Untuk memberikan gambaran tentang materi yang akan kita bahas, kembali simaklah contoh
kasus berikut yang dikutip dari buku Manajemen SDM karya Mejia, dkk. (2007).
Volvox adalah perusahaan bioteknologi spesialisasi rekayasa genetika. Perusahaan
didirikan pada tahun 1990 oleh Prof. Robert. Hingga kini Prof. Robet masih menjadi
direktur perusahaan dan aktif terlibat dalam pengambilan keputusan pengangkatan dan
penggajian. Berulang-ulang dia mengingatkan kepada manajer lini bahwa perusahaan
akan membayar siapa saja yang dapat menemukan karyawan baru yang sangat bagus dan
berbakat dari pasar tenaga kerja.
Selama setahun terakhir ini Robert telah diberi tahu adanya erosi dalam atmosfer
kekeluargaan di Volvox dan meningkatnya karyawan yang tidak puas. Pernah terjadi
dalam satu minggu saja ada tiga pengaduan berkaitan dengan penggajian. Robert curiga
bahwa itu merupakan puncak dari sebuah gunung es. Pengaduan pertama datang dari
pengembangan piranti lunak, yang telah 4 tahun bekerja di Volvox. Dia kesal bahwa
pengembang lain yang baru saja diangkat menerima gaji lebih tinggi 10 persen dari yang
dia terima. Dijelaskan oleh Robert bahwa gaji awal untuk pengembang baru tersebut
memang dibutuhkan untuk menarik programer yang sangat berpengalaman dari
perusahaan lain di saat pasar tenaga kerja bersaing sangat ketat.
Pengaduan kedua datang dari teknisian piranti lunak. Mereka merasa sebagai orangorang terbaik Volvox, yang menjadi jantungnya perusahaan bioteknologi, didiskriminasi
dengan para supervisor. Supervisor, yang mereka anggap insinyur gagal, menerima gaji
20 persen lebih tinggi dari gaji yang diterimanya.
Pengaduan ketiga disampaikan oleh kepala sekretaris yang telah bekerja sejak awal
berdirinya perusahaan. Dia kesal karena tenaga kebersihan memperoleh pendapatan
lebih banyak dari dia. Penjelasan Robet bahwa tidak mudah mendapatkan orang yang
bersedia membersihkan dan membuang sampah kimia berbahaya tidak dia terima.
Disamping ketiga orang di atas, ada satu lagi teknisi berusia 50 tahun yang akan siap
diberhentikan karena kinerjanya yang buruk, mengajukan gugatan diskriminasi usia
karyawan dalam bentuk upah, gaji, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung
atau tunjangan,
kompensasi finansial langsung, seperti tunjangan cuti, tunjangan hari besar/hari raya, dan
berbagai macam asuransi. Kompensasi finansial langsung juga dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu (1) program upah dan gaji (upah dasar, upah lembur, perbedaan shift) dan (2)
pembayaran yang tergantung pada kinerja (jasa yang meningkat, bonus, bagi hasil, komisi
penjualan). Sedangkan kompensasi nonfinansial meliputi antara lain penghargaan/hadiah
(praise), harga diri, dan pengakuan (prestasi atau penemuan dan sebagainya).
Kompensasi berfungsi menciptakan sistem penghargaan yang layak baik bagi organisasi
maupun karyawan. Bagi perusahaan sistem pengupahan harus tidak menghasilkan upah yang
berlebihan, namun tetap efektif. Sebaliknya, bagi karyawan sistem pengupahan harus tidak
pelit, tetap memuaskan, minimal kebutuhan dasar karyawan. Ada tujuh kriteria bagi
keefektifan kompensasi (Ivancevich, 1992), yaitu:
a. Cukup
Kompensasi harus memenuhi persyaratan minimum menurut pemerintah, serikat pekerja,
dan level manajerial.
b. Adil
Setiap orang harus dibayar secara adil sesuai dengan usaha, kemampuan, dan keahlian
mereka.
c. Seimbang
Upah, tunjangan, dan penghargaan lain harus memberikan paket penghargaan total yang
masuk akal.
d. Efektif berdasarkan pertimbangan biaya
Upah tidak boleh berlebihan, sesuai dengan kesanggupan organisasi membayarnya.
e. Aman
Upah harus cukup untuk membantu karyawan sehingga merasa aman dan membantu
karyawan dalam memuaskan kebutuhan dasarnya.
f. Menyediakan insentif
Upah harus dapat memotivasi kerja secara efektif dan produktif.
g. Diterima oleh karyawan.
