Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Ekonomi Pembangunan

Volume 11, Nomor 1, Juni 2010, hlm.58-68

PERANAN VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP INFLASI


PASCAPENERAPAN INFLATION TARGETING FRAMEWORK (ITF)
DI INDONESIA TAHUN 1999.1-2008.6

Joko Waluyo 1 dan Ria Ulfah 2


1 Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan SWK 104 Lingkar Utara Condongcatur 55283 Telepon: +62-274-487274
2 Bank Rakyat Indonesia Sangatta Kalimantan

E-mail: mrwaluyo@upnyk.ac.id

Diterima 8 November 2009 / Disetujui 3 April 2010

Abstract: The objective of this research is to analyze the effect of macroeconomics variable,
which is real exchange rate, SBI, M1 and GDP to domestic inflation in Inflation Targeting
Framework. This research also intended to analyze effect of macroeconomics to inflation,
which been transmitted through interest rate and will give us a big picture on what’s the next
monetary policies. We used monthly time series data 1999:01–2008:06 and applied Vector Er-
ror Correction Model to analyze the phenomenon. Real exchange rate, SBI (quarterly), M1
and GDP have positive effect to the inflation, but only real exchange rate and SBI (quarterly)
which has permanent and long term effect. The real exchange rate has strong effect on infla-
tion stability because, by applying ITF. The free-floating exchange rate system should be ap-
plied, and the fragile currency shall be easily fluctuated.
Keywords: inflation targeting framework, real exchange rate, GDP, money supply, vector
error correction model

Abstrak: Tujuan penelitian ini menganalisis pengaruh variabel makroekonomi seperti nilai
tukar riil, SBI, M1 dan PDB terhadap inflasi domestik dalam penerapan Inflation Targeting
Framework. Penelitian ini juga bertujuan menganalisis pengaruh ekonomi makro terhadap
inflasi yang ditransmisikan melalui suku bunga dan akan memberikan kita gambaran besar
kebijakan moneter berikutnya. Data penelitian ini berupa data time series bulanan selama
1999:01-2008:06 yang dipakai dalam Model Vector Error Correction untuk menganalisis
fenomena yang tersebut. Nilai tukar riil, SBI triwulanan, M1, dan PDB berpengaruh positif
terhadap inflasi. Nilai tukar riil dan SBI triwulan memiliki efek jangka panjang yang perma-
nen. Nilai tukar riil memiliki pengaruh kuat terhadap stabilitas inflasi setelah diterapkan ITF.
Sistem nilai tukar mengambang bebas seharusnya diterapkan dan mata uang lemah akan ber-
fluktuasi dengan mudah.
Kata kunci: inflation targeting framework, nilai tukar riil, GDP, penawaran uang, model
vector error correction

PENDAHULUAN dilakukan oleh suatu negara, maka semakin


besar pula aliran dana luar negeri yang masuk
(capital inflow) dan keluar dari negara yang ber-
Keterbukaan ekonomi suatu negara akan mem-
sangkutan (capital outflow). Aliran dana luar
bawa konsekuensi pada perencanaan dan pe-
negeri tersebut selanjutnya akan mempenga-
laksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk
ruhi jumlah uang beredar, suku bunga, dan
kebijakan moneter. Semakin besar transaksi
nilai tukar dalam perekonomian. Pada akhirnya
perdagangan dan keuangan internasional yang
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
dan inflasi. Mekanisme dan besarnya pengaruh pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu
aliran dana luar negeri tersebut akan dipenga- framework baru yang sesuai dengan prinsip-
ruhi oleh sistem nilai tukar dan sistem devisa prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
yang dianut negara yang bersangkutan. Pascapenerapan inflation targeting di Indo-
Liberalisasi di sektor keuangan menyebab- nesia, kestabilan harga mengalami fluktuasi
kan meningkatnya aliran dana dari luar negeri, karena meningkatnya unsur ketidakpastian,
khususnya pinjaman untuk swasta. Hal ini sehingga nilai tukar mengalami depresiasi.
didukung juga oleh gelombang globalisasi di Pada tahun 2000 sampai dengan 2001 inflasi
berbagai sektor perekonomian dan juga me- sebesar 9,35 persen dan 12,55 persen, dikarena-
manfaatkan periode boom dalam perekonomian kan adanya shock pada harga bahan pangan
domestik saat itu. Aliran dana luar negeri terse- atau bahan pokok, adanya peningkatan harga-
but pada umumnya berupa pinjaman luar nege- harga yang ditetapkan oleh pemerintah (admin-
ri swasta, berjangka pendek, tidak memperhi- istered price) seperti harga BBM, tarif listrik, dan
tungkan risiko perubahan nilai tukar, dan tarif angkutan. Pada tahun 2005 kenaikan harga
untuk membiayai proyek swasta yang berjang- minyak mentah dunia menyebabkan pemerin-
ka panjang dan tidak menghasilkan devisa. tah menaikkan harga BBM, dan meningkatnya
Bank Indonesia menaikkan suku bunga dalam inflasi sebesar 17,11 persen dan mengalami
negeri untuk menyerap kelebihan likuiditas penurunan pada tahun 2008 menjadi sebesar
perekonomian. Kenaikan suku bunga dalam 11,06 persen. Pascapenerapan inflation targeting
negeri meningkatkan aliran dana dari luar nilai tukar riil sering mengalami fluktuasi hal
negeri, khususnya dalam bentuk surat berharga ini dikarenakan sistem nilai tukar yang dipakai
dalam jangka pendek. Hal ini berdampak pada adalah nilai tukar mengambang bebas.
meningkatnya jumlah pinjaman luar negeri Penetapan inflasi sebagai sasaran akhir,
swasta dalam berbagai bentuk dan jangka akan memberikan konsekuensi terhadap pada
waktunya semakin membesar. Kondisi ini ekspektasi inflasi dan kredibilitas kebijakan
diperburuk dengan banyaknya proyek swasta moneter. Hal ini, berarti kerangka kebijakan
yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri tidak moneter dengan sasaran tunggal inflasi harus
dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip pe- dapat diketahui dan dimengerti dengan baik
ngelolaan usaha yang sehat (good corporate oleh setiap pelaku pasar. Selain itu, penetapan
governance), sehingga menjadi penyebab utama sasaran tunggal inflasi dalam kebijakan mone-
dari krisis sejak tahun 1997 (Bank Indonesia, ter oleh bank sentral, tidak dapat dilakukan
2004). secara reaktif tetapi harus lebih melihat be-
Setelah krisis moneter di tahun 1997, kebi- berapa periode ke depan (forward looking) de-
jakan moneter mengalami perubahan. Berdasar- ngan mempertimbangkan efek tunda (lag) dari
kan Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang kebijakan moneter dan memerhatikan secara
Bank Indonesia, yang telah diamandemen men- seksama proyeksi (outlook) laju inflasi jangka
jadi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 teruta- menengah dan panjang. Keberadaan efek tunda
ma pasal 7: Bank Indonesia mempunyai tujuan dalam kebijakan moneter, mendorong perlunya
yang lebih terfokus yaitu mencapai dan meme- untuk memahami mekanisme transmisi (jalur
lihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai transmisi) kebijakan moneter (Maski, 2007).
rupiah, dalam arti terkendalinya laju inflasi dan Inflation targeting framework merupakan
stabilnya nilai tukar rupiah. Hasil studi Bank kerangka kebijakan moneter dengan mengu-
Indonesia menyimpulkan bahwa: akibat ada- mumkan pada publik mengenai seberapa besar
nya perubahan struktural, peran suku bunga target inflasi yang ingin dicapai. Berdasarkan
menjadi lebih penting (dibandingkan dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah
jumlah uang beredar) dalam mempengaruhi dalam penelitian adalah Bagaimana pengaruh
inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan antara nilai tukar, suku bunga SBI, jumlah uang
ulang dan perubahan formulasi kerangka kerja beredar, dan Produk Domestik Bruto (PDB)
kebijakan moneter (monetary policy framework) terhadap inflasi yang ditransmisikan melalui
Bank Indonesia. Dari pendekatan yang sifatnya jalur tingkat bunga? Penelitian ini bertujuan

