EKONOMI MONETER
Kelompok 1 :
1. Teuku Ramadhani Bugis - 2212070253
2. Chyntia Octaviani Kaban - 2212070233
3. Dinda Ayu Nurmalina - 2212070239
4. Nurul Hidayah - 2212070271
Tujuan utama kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara stabilitas nilai tukar
Rupiah, yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam UU No. 3 Tahun 2004 tentang Kebijakan Moneter Bank Indonesia,
tujuan kebijakan moneter yang utama yakni menjaga kestabilan nilai rupiah. Demi
mewujudkan hal tersebut, banyak aspek yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan
kebijakan moneter Bank Indonesia. Berbagai tujuan kebijakan moneter diantaranya yaitu :
2. Mengendalikan Inflasi
Agar inflasi dapat ditekan, maka Bank Indonesia menetapkan kebijakan bertujuan
mengurangi uang yang beredar di masyarakat dan menjaga ketersediaan uang di bank.
Sehingga, salah satu tujuan kebijakan moneter adalah mengendalikan inflasi.
Kemudian menurut Bank Indonesia, Tujuan utama kebijakan moneter yang dilaksanakan
oleh Bank Indonesia adalah untuk mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas
sistem pembayaran, serta turut menjaga stabilitas sistem keuangan guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sebagaimana tercantum dalam pada pasal 7 UU
No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor
Keuangan. Dimana yang dimaksud dengan "stabilitas nilai Rupiah" adalah kestabilan harga
barang dan jasa serta nilai tukar Rupiah.
Konsep stabilitas nilai Rupiah mencakup kestabilan harga barang dan jasa serta nilai
tukar Rupiah. Kestabilan harga barang dan jasa secara umum diukur dari inflasi yang rendah
dan stabil. Sementara itu, kestabilan nilai tukar Rupiah diukur dari kestabilan nilai rupiah
terhadap mata uang negara lain.
Kestabilan nilai Rupiah dalam artian inflasi yang rendah, dan stabil, serta kestabilan nilai
tukar Rupiah sangat penting bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan stabil.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter yang disebut Inflation Targeting Framework (ITF) sejak 1 Juli 2005. Dalam kerangka
tersebut, inflasi menjadi sasaran yang diutamakan (overriding objective).
Bank Indonesia(BI) sebagai Bank Sentral nasional bertugas untuk menjaga dan
memelihara kestabilan harga di Indonesia melalui pelaksanaan kebijakan moneter,
dengan kata lain BI berusaha menjaga tingkat inflasi berada dalam target yang ditetapkan
oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI. Untuk target Inflasi Kebijakan Moneter
Tahun 2023 adalah 3,0±1%.
Penentuan tingkat BI rate ini akan mempengaruhi ekonomi dan inflasi dimasyarakat
apabila Rapat Dewan Gubernur BI melihat indikasi resiko meningkat dalam
perekonomian, antara lain:
Maka, BI akan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengendalikan risiko inflasi
tersebut dan menjaga ekspektasi masyarakat. Sebaliknya, jika BI memandang tekanan
inflasi terjaga, uang beredar cukup dalam perekonomian, serta resiko ekonomi terjaga, BI
Rate dapat diturunkan .
Selain itu, inflasi di Indonesia juga dapat ditentukan oleh faktor lainnya, yaitu :
Selain itu, dalam rangka menjaga inflasi di daerah tetap stabil, BI bekerjasama dan
berkoordinasi dengan Pemerintah melalui forum kerjasama yang dinamakan tim
pengendalian Inflasi daerah(TPID).
B. Penentuan sasaran: Menentukan sasaran tingkat bunga atau uang yang beredar juga
merupakan permasalahan dalam kebijakan moneter. Keputusan mengenai sasaran
tersebut harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, inflasi,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan.
D. Kontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi: Salah satu tujuan utama kebijakan moneter
adalah mengendalikan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Namun, mencapai keseimbangan antara kedua tujuan ini dapat menjadi tantangan,
terutama ketika inflasi dan pertumbuhan ekonomi saling bertentangan.
E. Dampak distribusi: Kebijakan moneter juga dapat memiliki dampak distribusi yang
tidak merata terhadap berbagai sektor dan kelompok masyarakat. Misalnya, pengetatan
kebijakan moneter dapat memberikan beban ekstra pada sektor usaha dan masyarakat
dengan utang, sementara melonggarkan kebijakan moneter dapat meningkatkan risiko
inflasi.
Dalam menghadapi permasalahan-permasalahan ini, bank sentral dan otoritas moneter harus
mempertimbangkan berbagai faktor dan melakukan analisis yang mendalam untuk mengambil
keputusan yang tepat dalam merancang kebijakan moneter.
4. Problem Pencapaian Kebijakan Moneter
a. Kebijakan Ekspansif (Kebijakan Uang Longgar / Easy Money Policy).
Penurunan suku bunga akan mendorong aktivitas perekonomian, dan secara
multiplier akan mendorong sektor lainnya. Perekonomian yang meningkat akan
disenangi oleh publik dan dapat berlangsung dalam periode waktu yang lama.
Pertumbuhan perekonomian yang lebih cepat dari tingkat normal dapat
mendorong terjadinya inflasi.
Hal ini dapat menyebabkan pemulihan ekonomi akan semakin sulit dan potensi
kontraksi (penurunan) ekonomi dalam periode waktu yang lama (resesi) terjadi.
Terjadi trade-off dalam penerapan kebijakan moneter dengan mengorbankan
sasaran kebijakan lain.
5. Studi Kasus
a. Gambaran umum
Pada tanggal 22 Desember 2022, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
mengambil kebijakan moneter untuk meningkatkan suku bunga acuan BI 7-Day
Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,50%, meningkat 25bps. BI telah
meningkatkan suku bunga acuannya dari 3,5% menjadi 5,5% sejak 5 bulan terakhir.
Kebijakan moneter ketat dipilih oleh BI dengan harapan untuk menekan laju inflasi di
tengah-tengah masalah geoekonomi dan geopolitik global. Terjadi ketimpangan rantai
pasok global yang mengakibatkan keterbatasan bahan baku, krisis pangan, krisis energi
imbas dari paska Covid-19, perang Rusia-Ukraina, ketegangan Rusia - NATO, dan
kebijakan zero covid di China sehingga memperburuk perekonomian global dan
mendorong laju inflasi. Walaupun sebenarnya beberapa indikator menunjukan
fundamental makro ekonomi Indonesia masih relatif stabil hingga kuartal tiga 2022.
c. Respon Kebijakan
Untuk menyeimbangkan keputusan untuk meningkatkan suku bunga, maka
dikembangkan sejumlah kebijakan untuk menjaga stabilitas (pro-stability) dan
mendorong pertumbuhan (pro-growth) untuk mempercepat pemulihan ekonomi,
seperti:
1. Intervensi moneter di pasar valas melalui transaksi spot, domestic non
deliverable forward (DNDF), dan jual beli Surat Berharga Negara
(SBN) di pasar sekunder. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah dan mengendalikan inflasi barang impor.
2. Memaksimalkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam untuk
mendukung stabilitas nilai tukar rupiah .
3. Penguatan kebijakan Makroprudensial yang inklusif dan berkelanjutan
untuk kredit perbankan melalui insentif Giro Wajib Minimum (GWM),
khususnya pada sektor yang belum pulih pasca pandemi Covid-19.
4. Kebijakan untuk memperpanjang pemberlakuan Merchant Discount
Rate (MDR) QRIS pada Usaha Mikro sebesar 0% hingga 30 Juni 2023
untuk mendorong peningkatan transaksi pembayaran digital yang lebih
luas.
Referensi.