Anda di halaman 1dari 23

PAPER MAKROEKONOMI

PERANAN KEBIJAKAN MONETER DALAM


PEREKONOMIAN INDONESIA

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Makro
Dosen Pengampu :
Kurniawati Mulyanti, S.E., M.M.

Disusun oleh :
EKA WULANDARI
NIM 41183403220051
AKUNTANSI REG-C

Program Studi S1 Akuntansi


Fakultas Ekonomi
Universitas Islam 45 Bekasi
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pada era perekonomian global, interaksi ekonomi antarnegara merupakan salah
satu aspek penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin terbuka.
Dengan semakin besarnya keterkaitan antar-negara, maka semakin terbuka pula
perekonomian, seperti tercermin pada peningkatan transaksi perdangangan dan arus
modal antarnegara. Seperti halnya Indonesia sebagai perekonomian kecil terbuka,
perekonomiannya tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perekonomian global.
Dalam kondisi demikian, menjaga stabilitas perekonomian sangat tidak mudah.
Banyaknya kejadian ekonomi yang terjadi secara global, baik secara langsung maupun
tidak langsung, memberikan pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Kondisi
perekonomian yang kurang menguntungkan, terutama dalam meningkatnya harga
bahan pokok dan bahan bakar minyak dunia dan siklus pengetatan kebijakan moneter
global, menyebabkan upaya menjaga momentum stabilitas ekonomi makro mengalami
ganguan yang cukup berarti.
Untuk mengurangi dampak goncangan perkonomian dunia terhadap
perekonomian Indonesia, dibutuhkan kebijakan moneter yang efektif dan efisien.
Dalam praktiknya, kebijakan moneter ditujukan untuk menjaga kestabilan ekonomi
makro, yang dicerminkan oleh stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya
perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), dan cukup luasnya lapangan kerja
yang tersedia (Warijo, 2004).
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter merupakan lembaga yang berwenang
dalam menentukan kebijakan di Indonesia. Kebijakan investasi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dilakukan dalam upaya menjaga stabilitas perekonomian dan mencapai
sasaran kebijakan yang diinginkan. Peran bank sentral dalam melakukan kebijakan
moneter melalui berbagai respon instrumennya terhadap stabilitas perekonomian
Indonesia, diarapkan dapat meredam berbagai gejolak yang timbul dari perekonomian
dunia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan permasalahanya sebagai berikut :
1. Bagaimana kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam upaya menjaga
kestabilan perekonomian Indonesia
2. Bagaimana pengaruh variable inflasi dan suku bunga terhadap fluktuasi makro
Indonesia
3. Bagaimana efektivitas kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam
merespon fluktuasi makroekonomi Indonesia

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah :
1. Mengetahui seperti apa upaya dan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah
dalam upaya menjaga kestabilan perekonomian Indonesia
2. Mengetahui pengaruh inflasi dan suku bunga terhadap fluktuasi ekonomi makro
Indonesia
3. Mengetahui efektivitas kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam
merespon fluktuasi ekonomi makro Indonesia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI
Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter
untuk menjaga stabilitas ekonomi makro. Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan
agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam jumlah yang tepat sehingga dapat
melancarkan transaksi perdagangan tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Dalam
perekonomian, beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan
moneter antara lain jumlah uang beredar (money supply), inflasi, tingkat suku bunga,
nilai tukar, dan ekspektasi masyarakat. Suku bunga berpengaruh terhadap investasi
sektor industri yang akan mendorong produksi. Sedangkan nilai tukar berpengaruh
terhadap harga (produk dan input produksi). Suku bunga dan nilai tukar merupakan
instrumen kebijakan moneter yang sangat memengaruhi perdagangan produk industri
baik domestik maupun internasional. Jika yang dilakukan adalah meningkatkan money
supply, maka pemerintah dikatakan menempuh kebijakan moneter ekspansif.
Sebaliknya jika money supply dikurangi, pemerintah menempuh kebijakan moneter
kontraktif
Menurut pandangan Keynes, suku bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran uang. Bank sentral dapat mempengaruhi penawaran uang. Melalui
instrumen dalam kebijakan moneter, pemerintah dapat meningkatkan penawaran uang.
Peningkatan ini akan menurunkan suku bunga. Dengan penurunan suku bunga tersebut,
diharapkan penanaman modal akan bertambah dan akan meningkatkan pengeluaran
atau output agregat. Sedangkan menurut pandangan klasik, perubahan dalam
penawaran uang akan menimbulkan perubahan tingkat harga, tetapi perubahan ini tidak
menimbulkan efek terhadap tingkat produksi dan kegiatan ekonomi.