Peranan Variabel Ekonomi Makro (Joko Waluyo dan Ria Ulfah) 59


untuk menganalisis pengaruh antara nilai tu- respons kebijakan yang diambil. Apabila target
kar, Suku Bunga SBI, Jumlah Uang Beredar tersebut kredibel, ia juga dapat berfungsi
serta PDB terhadap inflasi melalui jalur tingkat sebagai nominal anchor dalam pembentukan
bunga. ekpektasi para agen ekonomi. Pilihan target
Inflation Targeting Framework. ITF adalah yang diambil oleh suatu bank sentral merupa-
sebuah kerangka kebijakan moneter yang di- kan dasar bagi perumusan kebijakan moneter
tandai dengan pengumuman kepada publik bank sentral yang bersangkutan. Pilihan terse-
mengenai target inflasi yng hendak dicapai but tentu saja bersifat country specific karena
dalam beberapa periode ke depan. Secara eks- tergantung pada sejarah pembentukan inflasi
plisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah negara tersebut, tingkat kedalaman pasar finan-
dan stabil merupakan tujuan utama dari cial, dan aspek-aspek kelembagaan yang lain.
kebijakan moneter. Sejak berlakunya UU No.23 Meskipun demikian, terdapat satu prinsip yang
tahun 1999 Indonesia sebenarnya dapat dikate- harus diperhatikan dalam penentuan target ini,
gorikan “Inflation Targeting lite countries”. Sejak yaitu bahwa efektivitas suatu variabel yang
dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia dipilih sebagai target akhir kebijakan moneter
mentargetkan base money (base money targeting) akan sangat tergantung terutama pada ketia-
dalam kerangka kebijakan moneternya. Kerang- daan variabel lain sebagai target. Dengan kata
ka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank lain, nominal anchor yang dipilih harus ber-
Indonesia untuk menyerap kembali kelebihan jumlah satu (Mishkin, 2003). Hal ini dideskrip-
likuiditas di perbankan sebagai dampak dari sikan dengan “effectiveness of the anchor chosen
adanya bantuan likuiditas Bank Indonesia se- will rely among other things, on renounchingall
bagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia seba- other anchors.”
gai lender of the last resort. Komunikasi Bank Sentral dengan Masya-
Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 ten- rakat. Bank Sentral menyampaikan peramalan
tang Bank Indonesia, Sasaran inflasi ditetapkan tingkat inflasi yang ingin dicapai serta strategi
oleh pemerintah setelah berkoordinasi dengan apa saja yang ditempuh pada masyarakat.
Bank Indonesia, dalam hal ini berkurangnya Masyarakat juga dapat melihat dari laporan
independensi Bank Indonesia dalam menetap- inflasi di tiap periode dan dapat mengetahui
kan sasaran inflasi (goal independent), sementara juga faktor-faktor apa saja yang menjadi bahan
independensi Bank Indonesia dalam merumus- pertimbangan para pembuat kebijakan dalam
kan dan melaksanakan kebijakan moneter (in- penargetan tingkat inflasi. Dibutuhkan
strument independent) tetap dipertahankan. Di informasi yang berkelanjutan pada laporan
sisi lain perubahan ini akan mempererat koor- inflasi di tiap periode, antara lain:
dinasi kebijakan moneter Bank Indonesia de- (1) Bank Sentral tetap mengumumkan perkem-
ngan kebijakan fiskal Pemerintah yang telah bangan perekonomian serta juga kebijakan apa
terjalin selama ini. Perubahan ini akan semakin yang diambil dan hal-hal apa saja yang dilaku-
meningkatkan komitmen dan dukungan peme- kan dalam mengantisipasi shock dari tekanan
rintah dalam pencapaian sasaran inflasi yang inflasi di periode sebelumnya.
harus dicapai Bank Indonesia, perubahan ini (2) Bank Sentral menjelaskan kebijakan yang
juga akan semakin meningkatkan sinergi antara ambil, tetapi tidak menjelaskan hal-hal yang
kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan dilakukan dalam mengantisipasi dari shock
ekonomi lainnya seperti penciptaan lapangan inflasi yang akan terjadi di periode selanjutnya.
kerja. (3) Peramalan inflasi di masa yang akan datang,
Pemilihan target akhir kebijakan moneter perubahan kebijakan, dan pengumuman adalah
menjadi penting. Secara internal, target yang cara untuk saling mengkomunikasikan serta
dipilih tersebut akan menentukan respons ke- menyampaikan pada masyarakat (BulíĢ dkk,
bijakan moneter pada saat dihadapkan pada 2008).
suatu kondisi perekonomian tertentu. Secara Cara masyarakat memantau komunikasi
eksternal, target tersebut berfungsi sebagai alat dari Bank Sentral dapat ditunjukkan pada
komunikasi kepada publik dalam menjalankan Gambar 1 yang disebut dengan reading tea leaves;

