Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KEBANKSENTRALAN

“KEBIJAKAN MAKROPRUDENSIAL DAN STABILITAS SISTEM KEUANGAN”

Dosen : Dahlia Bonang, M.Si

OLEH : VB EKONOMI SYARIAH

Disusun Oleh Kelompok 8:

Nisa Hidayatul Utami (170501067)

Mega Bunga Sari (170501047)

Wahyu Suryani (170501079)

EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa karena dengan rahmat,
karunia dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun maksud dan tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
mata kuliah kebanksentralan

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami menjumpai banyak hambatan, namun berkat
dukungan materi dari berbagai pihak, akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini

Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan
makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banya terimakasih dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Penyusun

Kelompok 8
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………..…………

DaftarIsi………………………………………...…………………………………..………..

BAB I

PENDAHULUAN………………………………..………………..…………………............

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………....


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………...……………………...
1. Bagaimana Konsep Kebijakan Makroprudensial
2. Bagaimana Konsep Stabilitas Sistem
Keuangan…………………………………………….
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………...
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………..…………………………….……….
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan……………………...…………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang


Krisis ekonomi yang sempat melanda masih menjadi bayang-bayang ketakutan bagi
sebagian negara karena mengganggu kestabilan perekonomian dibeberapa negara, dimana
perilaku para pelaku ekonomi sangat berpengaruh terhadap mekanisme perekonomian suatu
negara, khususnya dalam kegiatan perdagangan dan pada sektor keuangan.
Stabilitas ekonomi dan finansial merupakan main goal yang selalu ingin dicapai setiap
negara di dunia. Untuk mencapai perekonomian mungkin dapat dilakukan dengan berbagai
berbagai cara, namun hal tersulit adalah mempertahankannya. Sehingga, dewasa ini
pemerintah tiap negara tengah berusaha untuk membangun stabilitas dalam menekan
(mitigasi) risiko yang dapat berdampak sistemik. perekonomian kerap menyajikan masalah-
masalah yang sukar di pahami dan di alami, namun disisi lain setiap masalah yang muncul
selalu memiliki keunikan dari masalah-masalah sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan
berbagai jenis penelitian dikerahkan guna menjawab berbagai dinamika masalah ekonomi
tersebut.
Dinamika ekonomi domestik dan global mirip dengan maze (labirin) ekonomi, dimana
kita memiliki banyak jalan untuk mencapai tujuan yakni stabilitas di sektor keuangan dan riil,
dan kesejahteraan. Namun, pada umumnya dalam maze memiliki sejumlah jalan buntu. Hal
tersebut difilosofikan sebagai hambatan ketidakseimbangan perekonomian, yang
digambarkan dengan tidak efisien atau tidak bekerjanya suatu kebijakan, karena pasar telah
mengalami titik kelesuan. Hal yang wajar terjadi di dalam permainan maze pada umumnya
adalah kita sering pergi dan sampai pada tempat yang sama (berulang), sehingga krisis
ekonomi juga memiliki sifat tersebut yakni recurrence atau berulang-ulang, dimana krisis
tidak dapat dihilangkan atau dihindari namun hanya mampu diredam atau dijinakkan.
Makroprudensial merupakan kebijakan yang akhir-akhir ini mendapat sorotan dari
seluruh otoritas moneter di dunia, termasuk Indonesia. Makroprudensial memiliki peranan
dalam membangun stabilitas sistem keuangan suatu negara. Menurut Janet Yellen (Gubernur
Federal Reserve) dan Christine Legarde (Direktur IMF) dalam acara “Michel Camdessus
Central Banking Lecture on Financial Stability”, bahwa risiko stabilitas sistem keuangan
akibat kekhawatiran terjadinya bubble yang berasal dari kebijakan Quantitative Easy (QE)
dapat diatasi melalui kebijkaan makroprudensial. Makro-prudential regulation (MPR)
merupakan kata kunci baru dalam dunia reformasi regulasi, dengan tujuan untuk mengurangi
risiko dalam sistem keuangan secara keseluruhan (Gerard Lyopns: 2011). Sedangkan Bank
Indonesia mendefinisikan sebagai kebijakan utama yang ditetapkan dan dilaksanakan untuk
mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang
bagi sektor perekonomian, serta meningkatkan akses dan efisiensi sistem keuangan dalam
rangka menjaga stabilitas sistem keuangan serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas
sistem pembayaran. Beberapa negara di dunia telah menerapkan kebijakan makroprudensial
untuk membangun stabilitas keuangannya, seperti New Zealand.
Untuk memperoleh kebijakan yang efisien adalah dengan melakukan koordinasi
kebijakan (termasuk koordinasi internasional), dan melakukan combine atau
mengkombinasikan berbagai kebijakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kematangan strategi dan menejemen risiko juga dibutuhkan guna memitigasi risiko
kepanikan dan sebagainya dalam maze ekonomi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep Kebijakan Makroprudensial
2. Bagaimana konsep stabilitas sistem keuangan