Dalam pelaksanaannya, efektivitas kebijakan moneter tergantung pada
hubungan antara jumlah uang beredar dengan variabel ekonomi utama seperti output
dan inflasi. Dari sejumlah literatur, temuan utama yang menarik mengenai hubungan
antara jumlah uang beredar, inflasi, dan output adalah bahwa dalam jangka panjang,
hubungan antara pertumbuhan uang beredar dan inflasi sangat tinggi atau memiliki
hubungan erat. Sementara itu, hubungan antara pertumbuhan uang dan inflasi dengan
pertumbuhan output riil mungkin mendekati nol atau hampir bisa dikatakan tidak
memiliki hubungan. Temuan ini menunjukkan adanya suatu konsensus bahwa dalam
jangka panjang kebijakan moneter hanya berdampak pada inflasi, dan tidak banyak
pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi riil.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam pasal 7
UU No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan
nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang
tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank
Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran
utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem
nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting
dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia
juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang
berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam
pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku
bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Dengan kerangka ini, Bank
Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan
moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah
tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward
looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah
perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah
dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance
kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI rate) yang
diharapkan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi
output dan inflasi.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dalam upaya menjaga kestabilan
perekonomian Indonesia
Dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional dan global sangat
terasa pada triwulan II tahun 2020. Triwulan I tahun 2020, ekonomi nasional masih
tumbuh 2,97%, walau turun dibandingkan dengan triwulan I tahun 2019 yang sebesar
5,07. Hal ini terjadi karena pengaruh eksternal di mana Covid-19 sudah merebak di
beberapa negara seperti Cina.
Pada triwulan II, walaupun belum ada data resmi, Indonesia diperkirakan
mengalami kontraksi (pertumbuhan ekonomi negatif) sekitar 3%. Hal ini terjadi karena
kebijakan social distancing atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru di
mulai pada pertengahan Maret. Social distancing dan PSBB tersebut sangat
mempengaruhi aktivitas ekonomi.
Keadaan ekonomi Indonesia tersebut masih lebih bagus di tingkat regional
maupun dunia. Beberapa negara mengalami kontraksi yang sangat dalam misalnya
Singapura sebesar 41,2%, Amerika Serikat diperkirakan sekitar 10%, dan Inggris
sekitar 15%. Sementara itu, Bank Dunia memprediksi ekonomi global pada tahun 2020
akan mengalami kontraksi sebesar 5,2% dan Indonesia 0,3%, merupakan negara kedua
terbaik ekonominya sesudah Vietnam yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya
positif.
Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas
pemulihan ekonomi nasional. Pemda memahami struktur ekonomi daerah, demografi,
dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Di samping itu, kebijakan APBD dapat
disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah.
Di samping itu, masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga
mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.
Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya
disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara
baik.
Pemulihan ekonomi nasional dilakukan dengan mengambil kebijakan fiskal dan
moneter yang komprehensif. Di samping itu, Pemerintah juga mengalokasikan dana
APBN untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp 695,2 triliun.
Pemulihan ekonomi nasional diharapkan mulai terasa pada triwulan III.
Meskipun tidak bertumbuh positif, diharapkan ekonomi nasional tidak berkontraksi
sebesar triwulan II. Selanjutnya triwulan IV, diharapkan ekonomi nasional bertumbuh
positif sehingga kontraksi tahun 2020 bisa ditekan sekecil mungkin. Sementara itu,
pada tahun 2021, diharapkan ekonomi nasional akan mengalami recovery secara
siginifkan.
Untuk mencapai tujuan di atas, terdapat 3 (tiga) kebijakan yang dilakukan yaitu
peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha serta menjaga
stabilitasi ekonomi dan ekpansi moneter. Kebijakan tersebut dilaksanakan secara
bersamaan dengan sinergy antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan
moneter dan institusi terkait.
Salah satu penggerak ekonomi nasional adalah konsumsi dalam negeri, semakin
banyak konsumsi maka ekonomi akan bergerak. Konsumsi sangat terkait dengan daya
beli masyarakat. Oleh sebab itu, Pemerintah telah mengalokasi anggaran sebesar
Rp172,1 triliun untuk mendorong konsumsi/kemampuan daya beli masyarakat. Dana
tersebut disalurkan melalui Bantuan Langsung Tunai, Kartu Pra Kerja, pembebasan
listrik dan lain-lain. Pemerintah juga mendorong konsumsi
kementerian/Lembaga/pemerintah daerah melalui percepatan realisasi APBN/APBD.
Konsumsi juga diarahkan untuk produk dalam negeri sehingga memberikan multiplier
effects yang signifikan.
Pemerintah berusaha menggerakkan dunia usaha melalui pemberian
insentif/stimulus kepada UMKM dan korporasi. Untuk UMKM, pemerintah antara lain
memberikan penundaaan angsuran dan subsidi bunga kredit perbankan, subsidi bunga
melalui Kredit Usaha Rakyat dan Ultra Mikro, penjaminan modal kerja sampai Rp10
miliar dan pemberian insentif pajak misalnya Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21)
Ditanggung Pemerintah. Untuk korporasi, Pemerintah memberikan insentif pajak
antara lain bebas PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan
pengembalian pendahuluan PPN; menempatkan dana Pemerintah di perbankan untuk
restrukturisasi debitur. Pemerintah juga memberikan penjaminan modal kerja untuk
korporasi yang strategis, prioritas atau padat karya.
Dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional, Bank Indonesia
menjaga stabilisasi nilai tukar Rupiah, menurunkan suku bunga, melakukan pembelian
Surat Berharga Negara, dan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Tujuan
penurunan suku bunga adalah meningkatkan likuiditas keuangan untuk mendorong
aktivitas dunia usaha.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 16-17 Maret
2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)
sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending
Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai
tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan
ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat terutama terkait dengan
ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan
strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi
lebih lanjut, melalui berbagai langkah sebagai berikut:
1. Memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang
sejalan dengan mekanisme pasar dan fundamental ekonomi;
2. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan
pendalaman pada perkembangan komponen SBDK secara granular serta faktor yang
memengaruhi;
3. Memastikan kecukupan kebutuhan uang, distribusi uang, dan layanan kas dalam rangka
menyambut bulan Ramadhan serta Hari Raya Idulfitri 2022;
4. Mendorong kesiapan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) khususnya PJP first mover,
dalam rangka implementasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) guna
mendukung interlink antara perbankan dan fintech;
5. Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank
sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi
dan perdagangan bekerja sama dengan instansi terkait, serta bersama Kementerian
Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi
Indonesia pada G20 tahun 202.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka mengendalikan inflasi,
menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, serta meningkatkan
kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Perbaikan ekonomi dunia berlanjut namun berpotensi lebih rendah dari
prakiraan sebelumnya, disertai ketidakpastian pasar keuangan yang meningkat, seiring
dengan eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. Eskalasi ketegangan geopolitik
yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi
transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di
tengah penyebaran Covid-19 yang mulai mereda. Eskalasi ketegangan geopolitik
Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global, disamping
karena kenaikan suku bunga bank sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan
moneter di negara maju lainnya, sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan inflasi
akibat kenaikan harga energi. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal,
seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman (safe haven
asset), dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi domestik masih kuat seiring dengan
meredanya penyebaran Covid-19 varian Omicron di tengah meningkatnya risiko
geopolitik Rusia-Ukraina. Prakiraan pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh
perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan serta tetap positifnya
pertumbuhan konsumsi Pemerintah. Di sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap
baik, meskipun tidak setinggi pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, seiring dampak
geopolitik dan tertahannya aktivitas perdagangan global. Secara spasial, kinerja ekspor
yang tetap kuat terutama terjadi di wilayah Jawa, Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua),
dan Bali-Nusa Tenggara (Balinusra). Sejumlah indikator ekonomi hingga awal Maret
2022 tercatat tetap baik, seperti penjualan eceran, keyakinan konsumen, penjualan
semen, dan mobilitas masyarakat di berbagai daerah. Ke depan, kinerja ekonomi
diprakirakan tetap baik ditopang oleh akselerasi vaksinasi, kebijakan persyaratan
perjalanan yang lebih longgar, pembukaan ekonomi yang semakin meluas, serta
berlanjutnya stimulus kebijakan Bank Indonesia, Pemerintah, dan otoritas terkait
lainnya. Dengan perkembangan itu, pertumbuhan ekonomi pada 2022 diprakirakan
tetap berada dalam kisaran 4,7-5,5%.
Nilai tukar Rupiah tetap terjaga di tengah kembali meningkatnya ketidakpastian
di pasar keuangan global. Nilai tukar Rupiah pada 16 Maret 2022 menguat 0,38%
secara point to point dan 0,01% secara rerata dibandingkan dengan level akhir Februari
2022. Perkembangan nilai tukar tersebut ditopang pasokan valas domestik dan persepsi
positif terhadap prospek perekonomian domestik, di tengah meningkatnya
ketidakpastian pasar keuangan global. Dengan perkembangan tersebut, Rupiah sampai
dengan 16 Maret 2022 mencatat depresiasi sekitar 0,42% dibandingkan dengan level
akhir 2021, relatif lebih rendah dibandingkan depresiasi dari mata uang sejumlah
negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (0,76%, ytd), India (2,53%, ytd), dan
Filipina (2,56%, ytd). Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap terjaga didukung
oleh kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik. Bank Indonesia akan
terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya
mekanisme pasar dan fundamental ekonomi, melalui langkah-langkah mendorong
efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum
(GWM) Rupiah secara bertahap berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas
perbankan. Penyesuaian secara bertahap Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah tahap I
dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret 2022 menyerap likuiditas perbankan
sekitar Rp55 triliun secara neto. Penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi
kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit/ pembiayaan kepada dunia usaha dan
partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN. Pada Februari 2022, rasio
Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tercatat tinggi mencapai 32,72%
dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,11% (yoy). Sementara itu, dalam
rangka koordinasi fiskal-moneter sebagaimana tertuang dalam Keputusan Bersama
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang berlaku hingga 31 Desember
2022, Bank Indonesia melanjutkan pembelian SBN di pasar perdana untuk pendanaan
APBN 2022 dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp8,76 triliun
(hingga 15 Maret 2022) melalui mekanisme lelang utama dan greenshoe option.
Pembelian SBN tersebut telah mempertimbangkan kondisi pasar SBN dan dampaknya
terhadap likuiditas perekonomian. Pada Februari 2022, likuiditas perekonomian juga
tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang
tumbuh masing-masing sebesar 18,3% (yoy) dan 12,5% (yoy), terutama didukung oleh
berlanjutnya peningkatan kredit perbankan dan ekspansi fiskal.
Suku bunga perbankan terus mengalami penurunan didukung oleh suku bunga
kebijakan moneter yang tetap rendah. Di pasar uang dan pasar dana, suku bunga
IndONIA dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah menurun, masing-masing
sebesar 2 bps dan 106 bps sejak Februari 2021 menjadi 2,79% dan 2,82% pada Februari
2022. Di pasar kredit, suku bunga kredit baru lebih rendah 30 bps (yoy) pada periode
yang sama, sejalan dengan perbaikan persepsi risiko perbankan di tengah berlanjutnya
pemulihan aktivitas ekonomi. Bank Indonesia memandang peran perbankan dalam
penyaluran kredit/pembiayaan termasuk melalui penurunan suku bunga kredit dapat
ditingkatkan guna semakin mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Bank Indonesia akan melanjutkan akselerasi digitalisasi dan memperkuat sistem
pembayaran yang cemumuah (cepat, mudah, murah, aman, dan handal) dalam rangka
mendorong konsumsi masyarakat untuk mendukung pemulihan ekonomi. Transaksi
ekonomi dan keuangan digital berkembang pesat seiring meningkatnya akseptasi dan
preferensi masyarakat dalam berbelanja daring, perluasan dan kemudahan sistem
pembayaran digital, serta akselerasi digital banking. Pada Februari 2022, nilai transaksi
uang elektronik (UE) tumbuh 41,35% (yoy) mencapai Rp27,1 triliun dan nilai
transaksi digital banking meningkat 46,53% (yoy) menjadi Rp3.732,8 triliun. Inovasi
sistem pembayaran terus didorong, termasuk akseptasi transaksi BI-FAST melalui
perluasan kanal layanan, pendampingan kepada peserta, dan edukasi kepada
masyarakat. Guna mendorong konsumsi masyarakat, Bank Indonesia tetap melanjutkan
implementasi program SIAP (Sehat, Inovatif, dan Aman Pakai) QRIS untuk
mendukung pencapaian 15 juta pengguna baru QRIS pada 2022. Koordinasi dengan
Pemerintah terus dilakukan dalam rangka memperkuat sinergi dan percepatan
digitalisasi pembayaran melalui akselerasi elektronifikasi bansos, transaksi Pemda, dan
transportasi. Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu
debet, dan kartu kredit juga mengalami pertumbuhan 2,88% (yoy) menjadi Rp596,2
triliun. Di sisi tunai, Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Februari 2022
meningkat 12,49% (yoy) mencapai Rp881,5 triliun.

3.2 Pengaruh inflasi dan suku bunga dunia terhadap fluktuasi ekonomi makro
Indonesia
Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga barang secara terus-menerus atau
suatu keadaan perkonomian yang menunjukan adanya kecendrungan kenaikan tingkat
harga secara umum (price level). Dikatakan tingkat harga umum karena barang dan jasa
yang ada dipasaran mempunyai jumlah dan jenis yang sangat beragam sehingga
sebagian besar dari harga – harga barang tersebut selalu meningkat dan mengakibatkan
terjadinya inflasi. Adapun yang dimaksud laju inflasi adalah kenaikkan atau penurunan
inflasi dari periode ke periode atau dari tahun ke tahun. Jenis Inflasi menurut sebabnya
yaitu: 1. Demand-pull inflation; Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan
total (agregate demand) sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan
kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Dalam keadaan hampir
kesempatan kerja penuh, kenaikan permintaan total disamping kenaikan harga juga
menaikkan hasil produksi (output). 2. Cost-push inflation; Berbeda dengan demand-
pull inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta
turunnya produksi. Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul
biasanya dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply)
sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Dari definisi ini ada tiga komponen yang
menggambarkan bahwa telah terjadi inflasi yaitu: 1. Kenaikan Harga; Maksud dari
kenaikan harga adalah harga suatu barang saat ini lebih mahal dari harga sebelumnya.
2. Bersifat Umum; Dikatakan bersifat umum karena kenaikan harga suatu barang
tertentu diikuti oleh kenaikan harga-harga lainnya. 3. Berlangsung Secara Terus
Menerus; Naiknya harga suatu barang tiak bisa dikatakan inflasi jika harga barang
tersebut hanya terjadi sesaat. Penghitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu
minimal bulanan. Jika terjadi dalam waktu satu bulan akan terlihat apakah kenaikan
harga bersifat umum dan terus-menerus. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai
macam barang itu naik dengan persentase yang sama, mungkin dapat terjadi kenaikan
tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang
secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali
saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.
Sedangkan inflasi murni adalah inflasi yang terjadi sebelum ada campur tangan dari
pemerintah, baik berupa kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Pada inflasi ini
harga-harga masih dapat dikendalikan dan belum mengakibatkan krisis dibidang
ekonomi. Efek yang ditimbulkan dari inflasi yaitu: 1. Efek terhadap pendapatan (Equity
Effects); Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada
pula yang diuntungkan dari inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan
dirugikan oleh adanya inflasi. Misalnya seorang yang memperoleh pendapatan tetap
Rp.500.000,- per tahun sedang laju inflasi sebesar 10% akan menderita kerugian
penurunan pendapatan riil sebesar aju inflasi tersebut yakni Rp.50.000,-. 2. Efek
terhadap efisiensi (Efisiensi Effects); Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-
faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai
macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu sehingga mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi
tidak efisien.3. Efek terhadap Output (Output Effects); Dalam menganalisa kedua efek
diatas (Equity dan Efficiency Effects) digunakan suatu anggapan bahwa output tetap.
Hal ini dilakukan supaya dapat diketahui efek inflasi terhadap distribusi pendapatan
dan efisiensi dari jumlah output tertentu tersebut. Menurut Sukirno (2000) dalam suatu
negara, inflasi sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian negara tersebut karena:
a. Tingkat inflasi yang tinggi mempengaruhi tingkat produksi dalam negeri,
melemahkan produksi barang ekspor. Tingkat inflasi yang tinggi menurunkan produksi
karena harga menjadi tinggi dan permintaan akan barang menurun se jual produk lokal.
Di lain pihak turunnya daya beli masyarakat terutama berpenghasilan tetap akan
mengakibatkan tidak semua bahan habis terjual. Inflasi menyebabkan naiknya harga
jual produksi barang ekspor dan berpengaruh terhadap neraca pembayaran. Pada
prinsipnya tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika
terjadi inflasi ringan yaitu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat
mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi
semangat kepada pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya. Pengusaha
semangat memperluas produksinya karena dengan kenaikkan harga yang terjadi para
pengusaha mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi
memberikan dampak positif lain yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan
berdampak negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen hingga produksi menurun. b.
Inflasi menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang dan kenaikan harga upah buruh,
maka kalkulasi harga pokok meninggikan harga jual produk lokal. Di lain pihak
turunnya daya beli masyarakat terutama berpenghasilan tetap akan mengakibatkan
tidak semua bahan habis terjual. Inflasi menyebabkan naiknya harga jual produksi
barang ekspor dan berpengaruh terhadap neraca pembayaran. Pada prinsipnya tidak
semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama jika terjadi inflasi
ringan yaitu inflasi di bawah sepuluh persen. Inflasi ringan justru dapat mendorong
terjadinya pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena inflasi mampu memberi semangat
kepada pengusaha, untuk lebih meningkatkan produksinya. Pengusaha semangat
memperluas produksinya karena dengan kenaikkan harga yang terjadi para pengusaha
mendapat lebih banyak keuntungan. Selain itu, peningkatan produksi memberikan
dampak positif lain yaitu tersedianya lapangan kerja baru. Inflasi akan berdampak
negatif jika nilainya melebihi sepuluh persen.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004) adalah harga dari pinjaman.
Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang
harus dibayarkan kepada kreditur. Suku bunga merupakan salah satu variabel dalam
perekonomian yang senantiasa diamati secara cermat karena dampaknya yang luas. Ia
mempengaruhi secara lansung kehidupan masyarakat keseharian dan mempunyai
dampak penting terhadap kesehatan perekonomian. Biasanya suku bunga diekspresikan
sebagai persentase pertahun yang dibebankan atas uang yang dipinjam. Tingkat bunga
pada hakikatnya adalah harga. Seperti halnya harga, suku bunga menjadi titik pusat dari
pasar dalam hal ini pasar uang dan pasar modal. Sebagaimana harga, suku bunga dapat
dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk mengalokasikan sumberdaya dan
perekonomian. Tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI) atau BI-rate adalah suku
bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia (BI) merupakan suku bunga kebijakan
moneter (policy rate). Kenaikan atau penurunan tingkat suku bunga Bank Indonesia
(BI-rate) akan mempengaruhi tingkat suku bunga antar bank dan tingkat suku bunga
deposito yang berakibat pada perubahan suku bunga kredit. Dengan demikian BI-rate
tersebut memberi sinyal bahwa pemerintah mengharapkan pihak perbankan dapat
menggerakkan sektor riil untuk dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kenaikan BI-rate akan mendorong kenaikan suku bunga dana antar bank dan suku
bunga deposito yang mengakibatkan kenaikan suku bunga kredit. Sementara jika BI-
rate diturunkan dikhawatirkan akan memicu pelarian dana jangka pendek yang akan
menganggu stabilitas nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi. Adapun fungsi suku
bunga menurut Sunariyah (2004) adalah: 1. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang
mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan. 2. Suku bunga dapat digunakan sebagai
alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang
beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah mendukung pertumbuhan
ekonomi suatu sektor industry tertentu apabila perusahaan-perusahaan dari industry
tersebut akan meminjam dana maka pemerintah memberikan tingkat bunga yang lebih
rendah dibandingkan sektor lain. 3. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk
mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang
dalam suatu perekonomian. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar-kecilnya
penetapan suku bunga adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan dana; Apabila bank
kekurangan dana sementara permohonan peminjam meningkat maka yang dilakukan
oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga
simpanan. Peningkatan bunga simpanan secara otomatis akan pula meningkatkan
bunga pinjaman. Namun apabila dana yang ada disimpanan banyak sementara
permohonan simpanan sedikit maka simpanan akan turun. 2. Persaingan; Dalam
memperebutkan dana simpanan maka disamping faktor promosi yang paling utama
pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti jika bunga simpanan rata-
rata 16% maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita
naikan diatas bunga pesaing misalnya 16%. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman
kita harus berada dibawah pesaing. 3. Kebijakan pemerintah; Dalam arti untuk bunga
simpanan maupun bunga pinjaman kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah. 4. Target laba yang diinginkan; Sesuai dengan target laba
yang dinginkan jika laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman ikut besar dan
sebaliknya. 5. Jangka waktu; Semakin panjang jangka waktu pinjaman akan semakin
tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang.
Namun ternyata kebijakan pemberian suku bunga yang tinggi dapat pula
menimbulkan dampak negatif pada kegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga tinggi
ternyata dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan
memperlemah daya saing ekspor dipasar dunia sehingga dapat membuat dunia usaha
tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun dan
pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan (Boediono, 1990). Dengan adanya
permasalahanpermasalahan yang harus dihadapi pemerintah tersebut maka dalam hal
ini pemerintah harus bisa memutuskan kebijaksanaan yang harus diambil sehingga
dapat memperbaiki maupun meningkatkan struktur dan kualitas perbankan Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merujuk kepada perkembangan
kegiatan perekonomian suatu negara yang menyebabkan barang dan jasa yang
diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat
dalam jngka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan. Dalam kegiatan
ekonomi yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi menunjukan perkembangan
ekonomi, secara fisik yang terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi pada
dasarnya diartikan sebagai suatu proses dimana PDB riil atau pendapatan riil per kapita
meningkat secara terus-menerus melalui kenaikan produktivitas per kapita (Salvatore,
1997) Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dengan peningkatan output dan
pendapatan riil per kapita memang bukanlah satu-satunya sasaran kebijaksanaan di
negara-negara berkembang, namun kebijaksanaan ekonomi menaikkan tingkat
pertumbuhan output perlu dilakukan karena: 1. Pertumbuhan ekonomi dipandang
sebagai syarat yang sangat diperlukan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat. 2.
Pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai suatu prasyarat untuk mencapai tujuantujuan
pembangunan lainnya eperti peningkatan pendapatan dan kekayaan masyarakat,
ataupun penyediaan fasilitas dan sarana sosial lainnya (Thirwall, 1976). Menurut
Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari
negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada
penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh
adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian yang bersifat teknologi institusional
(kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro
1994). Kuznets mengemukakan enam karakteristik atau ciri proses pertumbuhan
ekonomi yang bisa ditemui di hampir semua negara maju yaitu: 1. Tingkat pertumbuhan
output per kapita dan pertambahan penduduk yang tinggi. 2. Tingkat kenaikkan total
produkstivitas faktor yang tinggi khususnya produktivitas tenaga kerja. 3. Tingkat
transformasi struktural ekonomi yang tinggi. 4. Tingkat transformasi sosial dan ideologi
yang tinggi. 5. Adanya kecendrungan negara-negara yang mulai atau yang sudah maju
perekonomiannya untuk berusaha merambah bagian-bagian dunia lainnya sebagai
pemasaran dan sumber bahan baku. 6. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi
yang hanya mencapai sepertiga bagian penduduk dunia. Menurut teori pertumbuhan
ekonomi neo-klasik, dengan mengasumsikan luas lahan tetap maka yang
mempengaruhi pertumbuhan adalah peningkatan pada penawaran tenaga kerja,
peningkatan pada capital stock dan peningkatan pada produktivitas. Meningkatnya
penawaran tenaga kerja akan menyebabkan bertambahnya output. Real output
meningkat bila semakin banyak orang yang ikut serta dalam proses produksi suatu
negara. Peningkatan modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu: peningkatan pada modal
fisik dan modal tenaga kerja. Modal fisik meningkatkan output dikarenakan hal tersebut
merangsang produktivitas tenaga kerja dan secara langsung menyediakan pelayanan
yang berharga. Peningkatan pada produktivitas akan terjadi ketika investasi pada
peralatan seperti komputer dan mesin yang dapat mengurangi jam kerja tenaga kerja.
Modal tenaga kerja meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena tenaga kerja yang
mempunyai skill lebih produktif dibandingkan dengan mereka yang tidak investasi
pada modal tenaga kerja dapat dilakukan melalui pendidikan atau pelatihan.
Peningkatan produktivitas menjelaskan peningkatan pada output yang tidak dapat
dijelaskan oleh pertambahan input. Yang terpenting dari produktivitas adalah dengan
adanya kemajuan teknologi, yang mempengaruhinya dengan 2 cara. Pertama adalah
kemajuan pada pengetahuan yang disebut inventions dan kedua adalah penggunaan dari
pengetahuan itu sendiri yang menyebabkan produksiyang lebih efisien yang disebut
inovasi (Burda dan Wyplosz, 2001). Dalam perkembangan perekonomian suatu negara
dapat ditunjukkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Negara tersebut.
PDB merupakan nilai dari total output yang dihasilkan oleh suatu negara. PDB
Indonesia terus meningkat sementara pertumbuhannya mengalami fluktuasi dengan
laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia berfluktuasi dari tahun ke
tahun walaupun secara umum dapat kita tarik kesimpulan bahwa pertumbuhannya
cenderung membaik terutama setelah pemerintah memberlakukan kebijakankebijakan
ekonomi sehingga tercipta suasana perekonomian yang kondusif. Pada saat krisis
ekonomi melanda Asia Indonesia tidak terkecuali terkena dampaknya bahkan mungkin
yang terprah tetapi saat ini perekonomian Indonesia sudah mulai bangkit lagi. Dalam
neraca anggaran pendapatan dan belanja negara, Pengeluaran pemerrintah Indonesia
secara garisbesar dikelompokan atas pengeluran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Klasifikasi ini mirip seperti klasifikasi pengeluaran ke dalam pos-pos pengeluaran
kapital. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran untuk
membiayai pelaksanaan roda pemerintah sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja
barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang), angsuran
dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran
pembangunan maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat
dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai
dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pertumbuhan ekonomi umumnya digunakan
untuk menyatakan perkembangan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan
ekonomi dan perubahan fundamental ekonomi jangka penjang suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai pertambahan nasional agregatif atau
pertambahan output dalam periode tertentu, misalkan satu tahun atau pertumbuhan
ekonomi menunjukkan peningkatan kapasitas produksi barang dan jasa secara fisik
dalam kurun waktu tertentu. Dengan adanya inflasi adalah kecenderungan naiknya
harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Apabila
inflasi meningkat maka harga barang didalam negeri akan sangat berpengaruh dan
semakin meningkat. Dengan naiknya harga barang sama dengan turunnya nilai mata
uang. Maka dengan demikian inflasi dapat diartikan sebagai penurunan nilai mata uang
terhadap nilai barang dan jasa secara umum. Sedangkan untuk tingkat inflasi
menunjukkan presentase dari perubahan tingkat harga rata-rata tertimbang untuk
barang dan jasa dalam perekonomian suatu negara. Dengan adanya inflasi maka
kenaikan tingkat inflasi menunjukan adanya suatu pertumbuhan perekonomian, namun
dalam jangka waktu panjang maka tingkat inflasi yang tinggi sangat memberikan
dampak yang sangat buruk. Dengan tingginya tingkat inflasi hal ini yang menyebabkan
barang domestik relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan barang-barng import.
Pada prinsipnya tidak semua inflasi berdampak negatif pada perekonomian. Terutama
jika terjadi inflasi ringan ini dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi. Ini
yang membuat semangat para pengusaha untuk lebih meningkatkn produksinya dengan
membuka lapangan kerja baru. Salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi yang
lainnya adalah suku bunga. Tingkat suku bunga.

3.3 Efektivitas kebijakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam merespon
fluktuasi ekonomi makro Indonesia
Bank Indonesia dan Pemerintah senantiasa berkomitmen untuk mencapai
sasaran inflasi yang sudah ditetapkan melalui koordinasi kebijakan yang konsisten
dengan sasaran inflasi tersebut. Salah satu upaya pengendalian inflasi menuju inflasi
yang rendah dan stabil adalah dengan membentuk dan mengarahkan ekspektasi inflasi
masyarakat agar mengacu pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Sebelum Undang-
Undang Nomor 23Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Sementara setelah UU tersebut,
dalam rangka meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia maka sasaran inflasi
ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan moneter Bank Indonesia ditujukan untuk
mengelola tekanan harga yang berasal dari sisi permintaan aggregate (demand
management) relative terhadap kondisisisi penawaran.Dalam hal ini kebijakan moneter
tidak ditujukan untuk merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang
bersifat kejutan yang bersifat sementara yang akan hilang dengan sendirinya
seiring dengan berjalannya waktu. Menurut Gregory Mankiw (2003), salah satu
penyebab inflasi adalah terjadinya pertumbuhan kuantitas uang yang beredar
dimasyarakat, apabila pemerintah mencetak dan/atau mengedarkan uang terlalu
banyak maka nilai uang tersebut akan merosot. Secara sederhana inflasi diartikan
sebagai suatu kecenderungan meningkatnya harga-harga barang dan jasa secara umum
dan terus menerus. Terdapat dua kata kunci yang terkandung dalam penger-tian inflasi
tersebut yaitu pertama kenaikan harga secara umum dan kedua secara terus menerus.
Dalam inflasi harus terkadung adanya unsur kenaikan harga secara umum
(Suseno,2009). Pada prinsipnya inflasi ialah suatu proses meningkatnya harga-harga
secara umum dan terus menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya konsumsi masyarakat yang
meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan
spekulasi,dan akibat adanya ketidaklan cara distribusi barang(Astiyah, 2009). Kenaikan
harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi kecuali bila
kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang
lainnya.Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan
pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Penentuan
barang dan jasa dalam keranjang IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup
(SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan
memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di
beberapa kota, pasar tradisional dan modern pada beberapa jenis barang atau jasa
di setiap kota. Bicara soal inflasi mau tidak mau harus melihatnya terhadap bentuk dari
inflasi itu sendiri yaitu inflasi merayap dan inflasi yang terus menerus
berkelanjutan dan dianggap serius apabila melewati batas 5%, serta bagaimana cara
pemerintah untuk mengatasi inflasi jenis ini. Zero inflation atau inflasi pada nol persen
menjadi harapan dan tujuan dari pemerintah dalam mengatasi system perekonomian
nasional sangat sulit untuk bisa terwujud. Untuk menjaga stabilitas nasional dibidang
ekonomi maka pemerintah perlu untuk menjaga tingkat inflasi jangan sampai melebihi
5 %. Salah satu upaya dari pemerintah guna mengatasi masalah inflasi ini adalah
dengan melakukan kebijakan fiscal dan kebijakan moneter.
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga
stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak
artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas
moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan
begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas
kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan
moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi
kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan
moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat
tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa
stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan
instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter
antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia
dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal
ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap
berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang
terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula
sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia
telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja
lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga
perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti
halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam
sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan
ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya
kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan
pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti
yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki
stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law
enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta
sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan
stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun
Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah
satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang
cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut
dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga
menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan
mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang
cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran
yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem
pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki
informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem
pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi
bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam
gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim
keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi
LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam
mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi
sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis.
Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan
berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi
LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena
itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.
BAB IV

PENUTUP

4.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil bahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulan bahwa terdapat
hubungan antara pengaruh Inflasi dan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia, Inflasi dan Suku Bunga berpengaruh secara simultan terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. Kebijakan moneter merupakan instrument penting kebijakan
politik dalam sistem ekonomi, baik modern maupun Islam. Perbedaan yang mendasar
terletak padatujuan dan larangan bunga dalam Islam. Syarat tercapai dan terjamin
berfungsinya sistem moneter secara baik adalah otoritas moneter harus melakukan
pengawasan kepada keseluruhan sistem. Kebijakan moneter dan kebijakan fiscal
merupakan kebijakan ekonomi makro yang sangat penting dalam kaitan dengan
pencapaian target inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena dalam upaya
mengatasi inflasi, kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah dapat melakukan berbagai
kebijakan ekonomi makro untuk mencapai target inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian maka dapat ditegaskan pada bagian akhir ini bahwa demikian
pentingnya peran pemerintah dan negara untuk mengambil berbagai kebijakan ekonomi
dalam rangka mempertahankan stabilitas ekonomi sesuai dengan tantangan yang
dihadapi saat ini dan di masa depan.

4.2 SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka saran-saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Pemerintah harus mampu menjaga kestabilan harga barang dan jasa, serta
kondisi keamanan dalam negeri yang stabil dan kondusif sehingga tingkat
inflasi dapat dikendalikan dengan baik.
2. Peran pemerintah agar laju inflasi mencapai tingkat yang paling rendah dengan
melakukan operasi pasar, menjaga kecukupan pasokan dan ketersediaan barang,
mengamankan stok didaerah, menjaga kelancaran distribusi barang dan
mengembangkan sistem logistik nasional.
3. Sebaiknya kebijakan Bank Indonesia sebagai induknya bank di Indonesia yang
mengatur kebijakan tentang suku bunga haruslah sesuai dengan prosedur dan
situasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Al Arif , M. M., & Achmad, T. (n.d.). Peranan Kebijakan Moneter Dalam Menjaga Stabilitas
Perekonomian Indonesia Sebagai Respon Terhadap Fluktuasi Perekonomian Dunia.
Bank Indonesia. (2022, Maret). Laporan. Retrieved from www.bi.go.id:
https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-Maret-
2022.aspx
Bank indonesia. (n.d.). Moneter. Retrieved from www.bi.go.id: https://www.bi.go.id/id/fungsi-
utama/moneter/default.aspx
Indriyani, S. N. (2016). Analisa Pengaruh Inflasi Dan Suku Bunga.
Mankiw, N. G. (2003). Teori Makro Ekonomi Terjemahan . Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Otoritas Jasa Keuangan. (n.d.). Peran Bank Indonesia. Retrieved from www.ojk.go.id:
https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/stabilitas-sistem-keuangan/Pages/Peran-
Bank-Indonesia.aspx
Said, A., & Awaluddin. (2022). Pengendalian Inflasi, Moneter dan Fiskal dalam Perspektif
Ekonomi Makro Islam. MARS: Jurnal Magister Research, 11-22.
Sukirno, S. (2003). Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Susanto. (2020). Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga, dan Nilai Tukar.

Anda mungkin juga menyukai