60 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 58-68


mengenai peramalan dari penuranan tingkat kebijakan, tidak terjadi shock, dan prediksi dari
inflasi, perubahan kebijakan, dan pengumuman inflasi di periode yang lalu tidak ada masalah.
pada publik. Pertama, penjelasan mengenai Kedua, para pembuat kebijakan dapat me-
peramalan target inflasi yang ingin dicapai mutuskan kebijakan baru walaupun peramalan
(Gambar A) dan para pembuat kebijakan tidak tingkat inflasi tidak jauh dengan tingkat inflasi
merubah kebijakan (Gambar A1). Target inflasi yang ingin capai (Gambar A2), indikasi adanya
yang ingin dicapai (Gambar A1a) atau tidak faktor-faktor outside inflasi pada model pera-
mengharapkan pencapaian tingkat inflasi. Pada malan atau perbedaan seberapa dekat antara
Gambar A1 digambarkan pada situasi; pada saat factors outside inflation pada model peramalan
kondisi perekonomian dalam keseimbangan, inflasi. Dengan kata lain, para pembuat kebijak-
tidak signifikan terhadap faktor-faktor inflasi, an menambahkan peramalan-peramalan lain
Bank Sentral tidak melakukan perubahan yang masih menyangkut dan mempengaruhi

Apakah prediksi ramalan


YA (A) TDK (B)
inflasi dekat dengan target

Apakah tingkat kebijakan Apakah tingkat kebijakan terbuka


terbuka merupakan target inflasi merupakan target inflasi

No Ya Tdk (B1) Ya (B2)


(A1) (A2)

Apakah target
Apakah target dianggap Apakah Apakah
dianggap
sesuai dengan tindakan taksiran taksiran
sesuai dengan
yang diharapkan verbal verbal
tindakan yang
diharapkan

YA (A1a) NO (a1b) NO (A22)


[tidakan [Tidakan [Pesan
yang di- yang tidak membi- YA (B1a) NO (B1b) No (B22)
harapkan] diharap- ngung- [tidakan tindakan [pesan
kan] kan] diharap- tidak di- membosan-
kan] harapkan kan]

YA (A21) YA (B21)

(A21a) (A21b) (B21a) (B21b)


[prediksi [komunikasi [prediksi [komunikasi
komunikasi diprediksi tidak komunikasi diprediksi tidak
gagal} gagal] tidak gagal} gagal]

