kekurang uang kas yang dipegang oleh masyarakat. Sehingga
masyarakat berusaha memenuhi kekurangan tersebut dengan cara menjual surat
berharga yang dimilikinya. Akibatnya, tingkat suku bunga pun menjadi naik (harga
surat berharga turun). Kenaikan suku bunga akan terus terjadi sampai apa yang
diinginkan masyarakat persis sama dengan jumlah uang beredar.

Implikasi kebijakan yang terjadi terhadap GNP merupakan kebalikan proses di


atas, bahwa dengan naiknya tingkat bunga (sebagai akibat dari pengurangan jumlah
uang), pengeluaran investasi turun yang mengakibatkan GNP juga menjadi turun.
Sehingga bisa kita tarik kesimpulan bahwa penambahan jumlah uang akan efektif atau
tidak dalam menaikan GNP atau tidak itu tergantung pada keadaan tertentu.

4. Kebijaksanaan Moneter dan Lereng Kurva Permintaan Uang

Penambahan uang akan menyebabkan turunnya tingkat bunga yang lebih besar
untuk permintaan uang. Hal ini dikarenakan, apabila jumlah uang naik, maka yang
akan terjadi adalah adanya kelebihan penawaran/jumlah uang di atas permintaannya
pada suku bunga awal.

Gambar 1.4

Efek Perubahan Jumlah Uang Terhadap Tingkat Bunga

Sumber:Buku Ekonomi Moneter 2

Jika melihat pada gambar di atas maka, tingkat bunga akan menurun selama
jumlah uang yang beredar terus mengalami kelebihan. Namun, pada permintaan uang
yang datar (elastis), dengan menurunnya tingkat bunga yang kecil akan mampu
mendorong jumlah yang diminta naik dengan presentase yang jauh lebih besar. Hal
ini akan menyebabkan kesamaan antara jumlah uang dengan permintaan uang yang
akan mencapai penurunan tingkat bunga walaupun hanya sedikit. Namun, pada
permintaan uang yang tegak (inelastis) masih perlu diperlukan penurunan tingkat
bunga yang lebih besar agar mencapai keseimbangan.
Efektivitas kebijakan moneter (efeknya pada GNP) sebenarnya tidak hanya
bergantung dari lereng kurva permintaan uang, namun juga diakibatkan oleh
efektivitas pengeluaran investasi terhadap tingkat suku bunga. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengeluaran investasi akan sangat elastis terhadap tingkat bunga
yang mengkibatkan penurunan tingkat bunga guna mendorong naiknya pengeluaran
investasi ckup besar sehingga jika begitu GNP akan menjadi naik pula dengan jumlah
yang besar. Oleh karena itu, kebijkan moneter akan menjadi efektif ketika elastisitas
pengeluaran investasi terhadap tingkat bunga semakin besar.

5. Tingkat Bunga

Nilai tukar atau tingkat bunga dapat digambarkan pada gambar di bawah ini.
Bahwa garis yang tercipta akan mengartikan bahwa perbandingan/nilai tukar antara
jumlah barang yang dapat dipakai sekarang dan kemudian hari atau masa depan.

Gambar 1.5

Tingkat Bunga

Nilai tukar yang bisa menggambarkan tingkat suku bunga, besarnya dapat
ditentukan oleh lereng garis. Semakin datar suatu garis maka semakin banyak pula
barang pada tahun depan yang bisa diperoleh dengan sejumlah tertentu pada barang
tahun ini. Hal tersebut juga mengartikan bahwa tingkat bunga akan semakin tinggi.
Namun sebaliknya, ketika garis makin tegak maka semakin rendah pula tingkat
bunganya. Dengan adanya alat analisa seperti di atas maka masalah alokasi waktu
bagi individu dapat dipecahkan. Ada beberapa pendapat bahwa prinsip yang dipakai
adalah prinsip persaingan.

E. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Tingkat Bunga

Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dapat memberikan penjelasan


terkait bagaimana perubahan instrumen dari kebijakan moneter yang juga akan
mempengaruhi variabel mikro ataupun makro. Pengaruh yang cukup besar ini akan
berdampak pada harga dan kegiatan di sektor riil. Dikarenakan semuanya bergantung
pada respon bank indonesia terhadap kebijakan moneter maka bisa kita sebut dengan
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (rSBI).

Mekanisme kebijakan moneter melalui jalur suku bunga ini akan menekankan
pada peranan suku bunga pada sektor keuangan yang mengalami perubahan. Suku
bunga pendek akan di transmisikan pada suku bunga yang panjang agar memiliki
dampak pada permintaan dan akhirnya akan mempengaruhi inflasi. Transmisi tersebut
sudah pasti memerlukan waktu tertentu karena perubahan kebijakan moneter memang
awalnya ada karena perubahan instrumen moneter hingga pada kemudian hari
berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga.