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep Kebijakan Makroprudensial
2. Mengetahui konsep stabilitas sistem keuangan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Kebijakan Makroprudensial


A. Pengertian Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk
mencegah dan mengurangi risiko sistematik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan
berkualitas, meningkatkan efisiensi Sistem Keuangan, akses keuangan dan UMKM (usaha mikro
kecil menengah) dalam mendorong terpeliharanya SSK (stabilitas sistem keuangan), serta
mendukung stabilitas moneter dan stablitas sistem pembayaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan makroprudensial dalam beberapa versi dapat
disimpulkan bahwa kebijakan makroprudensial adalah suatu kebijakan yang ditetapkan oleh
Bank Sentral sebagai lembaga tertinggi keuangan negara untuk meningkatkan perekonomian
Indonesia serta menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat meminimalkan risiko yang
dapat terjadi.1
Tujuan kebijakan Makroprudensial:
1) Mencegah dan mengurangi risiko sistematik
2) Mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas
3) Meningkatkan efisiensi sistem keuangan, akses keuangan dan UMKM

B. Instrumen Kebijakan Makroprudensial

Dalam setiap kebijakan tentu ada sejumlah instrumen yang dapat digunakan. Paling tidak ada
10 instrumen yang dapat dipilih bank sentral (Lim et al., 2011). Ke-10 instrumen itu terbagi
dalam tiga kelompok besar.

1) Pertama, instrumen yang berkaitan dengan kredit (credit-related). Instrumen ini


umumnya bertujuan mengendalikan atau membatasi pertumbuhan kredit yang
berlebihan, khususnya kredit properti. Merujuk banyak penelitian, kredit ini
merupakan sumber timbulnya krisis keuangan.

1
Seli Ika Setia Tantri, “Kebijakan Makroprudensial dalam Stabilitas Sistem Keuangan”, diakses dari
moneterunej.blogspot.com/2016/06/kebijakan-makroprudensial-dalam_10.html, pada tanggal 17 November 2019 pukul 10.15.
Jenis instrumennya mencakup empat instrumen. Terdiri dari rasio loan to value (LTV),
yaitu istrumen yang membatasi kapasitas debitur dalam mengambil kredit yang
didasarkan atas nilai agunan.  Rasio debt to income (DTI) yaitu instrumen yang
membatasi kapasitas debitur mengambil kredit yang didasarkan pada penghasilan
debitur. Pembatasan (capping) kredit dalam valuta asing, yaitu instrumen yang
membatasi jumlah kredit valas yang dapat diberikan bank ke debitur. Pembatasan
kredit pada sektor tertentu atau pertumbuhan kredit agregat, yaitu instrumen yang
membatasi eksposur kredit bank pada sektor tertentu atau pertumbuhan kredit secara
agregat.

2) Kedua, instrumen yang berkaitan dengan likuiditas (liquidity-related). Instrumen ini


lebih banyak berkaitan dengan pengaturan likuiditas bank. Adapun jenis
instrumennya mencakup tiga instrumen, terdiri dari limit posisi devisa netto (PDN),
yaitu instrumen yang membatasi posisi valas bank secara netto baik di neraca maupun
di rekening administratif; limit pada ketidaksesuaian jatuh tempo antara sumber
dengan penanaman dana (maturity mismatch) yaitu instrumen yang membatasi
ketidakseimbangan  jangka waktu antara sumber dana dengan penempatan dana; dan
giro wajib minimum (GWM) yaitu jumlah dana bank yang harus disimpan di bank
sentral dengan besaran tertentu yang diatur sedemikian rupa sehingga ketika dalam
kondisi likuiditas ketat, GWM dilonggarkan. Sebaliknya dalam kondisi likuiditas
melimpah, GWM diketatkan.
3) Ketiga, instrumen yang berkaitan dengan permodalan (capital-related). Instrumen ini
umumnya bertujuan untuk membentuk bantalan (buffer) atau tambahan modal yang
dilakukan pada kondisi ekonomi meningkat (boom) yang nantinya dapat digunakan
pada kondisi ekonomi yang menurun (bust). Jenis instrumen ini terdiri dari tiga
instrumen yaitu countercyclical capital buffer (CCB), yaitu jumlah modal yang harus
dicadangkan yang waktu dan besar pencadangannya ditentukan dari pertumbuhan
kredit; provisi yang dinamis (dynamic provisioning) yaitu instrumen berupa
pencadangan kredit yang besarannya ditentukan dari pertumbuhan kredit; dan
restriksi pembagian laba yaitu instrumen yang bertujuan membatasi pembagian laba
sehingga ada sebagian laba berfungsi sebagai tambahan modal.2