Sumber; Aleš BulíĢ et.al , Inflation Targeting and Comunication, 2008

Gambar 1. Komunikasi Bank Sentral dengan Masyarakat

Peranan Variabel Ekonomi Makro (Joko Waluyo dan Ria Ulfah) 61


inflasi dalam pengambilan keputusan. Para variabel uang dan nilai tukar nominal terhadap
pembuat kebijakan dapat melakukan hal terse- inflas. Bank Sentral Sudan mencari kebijakan
but karena meraka memiliki informasi yang yang tepat untuk menjaga kestabilan inflasi.
luas sehingga dapat mengevaluasi suatu kepu- Estimasi hubungan inflasi, penawaran uang,
tusan, oleh karena itu dari evaluasi tersebut nilai tukar nominal dapat membantu Bank
sehingga laporan inflasi dapat lebih mudah di- Sentral Sudan dalam menyusun dan pelaksa-
pahami dan masyakarat dapat mempelajari dari naan kerangka dasar kebijakan moneter dalam
pengumuman hasil laporan inflasi yang disam- teori ekonomi dan hasil secara empiris diban-
paikan oleh Bank Sentral untuk mengetahui dingkan kerangka the current vague.
faktor-faktor tambahan yang mempengaruhi Banjarnahor (2008), Dengan studi kasus
inflasi dan juga melihat apakah penyampaian Indonesia tahun 1999.1-2000.1 dengan menggu-
tersebut sudah cocok untuk factors inflation ter- nakan alat analisis VAR. Dalam penelitian sebe-
hadap implikasi peramalan tingkat inflasi yang lumnya analisis mengenai peranan suku bunga
telah dievalausi oleh para pembuat kebijakan SBI dalam mentransmisikan kebijakan moneter.
(Gambar A21a). Inflation out turn adalah prediksi Dari penelitian terdahulu ditemukan dalam
yang tepat (tidak ada kejutan pada Gambar jangka. Dampak kejutan perubahan suku bunga
A21b) atau unexpected shock (adanya kejutan SBI terhadap fluktuasi perubahan suku bunga
pada gambar). Gambar A21a memberikan pema- deposito dalam jangka panjang semakin menu-
haman lain mengenai communication outturn, run namun tetap memberikan pengaruh yang
dan ada faktor terkejutan dari masyarakat pada besar. Sementara itu, pengaruh kejutan peru-
Gambar A21b. bahan suku bunga SBI terhadap variasi peru-
Ketiga, adanya ketidaktetapan sinyal keti- bahan persentase nilai tukar, perubahan per-
ka prediksi target inflasi sedang berjalan, kebi- sentase jumlah uang beredar, perubahan per-
jakan moneter terjadi peningkatan atau penu- sentase nilai PDB, dan perubahan persentase
runan, sementara pengumanan mengindi- nilai IHK secara umum mengalami peningkat-
kasikan menaikan atau menurunkan faktor- an selama periode pengamatan. Sementara itu,
faktor inflasi (Gambar A22). Masyarakat tidak variasi perubahan persentase nilai PDB sangat
dapat meluruskan dari ketiga ketidaktetepan kecil dijelaskan oleh kejutan perubahan suku
komunikasi (peramalan, kebijakan, dan pengu- bunga SBI, baik pada jangka pendek maupun
muman) dan jika di akhir periode prediksi pada jangka panjang.
target inflasi telah ada hasilnya (tingkat inflasi Kharie (2006), menganalisis pola arah dan
yang tealah dicapai) dan masyarakat dapat sifat dinamika hubungan kausal antara varia-
mengetahui hasil akhir dari tingkat inflasi yang bel-variabel moneter utama dan output untuk
telah dicapai. Masyarakat memahami keputus- kasus Indonesia di bawah sistem nilai tukar
an dan “tidak terkejut” dengan terjadinya infla- mengambang dan mengambang terkendali.
tion outturn (Gambar B1a dan B21a), memahami Studi kasus Indonesia antara tahun 2004.10-
keputusan dengan “terkejut” (Gambar B1b dan 2006.12. Dari penelitian terdahulu disimpulkan
B21b), atau membingungkan (Gambar B22). bahwa: (i) peningkatan suku bunga riil instru-
Tinjauan Penelitian Terdahulu. Moriyama men kebijakan yang diikuti dengan peningkat-
(2008) meneliti dinamika inflasi dengan tiga an suku bunga dana perbankan dapat menekan
pendekatan yang berbeda, yaitu: the single tingkat inflasi dan/atau harga-harga domestik
eqution model, the structural vector-auto regression, terutama melalui penurunan preferensi publik
dan vector error correction model. Studi kasus terhadap uang kartal dan penguatan nilai tukar
Sudan. Determinasi inflasi di Sudan, khususnya mata uang domestik; (ii) peningkatan jumlah
pada besarnya pengaruh pertumbuhan pena- uang beredar riil yang dapat diantisipasi dapat
waran uang dan tingkat nilai tukar nominal meningkatkan harga-harga dan/atau tingkat
terhadap inflasi. Dari estimasi regresi elastisitas inflasi domestik yang konsisten dengan hipote-
inflasi terhadap pertumbuhan jumlah uang sis Barro atau the neutrality hypothesis; (iii) de-
beredar dan apresiasi nilai tukar nominal, presiasi mata uang domestik dapat meningkat-
dimana adanya perubahan yang besar di kan harga-harga dan/atau tingkat inflasi do-