Karyawan harus mengetahui sistem pengupahan dan merasa sistem tersebut masuk akal
baik bagi perusahaan maupun bagi dirinya sendiri.
Penentuan Kompensasi
Pada dasarnya sistem kompensasi tidak dapat ditetapkan secara absolut. Artinya,
kompensasi tidak dapat dirancang dengan kriteria tunggal untuk seluruh bangsa atau seluruh
dunia. Oleh karena itu, upah untuk masing-masing individu dibuat relatif dengan upah
orang lain. Menurut Ivancevich(1992), upah untuk suatu posisi tertentu dibuat relatif dengan
tiga kelompok berikut.
1. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut mirip/serupa dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang berbeda (Kelompok A).
2. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut berbeda dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang sama (Kelompok B).
3. Karyawan bekerja pada suatu pekerjaan dimana pekerjaan tersebut sama dengan
pekerjaan tertentu pada organisasi yang sama (Kelompok C).
Keputusan untuk menetapkan suatu upah/gaji relatif dengan kelompok A adalah level
upah (pay level), atau disebut keputusan level upah (pay-level decision). Sasaran keputusan
level upah adalah untuk mempertahankan kebersaingan organisasi dalam pasar tenaga kerja.
Alat utama yang digunakan dalam keputusan ini adalah survei upah. Kemudian, keputusan
upah relatif dengan kelompok B disebut keputusan struktur upah (pay structure decision).
Struktur upah mencakup penentuan nilai setiap pekerjaan di dalam organisasi relatif dengan
semua pekerjaan lain. Untuk ini digunakan evaluasi pekerjaan (job evaluation). Sedangkan,
keputusan upah relatif dengan kelompok C disebut penetapan upah individu (individual pay
determination). Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini. Katakan, John adalah
anggota Satpam (Satuan pengamanan) pada sebuah Bank Nasional. Upah John pertama-tama
dipengaruhi oleh kebijakan level upah bank yang bersangkutan (apakah bank tersebut
sebagai penentu model upah ataukah sebagai pengikut upah yang telah ada). Selanjutnya,
upah John juga dipengaruhi oleh seberapa tinggi tingkatan jabatan dia relatif dibanding
dengan jabatan lain di bank yang bersangkutan (kebijakan struktur upah). Terakhir, upah John
tergantung seberapa baik dia melakukan tugas pengamanan, seberapa lama dia bekerja di
perusahaan, dan faktor individual lainnya (penentu upah individual).
Selanjutnya, siapakah yang harus bertanggung jawab membuat keputusan mengenai
pengupahan/penggajian. Menurut Ivancevich (1992), pengambilan keputusan kompensasi
melibatkan baik manajer umum maupun spesialis sumber daya manusia. Manajemen puncak
membuat keputusan berkaitan dengan penentuan jumlah total anggaran perusahaan yang
dialokasikan untuk upah, sistem pengupahan yang digunakan (upah insentif, upah bulanan,
dsb.), dan kebijakan pengupahan lainnya. Manajemen puncak juga merancang strategi
pengupahan yang menempatkan pengupahan perusahaan apakah di atas, di bawah, atau sama
dengan perusahaan pesaing. Di samping manajer puncak, manajer level menengah dan
supervisor juga memiliki pengaruh pada pengambilan keputusan pengupahan khususnya
dalam mendesain dan menginterprestasikan survei upah serta membuat kelas dan rentang
upah.
