A. PENDAHULUAN
Bank sentral Indonesia adalah Bank Indonesia, dalam proses melaksanakan tugasnya
Bank Indonesia menyusun berbagai kerangka kebijakan moneter yang nantinya akan menjadi
rujukan dan pedoman dalam langkah untuk mencapai stabilitas ekonomi. Kebijakan yang
dibuat tentunya harus terus mengakami upgrade sesuai dengan perkembangan dinamika
ekonomi nasional yang terjadi dari tahun ke tahun.
Dalam melaksanakan tugasnya Bank Indonesia telah menyusun berbagai kerangka
kebijakan moneter yang akan menjadi pedoman dalam langkah usaha stabilisasi ekonomi.
Kebijakan ini tentunya selalu disesuaikan dengan perkembangan dinamika ekonomi nasional
dari tahun ke tahun. Perkembangan ekonomi nasional dan global beberapa tahun terakhir ini
telah memfokuskan perhatian BI kepada masalah pengendalian inflasi. Hal ini juga didukung
oleh perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris di beberapa negara
bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah panjang hanya berpengaruh pada inflasi,
bukan pada pertumbuhan ekonomi (Warjiyo dan Solikin, 2004). Rancangan rencana strategis
dalam pengendalian inflasi yang telah dirancang oleh bank Indonesia ini lebih popular
disebut dengan Inflation Targetting Framework (ITF).
ITF adalah suatu kerangka kerja dengan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada public sebagai perwujudan
dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral yaitu Bank Indonesia. Kebijakan ITF
menggunakan tingkat suku bunga jangka pendek merupakan merupakan sasaran operasional
menggatikan peran uang primer yang ditetapkan BI.Perlunya mencapai dan menjaga tingkat
inflasi yang rendah dan stabil didasarkan oleh dua hal (Warjiyo dan Solikin, 2004), yaitu
adanya biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat terjadinya laju inflasi yang
tinggi, serta adanya temuan empiris yang menunjukkan bahwa dalam jangka menengah-
panjang, kebijakan moneter hanya akan berpengaruh terhadap inflasi, bukan pada
pertumbuhan ekonomi, walaupun belum terdapat kesepakatan tentang pengaruh kebijakan
moneter, khususnya ITF dalam jangka pendek terhadap beberapa variabel ekonomi makro di
Indonesia. Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan ITF, yaitu:
Page 1
1. Memiliki sasaran utama, yaitu sasaran inflasi, yang dijadikan sebagai prioritas pencapaian
(overriding objective) dan acuan (nominal anchor) kebijakan moneter.
2. Bersifat antisipatif (preemptive atau forward looking) dengan mengarahkan respon
kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam menetapkan
pertimbangan respon kebijakan moneter (constrained discretion).
4. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu
berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
Berbagai dasar pembentukan ITF adalah untuk menjaga kestabilan inflasi, khsusunya
pada saat krisis ekonomi. Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan
nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga mencapai Rp17.000 per dollar USA. Pada akhir
periode tahun 1997, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar USA mencapai angka 68.7%
dan secara otomatis meningkatkan inflasi dari 11.1% menjadi sekitar 77.6%. Pertumbuhan
ekonomi terkontraksi dari rata-rata sekitar 7.0% sebelum krisis menjadi 13.1% pada tahun
1998. Kondisi ini telah memberikan guncangan terhadap perekonomian Indonesia, tidak
terkecuali sektor moneter. UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia pasal 7 menyatakan
bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah.
Terdorong oleh perkembangan perekonomian yang sangat cepat dengan pasar uang yang
semakin global maka penyempurnaan terhadap kebijakan moneter pun penting dilakukan.
Meski tidak secara eksplisit disebutkan, UU No.23 tersebut menunjukkan bahwa
penyempurnaan kebijakan, terangkum dalam suatu kerangka strategis yaitu Inflation
Targeting Framework yang juga melandasi Bank Indonesia sebagai lembaga independen
dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut terutama pada periode
setelah krisis. Inflation targetting merupakan suatu strategi kebijakan moneter dalam
mengantisipasi tekanan inflasi yang akan terjadi dengan memfokuskan secara langsung pada
kestabilan harga, melalui penetapan sasaran inflasi yang diinginkan. Inflation targetting itu
sendiri terealisasi sejak tahun 2000 dengan toleransi sekitar 3.0-5.0% dan kemudian tahun
2001 sekitar 4.0-6.0% dan tahun 2002 ditetapkan sekitar 9.0-10.0%.