62 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 58-68


mestik, baik secara langsung (direct exchange rate n n

pass-throught) akibat peningkatan harga barang ¦ LNRERt  j  ¦ LNPDBt  j  U t 4


konsumsi impor, maupun tidak langsung (indi-
j I j I
(4)
n n n
rect exchange rate pass-throught) akibat pening-
katan harga faktor produksi impor; (iv) dalam
LNPDB ¦ LNPDB
j I
t j  ¦ LNIFt  j  ¦ SBI t  j 
j I j I
kondisi tingkat pertumbuhan ekonomi yang n n
masih relatif rendah, peningkatan output riil ¦ LRER1 t j  ¦ LNM 1t  j  U t 5
dapat mempersempit output gap, sehingga da- j I j I
(5)
pat menekan tingkat inflasi domestik.
Dari aspek stabilitas internal rupiah (pe- dimana: IF adalah inflasi, ER adalah nilai tukar
ngendalian tingkat inflasi), kebijakan moneter riil, SBI adalah suku bunga sertifikat Bank
yang berpendekatan harga di bawah sistem Indonesia (3 bulan), M1 adalah JUB (uang kar-
nilai tukar mengambang dapat berpengaruh tal dan uang giral ), PDB adalah produk do-
efektif terhadap tingkat inflasi domestik. Hal ini mestik bruto, Ut adalah residual. Data yang
terutama disebabkan oleh respon positif yang digunakan pada penelitian ini adalah data
signifikan dari harga-harga terhadap perubah- bulanan dari tahun 1999 bulan Januari 1 sampai
an nilai tukar riil rupiah di bawah sistem nilai dengan 2008 Bulan 6 Data-data pada penelitian
tukar mengambang. ini bersumber dari Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia (SEKI)-Bank Indonesia,
METODE PENELITIAN Statistik Indonesia-Badan Pusat Statistik dan
International Finance Statistics (IFS)-IMF.
Teknik estimasi yang digunakan dalam
Model Penelitian penelitian ini adalah teknik Vector Error Correc-
Model penelitian yang dikembangkan diadopsi tion Model (VECM), yang mensyaratkan data
dari Banjarnahor, 2008 dengan menggunakan stasioner pada first diference untuk selanjutnya
alat analisis vector error correction model (VECM). dilakukan uji kointegrasi dan pada akhirnya
Untuk menguji dan menganalisis pengaruh akan diestimasi. Model VECM digunakan
nilai tukar, suku bunga SBI, jumlah uang dalam model VAR non struktural apabila data
beredar, dan PDB terhadap inflasi pascapene- time series tidak stasioner pada level, tetapi sta-
rapan ITF di Indonesia, digunakan model seba- sioner pada data deferensi dan terkointegrasi
gai berikut: sehingga menunjukkan adanya hubungan teo-
n n n ritis antarvariabel. Adanya kointegrasi VECM
LNIF ¦ LNIF
j I
t i  ¦ SBI t  j  ¦ LNRERt  j 
j I j I
yang merupakan model VAR non struktural ini
disebut moel VAR yang teristriksi. Spesifikasi
n n
VECM merestriksi hubungan perilaku jangka
¦ LNM 1
j I
t j  ¦ LNPDBt  j  U t1
j I
(1)
panjang antara variabel yang ada agar konver-
n n n gen ke dalam hubungan kointegrasi namun
LSBI ¦ SBI t j  ¦ LNIFt  j  ¦ LNRERt  j  tetap membiarkan perubahan-perubahan di-
j I j I j I namis di dalam jangka pendek. Termilogi
n n
kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalah-
¦ LNM 1
j I
t j  ¦ LNPDBt  j  U t 2
j I
(2)
an (error corection) karena bila terjadi deviasi
n n n terhadap keseimbangan jangka panjang akan
LNRER ¦ LNRERt j  ¦ LNIFt j  ¦SBIt  j 
j I j I j I
dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian
parsial jangka pendek secara bertahap (Widar-
n n jono, 2007)
 ¦ LNM 1t  j  ¦ LNPDBt  j  U t 3 Penggunaan teknik VECM mengharuskan
j I j I
(3) model harus stasioner dan lolos uji kointegrasi.
n n n
Uji stationeritas bertujuan untuk menguji data
LNM 1 ¦ LNM 1
j I
t j  ¦ LNIFt  j  ¦ SBI t  j 
j I j I apakah stasioner atau tidak dengan mengguna-
kan uji unit root ADF. Panjang kelambanan uji

Peranan Variabel Ekonomi Makro (Joko Waluyo dan Ria Ulfah) 63


akar unit ADF sangat dipengaruhi oleh pan- LNPDB stasioner pada first difference dengan
jangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan nilai ADF lebih kecil dari critical value, yaitu;
uji akar unit ADF melalui kriteria dari Akaike -8,305185 <-4,0444. Dari hasil uji unit root dapat
Information Criterion (AIC) maupun Schwarz In- dilihat bahwa variabel SBI stasioner pada ting-
formation Criterion (SIC) atau dengan kriteria kat aras, sedangkan variabel infasi (IHK), nilai
yang lain. Uji kointegrasi yang dikembangkan tukar riil (RER), M1 dan PDB stasioner pada
oleh Johansen dapat digunakan untuk menen- tingkat diferensi pertama, sehingga model yang
tukan kointegrasi sejumlah variabel (vektor). dipilih untuk menganalisis adalah VAR.

Uji Kointegrasi Johansen


HASIL DAN PEMBAHASAN
Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji
Likehood Ratio (LR). Jika nilai LR lebih besar dari
Uji Unit Root
nilai kritis LR maka kita menerima adanya
Pada uji unit root variabel inflasi,nilai tukar riil, kointegrasi sejumlah variabel dan sebaliknya
SBI 3 bulan, M1 dan PDB menggunakan lag 3 jika nilai hitung LR lebih kecil dari nilai kritis-
dan menggunakan intersep dan tren. nya maka tidak ada kointegrasi (Agus Widar-
Tabel 1 menunjukkan bahwa LNIF stasio- jono, 2007). Pada Tabel 2 nilai LR sebesar
ner pada first difference dengan nilai ADF lebih 107,0927 lebih besar dari critical value 5 persen
kecil dari critical value, yaitu -6,662793<-4,0444. sebesar 68,52, jadi terdapat kointegrasi pada
Variabel LNRER stasioner pada first difference variabel inflasi, nilai tukar riil, SBI 3 bulan, M1
dengan nilai ADF sebesar -5,575363 lebih kecil dan juga PDB.
dari critical value sebasar -4,0444. Variabel
LNSBI stasioner pada level dengan nilai ADF Impulse Response Function
lebih kecil dari critical value yaitu -5,522678<
Gambar impulse response ini menerangkan
4,0444. Variabel LNM1 stasioner pada first dif-
tentang shock dari variabel makro ekonomi
ference, dengan ADF sebesar -6,953482 lebih
terhadap inflasi.
kecil dari critical value sebesar -4,0444.Variabel
Dari uji impulse response variabel ekonomi