Keadilan dalam Kompensasi
Pada dasarnya sistem kompensasi tidak dapat ditetapkan secara absolut. Artinya, upah
untuk masing-masing individu harus dibuat relatif dengan upah orang lain. Hal ini, di
samping mudah dalam mengendalikannya, juga karena karyawan sering menakar upah yang
mereka terima dibandingkan dengan upah yang diterima oleh karyawan lain (Noe, et al.,
2000). Mereka pada umumnya ingin diperlakukan secara adil didalam pengupahan.
Berbicara mengenai keadilan dalam pengupahan, kita dapat menggunakan teori keadilan
(equity theory) untuk menjelaskannya. Keadilan adalah keseimbangan antara masukan
(inputs) yang diberikan seorang karyawan ke dalam pekerjaan dengan keluaran (outcomes)
yang diterima karyawan yang bersangkutan dari hasil melaksanakan pekerjaan tersebut
(Fisher, et al., 1990). Beberapa faktor yang termasuk dalam masukan adalah pengalaman,
pendidikan, keahlian khusus, usaha, dan waktu untuk bekerja. Sedangkan, yang termasuk
dalam keluaran meliputi upah, tunjangan, keberhasilan, pengakuan/penghargaan, dan
berbagai bentuk penghargaan lain.
Teori keadilan menyatakan bahwa karyawan akan menilai kondisi keadilan yang ada
pada diri mereka dan membandingkan dengan kondisi orang lain. Menurut teori keadilan ini,
individu akan berusaha melepaskan tekanan yang diciptakan oleh persepsi ketidakadilan.
Contoh, seorang polisi yang merasa dirinya mengeluarkan usaha lebih besar pada kegiatankegiatan yang berisiko tinggi dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh petugas pemadam
kebakaran, misalnya, sedangkan kedua pihak tersebut berada dalam komunitas yang sama
dan tingkat pendapatan yang sama, maka polisi tersebut akan menebus persepsi ketidakadilan
tersebut dalam beberapa tindakan, seperti (1) mengurangi input/usaha (misal, tidak bekerja
keras); (2) meningkatkan pendapatan (misal, korupsi); dan (3) meninggalkan keadaan yang
menyebabkan ketidakadilan (misal, ke luar dari organisasi atau menolak bekerja sama dengan
karyawan pemadam kebakaran karena dinilai mereka telah memperoleh penghasilan yang
berlebihan. Secara matematis, teori keadilan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut
(Fisher,et al.,1990).
Kondisi Karyawan
Pendapatan yang saya
peroleh
Input yang saya berikan
< Pendapatan
yang : Tidak
adil
(Sistem
diterima pihak lain
pengupahan dipandang tidak
Input yang diberikan
adil)
pihak lain
> Pendapatan
yang : Tidak
adil
(Sistem
diterima pihak lain
pengupahan dipandang tidak
Input yang diberikan
adil)
pihak lain
di bawahnya, karena mereka yang berada pada struktur yang lebih tinggi dituntut untuk
memiliki pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang lebih tinggi. Dikatakan terdapat
keadilan internal apabila perbedaan upah di antara jabatan di dalam organisasi dianggap fair.
Karyawan pada umumnya akan melakukan pembandingan upah dengan level jabatan yang
lebih rendah, sama, atau lebih tinggi. Hasil dari pembandingan tersebut akan mempengaruhi
sikap umum karyawan, seperti kesediaan dipindah ke jabatan lain di dalam organisasi;
kesediaan menerima promosi; kesediaan bekerja sama lintas jabatan; dan komitmen terhadap
organisasi.
Keadilan eksternal mengacu pada pembandingan pekerjaan-pekerjaan yang serupa pada
organisasi yang berbeda. Fokusnya adalah, apakah karyawan pada organisasi lain diupah
untuk melakukan pekerjaan yang umumnya sama. Hasil dari pembandingan ini akan
mempengaruhi keputusan pelamar untuk menerima pekerjaan yang ditawarkan organisasi,
begitu pula akan mempengaruhi sikap dan keputusan karyawan tentang apakah akan tetap
bekerja dalam organisasi tersebut atau pindah ke tempat lain. Contoh keadilan eksternal ini,
adalah upah yang diterima oleh direktur dari berbagai macam perusahaan sepatu.
Keadilan
individu
mengacu
pada
pembandingan
di
antara
individu
dalam
jabatan/pekerjaan yang sama pada organisasi yang sama. Contoh, gaji untuk jabatan
sekretaris dalam satu perusahaan. Setelah mengadakan pembandingan baik secara internal
maupun eksternal, ditentukan (misalnya) gaji untuk semua sekretaris dalam suatu perusahaan
antara Rp6.000.000,00 dan Rp8.000.000,00 per bulan. Umumnya yang menjadi masalah pada
keadilan internal adalah menentukan tingkat upah untuk masing-masing sekretaris. Apakah
didasarkan pada senioritas atau pada kinerja. Kalau didasarkan pada senioritas, nilai apa saja
yang dijadikan dasar pertimbangan pada setiap bertambahnya tahun pengabdian. Sebaliknya,
kalau dasarnya adalah kinerja, maka bagaimana cara mengukur kinerja tersebut. Bagaimana
menerjemahkan perbedaan kinerja ke dalam perbedaan upah.
Mengadakan Keadilan Internal melalui Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan merupakan cara sistematis menentukan nilai setiap jabatan dalam
kaitannya dengan jabatan lain dalam satu organisasi. Menurut Ivancevich (1992), evaluasi
jabatan adalah proses formal, dengan proses tersebut nilai relatif dari berbagai macam jabatan
ditentukan untuk tujuan pengupahan. Atas dasar definisi di atas, maka tujuan evaluasi jabatan
adalah untuk menentukan nilai relatif dari setiap jabatan dalam organisasi. Proses ini
digunakan untuk merancang struktur pengupahan, bukan untuk menilai kinerja karyawan
yang memegang jabatan. Proses ini dilakukan secara sistematis dengan cara mengurutkan
jabatan-jabatan dalam kaitannya dengan kontribusi relatifnya terhadap sasaran organisasi.
Ide dasar evaluasi jabatan adalah untuk menghitung persyaratan suatu jabatan dan
kontribusi jabatan tersebut terhadap organisasi, kemudian mengklasifikasikannya sesuai
dengan pentingnya jabatan tersebut dalam organisasi. Contoh, walaupun jabatan ahli rekayasa
produk dan jabatan asembling produk sama-sama pentingnya bagi perusahaan karoseri mobil,
tetap diperlukan keputusan berkaitan dengan nilai relatif dari masing-masing jabatan tersebut
terhadap sasaran organisasi. Bagaimanapun juga, jabatan ahli rekayasa produk akan
mencakup persyaratan yang lebih kompleks dan mempunyai potensi kontribusi yang lebih
besar daripada seorang perakit produk.
Bagaimana cara menetukan nilai relatif dari suatu jabatan? Untuk itu, diperlukan suatu
proxies (pendekatan pengukuran). Proxies tersebut mencakup keahlian (skilll) yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, jumlah dan signifikansi tanggung jawab yang
terlibat, usaha yang diperlukan, dan kondisi kerja (Ivancevich, 1992).
Secara umum, proses evaluasi jabatan dimulai dengan mengumpulkan informasi dari
jabatan yang sedang dievaluasi. Informasi dapat diperoleh dari deskripsi jabatan yang ada
pada saat ini. Jika deskripsi jabatan tidak ada, maka perlu dilakukan analisis jabatan untuk
menyusun deskripsi jabatan yang baru. Proses berikutnya mengidentifikasi faktor atau faktorfaktor yang akan digunakan untuk menentukan nilai dari jabatan yang berbeda-beda terhadap
organisasi. Beberapa faktor yang sering digunakan adalah pengetahuan, keahlian, usaha,
tanggung jawab, dan kondisi kerja. Pada umumnya, program evaluasi jabatan konvensional
merupakan variasi atau kombinasi dari empat metode dasar, yaitu ranking jabatan, klasifikasi
jabatan, poin (point), dan perbandingan faktor.
a. Metode Ranking
Metode ranking merupakan teknik evaluasi sederhana, tertua, dan kurang sering
digunakan oleh organisasi (kecuali organisasi kecil dan sederhana). Dalam metode ini,
petugas evaluasi meranking jabatan dari yang paling sederhana kepada yang paling
sulit. Penilai memeriksa deskripsi masing-masing jabatan yang sedang dievaluasi dan
mengurutkan jabatan tersebut sesuai dengan tinggi-rendahnya nilainya terhadap
perusahaan. Kadang-kadang proses ini dijalankan dengan menyediakan kartu informasi
mengenai
pekerjaan
kepada petugas
evaluasi.
Selanjutnya
petugas
evaluasi
mengurutkan kartu tersebut menurut pentingnya suatu posisi. Metode ini hanya
menghasilkan urutan jabatan dan tidak menunjukkan derajat perbedaan relatif
antarjabatan. Contoh, jabatan yang memperoleh ranking empat, tidak mesti dua kali
lebih sulit daripada jabatan yang memperoleh ranking dua.
Contoh penerapan:
Suatu departemen memiliki 5 jabatan, yaitu jabatan A, B, C, D, dan E. Spesifikasi
kelima jabatan tersebut selanjutnya diperbandingkan melalui pembandingan sebagai
berikut:
1) Jabatan A dibanding B; A dibanding C; A dibanding D; dan A dibanding E
2) Jabatan B dibanding C; B dibanding D; dan B dibanding E
3) Jabatan C dibanding D; dan C dibading E
4) Jabatan D dibanding E
Secara matematis jumlah perbandingan jabatan tersebut dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
:
N (N-1)
2
5 (4)/2 = 10
Jabatan
B
A
D
C
E
Upa
h
500
400
300
200
100
Jabata
b. Metode Klasifikasi
Metode ini mengelompokkan satu set jabatan bersama-sama dalam satu kelas atau
klasifikasi. Selanjutnya satu set jabatan tersebut diranking menurut tingkat kesulitan
atau kerumitannya. Dapat juga satu kelas jabatan tersebut didefinisikan pada basis
perbedaan tugas, tanggung jawab, keahlian, kondisi kerja dan faktor lain yang berkaitan
dengan jabatan tersebut. Selanjutnya, ditentukan nilai relatif dari suatu jabatan dengan
membandingkan deskripsinya dengan deskripsi tiap-tiap kelas dan memasukkan jabatan
tersebut ke dalam kelas yang sesuai. Contoh sistem klasifikasi jabatan sebagai berikut
(Ranupandojo, 2001).
Kelas Jabatan
Pimpinan atas
Pimpinan
menengah
Pimpinan bawah
Kecerdasa
n
Tinggi
Spesifikasi Jabatan
Pengalam Pendidikan
an
> 10
Sarjana
Cukup
Tinggi
5-9
Diploma
Sedang
<5
Menengah
Tanggung
jawab
Seluruh
perusahaan
Setingkat
Departeme
n
Setingkat
Bagian
Untuk menentukan suatu jabatan masuk kelas mana, maka dapat dilihat dari deskripsi
dan spesifikasi jabatan yang bersangkutan kemudian dibandingkan dengan spesifikasi
jabatan pada tabel di atas. Contoh: spesifikasi jabatan supervisi layout adalah sebagai
berikut:
Kecerdasan
: Sedang
Pengalaman
: 3-4 tahun
Pendidikan
: SLTA Kejuruan
Tanggung jawab
: setingkat bagian.
Metode ini memberi standar spesifik bagi kompensasi dan mengakomodasi adanya
suatu perubahan dalam nilai jabatan secara individu. Sistem klasifikasi ini dapat
dibentuk secara cepat, sederhana dan murah. Juga mudah dipahami dan mudah
dikomunikasikan kepada karyawan. Metode ini lebih detail dibanding dengan metode
ranking dan ada hubungan yang rigid (kaku) antara faktor jabatan dan nilai.
Masalahnya adalah, khusus pada perusahaan besar, suatu jabatan sering dipaksa masuk
dalam suatu kelas yang sebenarnya tidak sesuai. Sehingga memunculkan rasa
ketidakadilan. Masalah lainnya adalah, memutuskan tentang berapa banyak klasifikasi
harus dibuat. Terlalu sedikit, akan menimbulkan kesulitan dalam membuat perbedaan
nilai jabatan dan kesulitan menghasilkan level upah, sedangkan terlalu banyak kelas
akan menyulitkan dalam penulisan definisi kelas.
c. Metode Poin
Metode ini paling sering digunakan karena lebih rinci dibanding dengan metode
ranking dan metode klasifikasi, di samping itu metode ini juga relatif mudah
digunakan. Pada dasarnya, metode ini memerlukan petugas evaluasi yang
mengkalkulasi nilai elemen jabatan. Atas dasar deskripsi jabatan atau wawancara
dengan pemegang jabatan, poin ditetapkan pada suatu derajat tertentu terhadap berbagai
faktor yang dapat diberi kompensasi yang merupakan persyaratan untuk melaksanakan
jabatan. Contoh, poin yang diberikan didasarkan pada keahlian yang dipersyaratkan,
usaha fisik dan mental yang dibutuhkan, derajat kondisi kerja yang membahayakan dan
kurang nyaman, serta jumlah tanggung jawab yang tercakup dalam jabatan. Artinya,
jika semua faktor tersebut dijumlah, maka akan memperoleh hasil evaluasi jabatan.
Sistem poin mengevaluasi banyak aspek atau sub aspek dari setiap jabatan.
Beberapa persyaratan terhadap aspek yang dipilih untuk dievaluasi adalah sebagai
berikut (Ivancevich, l992).
1) aspek-aspek tersebut harus tidak tumpang tindih;
2) harus dibedakan perbedaan nyata di antara jabatan;
3) harus didefinisikan seobjektif mungkin;
4) harus dipahami dan diterima baik oleh manajemen maupun oleh karyawan;
Oleh karena seluruh aspek tidak sama pentingnya pada semua jabatan, maka perbedaan
bobot mencerminkan bobot pentingnya masing-masing aspek secara relatif terhadap
jabatan yang harus disusun. Bobot aspek tersebut ditetapkan melalui perhitungan
(judgments) petugas evaluasi yang berpengetahuan secara independen.
a.
b.
c.
a.
b.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
2. Usaha (25%)
3. Tanggung Jawab (15%)
Sub Faktor
Pendidikan
Pengalaman
Inisiatif
Fisik
Mental
Peralatan dan proses
Bahan mentah
Kemanan kerja
Pekerjaan orang lain
Lingkungan kerja
Risiko kerja
Diploma
5-9 tahun
Gabungan
Menengah
2-4 tahun
Atasan
Berat
Berat
Sedang
Sedang
Ringan
Ringan
Besar
Besar
Besar
Besar
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Ringan
Ringan
Ringan
Ringan
Tidak
menyenangkan
Berat
Cukup
menyenangkan
Sedang
Menyenangkan
Kecil
3) Menentukan poin untuk masing-masing derajat faktor dan sub faktor dengan
total poin sebesar 500 adalah sebagai berikut:
Faktor dan Sub Faktor
Total
Sub Faktor
Poin
3
5. Keterampilan
(50%)
d. Pendidikan
e. Pengalaman
f. Insiatif
6. Usaha (25%)
c. Fisik
d. Mental
7. Tanggung
Jawab
(15%)
e. Peralatan dan
proses
f. Bahan
dan
produk
g. Keamanan
orang lain
h. Pekerjaan orang
lain
1
250
100
80
70
80
75
65
70
65
55
125
75
50
65
40
55
30
75
25
20
15
15
8. Kondisi
Kerja
(10%)
20
c. Lingkungan
30
kerja
d. Risiko kerja
20
15
10
10
15
10
5
5
50
15
20
10
15
Definisi Faktor
& Sub Faktor
Kejuruan
3 tahun
Gabungan
Ranking
Poin
Total
Poin
200
1
1
2
70
65
65
95
Sedang
Ringan
2
1
65
30
50
Sedang
Sedang
Sedang
Ringan
2
2
2
1
20
15
10
5
l. Pekerjaan orang
lain
4. Kondisi Kerja
e. Lingkungan
kerja
f. Risiko kerja
30
Cukup
Kecil
2
1
15
15
Tarif
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
Keahlian
Jabatan
1
Jabatan
2
Faktor
Tanggung
Usaha
jawab
Jabatan 1
Jabatan 4
Jabatan 1
Jabatan 3
Jabatan 2
Jabatan 4
Jabatan
X
Jabatan
4
Kondisi
Jabatan
Jabatan 3
Jabatan 2
Jabatan X
Jabatan 3
Jabatan 1
Jabatan 2
Jabatan 4
(Jabatan
X)
Jabatan
3
(Jabatan
X)
1300
1350
Sumber: Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F. dan Shaw, J.B. (1990). Human Resource
Management.
