Anda di halaman 1dari 22

Pendahuluan

Untuk memberikan gambaran tentang materi yang akan kita bahas, kembali simaklah contoh
kasus berikut yang dikutip dari buku Manajemen SDM karya Mejia, dkk. (2007).
Volvox adalah perusahaan bioteknologi spesialisasi rekayasa genetika. Perusahaan
didirikan pada tahun 1990 oleh Prof. Robert. Hingga kini Prof. Robet masih menjadi
direktur perusahaan dan aktif terlibat dalam pengambilan keputusan pengangkatan dan
penggajian. Berulang-ulang dia mengingatkan kepada manajer lini bahwa perusahaan
akan membayar siapa saja yang dapat menemukan karyawan baru yang sangat bagus dan
berbakat dari pasar tenaga kerja.
Selama setahun terakhir ini Robert telah diberi tahu adanya erosi dalam atmosfer
kekeluargaan di Volvox dan meningkatnya karyawan yang tidak puas. Pernah terjadi
dalam satu minggu saja ada tiga pengaduan berkaitan dengan penggajian. Robert curiga
bahwa itu merupakan puncak dari sebuah gunung es. Pengaduan pertama datang dari
pengembangan piranti lunak, yang telah 4 tahun bekerja di Volvox. Dia kesal bahwa
pengembang lain yang baru saja diangkat menerima gaji lebih tinggi 10 persen dari yang
dia terima. Dijelaskan oleh Robert bahwa gaji awal untuk pengembang baru tersebut
memang dibutuhkan untuk menarik programer yang sangat berpengalaman dari
perusahaan lain di saat pasar tenaga kerja bersaing sangat ketat.
Pengaduan kedua datang dari teknisian piranti lunak. Mereka merasa sebagai orangorang terbaik Volvox, yang menjadi jantungnya perusahaan bioteknologi, didiskriminasi
dengan para supervisor. Supervisor, yang mereka anggap insinyur gagal, menerima gaji
20 persen lebih tinggi dari gaji yang diterimanya.
Pengaduan ketiga disampaikan oleh kepala sekretaris yang telah bekerja sejak awal
berdirinya perusahaan. Dia kesal karena tenaga kebersihan memperoleh pendapatan
lebih banyak dari dia. Penjelasan Robet bahwa tidak mudah mendapatkan orang yang
bersedia membersihkan dan membuang sampah kimia berbahaya tidak dia terima.
Disamping ketiga orang di atas, ada satu lagi teknisi berusia 50 tahun yang akan siap
diberhentikan karena kinerjanya yang buruk, mengajukan gugatan diskriminasi usia

kepada perusahaan dengan alasan perusahaan telah menggantinya dengan pengganti


yang lebih tua dari dirinya.
Itulah sekilas tentang permasalahan kompensasi yang dapat muncul pada setiap
organisasi/perusahaan. Karyawan selalu ingin memperoleh keadilan dan juga kelayakan
dalam pemberian kompensasi. Oleh karena itu, perusahaan senantiasa dituntut untuk selalu
tanggap terhadap kebutuhan kelayakan dan keadilan dalam pemberian kompensasi karyawan.
Jika karyawan merasa diperlakukan tidak adil dan tidak layak, mereka bisa menuntut
perusahaan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Saudara mahasiswa, dari pengalaman pada kasus perusahaan Volvox di atas muncul
beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh Bagian SDM, khususnya dalam merancang dan
mengadministrasikan program kompensasi antara lain:
a. Siapa yang harus bertanggung jawab membuat keputusan pengupahan/penggajian?
b. Jenis aktivitas apa yang harus dihargai lebih tinggi oleh perusahaan?
c. Kriteria apa yang harus digunakan untuk menentukan upah/gaji?
d. Kelompok karyawan mana yang harus menerima perlakuan khusus ketika ada
kelangkaan sumber dana?
Saudara mahasiswa, pada Kegiatan Belajar (KB) 3 ini kita akan mereviu kembali konsep
kompensasi yang meliputi pengertian dan penentuan kompensasi, keadilan dalam
pengupahan, dan diakhiri dengan konsep pengupahan dasar.
Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia yang
berkaitan dengan pemberian penghargaan kepada karyawan sebagai ganti dari pelaksanaan
tugas organisasional oleh karyawan yang bersangkutan. Dari pengertian ini, maka
kompensasi pada dasarnya merupakan hubungan tukar-menukar antara karyawan dengan
organisasi, dimana karyawan menukar tenaganya dengan penghargaan yang disediakan oleh
organisasi.

Pada dasarnya kompensasi mencakup baik penghargaan finansial maupun penghargaan


nonfinan-sial. Kompensasi finansial mencakup baik langsung maupun tidak langsung.
Kompensasi finansial langsung terdiri dari pembayaran

