Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka kerja yang
dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF) dengan penggunaan suku bunga sebagai
sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money)
sebagai sasaran kebijakan moneter.
Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu pelajaran penting
yang mengemuka adalah diperlukannya fleksibilitas yang cukup bagi bank sentral untuk
merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang
semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.
Apa itu Flexible ITF? | Mengapa Flexible ITF? | Bagaimana Flexible ITF
diterapkan?
Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen penting ITF yang telah
terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk pengumuman sasaran inflasi kepada publik,
kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking, dan akuntabilitas kebijakan
kepada publik tetap menjadi bagian inherent dalam Flexible ITF. Kerangka Flexible ITF
dibangun berdasarkan 5 (lima) elemen pokok.
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008/2009 mengharuskan bank sentral untuk
melakukan stabilitas sistem keuangan dan penyelamatan perekonomian. Kebijakan yang
hanya mengedepankan penerapan ITF menunjukkan pelemahan. Hal ini dikarenakan
penerapan ITF secara ketat yang hanya fokus pada mandat kebijakan moneter untuk menjaga
inflasi sesuai dengan targetnya tidak cukup untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian
secara keseluruhan.
Seiring dengan semakin besarnya peran sistem keuangan dalam perekonomian, dampak
ketidakstabilan sistem keuangan menjadi semakin signifikan. Hal ini tercermin pada dari
besarnya biaya penyelamatan dan juga beratnya dampak yang ditimbulkan oleh krisis
keuangan global tahun 2008/2009, sehingga menyadarkan pentingnya peran bank sentral
untuk turut menjaga stabilitas sistem keuangan.
Strategi kebijakan moneter pasca krisis keuangan global 2008/2009, bank sentral dituntut
untuk semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan untuk memastikan perekonomian dan
sistem keuangan berada dalam kondisi stabil, baik dari sisi makroekonomi maupun sektor
keuangan.Oleh karena itu, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi flexible ITF
dengan semakin memperkuat mandatnya dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem
keuangan.
Dalam implementasi kerangka flexible ITF, Bank Indonesia menerapkan bauran kebijakan
(policy mix) dalam rangka menjaga keseimbangan internal dan eksternal.
Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap
kondisi terkini dan outlook inflasi ke depan, keputusan yang diambil, serta arah kebijakan ke
depan yang akan diambil untuk menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya (forward
guidance).
Implementasi flexible ITF juga didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai tukar. Kebijakan
nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka mengelola stabilitas nilai tukar
rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya
mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar dilakukan dalam rangka mengurangi gejolak yang
muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing (valas),
melalui intervensi valas dan dual intervention. Strategi dual intervention dilakukan melalui
intervensi jual di pasar valas yang disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN)
di pasar sekunder. Strategi dual intervention dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar
dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas rupiah.
– Menjaga kestabilan harga Harga suatu barang adalah hasil interaksi antara
jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.
Ada persentase tertentu dari uang yang disetorkan nasabah dan tak boleh
dipinjamkan.
Dengan kebijakan kredit ketat, jumlah uang yang beredar bisa diawasi.
Langkah kebijakan ini dapat diambil pada saat ekonomi sedang mengalami
inflasi.
4. Kebijakan Diskonto
Kebijakan diskonto adalah pemerintah menambah atau mengurangi jumlah
uang beredar dengan cara mengubah diskonto bank umum.
Kekurangan:
Kelebihan:
Kekurangan:
– Rentan pada tindakan spekulan, gejolak yang terjadi di sebuah negara bisa
langsung berdampak terhadap perekonomian domestik.
Kelebihan:
– Sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Kekurangan:
Kelebihan:
Kerangka kebijakan moneter merupakan bagian integral dan berperan penting dalam
langkah-langkah penguatan untuk mencapai kestabilan harga pada suatu negara. Kebijakan
Moneter ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) dalam
mencapai kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat.
Setiap negara memiliki kerangka kerja kebijakan moneter yang berbeda-beda sebagai
kebijakan dalam transmisi moneter yang diyakini di dalam ekonomi tergantung pada kondisi
ekonomi dan moneter negara yang bersangutan. Bahkan untuk suatu negara peraturan yang
diterapkan dapat saja berubah.
Macam-macam Teori Kerangka Kebijakan Moneter
1. Monetary targeting
Kerangka Kebijakan Moneter mendasarkan pada pengendalian uang beredar (sbg.
Intermediate target) dan uang primer(sbg. Sasaran operasional) untuk mencapai sasaran akhir,
dengan berdasar kestabilan permintaan uang.
Kelebihan
ARTIKEL PILIHAN
Kelebihan
Sederhana dan jelas
Kebijakan moneter yang independen dapat fokus pada kondisi domestik.
Tidak bergantung pada hubungan yang stabil antara uang dan inflasi.
Kelemahan
Kelebihan
Kurang transparan
Keberhasilan sangat tergangtung pada individu
Kurang akuntabel.
Kerangka kerja Kebijakan Moneter tidak saja akan meningkatkan efektivitas dan good
governance, tetapi juga semakin mempererat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah.
Referensi:
Kebijakan Moneter dalam Kerangka Inflation Targeting : Materi Sosialisasi ITF Paket C
untuk Umum, 2006, Jakarta.