Houghton Mifflin Company.
Tarif per jam:
Jabatan 1
Jabatan 2
Jabatan 3
Jabatan 4
Jabatan X
: 2.550
: 3.050
: 3.200
: 3.550
: 3.950
bahwa faktor-faktor eksternal, seperti kondisi pasar tenaga kerja, tarif upah umum, dan biaya
hidup diakui dalam penetapan skala upah organisasi (Byars dan Rue, 1997). Ada berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi keputusan level upah. Gambar 6.3.1 menunjukkan berbagai
faktor tersebut dalam interaksi antara satu karyawan dengan karyawan lain yang
mempengaruhi level upah ke atas, ke bawah, atau lateral.
Gambar 6.3.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Level Upah
Sumber: Ivancevich, J.M. 1992. Human Resource Management: Foundations of
5th Edition. Boston: Richard D Irwin, Inc.
Personal.
dan Industri (KADIN), Asosiasi Profesi (HIPMI), Asosiasi Pengerah Tenaga Kerja
(APJATI).
Mereka
itu
sering
memublikasikan
berbagai
informasi
tentang
ketenagakerjaan. Di samping itu, data juga dapat diperoleh dari berbagai terbitan,
seperti jurnal dan majalah yang memuat tentang masalah ketenagakerjaan Indonesia.
Ada beberapa metode pengumpulan data yang umum digunakan dalam survei gaji
dan upah, seperti wawancara personal, wawancara melalui telpon, dan kuesioner yang
dikirim. Metode wawancara personal merupakan metode yang paling reliabel dan
mahal. Sedangkan kuesioner yang dikirim merupakan metode yang paling banyak
digunakan, karena relatif murah dan dapat dilakukan secara massal. Menurut Byars dan
Rue (1997), metode kuesioner yang dikirim hanya dapat digunakan untuk survei
jabatan yang memiliki pengertian/definisi seragam di seluruh industri, karena jika
terdapat keraguan berkaitan dengan definisi jabatan, maka jawaban terhadap kuesioner
dapat menjadi kurang reliabel. Potensi masalah lain akibat penggunaan kuesioner yang
dikirim adalah jawaban terhadap kuesioner dapat diberikan oleh seseorang yang tidak
familier terhadap masalah pengupahan. Pengumpulan data melalui telepon untuk tujuan
survei memang diakui dapat lebih cepat. Namun masalahnya seringkali diperoleh hasil
yang kurang lengkap, sehingga masih diperlukan klarifikasi jawaban melalui kuesioner
yang dikirim.
Mengenai informasi apa yang perlu dikumpulkan dalam survei, disebutkan oleh
Byars dan Rue (1997), seperti di bawah ini.
Panjangnya hari kerja
Praktik cuti
Durasi
normal
kerja
Praktik libur hari
seminggu
besar
Tarif
gaji/upah
awal
Klausul biaya hidup
bekerja (pekerja baru)
Tarif gaji/upah dasar
Tempat pembayaran
Rentang gaji/upah
Program insentif
Diferensial perubahan
Upah lembur
Bagaimana
kebiasaan membayar
Kebijakan
tentang
tunjangan
Deskripsi
kontrak
serikat pekerja
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pekerjaan
Pramugari/Pramugara
Pustakawan
Pekerja Bangunan
Administrasi sistem komputer
Polisi
Pelatih setir mobil
Advokat
Pertanyaan:
1. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan luasnya perbedaan antara gaji untuk
pekerjaan-pekerjaan yang berbeda?
2. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan perbedaan antara gaji untuk pekerjaanpekerjaan yang identik pada perusahaan yang sama?
3. Faktor-faktor apa yang dapat menjelaskan perbedaan antara gaji untuk pekerjaanpekerjaan yang identik pada perusahaan yang berbeda?
Petunjuk Jawaban Latihan
Kasus 1: Pada pertanyaan nomor 1, jawaban Pak Edo jelas tidak memuaskan Rudi hal ini
dapat Anda simak pada jawaban Pak Edo ketika di tanya Rudi tentang apakah gajinya juga
akan disesuaikan? dan Pak Edo hanya menjawab Gaji Pak Rudi akan dievaluasi kembali
secara reguler. Anda telah bekerja dengan baik, jelas itu, saya yakin Direktur akan
merekomendasi kenaikan gaji Anda. Jawaban ini jelas hanya retorika saja, karena tidak
memberikan kepastian apa-apa kepada Rudi.
Untuk jawaban nomor 2, secara umum tentunya perusahaan perlu meninjau kembali metode
penetapan keadilan internalnya dan dibuat formula penentuan upah individual sedemikian
rupa, sehingga akan nampak perbedaan gaji antar jabatan yang identik dalam satu organisasi
yang menunjukkan rasa keadilan.
Kasus 2: Untuk menjawab pertanyaan nomor 2 tersebut sedikit banyak tergantung pada
pemahaman kita terhadap komponen-komponen dari formula gaji dan kebijakan internal
perusahaan. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keputusan level upah yang
mempengaruhi perbedaan antara gaji untuk pekerjaan-pekerjaan yang berbeda pada
organisasi yang berbeda, antara lain sikap karyawan, pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi
atau perubahan persaingan. Singkat kata faktor-faktor, baik internal maupun eksternal akan
mempengaruhi gaji akhir yang dibayarkan kepada pekerjaan atau orang tertentu.
Secara lebih rinci untuk menjawab Kasus 1 dan 2, Anda dapat membaca kembali pada uraian
konsep dan pendekatan kompensasi di atas dan diskusikan dengan teman-teman anda.
Selamat Belajar..!
Salam Tutor Anda
Reference:
Anthony, W. P., Kackmar, K. M., dan Perrewe, P. L. (2002). Human Resource Management:
A Strategic Approach. Fourth Edition. Ohio: South-Western Thomson Learning.
Bernardin, H.J. dan Russel. J.E.A. (1998). Human Resource Management: An Experiential
Approach, 2nd Edition. Boston: McGraw-Hill Companies, Inc.
Byars, L.L. dan Rue, L. W. 1997, Human Resource Management. Fifth Edition. Chicago:
IRWIN.
Fisher, C.D., Schoenfeldt, L.F. dan Shaw, J.B. (1990). Human Resource Management.
Houghton Mifflin Company.
Gomez-Mejia, L.R, Balkin, D.B. dan Cardy, R.L. (2007). Managing Human Resource.
London: Prentice Hall International.
Iswanto, Yun. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka
Iswanto, Yun (2010). Analisis Kasus Bisnis Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta.
Ivancevich, J.M. 1992. Human Resource Management: Foundations of
Edition. Boston: Richard D Irwin, Inc.
Personal. 5th
Mondy, R. W., Noe, R. M., dan Premeaux, Sh. R. (1996). Human Resource Management.
Sixth Edition. New York: Prentice Hall. Inc
Mondy, R.W. (2008). Human Resource Management. Tenth Edition. New Jersey: Pearson
Education. Inc.
Noe, R.A., Hollenbeck, J.R., Gerhart, B. dan Wright, P.M. (2000). Human Resource
Management: Gaining a Competitive Advantage. 3rd Edition. Boston: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Ranupandojo, H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka.