Anda di halaman 1dari 34

Kebijakan Moneter Indonesia

Berbasis Inflation Targeting Framework (ITF)

Dr. Drs. Sumarsono, M.H, AK, CA

1
Elemen Penting Penerapan
Inflation Targeting Framework (ITF)

Dr. Drs. Sumarsono, M.H, AK, CA

2
Kerangka Kebijakan Moneter
di Indonesia
Kerangka Kebijakan Moneter
di Indonesia
Elemen-Elemen Penting ITF

Elemen penting dalam ITF dapat dikatagorikan tiga kelompok


:
1. Kerangka Institusional
a. Mandat
b. Independensi
c. Akuntabilitas dan Transparansi
2. Kestabilan Kondisi Ekonomi Makro
a. Tidak adanya dominasi fiskal
b. Kestabilan dan Kebijakan nilai tukar
c. Stabilitas Sistem Keuangan dan Perkembangan Pasar
Keuangan.
3. Isyu Operasional
Elemen-Elemen Penting ITF

# 1 Kerangka Institusional
a. Mandat

Suatu mandat yang menetapkan target inflasi sebagai tujuan utama kebijakan
moneter . Sasaran lainnya seperti tingkat upah, tingkat pengangguran atau nilai
tukar harus diletakkan sebagai sasaran dengan prioritas dibawah pencapaian
target inflasi.

b. Indepedensi

Untuk dapat melaksanakan mandat kebijakan moneter secara efektif bank


sentral memerlukan independensi dalam hal pemilihan dan penggunaan
instrumen moneter.
Elemen-Elemen Penting ITF

# 1 Kerangka Institusional (Con’t)


c. Transparansi dan Akuntabilitas

1. Penjelasan bank sentral yang secara transparan tentang kebijakan


moneternya akan memberikan insentif dalam pencapaian target inflasi
melalui peningkatan kepercayaan publik.
2. Membantu proses pengambilan keputusan di dalam bank sentral supaya
lebih efektif.
3. Materi utama yang harus disampaikan ke masyarakat adalah tujuan jangka
panjang kebijakan moneter. Negara yang menerapkan ITF mempunyai
keuntuntungan karena adanya mandat untuk mencapai kestabilan harga,
dan untuk mendukung pencapaian utama tersebut, bank sentral perlu
menyampaikan metodologi yang dipergunakan dalam menimplementasikan
perubahan kebijakan moneter, termasuk cara memproyeksi inflasi dan
model-model yang digunakan.
Elemen-Elemen Penting ITF

# 2 Kestabilan Ekonomi Makro


a. Tidak adanya Dominasi Fiskal

1. Banyak faktor yang mempengaruhi inflasi, diantaranya adalah kebijakan


fiskal.
2. Dilihat dari komponennya, tekanan terhadap inflasi dapat disebabkan oleh
kebijakan pemerintah terhadap harga yang ditetapkan pemerintah
(administered price), seperti harga BBM, listrik, UMK dan lain lain.
3. Pemerintah juga dapat mempengaruhi target inflasi melalui kebijakan
pembiayaan defisit fiskal.
4. Apabila dominasi fiskal terjadi dalam negara yang menerapkan ITF, sudah
dapat dipastikan akan menurunkan kredibilitas bank sentral dalam mencapai
targetnya.
Elemen-Elemen Penting ITF
# 2 Kestabilan Ekonomi Makro
b. Kestabilan dan Kebijakan Nilai Tukar

1. Dalam perekonomian terbuka, kondisi nilai tukar memegang peranan penting


bagi penerapan ITF.
2. Nilai tukar akan memiliki dampak langsung terhadap pembentukan inflasi.
3. Kebijakan nilai tukar bertujuan untuk smoothing dampak temporary shock
dan membantu pencapaian target inflasi, dan target nilai tukar harus
diletakkan sebagai subordinasi target inflasi.

c. Stabilitas Sistem Keuangan dan Perkembangan Pasar Keuangan

Untuk dapat mempengaruhi secara efektif tingkat pencapaian sasaran akhir


kebijakan moneter, dieprlukan adanya sistem dan pasar keuangan yang sehat,
sehingga kebijakan tersebut dapat ditransmisikan dengan efektif ke sektor riel.
Dengan berjalannya transmisi tersebut, respon kebijakan moneter yang
dituangkan dalam bentuk sasaran operasionalnya dapat menstimulasi variabel
ekonomi lainnya lewat saluran transmisi yang ada sehingga dampaknya pada
sasaran akhir akan sesuai dengan yang diperkirakan.
Implementasi Inflation Target Framework (ITF)
Di Indonesia

Dr. Drs. Sumarsono, M.H, AK, CA

11
Trend Inflasi Indonesia Jan 2003 s/d Agustus 2019
Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
1. Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun
2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud
mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari
perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
2. Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain,
Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan
untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya
dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia (Con’t)
3. Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan
kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan
tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan
oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan
(overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai
penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan
tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya.
Kerangka Kebijakan Moneter
1. Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut
kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF)
dengan penggunaan suku bunga sebagai sasaran operasional. Kerangka
kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah sebelumnya
menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base
money) sebagai sasaran kebijakan moneter.

2. Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu


pelajaran penting yang mengemuka adalah diperlukannya fleksibilitas
yang cukup bagi bank sentral untuk merespons perkembangan ekonomi
yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang semakin kuat
dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan
perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF
menjadi Flexible ITF.

Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF
Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen penting ITF yang
telah terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk pengumuman sasaran inflasi
kepada publik, kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking, dan
akuntabilitas kebijakan kepada publik tetap menjadi bagian inherent dalam Flexible
ITF. Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 (lima) elemen pokok :

1. Inflasi tetap merupakan target utama kebijakan moneter.


2. Pengintegrasian kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial untuk
memperkuat transmisi kebijakan dan mendukung stabilitas makroekonomi.
3. Penguatan kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas
makroekonomi.
4. Penguatan koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah
baik untuk pengendalian inflasi maupun stabilitas sistem keuangan.
5. Pnguatan komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
1. Dalam implementasi kerangka flexible ITF, Bank Indonesia menerapkan
bauran kebijakan (policy mix) dalam rangka menjaga keseimbangan internal
dan eksternal.

2. Terkait dengan strategi penargetan inflasi (inflation targeting), Bank Indonesia


mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Setiap
periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan
sejumlah model dan berbagai informasi tersedia untuk menggambarkan
kondisi inflasi ke depan.

Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai


asesmen terhadap kondisi terkini dan outlook inflasi ke depan, keputusan
yang diambil, serta arah kebijakan ke depan yang akan diambil untuk
menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya (forward guidance).
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
3. Bersamaan dengan implementasi flexible ITF, Bank Indonesia menjadikan
BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR) sebagai suku bunga kebijakan yang
merepresentasikan sinyal respons kebijakan moneter dalam
mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran.

4. Penggunaan BI7DRR sebagai suku bunga acuan merupakan bagian dari


reformulasi kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Reformulasi memiliki tiga tujuan utama.

Pertama, memperkuat sinyal arah kebijakan moneter.

Kedua, memperkuat efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui


pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga
perbankan.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)

Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya transaksi


dan pembentukan struktur suku bunga di PUAB untuk tenor 3 bulan
hingga 12 bulan.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
5. Dalam implementasinya, reformulasi memegang empat prinsip.

Pertama, reformulasi tidak mengubah kerangka kebijakan moneter karena


Bank Indonesia tetap menerapkan flexible ITF.

Kedua, reformulasi tidak untuk mengubah stance kebijakan moneter yang


sedang ditempuh.

Ketiga, reformulasi membuat suku bunga kebijakan terefleksikan di


instrumen moneter dan dapat ditransaksikan dengan Bank Indonesia.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)

Keempat, penentuan suku bunga sasaran operasional berdasarkan


pertimbangan dapat dipengaruhi suku bunga kebijakan.

Sesuai dengan prinsip kedua implementasi reformulasi, perubahan


tersebut tidak mengubah stance kebijakan moneter karena kedua suku
bunga kebijakan BI Rate dan BI7DRR berada dalam satu struktur suku
bunga (term structure) yang sama dalam mengarahkan inflasi agar sesuai
dengan sasarannya. Perbedaan hanya terlihat pada tenor instrumen,
yakni BI Rate setara dengan instrumen moneter 12 bulan, sedangkan
BI7DRR setara dengan instrumen moneter 7 hari.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
6. Implementasi flexible ITF juga ditujukan untuk mencapai
stabilitas sistem keuangan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
implementasi flexible ITF didukung oleh penerapan kebijakan
makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan
kebijakan yang difokuskan pada interaksi antar lembaga
keuangan, pasar, infrastruktur, dan ekonomi yang lebih luas,
termasuk pengukuran potensi risiko ke depan. Kebijakan ini
bertujuan untuk mencegah risiko sistemik yang berpotensi
menimbulkan krisis sistem keuangan akibat kondisi
makroekonomi.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
7. Implementasi flexible ITF juga didukung oleh kebijakan
pengelolaan nilai tukar. Kebijakan nilai tukar yang ditempuh
Bank Indonesia dalam rangka mengelola stabilitas nilai tukar
rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan
tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan
nilai tukar dilakukan dalam rangka mengurangi gejolak yang
muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran
di pasar valuta asing (valas), melalui intervensi valas dan dual
intervention. Strategi dual intervention dilakukan melalui
intervensi jual di pasar valas yang disertai dengan pembelian
Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Strategi dual
intervention dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar
dan sekaligus menjaga kecukupan likuiditas rupiah.
Kerangka Kebijakan Moneter
Flexible ITF (Con’t)
8. Berbagai kebijakan tersebut diperkuat oleh koordinasi
kebijakan bersama Pemerintah, khususnya terkait dari sisi
penawaran. Kebijakan pemerintah terutama diarahkan untuk
menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan
stabilisasi harga pangan guna mendukung terkendalinya
inflasi. Koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank
Indonesia dengan Pemerintah yang semakin kuat diwujudkan
melalui forum Tim Pengendali Inflasi (TPI) baik di pusat
maupun daerah.
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam Kerangka ITF

BI 7DRR
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia (Con’t)

1. Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan


nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan
stabil. Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga
kebijakan BI 7DRR sebagai instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi
aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Jalur
atau transmisi dari keputusan BI 7DRR sampai dengan pencapaian sasaran
inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).

2. Mekanisme bekerjanya perubahan BI 7DRR sampai mempengaruhi inflasi


tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-
perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi
berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke
tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank
Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI
7DRR mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku
bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia (Con’t)

3. Pada jalur suku bunga, perubahan BI 7DRR mempengaruhi suku bunga


deposito dan suku bunga kredit perbankan.

Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat


menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku
bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi.

Penurunan suku bunga BI 7DRR menurunkan suku bunga kredit sehingga


permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan meningkat.
Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal
perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan
aktifitas konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin
bergairah.

Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia


merespon dengan menaikkan suku bunga BI 7DRR untuk mengerem aktifitas
perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia (Con’t)

4. Perubahan suku bunga BI 7DRR juga dapat mempengaruhi nilai tukar.

Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.

Kenaikan BI 7DRR, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara


suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya
selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan
modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI
karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai
tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih
murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang
kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya
net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan
kegiatan perekonomian.
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia (Con’t)

5. Perubahan suku bunga BI 7DRR mempengaruhi perekonomian makro melalui


perubahan harga aset.

Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan
obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada
gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan
ekonomi seperti konsumsi dan investasi.

6. Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga


mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).

Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi


dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan
inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan
dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia (Con’t)

7. Mekanisme transmisi kebijakan moneter bekerja memerlukan waktu (time lag).


Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain.
Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku
bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat.
Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada
kecepatan tarnsmisi kebijakan moneter.
Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon
perbankan terhadap penurunan suku bunga BI 7DRR biasanya sangat
lambat. Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk
memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya
permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit.
Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu
direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila
prospek perekonomian sedang lesu.

Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi sektor


riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses
transmisi kebijakan moneter.
Koordinasi Pengendalian Inflasi

1. Dalam rangka tidak adanya dominasi fiskal dalam ITF,


Pemerintah dan Bank Indonesia membentuk Tim Pemantauan
dan Pengendalian Inflasi (TPI) di level pusat sejak tahun 2005.

2. Penguatan koordinasi kemudian dilanjutkan dengan membentuk


Tim Pengendalian Inflasi di level daerah (TPID) pada tahun 2008.

3. Selanjutnya, untuk menjembatani tugas dan peran TPI di level


pusat dan TPID di daerah, maka pada Juli 2011 terbentuk
Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID yang diharapkan
dapat menjadi katalisator yang dapat memperkuat efektivitas
peran TPID.

4. Keanggotaan Pokjanas TPID adalah Bank Indonesia, Kemenko


Perekonomian dan Kemendagri.
Koordinasi Pengendalian Inflasi
Koordinasi Pengendalian Inflasi (Cont)
Daftar Pustaka

Pohan, A. (2008). Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya Di


Indonesia, Rajawali Pres. Jakarta.

Simorangkir, I. (2014). Pengantar Kebanksentralan, Teori dan Praktik di


Indonesia, Rajawali Press. Jakarta.

https://www.bi.go.id/

Anda mungkin juga menyukai