C. Perkembangan Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial dalam perkembangannya telah dan mulai banyak di-adope


oleh beberapa negara, baik negara maju maupun emerging market. Amerika Latin (Brazil)
dan Korea merupakan potret kecil dari negara-negara yang menggunakan kebijakan
makroprudensial. Juan Ruiz, et al menyatakan bahwa negara-negara utama di Amerika Latin
seperti Brazil, merupakan negara yang menggunakan kebijakan makroprudensial dengan
tujuan untuk mengelola risiko makro ekonomi dan finansial seperti nilai tukar dan capital
inflow. Kebijakan makroprudensial kemudian diikuti oleh Argentina, yang juga telah
menetapkan dan menyoroti penggunaan persyaratan cadangan. Argentina juga sedang
mengambil beberapa langkah untuk mengimplementasikan Basel III yang akan memberntuk
kebijakan makroprudensial masa depan, khususnya yang berhubungan dengan kebutuhan
modal.
Fokus dari kebijakan makroprudensial mengenai tiga hal pokok yakni menjaga sirkulasi
arus modal, pengawasan pada kredit macet dan persyaratan likuiditas. Ketiga fokus
pengawasan tersebut juga telah diadopsi di negara-negara Andean, seperti Boluvia,
Kolombia, Ekuador, dan Peru. Meskipun terdapat perbedaan yang signifikan antar negara
tersebut, wilayah Andean relatif menunjukkan perkembangan yang baik dalam pelaksanaan
peraturan makroprudensial. Sedangkan In huh, dkk (2013) menyatakan bahwa peraturan
makroprudensial di negaranya (Korea) pada tahun 2000-an tidak berdampak pada investasi
obligasi, namun mempengaruhi struktur liabilitas bank asing. Pengetatan pajak atas investasi
asing tidak banyak berpengaruh kecuali pajak dengan tenor pendek.
Retribusi makroprudensial ditujukan untuk meringankan masalah-masalah liabilitas luar
negeri jangka pendek, yang diklaim sebagai kelemahan ekonomi Korea selama krisis
keuangan global. Masalah makro ekonomi yang cukup kompleks tidak dapat dikendalikan
hanya dengan kebijakan moneter tradisional ataupun fiskal. Dalam kondisi tersebut
dibutuhkan sebuah stimulus baru yang dapat di-combine atau disatukan dengan kebijakan
2
Ardhienus, “ mengenal instrumen kebijakan makroprudensial”, diakses dari https://m.kontan.co.id/news_analisis/mengenal-
instrumen-makroprudensial-1?page=1, pada tanggal 17 November 2019 pukul 10.25.
yang tersedia. Penguatan dari berbagai sektor (makro, finansial, dan sistem stabilitas)
menjadi main goal dari keseluruhan kebijakan ekonomi di setiap negara.
Mengapa ketahanan dan stabilitas ekonomi sangat penting, khususnya sistem yang
mengaturnya? Karena, tidak selalu ekspektasi mengenai prospek perekonomian akan berjalan
sesuai dengan harapan. Permasalah terbesar dalam perekonomian modern adalah kepanikan
pasar. Jika, perekonomian mulai terserang rumor negatif yang meskipun relatif kecil,
dampaknya dapat menyebar dengan cepat dan menyebabkan gejolak yang luar biasa.
Sehingga, sistem yang mampu mengendalikan iklim perekonomian (khususnya mampu
mempertahankan kepercayaan pasar) menjadi sistem yang selalu diandalkan dan terus
dikembangkan.
Dewasa ini, perdagangan dan sistem perekonomian mulai terbuka lebar, artinya lalu lintas
perdagangan baik barang, arus modal, teknologi, maupun culture akan meciptakan dinamika-
dinamika ekonomi yang menuntut adanya kekebalan atas sistem perekonomian.3

2. Konsep Stabilitas Sistem Keuangan


Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi
dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi, atau bisa juga diartikan dengan terhindarnya suatu
negara dari krisis moneter atau keuangan. Sistem keuangan yang stabil adalah sistem
keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap
mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko
secara baik. kestabilan keuangan keadaan yang stabil atau seimbang yang dapat
mengidentifikasi risiko-risiko keuangan dan membuat sektor keuangan dan ekonomi
berjalan semestinya
Pentingnya stabilitas system keuangan ini berpengaruh langsung terhadap
stabilitas makro dalam sebuah sistem perekonomian dan begitu juga sebaliknya. Ketika
stabilitas makro bergejolak, stabilitas keuangan juga akan menerima dampaknya. Kondisi
makro ekonomi seperti stabilnya daya beli masyarakat, kuatnya permintaan domestik,