Apabila perekonomian di indonesia tidak seimbang apalagi mengalami


penurunan maka yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menggunakan
kebijakan dengan menurunkan suku bunga agar bisa mendorong aktivitas ekonomi
nasional. Dampak yang terjadi yaitu permintaan kredit akan semakin banyak dan
meningkat. Selanjutnya, ketika inflasi meningkat Bank Indonesia akan merespon
dengan cara menaikan suku bunga BI Rate agar menekan aktivitas perekonomian,
sehingga inflasi akan terkurangi.
F. Efektivitas Kebijakan Moneter terhadap Keseimbangan Nasional

Dalam mengukur keefektivan kebijakan moneter menggunakan indikator tingkat


suku bunga adalah dengan mengamati bagaimana Bank Sentral melihat data
pengangguran, harga-harga, output riil yang ada.

Gambar 2.1

Proses Implementasi Kebijaksanaan Moneter

Sumber:Buku Ekonomi Moneter 2

Jika kita melihat pada gambar di atas bahwa, target operasionalnya akan
diukur dengan besarnya uang inti dana perbankan. Untuk menganalisa efek kebijakan
moneter terhadap sektor riil maka, Bank Indonesia melihat indikator (alat pengukur)
pada sisrem moneter yaitu multiplier uang atau tingkat bunga. Kita juga perlu melihat
indikator dari Bank Indonesia apakah dapat mengetahui arah kebijakan moneter itu
sudah tepat atau belum.

Implikasi dari kebijakan moneter mengartikan bahwa tingkat bunga dapat


mengukur aliran bahan bakar (tergantung banyaknya sedikit atau banyak) dengan cara
menggunakan dana perbankan. Sedangkan jumlah uang yang ada menggunakan
besarnya uang inti. Jumlah uang mengartikan bahwa kenaikan jumlah uang inti akan
menaikan pula jumlah uang yang beredar. Hingga pada akhirnya juga akan
menyebabkan kenaikan pengeluaran total yang akan menaikkan output, employment,
dan harga. Selain itu, dana perbankan yang juga mengalami kenaikan akan
menyebabkan penurunan pada tingkat suku bunga. Dengan turunnya tingkat bunga
maka, pengeluaran total akan mengalami kenaikan sehingga output dan employment
akan naik.

Efektivitas kebijakan moneter pada dasarnya dapat ditentukan oleh :

Gambar 2.2

Kebijakan Moneter Semakin Efektif

Apabila Lereng Kurva IS Semakin Datar

Kurva IS merupakan gambaran dari elastisitas pengeluaran investasi terhadap


tingkat bunga. Semakin landai atau datar kurva IS maka semakin elastis pengeluaran
investasi terhadap tingkat bunga, sehingga kebijakan moneter juga bisa dikatakan
semkin efektif. Hal ini dikarenakan turunnya tingkat bunga sebagai akibat dari jumlah
uang beredar akan mengakibatkan naiknya pengeluaran investasi yang cukup besar.
Kebijakan moneter ekspansif, misalnya melakukan penambahan jumlah uang
yang beredar. Hal tersebut menyebabkan kurva LM bergeser dari LM0 ke LM1.
Dengan demikian mengefek terhadap Y yang bergantung dari lereng kurva IS. Oleh
karena itu, jelas terlihat bahwa semakin datar kurva IS kebijakan moneter akan
semakin baik.

Pola hubungan antara perubahan suku bunga perbankan dan perubahan suku
bunga BI menjelaskan posisi dari suku bunga BI, yakni digunakan untuk acuan utama
bagi perkembangan suku bunga di pasar uang. Maka dari itu, melalui pola hubungan
tersebut kebijakan ekonomi moneter akan berjalan dengan efektif.

PENUTUP

Efektivitas kebijakan moneter dalam perekonomian di Indonesia dalam rangka


stabiliasi dan menciptakan keseimbangan ekonomi ditempuh dengan cara menjaga
stabilitas makroekonomi san sistem keuangan. Bank Indonesia memiliki peranan yang
kuat dalam pembaruan kebijakan moneter.

Dalam perspektif teoritis, suku bunga dan likuiditas saling berkaitan. Peningkatan
suku bunga akan mengurangi ketersediaan likuiditas dan keberadaan likuiditas.
Penggunaan suku bunga sebagai indikator ekspektasi inflasi sangat sejalan dengan
kebutuhan akan suatu instrumen yang secara efektif dapat menjelaskan fenomena
pergerakan inflasi sebagai sasaran akhir bagi kebijakan moneter.
DAFTAR PUSTAKA

Devia, V. (2016). Analisis Keseimbangan Tingkat Suku Bunga dan GDP di Indonesia.
2-4.
Didy Laksmono, S. B. (2015). Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi
Inflasi. 6-10.
Kuncoro, H. (2020). Ekonomi Moneter Studi Kasus Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Nophirin, P. (1992). Ekonomi Moneter 1. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Nopirin, P. (1987). Ekonomi Moneter 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Susanto. (2018). Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. 2-7.
Wardani, D. K. (2015). Kebijakan Moneter di Indonesia. 2-8.

Anda mungkin juga menyukai