Anda di halaman 1dari 10

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

Tata Oktaviani Wiriastuti1,Yudha Maulidandi Saputra2, Ahmad Raihan Wildan3,


Ridho Arifiansyah4

1234
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA

Abstract
Economic development in a country aims to enhance societal well-being through
significant economic growth. The interconnection between national and regional
development forms a robust economic foundation. In the current era of
globalization, monetary policy plays a crucial role in achieving sustainable
economic growth. This study analyzes the impact of monetary policy on money
circulation and economic activities, with a focus on its implementation in
Indonesia. Additionally, the research explores the role of Islamic monetary policy
in reducing economic disparities between sectors. The research methodology
involves a literature review, primarily focusing on relevant scholarly articles. The
findings underscore the pivotal role of monetary policy in attaining economic
goals, stabilizing the value of currency, and ensuring fair wealth distribution. The
study also delves into the historical role of monetary policy during the
governance of Mu’awiyah bin Abi Sufyan and examines the perspectives of
Islamic economic schools regarding monetary policy. The implications of this
research can contribute to the formulation of more effective policies aligned with
the principles of Islamic economics.
Keywords: Monetary Policy, Economic Growth, Societal Well-being, Islamic
Economics.

Intisari
Pembangunan ekonomi suatu negara bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Keterkaitan antara
pembangunan nasional dan regional membentuk fondasi ekonomi yang tangguh.
Dalam era globalisasi, kebijakan moneter menjadi krusial dalam mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Studi ini menganalisis dampak
kebijakan moneter terhadap perputaran uang dan aktivitas ekonomi, dengan fokus
pada implementasi di Indonesia. Selain itu, penelitian membahas peran kebijakan
moneter Islam dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar sektor. Metode
penelitian menggunakan studi pustaka dengan fokus pada literatur ilmiah terkait.
Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan moneter berperan penting dalam
mencapai tujuan ekonomi, stabilisasi nilai uang, dan distribusi kekayaan yang
adil. Studi ini juga membahas peran historis kebijakan moneter pada masa
pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan mengeksplorasi pandangan mazhab
ekonomi Islam terkait kebijakan moneter. Implikasi dari penelitian ini dapat
mendukung perumusan kebijakan yang lebih efektif dan sesuai dengan prinsip-
prinsip ekonomi Islam.
Kata Kunci: Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi, Kesejahteraan
Masyarakat, Ekonomi Islam.

PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi dalam suatu negara bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Hubungan antara pembangunan nasional dan regional sangat penting, membentuk
fondasi ekonomi yang tangguh, kuat, dan merata. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan berkelanjutan menjadi prasyarat utama dalam proses pembangunan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan perkembangan ekonomi suatu
negara dan pencapaian tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Dampak dari
kebijakan pembangunan, terutama di bidang ekonomi, dapat dilihat melalui
pertumbuhan ekonomi yang terjadi (Atmojo, 2018). Dalam era globalisasi saat ini,
aktivitas perekonomian suatu negara sangat terkait dengan kegiatan ekonomi
negara lain. Oleh karena itu, kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah, baik
dalam hal fiskal maupun moneter, akan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal. Aspek moneter menjadi sangat krusial dalam struktur ekonomi, di mana
pertumbuhan ekonomi tidak dapat sepenuhnya dipahami tanpa
mempertimbangkan masalah-masalah moneter (Salim, 2017).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa kebijakan moneter memiliki dampak
signifikan pada perputaran uang dalam perekonomian. Hal ini tercermin pada
perkembangan jumlah uang yang beredar, suku bunga, kredit, nilai tukar, dan
berbagai variabel ekonomi serta keuangan lainnya. Bahkan, kebijakan moneter
turut memengaruhi harapan para pelaku ekonomi di pasar keuangan dan dalam
berbagai aktivitas ekonomi. Dalam menjalankan kebijakan moneter, Bank
Indonesia menggunakan beberapa instrumen, seperti Operasi Pasar Terbuka
(OPT), intervensi rupiah, sterilisasi valuta asing, fasilitas diskonto, Giro Wajib
Minimum (GWM), dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) (Warjiyo,
2017).
Pada dasarnya, kebijakan moneter memegang peran krusial dalam kerangka
kebijakan ekonomi dan seringkali melibatkan kompromi sulit antara berbagai
tujuan. Kesulitan pengakomodasian ini tidak hanya terjadi pada masa krisis,
namun juga telah memengaruhi dasar-dasar ekonomi makro sebelumnya. Di