yang diterima oleh seorang

karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung
atau tunjangan,

terdiri dari semua penghargaan finansial yang tidak termasuk dalam

kompensasi finansial langsung, seperti tunjangan cuti, tunjangan hari besar/hari raya, dan
berbagai macam asuransi. Kompensasi finansial langsung juga dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu (1) program upah dan gaji (upah dasar, upah lembur, perbedaan shift) dan (2)
pembayaran yang tergantung pada kinerja (jasa yang meningkat, bonus, bagi hasil, komisi
penjualan). Sedangkan kompensasi nonfinansial meliputi antara lain penghargaan/hadiah
(praise), harga diri, dan pengakuan (prestasi atau penemuan dan sebagainya).
Kompensasi berfungsi menciptakan sistem penghargaan yang layak baik bagi organisasi
maupun karyawan. Bagi perusahaan sistem pengupahan harus tidak menghasilkan upah yang
berlebihan, namun tetap efektif. Sebaliknya, bagi karyawan sistem pengupahan harus tidak
pelit, tetap memuaskan, minimal kebutuhan dasar karyawan. Ada tujuh kriteria bagi
keefektifan kompensasi (Ivancevich, 1992), yaitu:
a. Cukup
Kompensasi harus memenuhi persyaratan minimum menurut pemerintah, serikat pekerja,
dan level manajerial.
b. Adil
Setiap orang harus dibayar secara adil sesuai dengan usaha, kemampuan, dan keahlian
mereka.
c. Seimbang
Upah, tunjangan, dan penghargaan lain harus memberikan paket penghargaan total yang
masuk akal.
d. Efektif berdasarkan pertimbangan biaya
Upah tidak boleh berlebihan, sesuai dengan kesanggupan organisasi membayarnya.
e. Aman
Upah harus cukup untuk membantu karyawan sehingga merasa aman dan membantu
karyawan dalam memuaskan kebutuhan dasarnya.
f. Menyediakan insentif
Upah harus dapat memotivasi kerja secara efektif dan produktif.
g. Diterima oleh karyawan.
Karyawan harus mengetahui sistem pengupahan dan merasa sistem tersebut masuk akal
baik bagi perusahaan maupun bagi dirinya sendiri.

Penentuan Kompensasi
Pada dasarnya sistem kompensasi tidak dapat ditetapkan secara absolut. Artinya,
kompensasi tidak dapat dirancang dengan kriteria tunggal untuk seluruh bangsa atau seluruh
dunia. Oleh karena itu, upah untuk masing-masing individu dibuat relatif dengan upah
orang lain. Menurut Ivancevich(1992), upah untuk suatu posisi tertentu dibuat relatif dengan
tiga kelompok berikut.
1. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut mirip/serupa dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang berbeda (Kelompok A).
2. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut berbeda dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang sama (Kelompok B).
3. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut sama dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang sama (Kelompok C).
Keputusan untuk menetapkan suatu upah/gaji relatif dengan kelompok A adalah level
upah (pay level), atau disebut keputusan level upah (pay-level decision). Sasaran keputusan
level upah adalah untuk mempertahankan kebersaingan organisasi dalam pasar tenaga kerja.
Alat utama yang digunakan dalam keputusan ini adalah survei upah. Kemudian, keputusan
upah relatif dengan kelompok B disebut keputusan struktur upah (pay structure decision).
Struktur upah mencakup penentuan nilai setiap pekerjaan di dalam organisasi relatif dengan
semua pekerjaan lain. Untuk ini digunakan evaluasi pekerjaan (job evaluation). Sedangkan,
keputusan upah relatif dengan kelompok C disebut penetapan upah individu (individual pay
determination). Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Katakan, John adalah
anggota Satpam (Satuan pengamanan) pada sebuah Bank Nasional. Upah John pertama-tama
dipengaruhi oleh kebijakan level upah bank yang bersangkutan (apakah bank tersebut
sebagai penentu model upah ataukah sebagai pengikut upah yang telah ada). Selanjutnya,
upah John juga dipengaruhi oleh seberapa tinggi tingkatan jabatan dia relatif dibanding
dengan jabatan lain di bank yang bersangkutan (kebijakan struktur upah). Terakhir, upah John
tergantung seberapa baik dia melakukan tugas pengamanan, seberapa lama dia bekerja di
perusahaan, dan faktor individual lainnya (penentu upah individual).
Selanjutnya, siapakah yang harus bertanggung jawab membuat keputusan mengenai
pengupahan/penggajian. Menurut Ivancevich (1992), pengambilan keputusan kompensasi
melibatkan baik manajer umum maupun spesialis sumber daya manusia. Manajemen puncak
membuat keputusan berkaitan dengan penentuan jumlah total anggaran perusahaan yang
dialokasikan untuk upah, sistem pengupahan yang digunakan (upah insentif, upah bulanan,

dsb.), dan kebijakan pengupahan lainnya. Manajemen puncak juga merancang strategi
pengupahan yang menempatkan pengupahan perusahaan apakah di atas, di bawah, atau sama
dengan perusahaan pesaing. Di samping manajer puncak, manajer level menengah dan
supervisor juga memiliki pengaruh pada pengambilan keputusan pengupahan khususnya
dalam mendesain dan menginterprestasikan survei upah serta membuat kelas dan rentang
upah.
Keadilan dalam Kompensasi
Pada dasarnya sistem kompensasi tidak dapat ditetapkan secara absolut. Artinya, upah
untuk masing-masing individu harus dibuat relatif dengan upah orang lain. Hal ini, di
samping mudah dalam mengendalikannya, juga karena karyawan sering menakar upah yang
mereka terima dibandingkan dengan upah yang diterima oleh karyawan lain (Noe, et al.,
2000). Mereka pada umumnya ingin diperlakukan secara adil didalam pengupahan.
Berbicara mengenai keadilan dalam pengupahan, kita dapat menggunakan teori keadilan
(equity theory) untuk menjelaskannya. Keadilan adalah keseimbangan antara masukan
(inputs) yang diberikan seorang karyawan ke dalam pekerjaan dengan keluaran (outcomes)
yang diterima karyawan yang bersangkutan dari hasil melaksanakan pekerjaan tersebut
(Fisher, et al., 1990). Beberapa faktor yang termasuk dalam masukan adalah pengalaman,
pendidikan, keahlian khusus, usaha, dan waktu untuk bekerja. Sedangkan, yang termasuk
dalam keluaran meliputi upah, tunjangan, keberhasilan, pengakuan/penghargaan, dan
berbagai bentuk penghargaan lain.
Teori keadilan menyatakan bahwa karyawan akan menilai kondisi keadilan yang ada
pada diri mereka dan membandingkan dengan kondisi orang lain. Menurut teori keadilan ini,
individu akan berusaha melepaskan tekanan yang diciptakan oleh persepsi ketidakadilan.
Contoh, seorang polisi yang merasa dirinya mengeluarkan usaha lebih besar pada kegiatankegiatan yang berisiko tinggi dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh petugas pemadam
kebakaran, misalnya, sedangkan kedua pihak tersebut berada dalam komunitas yang sama
dan tingkat pendapatan yang sama, maka polisi tersebut akan menebus persepsi ketidakadilan
tersebut dalam beberapa tindakan, seperti (1) mengurangi input/usaha (misal, tidak bekerja
keras); (2) meningkatkan pendapatan (misal, korupsi); dan (3) meninggalkan keadaan yang
menyebabkan ketidakadilan (misal, ke luar dari organisasi atau menolak bekerja sama dengan
karyawan pemadam kebakaran karena dinilai mereka telah memperoleh penghasilan yang
berlebihan. Secara matematis, teori keadilan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
(Fisher,et al.,1990).