3
Sistem informasi, “ Kebijakan Makroprudensial”, diakses dari
https://www.academia.edu/22501980/Kebijakan_makroprudensial, pada tanggal 17 November 2019 pukul 10.50.
serta stabilnya nilai tukar rupiah bisa membawa pengaruh positif bagi kestabilan sistem
keuangan.
Ada beberapa alasan mengapa stabilitas system keuangan sangatlah penting
dalam sistem perekonomian.
a. sistem keuangan yang stabil akan dapat membentuk pasar yang sehat, terkontrol
dan alokasi dari berbagai sumber daya yang ada dapat dikondisikan secara
optimal.
b. sistem keuangan yang stabil akan memiliki dampak langsung pada kesehatan
dunia perbankan, dengan sistem keuangan yang stabil dunia perbankan dapat
menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat secara
maksimal, tentu hal ini juga akan mempengaruhi sektor riil.
c. dengan stabilnya sistem keuangan tentu akan mempengaruhi perputaran jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Hal ini karena sistem keuangan berjalan dengan
baik, sehingga inflasi-pun dapat dikendalikan.
d. biaya dari instabilitas sistem keuangan dapat ditekan karena pengaruh dari
instabilitas tersebut menyerang langsung sektor keuangan yang mempunyai biaya
restrukturisasi yang tidak murah, seperti sektor perbankan.
e. Instabilitas sistem keuangan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
terjadinya krisis moneter, sehingga diperlukan upaya yang maksimal dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan.

stabilitas sistem keuangan memang sangat diperlukan seiring berjalannya


dinamika global, terbukti dari pelajaran berharga yang telah indonesia rasakan yaitu krisis
moneter yang terjadi pada priode 1997-1998, yang membuat kita tidak boleh lengah pada
dinamika tekanan global ini, untuk itu stabilitas sistem keuangan sangatlah penting bagi
sistem perekonomian indonesia karena pengaruhnya pada kestabilan sistem moneter serta
sektor perbankan. pentingnya stabilitas sistem keuangan berdampak langsung pada
kesehatan dunia perbankan, dengan keseimbangan sistem keuangan maka dunia
perbankan dapat menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, dan juga tidak kita lupa bahwa SSK atau sistem keuangan indonesia akan
membentuk pasar yang sehat, terkontrol dan alokasi dari berbagai sumber daya dapat
dikondisikan secara optimal.
Untuk itu penerapannya stabilitas sistem keuangan tidak bisa berjalan dengan
sendirinya dan juga tidak lepas dari pihak-pihak yang bertanggung jawab dengan
jalannya stabilitas sistem keuangan tersebut, maka dari itu diperlukannya pihak-pihak
yang bertanggung jawab agar sisem keuangan berjalan semestinya, pihak- pihak yang
bertanggung jawab dan terlibat didalamnya yaitu:

a. otoritas keuangan (pemerintah, bank sentral, lembaga penjamin simpanan, dll)


b. pelaku keuangan (bank, pasar modal, lembaga keuangan non bank)
c. publik, khususnya pengguna jasa keuangan

Patut diketahui Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem
pembayaran. Tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun
juga stabilitas sistem keuangan. Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa
diikuti oleh stabilitas sistem keuangan. Bila tidak seiring sejalan maka tidak akan banyak
artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

Ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan kedua stabilitas ini yaitu
stabilitas moneter dan stabilitas keuangan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang
signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan
merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter.

Bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter


tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara
fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya
fungsi sistem keuangan.  Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan
moneter.

 Untuk mencapai kondisi sektor  keuangan  yang  stabil  paling  tidak  diperlukan


beberapa prasyarat berikut:

1) Lembaga Keuangan yang Sehat

Lembaga-Iembaga keuangan yang berkiprah dalam sistem keuangan berada dalam


kondisi sehat dan stabil, dalam pengertian bahwa lembaga-lembaga tersebut diyakini
dapat memenuhi eluruh kewajibannya tanpa  dukungan /  bantuan  pihak  luar 
2) Pasar Keuangan yang Stabil

Peran penting dalam sistem keuangan dituntut untuk senantiasa stabil, yaitu sehat,
transparan, dan dikelola dengan baik.  Kondisi pasar keuangan yang demikian dapat
membangun dengan baik, Kondisi pasar keuangan yang demikian dapat membangun
keyakinan para pelaku pasar untuk bertransasksi secara  aktif,  mendorong
terbentuknya  tingkat  harga  pasar yang wajar, yaitu yang mencerminkan  kekuatan 
fundamental,  serta  memungkinkan  para  pelaku  pasar mengukur  dan  mengelola 
resiko-resiko  pasar  atas  dasar  informasi-informasi  yang tersedia.

3)  Lembaga Pengaturan dan Pengawasan yang Kompeten

Lembaga-lembaga  penyangga  yang berwenang melakukan  fungsi pengaturan  dan


pengawasan  sektor  keuangan,  moneter  dan  fiskal  mampu  memformulasikan  dan
menerapkan kebijakan

Anda mungkin juga menyukai