Saat krisis dan pemulihan ekonomi, pengendalian harga memang sulit dilakukan
sehingga penentuan target inflasi dalam kenyataannya seringkali tidak tercapai dalam
implementasinya. Hal ini terlihat pada sasaran inflasi tahun 2000 (angka inflasi 9.4%), 2001
(angka inflasi 12.5%), dan 2002 (angka inflasi 10.1%) tidak tercapai. Sementara itu nilai
tukar terhadap dollar USA masih relatif belum stabil yang ditunjukkan oleh kisaran nilai
tukar antara Rp 8.000 - Rp 10.000 per dollar USA. Hal ini menimbulkan pertanyaan sampai
sejauh mana sasaran UU tentang Bank Sentral dapat dicapai.
Inflasi dalam perkembangannya menunjukkan angka yang meningkat mencapai 5,51% pada
tahun2022. Peningkatan inflasi terjadi akibat kenaikkan harga-harga yang disebabkan adanya
fenomena hari besar dan tahun baru khususnya terhadap permintaan bahan makanan.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
00 01 0 2 03 0 4 0 5 06 07 0 8 0 9 10 1 1 1 2 13 14 1 5 1 6 17 1 8 19 20 2 1 2 2
2 0 2 0 20 2 0 20 20 2 0 2 0 20 20 2 0 20 20 2 0 2 0 20 20 2 0 20 2 0 2 0 20 20
Seiring dengan kenaikan inflasi yang merangkak pada kisaran yang lebih tinggi dan
juga adanya kecenderungan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga sertifikat
bank indonesia (SBI) pada juli 2022, maka dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) tersebut akan mendorong pertumbuhan uang beredar, hal itu diikuti pula
dengan melemahnya nilai tukar rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan,
karena belum bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi.
Gejolak krisis keuangan global yang berasal dari Amerika Serikat tahun 2007 yang
menyebar ke negara-negara lain di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia yang merasakan
dampaknya pada kuartal III 2008. Perekonomian Indonesia mulai tertekan dan hal ini
ditandai dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Melemahnya nilai tukar
rupiah memungkingkan para investor asing menarik kembali dananya dari Indonesia,
sehingga mengakibatkan cadangan devisa mengalami penurunan. Krisis ini berdampak
negatif pula terhadap ekspor yang mengakibatkan neraca pembayaran negara mengalami
defisit signifikan.
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Cadangan
Devisa
Keterangan :
B. MODEL PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan VAR (Vector Autoregression).
Menurut Sims (dalam Rusiadi, 2014) mengatakan VAR adalah pengujian hubungan simultan
dan derajat intergrasi antar variable dalam jangka panjang. Penelitian ini mengkaji variable
ekonomi makro yaitu ekspor, cadangan devisa dan kurs terhadap Targeting Inflation
Framework (ITF) yang diproxy oleh harga umum (inflasi).