Tabel 1. Uji Unit Root

Variabel ADF Test Statistic Critical Value Kesimpulan


LNIF -6,662793 1%* = -4,0444 Stasioner
5% = -3,4512 Stasioner
10% = -3,1507 Stasioner
LNRER -5.575363 1%* = -4,0444 Stasioner
5% = -3,4512 Stasioner
10% = -3,1507 Stasioner
LNSBI -5.522678 1%*= -4.0444 Stasioner
5% = -3.4512 Stasioner
10% = -3.1507 Stasioner
LNSBI -5.522678 1%*= -4.0444 Stasioner
5% = -3.4512 Stasioner
10% = -3.1507 Stasioner
LNM1 -6.953482 1%* = -4.0444 Stasioner
5% = -3.4512 Stasioner
LNPDB -8.305185 1%* = -4.0444 Stasioner
5% = -3.4512 Stasioner
10% = -3.1507 Stasioner

64 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 58-68


makro terhadap kejutan dari inflasi (IHK), yaitu nilai tukar riil akan terapresiasi sehingga per-
ada yang berespon positif dan ada yang beres- mintaan total akan meningkat dari (AD 1 ke AD
pon negatif. Jika garis impulse response pada 2) karena tingkat harga juga mengalami
garif berada di atas titik keseimbangan maka peningkatan.
respon dari variabel adalah positif sedangkan Variabel LNRER terhadap inflasi pada
jika garis impulse response berada di bawah titik Tabel 1, pada titik 1 variabel nilai tukar riil
keseimbangan maka respon variabel adalah meningkat dan pada titik empat mengalami
negatif (Banjarnahor, 2008). Jika grafik impulse penurunan, hal ini terus berlanjut sampai perio-
response menunjukkan pergerakan yang mende- de selanjutnya, shock variabel nilai tukar riil
kati titik keseimbangan atau kembali ke keseim- berespon positif terhadap inflasi dan memiliki
bangan sebelumnya berarti bahwa respon suatu efek permanen dalam jangka panjang, hal ini
variabel akibat suatu kejutan makin lama akan dapat terlihat dari pergerakan nilai tukar riil
menghilang sehingga kejutan tersebut tidak yang menjauhi garis keseimbangan. Setelah
meninggalkan pengaruh permanen terhadap menerapkan kebijakan inflation targeting frame-
variabel (Banjarnahor, 2008). work sistem nilai tukar berubah dari mengam-
Variabel LNIF (IHK) berespon positif, dari bang terkendali menjadi mengambang bebas,
Tabel 1 menunjukkan pada awal periode inflasi karena syarat penerapan dari inflation targeting
berada pada titik tertinggi kemudian turun adalah sistem nilai tukar harus mengambang
pada titik kedua pergerakan terus ke periode bebas, jadi nilai tukar riil dalam tiap periode
selanjutnya sampai pada titik lima inflasi berfluktuatif
mengalami peningkatan dan pada titik enam Variabel LNSBI terhadap LNIF (IHK)
mengalami penurunan, pergerakan inflasi per- (pada Tabel 1) memiliki respon positif, pada
lahan meningkat pada periode selanjutnya. awal periode tingkat SBI 3 bulan berada pada
Shock variabel inflasi perman dalam jangka titik terendah. Hal ini makin meningkat pada
panjang, hal ini dapat dilihat dari pergerakan periode selanjutnya dan nilai tertinggi pada
inflasi yang menjauhi garis keseimbangan. Keti- peroide akhir. Pergerakan SBI makin menjauhi
ka BI rate menurun maka tingkat SBI 3 bulan garis keseimbangan. Shock dari variabel SBI 3
juga menurun dan mempengaruhi JUB di ma- bulan terhadap inflasi memiliki efek permanen
syarakat, tingkat suku bunga riil akan menurun dalam jangka panjang. Tugas dari BI adalah
sehingga masyarakat memilih membelanjakan menjaga stabilitas nilai tukar, untuk itu untuku
uangnya dalam bentuk kekayaan lainya hal ini menjaga stabilitas tersebut BI menerapkan
menyebabkan JUB meningkat sehingga inflasi inflation targeting sebagai operasional kebijakan
meningkat. Ketika SBI 3 bulan meningkat maka moneter dengan memakai tingkat suku bunga

Tabel 2. Uji Kointegrasi Johansen


Sample: 1999:01 2008:06
Included observations: 110
Test assumption: Linear deterministic trend in the data
Series: LNIF LNRER LNSBI LNM1 LNPDB
Lags interval: 1 to 3
Eigenvalue Likelihood 5 Percent 1 Percent Hypothesized
Ratio Critical Critical No. of CE(s)
Value Value
0.347483 107.0927 68.52 76.07 None **
0.234771 60.13170 47.21 54.46 At most 1 **
0.177838 30.69787 29.68 35.65 At most 2 *
0.064510 9.157856 15.41 20.04 At most 3
0.016432 1.822540 3.76 6.65 At most 4
*(**) denotes rejection of the hypothesis at 5%(1%) significance level

Peranan Variabel Ekonomi Makro (Joko Waluyo dan Ria Ulfah) 65


Response t o One S. D. I nnovations
Response of LNI F t o LNI F Response of LNI F t o LNRER Response of LNI F t o LNSBI Response of LNI F t o LNM1 Response of LNI F t o LNPDB
0. 14 0. 14 0. 14 0. 14 0. 14

0. 12 0. 12 0. 12 0. 12 0. 12

0. 10 0. 10 0. 10 0. 10 0. 10

0. 08 0. 08 0. 08 0. 08 0. 08

0. 06 0. 06 0. 06 0. 06 0. 06

0. 04 0. 04 0. 04 0. 04 0. 04

0. 02 0. 02 0. 02 0. 02 0. 02

0. 00 0. 00 0. 00 0. 00 0. 00

- 0. 02 - 0. 02 - 0. 02 - 0. 02 - 0. 02
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LNRER t o LNI F Response of LNRER t o LNRER Response of LNRER t o LNSBI Response of LNRER t o LNM1 Response of LNRER t o LNPDB
6 00 600 6 00 600 6 00

4 00 400 4 00 400 4 00

2 00 200 2 00 200 2 00

0 0 0 0 0

- 20 0 - 200 - 20 0 - 20 0 - 200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LNSBI t o LNI F Response of LNSBI t o LNRER Response of LNSBI t o LNSBI Response of LNSBI t o LNM1 Response of LNSBI t o LNPDB
1. 0 1. 0 1. 0 1. 0 1. 0

0. 8 0. 8 0. 8 0. 8 0. 8

0. 6 0. 6 0. 6 0. 6 0. 6

0. 4 0. 4 0. 4 0. 4 0. 4

0. 2 0. 2 0. 2 0. 2 0. 2

0. 0 0. 0 0. 0 0. 0 0. 0

- 0. 2 - 0. 2 - 0. 2 - 0. 2 - 0. 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LNM1 t o LNI F Response of LNM1 t o LNRER Response of LNM1 t o LNSBI Response of LNM1 t o LNM1 Response of LNM1 t o LNPDB
2 00 00 2 00 00 2 00 00 2 00 00 2 00 00

1 50 00 1 50 00 1 50 00 1 50 00 1 50 00

1 00 00 1 00 00 1 00 00 1 00 00 1 00 00

5 00 0 5000 5 00 0 5 00 0 5000

0 0 0 0 0

- 50 00 - 50 00 - 50 00 - 50 00 - 50 00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Response of LNPDB t o LNI F Response of LNPDB t o LNRER Response of LNPDB t o LNSBI Response of LNPDB t o LNM1 Response of LNPDB t o LNPDB
6 00 00 6 00 00 6 00 00 6 00 00 6 00 00

5 00 00 5 00 00 5 00 00 5 00 00 5 00 00

4 00 00 4 00 00 4 00 00 4 00 00 4 00 00

3 00 00 3 00 00 3 00 00 3 00 00 3 00 00

2 00 00 2 00 00 2 00 00 2 00 00 2 00 00

1 00 00 1 00 00 1 00 00 1 00 00 1 00 00

0 0 0 0 0

- 10 00 0 - 10 00 0 - 10 00 0 - 10 00 0 - 10000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2. Impulse Response

sebagai sasaran operasionalnya. Variabel LNM1 Vector Error Correction Model (VECM)
terhadap LNIF (IHK) (pada Tabel 1) berespon
Data penelitian stasioner pada first difference
positif, pergerakan M1 dari awal periode sam-
dan berdasarkan uji kointegrasi Johansen data
pai dengan akhir periode berada pada titik
berkointegrasi, sehingga dapat dilakukan esti-
yang mendekati garis keseimbangan, sehingga
masi dengan vector error correction model
shock dari variabel M1 terhadap inflasi tidak
(VECM).
permanen dalam jangka panjang.
Dari hasil estimasi VECM panjang lag
Variabel LNPDB terhadap LNIF (IHK)
adalah 3 dengan menggunakan akaike informa-
(pada Tabel 1) memiliki respon positif, perge-
tion criteria (AIC) dan juga schwarz criteria yang
rakan variabel PDB pada titik 1 mengalami
nilai absolutnya lebih kecil pada lag 3, dan ber-
peningkatan pada periode tengah mendekati
dasarkan estimasi VECM menunjukkan varia-
garis keseimbangan dan pada periode selanjut-
bel inflasi, nilai tukar riil, dan M1 signifikan
nya agak menjauh dari garis keseimbangan,
sedangkan variabel SBI 3 bulan dan juga PDB
shock PDB terhadap inflasi tidak permanen
tidak signifikan. Variabel yang shock nya berpe-
dalam jangka panjang.
ngaruh besar pada inflasi adalah nilai tukar riil

66 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 58-68


Tabel 3. Vector Error Correction Model (VECM)

Cointegrating Eq: CointEq1


LNIF(-1) 1,000000
LNRER(-1) 7,25E-05
(5,4E-05)
(1,33491)
LNSBI(-1) -0,073332
(0,04849)
(-1,51235)
LNM1(-1) 2,10E-06
(2,4E-06)
(0,87945)
LNPDB(-1) -6,30E-07
(6,8E-07)
(-0,92867)
C 0,200233
Determinant Residual Covariance 1,19E+21
Log Likelihood -3449,337
Akaike Information Criteria -3447,700
Schwarz Criteria -3445,491