2
Indonesia, kebijakan moneter memainkan peran penting dalam mengatasi krisis
ekonomi, yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi kondisi yang disebut
financial distress.
Financial distress sendiri merupakan proses demonetisasi, di mana
permintaan terhadap likuiditas ekonomi menurun, menyebabkan meningkatnya
permintaan terhadap uang tunai. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini
dapat memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh
karena itu, keberhasilan upaya pemulihan ekonomi sangat tergantung pada
ketepatan sasaran kebijakan moneter, terutama dalam mengembalikan kepastian
nilai tukar.
Kebijakan moneter Islam mengusung pendekatan regulatif untuk
mengurangi kesenjangan jumlah uang antara sektor riil dan sektor moneter. Ini
dilakukan dengan menghapus transaksi dan produk di pasar keuangan yang tidak
didasarkan pada usaha produktif di sektor riil. Dorongan terhadap usaha produktif
di sektor riil diharapkan dapat meningkatkan aliran uang dalam perekonomian.
Regulasi dalam konteks moneter tidak hanya terfokus pada konsep money
supply atau suku bunga, melainkan juga pada perputaran sumber daya (uang)
dalam perekonomian. Pentingnya sistem moneter tidak hanya dinilai dari
efektivitas mencapai tujuan akhir kebijakan, tetapi juga dari kesehatan dan
keadilan sistem tersebut. Untuk menerapkan kebijakan moneter dalam konteks
Islam, diperlukan pemahaman tidak hanya tentang prinsip dan teori ekonomi
Islam tetapi juga dukungan penuh dari institusi dan regulator terkait.
Tujuan utama kebijakan moneter dalam konteks Islam adalah
menyeimbangkan sektor sosio-ekonomi dan memastikan distribusi pendapatan
dan kesejahteraan yang adil. Ini menjadi fokus utama dalam merancang dan
melaksanakan kebijakan moneter yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
Islam (Siregar, 2021).
METODE
Dalam penelitian ini, data utamanya bersumber dari literatur ilmiah, yang
ditemukan melalui penelusuran informasi dari berbagai buku dan jurnal yang
relevan dengan topik penelitian. Cara pengumpulan data yang digunakan adalah
studi pustaka, di mana peneliti mencari literatur terkait untuk mendukung analisis
dan pembahasan. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam dari sudut pandang yang sudah ada dalam literatur
ilmiah, membantu meningkatkan pemahaman terkait dengan topik yang sedang
dibahas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian Kebijakan Moneter

3
Kata "moneter" berasal dari bahasa Latin, yaitu "moneta," yang mengacu
pada semua hal yang terkait dengan uang dan cara uang disediakan serta beredar
dalam aktivitas ekonomi. Kebijakan moneter, atau kebijakan uang, adalah usaha
untuk mengelola kondisi ekonomi secara menyeluruh dengan mengatur jumlah
uang yang beredar dalam perekonomian. Tujuannya adalah mencapai stabilitas
harga dan mengontrol tingkat inflasi (Turmudi, 2019).
Kebijakan Moneter adalah langkah-langkah yang diambil untuk mengatur
kondisi ekonomi secara keseluruhan dengan mengendalikan jumlah uang yang
beredar. Tujuannya adalah mencapai stabilitas harga, mengontrol tingkat inflasi,
dan meningkatkan keseimbangan output. Hampir semua sektor ekonomi kapitalis
terkait dengan sistem bunga, sehingga sektor moneter berkembang lebih cepat
daripada sektor riil. Ini karena sektor moneter memberikan keuntungan lebih
cepat dibandingkan dengan sektor riil (Fuad, 2020).
Menurut Nasution dalam (Rahmawati, 2013), Kebijakan moneter mengacu
pada langkah-langkah yang diambil oleh pihak berwenang moneter atau bank
sentral untuk mengatur sejumlah faktor moneter, seperti jumlah uang yang
beredar dan kredit perbankan. Tujuannya adalah mencapai pertumbuhan ekonomi
yang diinginkan. Jumlah uang yang beredar memiliki dampak besar pada produksi
ekonomi dan stabilitas harga secara keseluruhan. Jika jumlah uang terlalu tinggi
tanpa seimbang dalam kegiatan produksi, dapat menyebabkan kenaikan harga atau
inflasi di perekonomian.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter
adalah langkah-langkah yang diambil oleh bank sentral atau otoritas moneter
untuk mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Tujuannya
adalah mencapai stabilitas harga dan mengendalikan tingkat inflasi sesuai dengan
perkembangan ekonomi yang diinginkan. Dalam ekonomi kapitalis, sektor
moneter berkembang lebih cepat karena keterkaitannya dengan sistem bunga.
Jumlah uang beredar memengaruhi output ekonomi dan stabilitas harga, sehingga
pengaturannya melalui kebijakan moneter menjadi penting.
Kebijakan moneter tidak hanya berkaitan dengan suku bunga, karena bunga
dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan kesehatan sistem perbankan. Sistem
ekonomi yang didukung oleh bunga tidak akan sepenuhnya sehat secara makro.
Pengaturan jumlah uang yang beredar dilakukan dengan menambah atau
mengurangi jumlah uang di masyarakat. Ada dua jenis kebijakan moneter: a)
ekspansif, yang bertujuan menambah jumlah uang untuk mengatasi resesi, dan b)
kontraktif, yang bertujuan mengurangi jumlah uang untuk mengatasi inflasi.
Kebijakan moneter ekspansif, atau kebijakan moneter longgar, diterapkan
saat perekonomian mengalami resesi atau depresi untuk mengatasi pengangguran
dan meningkatkan daya beli masyarakat. Di sisi lain, kebijakan moneter

4
kontraktif, atau kebijakan uang ketat, diterapkan saat perekonomian mengalami
inflasi untuk mengurangi jumlah uang yang beredar.
Islam melarang praktik menimbun emas dan perak, sebagaimana dijelaskan
dalam Surah at-Taubah [9]: 34, yang mengacu pada penimbunan kedua logam
berharga tersebut sebagai bentuk uang dan alat tukar. Selanjutnya, Islam
mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum tertentu, seperti diyat
(pembayaran pengganti) dalam kasus pembunuhan sebesar 1000 dinar, dan
hukuman potong tangan bagi pencuri yang melakukan tindak kejahatan dengan
nilai mencapai ¼ dinar.
Rasulullah Saw menjadikan emas dan perak sebagai mata uang standar,
mengaitkannya dengan berbagai hukum dan aturan. Emas dan perak menjadi satu-
satunya standar uang dalam sistem ekonomi Islam, di mana nilai barang dan jasa
diukur berdasarkan standar ini. Selain itu, Islam mewajibkan zakat untuk emas
dan perak, dengan menetapkan nishab (batasan minimal kekayaan) zakat
berdasarkan jumlah emas dan perak yang dimiliki.
Dalam konteks pertukaran uang (Sharf), Islam menetapkan emas dan perak
sebagai bentuk uang yang sah. Prinsip ini mengacu pada menukarkan atau
membeli uang dengan uang, baik dalam bentuk yang sama seperti emas dengan
emas atau perak dengan perak, maupun dalam bentuk pertukaran antar jenis,
misalnya membeli emas dengan perak (Amri, 2018).
Tinjauan Sejarah: Kebijakan Moneter Muawwiyah bin Abi Sufyan
Pada masa pemerintahan Mu’awiyah, dia mendirikan kantor pencatatan
negara dan merancang sistem pengiriman surat melalui pos (al-barid) beserta
infrastrukturnya. Beliau juga terlibat dalam pencetakan mata uang dan
pengembangan jabatan qadi (hakim) sebagai jabatan profesional. Qadi pada masa
tersebut memiliki kemandirian dalam membuat keputusan hukum tanpa
dipengaruhi oleh kebijakan politik atau kekuasaan penguasa negara, sehingga
mereka dapat mengambil keputusan secara bebas, termasuk dalam perkara yang
melibatkan pejabat tinggi negara.
Kebijakan moneter menjadi kunci penting dalam mengelola pemerintahan.
Moneter tidak hanya menjadi unsur utama dalam kehidupan suatu bangsa, tetapi
juga dapat menyebabkan berbagai masalah jika manajemennya buruk. Pada awal
pemerintahan Bani Umayyah, kebijakan moneter Mu’awiyah memiliki dua tujuan
utama, yaitu: a) mengumpulkan sebanyak mungkin uang, yang dianggap sebagai
prestasi oleh gubernur ketika berhasil mengumpulkan pajak, b) memuaskan para
pejabat negara dengan memberi mereka harta sebanyak mungkin.
Dua tujuan tersebut menjadi fokus utama para penguasa, menyebabkan
kekacauan dalam masyarakat karena para non-Muslim terpaksa membayar pajak
yang tinggi. Hal ini menghambat masuknya orang-orang non-Muslim ke dalam

5
Islam, karena sebenarnya orang non-Muslim yang telah masuk Islam tidak lagi
wajib membayar jizyah. Akibatnya, pemasukan Baitul Mal (kas negara) semakin
berkurang. Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, Baitul Mal berada di
bawah kendali khalifah tanpa dapat dikritik oleh rakyat.
Situasi ini berlangsung sampai masa kepemimpinan khalifah ke-8 Dinasti
Umayyah, Umar bin Abdul Aziz, yang memerintah pada tahun 717-720. Melihat
kondisi Baitul Mal yang memprihatinkan, Umar bin Abdul Aziz melakukan
perbaikan, terutama dalam hal pendapatan negara. Pada masa sebelumnya, mulai
dari khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan hingga khalifah ke-7 Sulaiman bin Abdul
Malik, Baitul Mal mengalami kemerosotan, dengan pengeluaran yang lebih besar
dibandingkan pemasukan (Muflihin, 2020).
Tujuan Kebijakan Moneter
Untuk memastikan sistem moneter berjalan dengan baik, pihak berwenang
umumnya melakukan pengawasan menyeluruh terhadap semua bagian sektor
moneter, yang berdampak besar pada sektor riil. Sektor moneter dianggap sangat
penting karena dapat mempengaruhi sektor riil secara keseluruhan. Kebijakan
moneter dianggap sebagai alat penting dalam kebijakan publik dalam konteks
ekonomi (Hubara, Z. A., Nurrahma, S. A., & Jannah, 2021). Dalam konteks
kebijakan moneter Islam, tujuannya adalah sebagai berikut: a) Pencapaian
Kesejahteraan Ekonomi dengan Kesempatan Kerja Penuh. Mengacu pada konsep
maqasid shar'iyah yang menekankan pencapaian kesejahteraan ekonomi melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia, menghilangkan kesulitan utama, dan
meningkatkan kualitas hidup secara moral dan materi. Mendorong terciptanya
lingkungan ekonomi yang memungkinkan penggunaan waktu, kemampuan fisik,
dan mental untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Kesejahteraan dipahami bukan hanya sebagai upaya memaksimalkan kekayaan
dan konsumsi secara individual, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan
kolektif dan pembagian sumber daya secara adil. b) Pencapaian Keadilan Sosio-
Ekonomi dan Distribusi Pendapatan serta Kekayaan. Keadilan diartikan sebagai
penempatan sesuatu pada tempat yang seharusnya, melibatkan pemeliharaan
keseimbangan dan perbandingan hak individu. Prinsip keadilan menekankan
pentingnya distribusi kekayaan yang adil, sejalan dengan usaha, kreativitas, dan
kontribusi masing-masing individu. Bank sentral berperan dalam mengurangi
konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di tangan sejumlah kecil orang untuk
mencapai tujuan keadilan sosio-ekonomi. c) Mencapai Stabilitas Nilai Uang.
Stabilitas nilai uang memiliki dampak besar pada kehidupan ekonomi karena
menentukan nilai dan harga barang serta jasa. Ketidakstabilan nilai uang dapat
membuat sulit meramalkan harga dengan akurat. Stabilitas nilai uang menjadi
prioritas utama dalam manajemen moneter Islam, berpengaruh pada pemenuhan

6
kebutuhan dasar, distribusi pendapatan yang merata, pertumbuhan ekonomi
optimal, peluang kerja yang luas, dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Penekanan pada nilai-nilai ini mencerminkan upaya untuk memastikan bahwa
kebijakan moneter diarahkan pada pencapaian kesejahteraan sosial, keadilan
ekonomi, dan stabilitas nilai uang dalam konteks prinsip-prinsip Islam.
Kebijakan Moneter Menurut Beberapa Mazhab Ekonomi Islam
Menurut (Aisyah, S, Nurmala, 2019), Islam mengelompokkan pemikiran
ekonomi ke dalam tiga mazhab utama, yaitu: a) Mazhab Iqtishoduna, yang
dipelopori oleh Baqir as-Sadr, mengakui bahwa pada awal Islam, kebijakan
moneter tidak dianggap penting karena minimnya sistem perbankan dan
penggunaan uang. Tidak ada peran kredit dalam penciptaan uang, dan aturan ketat
mengenai surat peminjaman serta instrumen negosiasi mencegah sistem kredit
menciptakan uang. Praktik-praktik seperti judi, riba, dan jual beli spekulatif
dihindari, dan fokusnya pada konsep nilai tambah dalam transaksi menjaga
keseimbangan antara pasar barang dan uang. b) Mazhab Mainstream, dalam
konteks kebijakan moneter pemerintah, bertujuan mengoptimalkan penggunaan
sumber daya ekonomi dengan menghindari penumpukan uang yang tidak
produktif, sesuai dengan prinsip Islam yang melarang penimbunan uang.
Instrumen kebijakan, seperti "dues of idle fund," digunakan untuk mempengaruhi
permintaan uang agar dialokasikan pada peningkatan produktivitas ekonomi
secara keseluruhan. Kekayaan yang tidak digunakan secara produktif dianggap
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. c) Mazhab Alternatif - Kritis, memiliki
dasar pada proses siyaratiq, mengedepankan kebijakan moneter yang diputuskan
setelah musyawarah dengan sektor riil. Pendekatan ini menekankan koordinasi
antara pihak berwenang dan sektor riil untuk mencapai kebijakan moneter yang
efektif. Dalam teori permainan, kebijakan moneter dijelaskan sebagai repeated
games, di mana kurva penawaran dan permintaan uang menyerupai tambang
dengan melilit dan memiliki slope positif, akibat proses pengetahuan dan berbagi
informasi yang efektif dalam sistem ini.
Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter
Menurut Adiwarman Azwar Karim dalam (Wahyudi, 2013), Kebijakan
moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam yang
mengakui bahwa kekuasaan tertinggi adalah milik Allah, dan manusia berperan
sebagai pemimpin (khalifah) di bumi tanpa menjadi pemilik sejati. Segala
kekayaan yang dimiliki oleh manusia dianggap sebagai anugerah dari Allah, dan
mereka yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki oleh yang lebih beruntung. Prinsip ini menekankan bahwa kekayaan tidak
boleh ditimbun, melainkan harus diputar agar ekonomi berjalan secara adil.

7
Dalam aspek teknis, kebijakan moneter Islam harus bebas dari riba dan
bunga. Islam dengan tegas mengharamkan riba, termasuk bunga bank, sehingga
instrumen kebijakan moneter yang umum digunakan dalam ekonomi kapitalis
menjadi tidak berlaku. Manajemen moneter dalam Islam lebih mengutamakan
prinsip bagi hasil, di mana keuntungan dan kerugian dibagi secara adil antara
pihak-pihak yang terlibat.
Selain itu, kebijakan moneter Islam juga bertujuan untuk menghilangkan
jurang kesenjangan ekonomi antar individu, dengan menetapkan kewajiban yang
bersifat wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk masyarakat yang
kurang mampu. Dengan demikian, prinsip-prinsip ini diharapkan dapat
menciptakan keseimbangan ekonomi dan mengurangi konflik antar golongan
dalam masyarakat.
Instrumen Kebijakan Moneter Islami
Bank sentral memiliki beberapa instrumen kebijakan moneter yang dapat
digunakan untuk mengatur ekonomi, antara lain: a) Penempatan Dana Pemerintah
(Government Deposits). Bank sentral memiliki kewenangan untuk memindahkan
deposito pemerintah dari dan ke bank komersial. Hal ini dapat langsung
mempengaruhi cadangan bank komersial. b) Pengaturan Nilai Tukar Mata Uang
Asing (Foreign Exchange Rate). Bank sentral dapat bekerja sama dengan bank
komersial untuk menyepakati nilai tukar mata uang asing, memberikan stabilitas
pada pasar valuta asing. c) Common Pool. Bank sentral dapat mendorong
kerjasama antar bank komersial dengan mengharuskan mereka menyisihkan
sebagian deposit dalam common pool. Tujuannya adalah untuk mengatasi
masalah likuiditas yang mungkin dihadapi oleh suatu bank. d) Instrumen Berbasis
Ekuitas (Equity-Based Instruments). Bank sentral dapat menggunakan instrumen
seperti jual-beli surat berharga, saham, dan sertifikat bagi hasil berdasarkan
penyertaan. Instrumen ini dapat menggantikan peran obligasi pemerintah dalam
operasi pasar. e) Perubahan dalam Rasio Bagi Hasil (Change In The Profit and
Loss Sharing Ratio). Bank sentral dapat mengeluarkan variasi dalam rasio bagi
hasil untuk aktivitas mudharabah bank komersial dan deposan, memberikan
fleksibilitas dalam alokasi keuntungan. f) Rasio Pembiayaan Kembali (Refinance
Ratio). Sebagai bagian dari qordhul hasan yang diberikan, Bank Sentral dapat
memberikan pembiayaan kembali kepada bank komersial, mendukung likuiditas
mereka. g) Rasio Pemberian Pinjaman (Lending Ratio). Bank Sentral dapat
menetapkan rasio pemberian pinjaman, yaitu persentase uang giral yang dapat
dipinjamkan kepada nasabah oleh bank komersial sebagai bagian dari qordhul
hasan. Dengan menggunakan berbagai instrumen ini, bank sentral memiliki
beragam cara untuk mengelola kebijakan moneter dan mempengaruhi kondisi
ekonomi secara keseluruhan (Novia, 2019).

8
SIMPULAN
Pembangunan ekonomi suatu negara bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Hubungan antara
pembangunan nasional dan regional membentuk dasar ekonomi yang kuat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah kunci dalam proses pembangunan,
mencerminkan kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam era
globalisasi, kebijakan pemerintah, terutama kebijakan moneter, sangat
dipengaruhi oleh faktor eksternal. Bank Indonesia menggunakan berbagai
instrumen moneter untuk mengatur pertumbuhan ekonomi, seperti Operasi Pasar
Terbuka dan intervensi valuta asing.
Kebijakan moneter memiliki dampak signifikan pada perputaran uang dan
variabel ekonomi. Bank Indonesia menggunakan instrumen seperti Operasi Pasar
Terbuka dan sterilisasi valuta asing. Di era globalisasi, kebijakan moneter harus
mempertimbangkan faktor eksternal. Financial distress, atau penurunan likuiditas
ekonomi, dapat berdampak negatif pada pertumbuhan jangka panjang. Dalam
konteks Islam, kebijakan moneter mengutamakan regulasi untuk mengurangi
kesenjangan uang antara sektor riil dan moneter, mendorong aliran uang pada
sektor riil.
Kebijakan moneter memainkan peran krusial dalam kerangka kebijakan
ekonomi, mempengaruhi perputaran uang dan variabel ekonomi. Kebijakan
moneter harus mempertimbangkan faktor eksternal dan regulasi untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks Islam, kebijakan
moneter mengutamakan distribusi pendapatan yang adil dan kesejahteraan sosio-
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S, Nurmala, S. (2019). Aktualisasi kebijakan moneter islam dalam
permasalahan makro ekonomi islam. Jurnal Syariah, 7(2), 49–64.
http://www.ejournal.fiaiunisi.ac.id/index.php/syariah/article/view/260
Amri, H. (2018). Analisis Kebijakan Moneter pada Awal Pemerintahan Islam
terhadap Pembangunan Perekonomian Islam. Islamic Banking : Jurnal
Pemikiran Dan Pengembangan Perbankan Syariah, 3(2), 1–16.
https://doi.org/https://doi.org/10.36908/isbank.v3i2.41
Atmojo, R. W. (2018). Analisis Efektivitas Kebijakan Moneter dan Kebijakan
Fiskal terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Economics
Development Analysis Journal, 7(2), 194–202.
https://doi.org/10.15294/edaj.v7i2.20160
Fuad, A. (2020). Kebijakan Moneter Islam. Jurnal Syariah, 8(1), 1–24.
http://ejournal.fiaiunisi.ac.id/index.php/syariah/article/view/280

9
Hubara, Z. A., Nurrahma, S. A., & Jannah, N. (2021). Penerapan Kebijakan
Moneter Islam Pada Sistem Perekonomian Indonesia. Triangle: Journal
Of Management, Accounting, Economic and Business, 2(4), 463–474.
https://www.trianglesains.makarioz.org/index.php/JTS/article/view/162
Muflihin, M. D. (2020). Perekonomian di Masa Dinasti Umayyah: Sebuah Kajian
Moneter dan Fiskal. Indonesian Interdisciplinary Journal of Sharia
Economics (IIJSE), 3(1), 58–69.
https://doi.org/https://doi.org/10.31538/iijse.v3i1.462
Novia, A. A. (2019). Instrumen Kebijakan Moneter Islami Di Berbagai Negara
Muslim. Scholar.Uinib.Ac.Id, 3–14.
https://scholar.uinib.ac.id/id/eprint/1614/1/6. KEMILAU OK.pdf
Rahmawati, A. (2013). Uang dan Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi
Islam. Equilibrium: Jurnal Ekonomi Syariah, 1(2), 181–199.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21043/equilibrium.v1i2.213
Salim, J. F. (2017). PENGARUH KEBIJAKAN MONETER TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA. E-Kombis, 3(2), 68–76.
https://doi.org/https://doi.org/10.35308/ekombis.v3i2.435
Siregar, E. Y. (2021). Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Dalam Islam. Jurnal
Al-Iqtishad, 17(2), 163–175.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.24014/jiq.v17i2.14154
Turmudi, I. (2019). Kajian Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter dalam Islam.
An-Nawa: Jurnal Studi Islam, 1(2), 74–90.
https://jurnal.staiannawawi.com/index.php/annawa/article/view/143
Wahyudi, A. (2013). Kebijakan Moneter Berbasis Prinsip-Prinsip Islam. Justicia
Islamica, 10(1).
https://doi.org/https://doi.org/10.21154/justicia.v10i1.142
Warjiyo, P. (2017). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia
(Volume 11). Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank
Indonesia.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=U6HWDgAAQBAJ&oi
=fnd&pg=PA1&dq=KEBIJAKAN+MONETER&ots=7vCowqpGWO&s
ig=IfgaEky54xJOfRKrHFCFmV7DtNA&redir_esc=y#v=onepage&q=K
EBIJAKAN MONETER&f=false

10

Anda mungkin juga menyukai