Menurut Sims (Manurung, 2005) jika simultanitas antara beberapa variabel benar
maka dapat dikatakan bahwa variabel tidak dapat dibedakan mana variabel endogen dan
mana variabel eksogen. Pengujian hubungan simultan dan derajat integrasi antar variabel
dalam jangka panjang variabel stabilitas ekonomi makro menggunakan metode VAR.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan simultan (Saling terkait)
antara variabel sebagai variabel eksogen dan variabel endogen dengan memasukkan unsur
waktu (lag). Pengujian VAR dengan rumus :
Inflasi berkontribusi terhadap cadangan devisa, kurs, net ekspor, tingkat bunga kredit, PDB
dan inflasi itu sendiri. Model persamaannya sebagai berikut :
INFt = inf (INFt-p, CD t-p, KURS t-p, NEX t-p, TSB t-p, PDB t-p)+ e INF,t (3.6)
CDt = cd (CD t-p, KURS t-p, NEX t-p, TSB t-p, PDB t-p, INFt-p)+ e CD,t (3.7)
KURSt = kurs (KURS t-p, CD t-p, NEX t-p, TSB t-p, PDB t-p, INFt-p)+ e KURS,t (3.8)
NEXt = nex (NEX t-p, KURS t-p, CD t-p, TSB t-p, PDB t-p, INFt-p)+ e NEX,t (3.9)
TSBt = tsb (TSBt-p, CD t-p, KURS t-p, NEX t-p, PDB t-p, INFt-p)+ e TSB,t (3.10)
PDBt = pdb (PDB t-p, CD t-p, KURS t-p, NEX t-p, TSB t-p, INFt-p)+ e PDB,t (3.11)
Keterangan :
c = koefisien
p = panjang lag
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan hasil variance decompotition diketahui bahwa variabel makro
ekonomi juga mempengaruhi laju inflasi di Indonesia, di mana fluktuasi terhadap kondisi
makro ekonomi akan mempengaruhi pergerakan inflasi. Inflasi dominan dipengaruhi oleh
cadangan devisa, disusul dengan net ekspor, PDB, kurs dan tingkat suku bunga. Hal tersebut
menjelaskan bahwa pergerakan laju inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah permintaan
masyarakat akan suatu barang, dan jumlah uang beredar dipasaran. Cadangan devisa dan
jumlah uang beredar hubungannya cukup erat, dimana jumlah cadangan devisa yang
ditukarkan menambah jumlah uang beredar dalam jumlah yang sama (Nilawati,2000). Jika
tidak segera di ambil kebijakan, secara otomatis hal ini akan membuat Rupiah semakin
terdepresiasi terhadap US Dollar di pasar valuta asing.
Akibatnya barang-barang domestik relatif lebih mahal dibanding barang-barang luar
negeri, sehingga ekspor neto lebih kecil.Hal ini merupakan penyebab tingginya tingkat
kerentanan kondisi perekonomian nasional.
Kebijakan menaikkan tingkat suku bunga SBI menjadi pilihan Bank Indonesia untuk
mengendalikan inflasi, apabila perkiraan inflasi di masa mendatang melampaui sasaran yang
telah ditetapkan.Penting bagi pemerintah dan Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan
fiskal dan moneter, guna menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.Untuk mengendalikan
inflasi, pemerintah menggunakan kebijakan cadangan devisa dan net ekspor.
Menurut Purnasari (2011), cadangan devisa suatu negara berfungsi untuk melindungi
negara tersebut dari guncangan eksternal dan mempertahankan stabilitas nilai tukar. Namun
kebijakan untuk mempertahankan cadangan devisa juga mengeluarkan biaya, saat level
cadangan devisa menjadi lebih besar, biaya yang diperlukan juga semakin besar.
Membengkaknya cadangan devisa bisa berakibat kinerja moneter terekspansi melebihi
kapasitas produksi ekonomi yang berakhir pada inflasi.
Hubungan ekspor dengan tingkat inflasi cukup signifikan. Tingkat inflasi di suatu
negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Pendapatan
suatu negara di dapat dari berbagai sumber, diantaranya melalui perdagangan internasional
dengan melakukan kegiatan ekspor.Dalam keadaan inflasi, daya saing akan barang ekspor
pun akan berkurang, yang berakibat kerugian bagi para eksportir dan negara.Inflasi yang
tinggi cenderung membuat mata uang terdepresiasi.Hal ini berakibat pada harga barang dan
jasa domestik lebih mahal dibandingkan barang dan jasa luar negeri. Imbasnya impor akan
meningkat sedangkan kinerja ekspor akan lesu dan menurun drastis, sehingga devisa yang
didapat oleh negara pun kecil.
Secara deskriptif inflasi mengalami fluktuasi dan cenderung naik pada tahun 2013.
Kurs semakin terdepresiasi, sehingga ekspor neto merosot drastis pada tahun 2013.
Akibatnya cadangan devisa mengalami penurunan pada tahun yang sama.
Berdasarkan kesimpulan yang telah diljabarkan di atas, maka penulis dapat memberi
saran-saran sebagai berikut :
1. Cadangan devisa merupakan variabel yang paling mempengaruhi inflasi, dimana
cadangan devisa dapat memicu pertumbuhan jumlah uang beredar dipasaran, dengan
konsumsi masyarakat yang terus meningkat dari tahun ke tahun.Sebaiknya Bank
indonesia terus memantau pertumbuhanjumlah uang yang beredar agar inflasi dapat
dikendalikan ke posisi yang lebih moderat.
2. Kurs adalah variabel yang memiliki kontribusi tersebar terhadap net ekspor. Semakin
terdepresiasinya nilai mata uang dalam negeri, maka semakin merosotnya kinerja
ekspor. Sebaiknya pemerintah memperhatikan fluktuasi kurs agar dapat meningkatkan
komoditas ekspor dengan kualitas yang lebih baik, dan memperoleh surplus.
DAFTAR PUSTAKA
Boediono, 2000, Ekonomi Moneter, edisi 3, BPFE : Yogyakarta.
Deliarnov, Nicholson, Walter. 2005, Teori Ekonomi Mikro I, Terjemahan Deliarnov, Rajawali,
Jakarta.
Engle, Robert F. dan C. W. J. Granger, 1987. Co-integration and Error Correction : Representation,
Estimation, and Testing, Econometrica, Vol. 55, No. 2, March 251-279
Gujarati, Damodar R..2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jilid 1. Alih Bahasa Julius Mulyadi. Jakarta.
Erlangga.
Hanton. 2002. Pengaruh Produk Domesti Bruto (PDB), Kurs Dollar Amerika Serikat dan Tingkat
Inflasi Terhadap Impor Total Di Indonesia 1983-1998. Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE
UNUD, Denpasar.
Herlambang, Teddy, Sugiarto, Brastoro, Said Kelana. 2001. ekonomi Makro: Teori Analisis dan
Kebijakan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hidayat. 2006, "Ekonomi Sumber Daya Manusia" Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat, FE-
UI, Jakarta.
Kuncoro, M., 2001, Metode Kuantitatif: Teori Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Pertama,
AMP YKPN, Yogyakarta.
Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H., Saragih, Ferdinand D 2005.Ekonometrika. Cetakan
Pertama. Jakarta. Penerbit Elex Media Computindo.
Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H., Saragih, Ferdinand D 2003.Pasar Keuangan dan Lembaga
Keuangan Bank dan Bukan Bank. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit PT. Adler Manurung
Press.
Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H.,2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Cetakan
Pertama. Jakarta. Salemba Empat.
Mankiw, Gregory N..2006. Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih
Bahasa Chriswan Sungkono. Jakarta. Salemba Empat.
Nopirin.2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi ke 1. Cetakan Kesepuluh. Yogyakarta. BPFE UGM.
Pohan, Aulia.2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Cetakan Pertama. Jakata. PT. Raja
Grafindo.
Sukirno, Sadono 2002.Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempatbelas. Jakarta : Rajawali Press.
Salvatore, Dominick, 2008, Theory and Problem f Micro Economic Theory, 3rd Edition. Alih Bahasa
oleh Rudi Sitompul, Penebit Erlangga, Jakarta.
Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman .2008.Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur Dalam
Penelitian. Cetakan Pertama. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Samuelson, Paul and William Nordhaus. 2004. Macroeconomi. Twelves Edition, McGraw-Hill, Book
company Inc, New York
Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter dalam
Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia”, Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.
Sugiarto, T. Herlambang, Brastoro, R. Sudjana dan S. Kelana. 2002. Ekonomi Mikro: Sebuah Kajian
Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Umar, Husein 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. Edisi Kedua. Cetakan Pertama.
Jakarta : Rjawali Press.
Wahyu Ario Pratomo dan Paidi Hidayat.2007.Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam
Ekonometrika. Cetakan Pertama. Medan. USU Press.
Yuli Indrawati. 2007. Interaksi Kebijakan Fiskal Dan Moneter Di Indonesia : Pendekatan Vector
Autoregression . FE.UI Depok. Tesis.
Warjiyo, Perry dan Doddy Zulverdi, 1998. "Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional
Kebijakan Moneter di Indonesia" Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 1, Nomor 1,
Bank Indonesia, Yakarta.