sebesar 7,25E-05 sejak diterapkan inflation tar- berfluktuasi stabil di periode selanjutnya untuk
geting sistem nilai tukar berubah menjadi saat ini tingkat inflasi bisa dikatakan rendah,
mengambang bebas, sehingga pergerakan nilai karena pergerakan tingkat harga meningkat
tukar riil lebih berfluktuatif sehingga lebih ber- secara perlahan sehingga masih bisa diperkira-
peluang besar memberi efek shock permanen kan tingkat inflasi di masa yang akan datang.
pada variabel inflasi, variabel M1 sebesar Tingkat SBI 3 bulan berespon positif terha-
2,10E-06 peredaran uang di masyarakat me- dap inflasi, dari periode ke periode pergerakan
ningkat karena masyarakat lebih memilih me- SBI 3 bulan meningkat secara perlahan, sehing-
megang uang dibanding menyimpan sehingga ga shock dari SBI 3 bulan berpaengaruh positif
peredaran uang di masyarakat meningkat dan terhadap inflasi. Perubahan tingkat suku bunga
inflasi terganggu kestabilannya. Variabel SBI 3 merupakan indikator perubahan keberadaan
bulan sebesar -0,073332 tingkat BI Rate masih (stance) kebijakan yang dianut otoritas sebagai
dapat dikendalikan oleh BI sehingga nilai SBI 3 reaksi atas kemungkinan terjadinya shocks yang
bulan juga dapat dikendalikan. Variabel PDB akan mengancam terjadinya tingkat inflasi di
sebesar -6,30E-07 perkembangan PDB terhadap masa datang. Shocks pada sisi permintaan yang
inflasi tidak mempengaruhi secara kuat terha- ditandai oleh pergeseran IS menjadi IS’ yang
dap kestabilan dari inflasi. berakibat pada meningkatnya output dari Y0
menjadi Y1 (Maski, 2007).
Pergerakan nilai tukar riil terhadap inflasi
SIMPULAN
berespon positif, pergerakan nilai tukar riil dari
periode awal bulan di tahun 1999 sampai bulan
Dari hasil estimasi VECM serta analisis penga- juni di tahun 2008 mengalami pergerakan yang
ruh variabel makro ekonomi terhadap inflasi, stabil, shock dari nilai tukar rill terhadap inflasi
tingkat harga di awal periode mengalami berpengaruh positif, sejak pemberlakuan infla-
peningkatan kemudian perlahan menurun dan tion targeting sebagai operasional kebijkan mo-
mengalami peningkatan pada tahun 2005 akibat neter, sistem nilai tukar menjadi mengambang
administered price (kenaikan harga BBM) tetapi bebas karena syarat dari penerapan kebijakan
hal itu tidak berlangsung lama tingkat harga inflation targeting.

Peranan Variabel Ekonomi Makro (Joko Waluyo dan Ria Ulfah) 67


Pergerakan M1 terhadap inflasi berespon GIBA, Chulalongkorn University, Thai-
positif, shock dari M1 tidak permanen dalam land.
jangka panjang. Jumlah uang beredar di masya-
Kharie, Latif. 2006. Hubungan Kausalitas Dina-
rakat masih tahap stabil, saat SBI meningkat
mis AntarVariabel-variabel Moneter Uta-
maka suku bunga deposito meningkat, sehing-
ma dan Output: Kasus Indonesia di
ga masyarakat memilih mengalokasikan keka-
yaannya dalam bentuk deposito,bond dan lain- Bawah Sistem Nilai Tukar Mengambang
lain dibanding membelanjakannya sehingga ka- dan Mengambang Terkendali. Buletin Eko-
rena jumlah uang beredar di masyarakat stabil nomi Moneter dan Perbankan. Jakarta: Bank
maka tingkat inflasi juga terjaga kestabilannya. Indonesia.
Pergerakan PDB terhadap inflasi berpenga- Mankiw, N. Gregory. 2006. Principles Of Econo-
ruh positif terhadap inflasi, pergerakan PDB mics Pengantar Ekonomi Makro, Edisi
perlahan meningkat dan mendekati garis ke- ketiga. Jakarta: Salemba Empat.
seimbangan, sehingga dapat diartikan shock
dari PDB tidak permanen terhadap variabel Maski, Ghozali. 2007.Transmisi Kebijakan Mone-
inflasi. Ketika permintaan total menurun maka ter Kajian Teoritis dan Empiris. Malang:
permintaan impor turun dan output meningkat, BPFE-Unibraw.
karena permintaan total menurun dan PDB Mishkin, F.S. and Jiri Jonas. 2003. Inflation Tar-
meningkat maka kesenjangan output akan lebih geting in Transition Countries: Experience
kecil sehingga tingkat inflasi dapat terjaga and Prospects. Massachusetts Avenue
kestabilannya. Cambridge: Columbia Business School;
Saran. Pergerakan SBI 3 bulan yang me- National Bureau of Economic Research
ningkat secara perlahan dan memiliki efek jang-
(NBER).
ka panjang sehingga perlunya kehati-hatian da-
lam memutuskan dari penerapan kebijakan Moriyama, Kenji. 2008, Investigating Inflation
moneter dikarenakan perubahan dari SBI 3 bu- Dynamics in Sudan. IMF Working Paper
lan, karena faktor ketidakpastian dalam ekono- Nochrowi, D dan Hardius, Usman.2006. Pende-
mi bisa saja terjadi. Jika tidak hati-hati dalam katan Populer dan Praktis Ekonometrika
memutuskan kebijakan moneter maka akan untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Ja-
berdampak juga pada variabel makro ekonomi karta: Lembaga Penerbit Fakultas Eko-
lainnya dan juga tingkat inflasi akan terganggu
nomi
kestabilannya.
Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter
dan Implementasinya di Indonesia. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA PT. Rajagrafindo Persada.
Samuelson, Paul dan Nordhaus, William. 2004.
Banjarnahor, Nova Riana. 2008. Mekanisime Ilmu Makro Ekonomi, Edisi Ketujuhbelas. Ja-
Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional karta: PT. Media Global Edukasi
Kebijakan Moneter dan Variabel Makro
Warjiyo, Perry. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral
Ekonomi Indonesia: 1990.1-2007.4. Buletin
Republik Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakar-
Ekonomi Moneter dan Perbankan. Bank
ta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebank-
Indonesia
sentralan (PPSK).
BulíĢ, Aleš dkk. 2008. Inflation Targeting and
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika: Teori Dan
Communication: It Pays Off to Read Infla-
Aplikasi Intuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi
tion Reports. IMF Working Paper.
Kedua. Yogyakarta: Ekonisia.
Hoontrakul, Pongsak. 1999. Exchange Rate
Theory: A Review. Discussion Paper Sasin-

68 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1, Juni 2010: 58-68

Anda mungkin juga menyukai