Kondisi Karyawan
Pendapatan yang saya
peroleh
Input yang saya berikan

Kondisi Pihak Lain


Persepsi Karyawan
= Pendapatan
yang : Adil (Sistem pengupahan
diterima pihak lain
dipandang adil)
Input yang diberikan
pihak lain

Pendapatan yang saya


peroleh
Input yang saya berikan

< Pendapatan
yang : Tidak
adil
(Sistem
diterima pihak lain
pengupahan dipandang tidak
Input yang diberikan
adil)
pihak lain

Tindakan untuk menebus persepsi ketidakadilan antara lain adalah:


1. Karyawan mengurangi input/usaha (misal, tidak bekerja keras)
2. Karyawan berusaha meningkatkan pendapatan (misal, korupsi)
3. Karyawan meninggalkan situasi yang menyebabkan ketidakadilan (misal, ke luar
organisasi)
Pendapatan yang saya
peroleh
Input yang saya berikan

> Pendapatan
yang : Tidak
adil
(Sistem
diterima pihak lain
pengupahan dipandang tidak
Input yang diberikan
adil)
pihak lain

Tindakan untuk menebus persepsi ketidakadilan atara lain adalah:


1. Karyawan meningkatkan input (misal, bekerja keras atau bekerja dengan waktu lebih
lama)
2. Karyawan dapat meminta menurunkan upah
3. Karyawan dapat meningkatkan kontribusi lainnya
Sumber : Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F. dan Shaw, J.B. (1990). Human Resource
Management. Houghton Mifflin Company.
Sejalan dengan penentuan upah relatif yang dikemukan oleh Ivancevich di atas, keadilan
dalam pengupahan pada umumnya dibedakan dalam tiga jenis, yaitu keadilan internal,
keadilan eksternal, dan keadilan individual.
Keadilan internal mengacu pada hubungan antarjabatan di dalam suatu organisasi.
Contoh, secara umum karyawan berpendapat bahwa direktur perusahaan akan mendapat
penghasilan lebih besar daripada wakil direktur dan wakil direktur akan memperoleh gaji
lebih besar daripada manajer pabrik, dan seterusnya. Asumsi dasar dari keadilan internal ini
adalah, bahwa kompensasi berhubungan langsung dengan level pengetahuan, keahlian dan
pengalaman yang dipersyaratkan untuk melaksanakan jabatan dengan baik. Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika seseorang yang berada pada struktur yang tinggi dalam organisasi
memperoleh penghasilan lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan yang berada pada level

di bawahnya, karena mereka yang berada pada struktur yang lebih tinggi dituntut untuk
memiliki pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang lebih tinggi. Dikatakan terdapat
keadilan internal apabila perbedaan upah di antara jabatan di dalam organisasi dianggap fair.
Karyawan pada umumnya akan melakukan pembandingan upah dengan level jabatan yang
lebih rendah, sama, atau lebih tinggi. Hasil dari pembandingan tersebut akan mempengaruhi
sikap umum karyawan, seperti kesediaan dipindah ke jabatan lain di dalam organisasi;
kesediaan menerima promosi; kesediaan bekerja sama lintas jabatan; dan komitmen terhadap
organisasi.
Keadilan eksternal mengacu pada pembandingan pekerjaan-pekerjaan yang serupa pada
organisasi yang berbeda. Fokusnya adalah, apakah karyawan pada organisasi lain diupah
untuk melakukan pekerjaan yang umumnya sama. Hasil dari pembandingan ini akan
mempengaruhi keputusan pelamar untuk menerima pekerjaan yang ditawarkan organisasi,
begitu pula akan mempengaruhi sikap dan keputusan karyawan tentang apakah akan tetap
bekerja dalam organisasi tersebut atau pindah ke tempat lain. Contoh keadilan eksternal ini,
adalah upah yang diterima oleh direktur dari berbagai macam perusahaan sepatu.
Keadilan

individu

mengacu

pada

pembandingan

di

antara

individu

dalam

jabatan/pekerjaan yang sama pada organisasi yang sama. Contoh, gaji untuk jabatan
sekretaris dalam satu perusahaan. Setelah mengadakan pembandingan baik secara internal
maupun eksternal, ditentukan (misalnya) gaji untuk semua sekretaris dalam suatu perusahaan
antara Rp6.000.000,00 dan Rp8.000.000,00 per bulan. Umumnya yang menjadi masalah pada
keadilan internal adalah menentukan tingkat upah untuk masing-masing sekretaris. Apakah
didasarkan pada senioritas atau pada kinerja. Kalau didasarkan pada senioritas, nilai apa saja
yang dijadikan dasar pertimbangan pada setiap bertambahnya tahun pengabdian. Sebaliknya,
kalau dasarnya adalah kinerja, maka bagaimana cara mengukur kinerja tersebut. Bagaimana
menerjemahkan perbedaan kinerja ke dalam perbedaan upah.
Mengadakan Keadilan Internal melalui Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan merupakan cara sistematis menentukan nilai setiap jabatan dalam
kaitannya dengan jabatan lain dalam satu organisasi. Menurut Ivancevich (1992), evaluasi
jabatan adalah proses formal, dengan proses tersebut nilai relatif dari berbagai macam jabatan
ditentukan untuk tujuan pengupahan. Atas dasar definisi di atas, maka tujuan evaluasi jabatan
adalah untuk menentukan nilai relatif dari setiap jabatan dalam organisasi. Proses ini
digunakan untuk merancang struktur pengupahan, bukan untuk menilai kinerja karyawan

yang memegang jabatan. Proses ini dilakukan secara sistematis dengan cara mengurutkan
jabatan-jabatan dalam kaitannya dengan kontribusi relatifnya terhadap sasaran organisasi.
Ide dasar evaluasi jabatan adalah untuk menghitung persyaratan suatu jabatan dan
kontribusi jabatan tersebut terhadap organisasi, kemudian mengklasifikasikannya sesuai
dengan pentingnya jabatan tersebut dalam organisasi. Contoh, walaupun jabatan ahli rekayasa
produk dan jabatan asembling produk sama-sama pentingnya bagi perusahaan karoseri mobil,
tetap diperlukan keputusan berkaitan dengan nilai relatif dari masing-masing jabatan tersebut
terhadap sasaran organisasi. Bagaimanapun juga, jabatan ahli rekayasa produk akan
mencakup persyaratan yang lebih kompleks dan mempunyai potensi kontribusi yang lebih
besar daripada seorang perakit produk.
Bagaimana cara menetukan nilai relatif dari suatu jabatan? Untuk itu, diperlukan suatu
proxies (pendekatan pengukuran). Proxies tersebut mencakup keahlian (skilll) yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, jumlah dan signifikansi tanggung jawab yang
terlibat, usaha yang diperlukan, dan kondisi kerja (Ivancevich, 1992).
Secara umum, proses evaluasi jabatan dimulai dengan mengumpulkan informasi dari
jabatan yang sedang dievaluasi. Informasi dapat diperoleh dari deskripsi jabatan yang ada
pada saat ini. Jika deskripsi jabatan tidak ada, maka perlu dilakukan analisis jabatan untuk
menyusun deskripsi jabatan yang baru. Proses berikutnya mengidentifikasi faktor atau faktorfaktor yang akan digunakan untuk menentukan nilai dari jabatan yang berbeda-beda terhadap
organisasi. Beberapa faktor yang sering digunakan adalah pengetahuan, keahlian, usaha,
tanggung jawab, dan kondisi kerja. Pada umumnya, program evaluasi jabatan konvensional
merupakan variasi atau kombinasi dari empat metode dasar, yaitu ranking jabatan, klasifikasi
jabatan, poin (point), dan perbandingan faktor.
a. Metode Ranking
Metode ranking merupakan teknik evaluasi sederhana, tertua, dan kurang sering
digunakan oleh organisasi (kecuali organisasi kecil dan sederhana). Dalam metode ini,
petugas evaluasi meranking jabatan dari yang paling sederhana kepada yang paling
sulit. Penilai memeriksa deskripsi masing-masing jabatan yang sedang dievaluasi dan
mengurutkan jabatan tersebut sesuai dengan tinggi-rendahnya nilainya terhadap
perusahaan. Kadang-kadang proses ini dijalankan dengan menyediakan kartu informasi
mengenai

pekerjaan

kepada petugas

evaluasi.

Selanjutnya

petugas

evaluasi

mengurutkan kartu tersebut menurut pentingnya suatu posisi. Metode ini hanya
menghasilkan urutan jabatan dan tidak menunjukkan derajat perbedaan relatif

antarjabatan. Contoh, jabatan yang memperoleh ranking empat, tidak mesti dua kali
lebih sulit daripada jabatan yang memperoleh ranking dua.
Contoh penerapan:
Suatu departemen memiliki 5 jabatan, yaitu jabatan A, B, C, D, dan E. Spesifikasi
kelima jabatan tersebut selanjutnya diperbandingkan melalui pembandingan sebagai
berikut:
1) Jabatan A dibanding B; A dibanding C; A dibanding D; dan A dibanding E
2) Jabatan B dibanding C; B dibanding D; dan B dibanding E
3) Jabatan C dibanding D; dan C dibading E
4) Jabatan D dibanding E
Secara matematis jumlah perbandingan jabatan tersebut dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
:

N (N-1)
2
5 (4)/2 = 10

Dari hasil pembandingan, selanjutnya disusunlah ranking jabatan. Katakan rankingnya


sebagai berikut:
Ranking
1
2
3
4
5

Jabatan
B
A
D
C
E

Selanjutnya, berdasarkan survei upah disusunlah struktur upah sebagai berikut:

Upa
h
500
400
300
200
100

Jabata

b. Metode Klasifikasi
Metode ini mengelompokkan satu set jabatan bersama-sama dalam satu kelas atau
klasifikasi. Selanjutnya satu set jabatan tersebut diranking menurut tingkat kesulitan
atau kerumitannya. Dapat juga satu kelas jabatan tersebut didefinisikan pada basis
perbedaan tugas, tanggung jawab, keahlian, kondisi kerja dan faktor lain yang berkaitan
dengan jabatan tersebut. Selanjutnya, ditentukan nilai relatif dari suatu jabatan dengan
membandingkan deskripsinya dengan deskripsi tiap-tiap kelas dan memasukkan jabatan
tersebut ke dalam kelas yang sesuai. Contoh sistem klasifikasi jabatan sebagai berikut
(Ranupandojo, 2001).
Kelas Jabatan
Pimpinan atas
Pimpinan
menengah
Pimpinan bawah

Kecerdasa
n
Tinggi

Spesifikasi Jabatan
Pengalam Pendidikan
an
> 10
Sarjana

Cukup
Tinggi

5-9

Diploma

Sedang

<5

Menengah

Tanggung
jawab
Seluruh
perusahaan
Setingkat
Departeme
n
Setingkat
Bagian

Untuk menentukan suatu jabatan masuk kelas mana, maka dapat dilihat dari deskripsi
dan spesifikasi jabatan yang bersangkutan kemudian dibandingkan dengan spesifikasi
jabatan pada tabel di atas. Contoh: spesifikasi jabatan supervisi layout adalah sebagai
berikut:
Kecerdasan

: Sedang

Pengalaman

: 3-4 tahun

Pendidikan

: SLTA Kejuruan

Tanggung jawab

: setingkat bagian.

Berdasarkan spesifikasi tersebut dapatlah ditentukan bahwa jabatan mandor masuk


dalam kelas pimpinan bawah. Dengan demikian gaji jabatan mandor setingkat gaji
pimpinan bawah.

Metode ini memberi standar spesifik bagi kompensasi dan mengakomodasi adanya
suatu perubahan dalam nilai jabatan secara individu. Sistem klasifikasi ini dapat
dibentuk secara cepat, sederhana dan murah. Juga mudah dipahami dan mudah
dikomunikasikan kepada karyawan. Metode ini lebih detail dibanding dengan metode
ranking dan ada hubungan yang rigid (kaku) antara faktor jabatan dan nilai.
Masalahnya adalah, khusus pada perusahaan besar, suatu jabatan sering dipaksa masuk
dalam suatu kelas yang sebenarnya tidak sesuai. Sehingga memunculkan rasa
ketidakadilan. Masalah lainnya adalah, memutuskan tentang berapa banyak klasifikasi
harus dibuat. Terlalu sedikit, akan menimbulkan kesulitan dalam membuat perbedaan
nilai jabatan dan kesulitan menghasilkan level upah, sedangkan terlalu banyak kelas
akan menyulitkan dalam penulisan definisi kelas.
c. Metode Poin
Metode ini paling sering digunakan karena lebih rinci dibanding dengan metode
ranking dan metode klasifikasi, di samping itu metode ini juga relatif mudah
digunakan. Pada dasarnya, metode ini memerlukan petugas evaluasi yang
mengkalkulasi nilai elemen jabatan. Atas dasar deskripsi jabatan atau wawancara
dengan pemegang jabatan, poin ditetapkan pada suatu derajat tertentu terhadap berbagai
faktor yang dapat diberi kompensasi yang merupakan persyaratan untuk melaksanakan
jabatan. Contoh, poin yang diberikan didasarkan pada keahlian yang dipersyaratkan,
usaha fisik dan mental yang dibutuhkan, derajat kondisi kerja yang membahayakan dan
kurang nyaman, serta jumlah tanggung jawab yang tercakup dalam jabatan. Artinya,
jika semua faktor tersebut dijumlah, maka akan memperoleh hasil evaluasi jabatan.
Sistem poin mengevaluasi banyak aspek atau sub aspek dari setiap jabatan.
Beberapa persyaratan terhadap aspek yang dipilih untuk dievaluasi adalah sebagai
berikut (Ivancevich, l992).
1) aspek-aspek tersebut harus tidak tumpang tindih;
2) harus dibedakan perbedaan nyata di antara jabatan;
3) harus didefinisikan seobjektif mungkin;
4) harus dipahami dan diterima baik oleh manajemen maupun oleh karyawan;
Oleh karena seluruh aspek tidak sama pentingnya pada semua jabatan, maka perbedaan
bobot mencerminkan bobot pentingnya masing-masing aspek secara relatif terhadap
jabatan yang harus disusun. Bobot aspek tersebut ditetapkan melalui perhitungan
(judgments) petugas evaluasi yang berpengetahuan secara independen.

Contoh penerapan metode poin:


1) Menentukan faktor dan sub faktor serta bobot faktor sebagai berikut:
Faktor (Bobot)
1. Keterampilan (50%)

a.
b.
c.
a.
b.
a.
b.
c.
d.
a.
b.

2. Usaha (25%)
3. Tanggung Jawab (15%)

4. Kondisi Kerja (10%)

Sub Faktor
Pendidikan
Pengalaman
Inisiatif
Fisik
Mental
Peralatan dan proses
Bahan mentah
Kemanan kerja
Pekerjaan orang lain
Lingkungan kerja
Risiko kerja

2) Menentukan derajat faktor dan definisi sub faktor sebagai berikut:


Faktor dan Sub Faktor
1. Keterampilan
a. Pendidikan
b. Pengalaman
c. Insiatif
2. Usaha
a. Fisik
b. Mental
3. Tanggung Jawab
a. Peralatan
dan
proses
b. Bahan dan produk
c. Keamanan orang
lain
d. Pekerjaan orang
lain
4. Kondisi Kerja
a. Lingkungan kerja
b. Risiko kerja

Derajat Faktor dan Definisi Sub Faktor


3
2
1
Sarjana
> 10 tahun
Sendiri

Diploma
5-9 tahun
Gabungan

Menengah
2-4 tahun
Atasan

Berat
Berat

Sedang
Sedang

Ringan
Ringan

Besar
Besar
Besar
Besar

Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

Ringan
Ringan
Ringan
Ringan

Tidak
menyenangkan
Berat

Cukup
menyenangkan
Sedang

Menyenangkan
Kecil

3) Menentukan poin untuk masing-masing derajat faktor dan sub faktor dengan
total poin sebesar 500 adalah sebagai berikut:
Faktor dan Sub Faktor

Poin Untuk Masing-Masing Derajat Faktor Dan

Total

Sub Faktor

Poin

3
5. Keterampilan
(50%)
d. Pendidikan
e. Pengalaman
f. Insiatif
6. Usaha (25%)
c. Fisik
d. Mental
7. Tanggung
Jawab
(15%)
e. Peralatan dan
proses
f. Bahan
dan
produk
g. Keamanan
orang lain
h. Pekerjaan orang
lain

1
250

100
80
70

80
75
65

70
65
55
125

75
50

65
40

55
30
75

25
20
15
15

8. Kondisi
Kerja
(10%)
20
c. Lingkungan
30
kerja
d. Risiko kerja

20
15
10
10

15
10
5
5

50
15
20

10
15

4) Menghitung poin dan besar gaji/upah suatu jabatan.


Suatu jabatan supervisi layout memiliki spesifikasi jabatan sebagai berikut.
Spesifikasi Jabatan
1. Keterampilan
g. Pendidikan
h. Pengalaman
i. Insiatif
2. Usaha
e. Fisik
f. Mental
3. Tanggung Jawab
i. Peralatan dan
proses
j. Bahan
dan
produk
k. Keamanan
orang lain

Definisi Faktor
& Sub Faktor
Kejuruan
3 tahun
Gabungan

Ranking

Poin

Total
Poin
200

1
1
2

70
65
65
95

Sedang
Ringan

2
1

65
30
50

Sedang
Sedang
Sedang
Ringan

2
2
2
1

20
15
10
5

l. Pekerjaan orang
lain
4. Kondisi Kerja
e. Lingkungan
kerja
f. Risiko kerja

30
Cukup
Kecil

2
1

15
15

Total poin : 200 + 95 + 50 + 30 = 375


Jika harga 1 poin adalah Rp5.000,00, maka upah supervisi layout per bulan: 375 x
Rp5.000,00
= Rp1.875.000,00

d. Metode Perbandingan Faktor


Sebagaimana metode poin, metode perbandingan faktor ini termasuk teknik kuantitatif
yang melaksanakan pembandingan atas dasar faktor dengan faktor. Dalam metode ini
jabatan-jabatan dievaluasi atau dibandingkan dengan patok duga (benchmark) dari poin
kunci. Untuk ini, digunakan skala pembandingan faktor. Pada umumnya, ada lima
faktor jabatan yang digunakan untuk membandingkan jabatan-jabatan yang sedang
dievaluasi, yaitu (Ivancevich, 1992):
1) tanggung jawab. Tanggung jawab jabatan tentang uang, sumber daya manusia,
catatan-catatan, dan supervisor;
2) keahlian. Kecakapan koordinasi otot dan latihan dalam interpretasi persyaratan
pancaindera.
3) usaha fisik. Duduk, berdiri, berjalan, mengangkat, bergerak, dan sebagainya;
4) usaha mental. Kepandaian, pemecahan masalah, pemberian alasan, dan imajinasi;
5) kondisi kerja. Faktor-faktor lingkungan, seperti kebisingan, ventilasi, jam kerja,
panas, bahaya, asap, dan kebersihan;
Secara umum, untuk dapat menilai jabatan dengan metode pembandingan faktor perlu
mengikuti langkah-langkah berikut (Ivancevich, 1992 dan Fisher, 1990):
a) memilih dan mendefinisikan faktor-faktor pembanding. Faktor-faktor tersebut dapat
berbeda lintas eksekutif, pengawas, dan jabatan karyawan operasional;
b) memilih patok duga atau jabatan kunci;

c) meranking jabatan kunci pada masing-masing faktor kompensasi (seperti, keahlian,


usaha, tanggung jawab, dan kondisi kerja). Ranking tersebut didasarkan pada deskripsi
dan spesifikasi jabatan;
d) mengalokasikan bagian dari masing-masing tarif upah jabatan kunci ke setiap faktor
jabatan;
Tabel di bawah merupakan contoh metode pembandingan faktor. Cara ini dapat
diterapkan ke jabatan lain dengan membandingkan apa yang ada pada setiap faktor
dengan yang ada pada jabatan kunci dan menjumlahkan rupiah yang terkait dengan
nilai hingga mencapai tarif per jam.
Contoh, katakan bahwa sebuah jabatan baru (jabatan X) sedang dievaluasi. Jabatan X
tersebut dinilai memiliki level keahlian yang dipersyaratkan sama seperti jabatan 3
(1250); level tanggung jawab sama seperti jabatan 4 (1100); memiliki kondisi kerja
yang sedikit berisiko daripada kondisi kerja jabatan 2 (700); dan persyaratan usaha
yang agak besar daripada jabatan 4 (900). Hal ini berarti upah per jam yang layak untuk
jabatan X adalah Rp3.950,00
Metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan terletak pada penggunaan
metode evaluasi formal secara tahap demi tahap, sehingga memungkinkan kita untuk
melihat bagaimana perbedaan dalam ranking faktor diterjemahkan ke dalam rupiah.
Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah agak rumit. Artinya, walaupun metode
ini dapat dengan mudah dijelaskan kepada bawahan, namun sulit untuk menunjukkan
bagaimana sistem seperti itu dapat dibangun. Di samping itu masih adanya unsur
subjektivitas yang dilakukan oleh petugas dalam tahap-tahap evaluasi.

Contoh Metode Pembandingan Faktor

Tarif
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250

Keahlian
Jabatan
1

Jabatan
2

Faktor
Tanggung
Usaha
jawab
Jabatan 1

Jabatan 4
Jabatan 1
Jabatan 3
Jabatan 2
Jabatan 4
Jabatan
X

Jabatan
4

Kondisi
Jabatan
Jabatan 3

Jabatan 2
Jabatan X
Jabatan 3
Jabatan 1
Jabatan 2
Jabatan 4
(Jabatan
X)

Jabatan
3
(Jabatan
X)

1300
1350
Sumber: Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F. dan Shaw, J.B. (1990). Human Resource
Management.
Houghton Mifflin Company.
Tarif per jam:
Jabatan 1
Jabatan 2
Jabatan 3
Jabatan 4
Jabatan X

: 2.550
: 3.050
: 3.200
: 3.550
: 3.950

Mengadakan Keadilan Eksternal


Untuk dapat mengadakan keadilan eksternal, manajer harus membandingkan upah seorang
karyawan yang bekerja di dalam organisasi dengan seorang karyawan lain yang bekerja di
luar organisasi. Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, keputusan untuk
mengkaji upah relatif dengan karyawan lain yang bekerja di luar organisasi disebut dengan
keputusan level upah (pay-level decision). Sasaran keputusan level upah adalah untuk
mempertahankan kebersaingan organisasi dalam pasar tenaga kerja. Alat utama yang
digunakan dalam keputusan ini adalah survei upah. Survei ini dilakukan untuk menjamin

bahwa faktor-faktor eksternal, seperti kondisi pasar tenaga kerja, tarif upah umum, dan biaya
hidup diakui dalam penetapan skala upah organisasi (Byars dan Rue, 1997). Ada berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi keputusan level upah. Gambar 6.3.1 menunjukkan berbagai
faktor tersebut dalam interaksi antara satu karyawan dengan karyawan lain yang
mempengaruhi level upah ke atas, ke bawah, atau lateral.

Gambar 6.3.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Level Upah
Sumber: Ivancevich, J.M. 1992. Human Resource Management: Foundations of
5th Edition. Boston: Richard D Irwin, Inc.

Personal.

Jika terjadi perubahan-perubahan pada faktor-faktor, seperti sikap karyawan, pasar


tenaga kerja, kondisi ekonomi atau perubahan persaingan, maka perubahan faktor tersebut
akan menekan level upah menjadi bergeser. Sebagai contoh, pasokan tenaga kerja Indonesia
pada dasawarsa 1980-an yang sangat banyak dengan kualitas tenaga kerja rendah, telah
menekan level upah tenaga kerja Indonesia ke bawah, sehingga menjadi demikian murahnya.
e. Survei Gaji dan Upah
Digunakan untuk mengumpulkan informasi komparatif pada masalah-masalah yang
berkaitan dengan kebijaksanaan, praktik, dan metode pembayaran upah dan gaji dari
organisasi yang selektif dalam daerah geografi tertentu atau tipe industri tertentu (Byars
dan Rue, 1997). Survei gaji dan upah ini juga bermanfaat untuk memberikan
pengetahuan kepada karyawan tentang kondisi pasar tenaga kerja dan terutama untuk
menjamin keadilan eksternal. Survei juga dapat digunakan untuk meluruskan berbagai
miskonsepsi karyawan tentang jabatan tertentu dan memberikan dampak pada motivasi
kerja karyawan.
Berbagai sumber data dapat digunakan dalam survei gaji dan upah. Sumber-sumber
tersebut antara lain, Biro Pusat Statistik, Departemen Tenaga Kerja, Asosiasi Dagang

dan Industri (KADIN), Asosiasi Profesi (HIPMI), Asosiasi Pengerah Tenaga Kerja
(APJATI).

Mereka

itu

sering

memublikasikan

berbagai

informasi

tentang

ketenagakerjaan. Di samping itu, data juga dapat diperoleh dari berbagai terbitan,
seperti jurnal dan majalah yang memuat tentang masalah ketenagakerjaan Indonesia.
Ada beberapa metode pengumpulan data yang umum digunakan dalam survei gaji
dan upah, seperti wawancara personal, wawancara melalui telpon, dan kuesioner yang
dikirim. Metode wawancara personal merupakan metode yang paling reliabel dan
mahal. Sedangkan kuesioner yang dikirim merupakan metode yang paling banyak
digunakan, karena relatif murah dan dapat dilakukan secara massal. Menurut Byars dan
Rue (1997), metode kuesioner yang dikirim hanya dapat digunakan untuk survei
jabatan yang memiliki pengertian/definisi seragam di seluruh industri, karena jika
terdapat keraguan berkaitan dengan definisi jabatan, maka jawaban terhadap kuesioner
dapat menjadi kurang reliabel. Potensi masalah lain akibat penggunaan kuesioner yang
dikirim adalah jawaban terhadap kuesioner dapat diberikan oleh seseorang yang tidak
familier terhadap masalah pengupahan. Pengumpulan data melalui telepon untuk tujuan
survei memang diakui dapat lebih cepat. Namun masalahnya seringkali diperoleh hasil
yang kurang lengkap, sehingga masih diperlukan klarifikasi jawaban melalui kuesioner
yang dikirim.
Mengenai informasi apa yang perlu dikumpulkan dalam survei, disebutkan oleh
Byars dan Rue (1997), seperti di bawah ini.
Panjangnya hari kerja

Praktik cuti

Durasi
normal
kerja
Praktik libur hari
seminggu
besar
Tarif
gaji/upah
awal
Klausul biaya hidup
bekerja (pekerja baru)
Tarif gaji/upah dasar

Tempat pembayaran
Rentang gaji/upah
Program insentif
Diferensial perubahan
Upah lembur

Bagaimana
kebiasaan membayar

Kebijakan
tentang
tunjangan

Deskripsi
kontrak
serikat pekerja

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silakan Anda


mengerjakan latihan berikut ini! Kasus ini dikutip dari buku Manajemen SDM karya Mondy,
Noe, dan Premeaux tahun 1996 halaman 390-391.
Kasus 1
Sekembali bermain tenis dengan teman-temannya kantor, Rudi mendengar berita bahwa pada
unit kerjanya telah mengangkat seorang pegawai baru lulusan dari program S1 analis sistem
dengan gaji pertamanya hampir setinggi gaji Rudi. Walaupun Rudi dikenal bukan tipe
pemarah, namun pada saat itu nampak gusar dan kesal. Dia perlu waktu 6 tahun untuk bisa
menjadi seorang analis sistem senior dengan gaji seperti sekarang ini. Secara umum dia
merasa senang dengan perusahaannya dan menikmati pekerjaannya.
Keesokan harinya dia menghadap Pak Edo, direktur SDM perusahaan, dan menanyakan
tentang kebenaran berita itu. Pak Edo dengan memohon maaf mengakui hal itu dan berusaha
menjelaskan situasi perusahaan saat itu. Dia berkata Pak Rudi, pada saat itu pasar tenaga
kerja untuk analis sistem sangat ketat, dan dalam rangka untuk menarik calon yang
berkualitas dan memiliki prospek baik, kami harus menawarkan gaji awal yang menarik. Kita
sangat butuh analis lain, dan hanya itu yang dapat kita peroleh.
Rudi bertanya kepada Pak Edo apakah gajinya juga akan disesuaikan, dan Pak Edo
menjawab Gaji Pak Rudi akan dievaluasi kembali secara reguler. Anda telah bekerja dengan
baik, jelas itu, saya yakin Direktur akan merekomendasi kenaikan gaji Anda. Rudi
mengucapkan terima kasih kepada Pak Edo yang telah menyediakan waktu untuk dirinya,
tetapi sekembali di ruang kerjanya dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan bertanya-tanya
dalam hatinya tentang masa depannya.
Pertanyaan:
1. Apakah jawaban pak Edo dapat memuaskan Rudi? Jelaskan.
2. Tindakan apa yang harus diambil perusahaan untuk menghargai prestasi Rudi?
Kasus 2
Nampak di bawah ini adalah median dari gaji tahunan yang dibayarkan kepada pekerjaan
terpilih dari daftar pekerjaan edisi tahun 2004-2005. Pelajarilah gaji yang dibayarkan kepada
pekerjaan-pekerjaan tersebut dan jawablah pertanyaan berikut tentang mengapa ada
perbedaan gaji. Kaitkan jawaban Anda dengan faktor-faktor internal dan eksternal
sebagaimana dijelaskan sebelumnya.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pekerjaan
Pramugari/Pramugara
Pustakawan
Pekerja Bangunan
Administrasi sistem komputer
Polisi
Pelatih setir mobil
Advokat

Median dari Gaji Tahunan


Rp48.000.000,00
Rp 21.000.000,00
Rp24.000.000,00
Rp54.000.000,00
Rp42.000.000,00
Rp20.000.000,00
Rp90.000.000,00

Pertanyaan:
1. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan luasnya perbedaan antara gaji untuk
pekerjaan-pekerjaan yang berbeda?
2. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan perbedaan antara gaji untuk pekerjaanpekerjaan yang identik pada perusahaan yang sama?
3. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan perbedaan antara gaji untuk pekerjaanpekerjaan yang identik pada perusahaan yang berbeda?
Petunjuk Jawaban Latihan
Kasus 1: Pada pertanyaan nomor 1, jawaban Pak Edo jelas tidak memuaskan Rudi hal ini
dapat Anda simak pada jawaban Pak Edo ketika di tanya Rudi tentang apakah gajinya juga
akan disesuaikan? dan Pak Edo hanya menjawab Gaji Pak Rudi akan dievaluasi kembali
secara reguler. Anda telah bekerja dengan baik, jelas itu, saya yakin Direktur akan
merekomendasi kenaikan gaji Anda. Jawaban ini jelas hanya retorika saja, karena tidak
memberikan kepastian apa-apa kepada Rudi.
Untuk jawaban nomor 2, secara umum tentunya perusahaan perlu meninjau kembali metode
penetapan keadilan internalnya dan dibuat formula penentuan upah individual sedemikian
rupa, sehingga akan nampak perbedaan gaji antar jabatan yang identik dalam satu organisasi
yang menunjukkan rasa keadilan.
Kasus 2: Untuk menjawab pertanyaan nomor 2 tersebut sedikit banyak tergantung pada
pemahaman kita terhadap komponen-komponen dari formula gaji dan kebijakan internal
perusahaan. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keputusan level upah yang
mempengaruhi perbedaan antara gaji untuk pekerjaan-pekerjaan yang berbeda pada
organisasi yang berbeda, antara lain sikap karyawan, pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi
atau perubahan persaingan. Singkat kata faktor-faktor, baik internal maupun eksternal akan
mempengaruhi gaji akhir yang dibayarkan kepada pekerjaan atau orang tertentu.

Secara lebih rinci untuk menjawab Kasus 1 dan 2, Anda dapat membaca kembali pada uraian
konsep dan pendekatan kompensasi di atas dan diskusikan dengan teman-teman anda.
Selamat Belajar..!
Salam Tutor Anda

Reference:

Anthony, W. P., Kackmar, K. M., dan Perrewe, P. L. (2002). Human Resource Management:
A Strategic Approach. Fourth Edition. Ohio: South-Western Thomson Learning.
Bernardin, H.J. dan Russel. J.E.A. (1998). Human Resource Management: An Experiential
Approach, 2nd Edition. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.
Byars, L.L. dan Rue, L. W. 1997, Human Resource Management. Fifth Edition. Chicago:
IRWIN.
Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F. dan Shaw, J.B. (1990). Human Resource Management.
Houghton Mifflin Company.
Gomez-Mejia, L.R, Balkin, D.B. dan Cardy, R.L. (2007). Managing Human Resource.
London: Prentice Hall International.
Iswanto, Yun. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka
Iswanto, Yun (2010). Analisis Kasus Bisnis Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.
Ivancevich, J.M. 1992. Human Resource Management: Foundations of
Edition. Boston: Richard D Irwin, Inc.

Personal. 5th

Mondy, R. W., Noe, R. M., dan Premeaux, Sh. R. (1996). Human Resource Management.
Sixth Edition. New York: Prentice Hall. Inc
Mondy, R.W. (2008). Human Resource Management. Tenth Edition. New Jersey: Pearson
Education. Inc.
Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B. dan Wright, P.M. (2000). Human Resource
Management: Gaining a Competitive Advantage. 3rd Edition. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Ranupandojo, H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai