Anda di halaman 1dari 10

PERAN BANK SENTRAL DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Dedi Gumilar
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Membangun (STIE INABA) Bandung, Indonesia
dedi.gumilar@inaba.ac.id

Abstrak

Artikel ini membahas tentang peran bank sentral dalam kebijakan moneter ditinjau dari
perspektif Islam. Sistem moneter yang berlaku di dunia sekarang ini keberadaannya telah ada
setelah melalui beberapa masa evolusi. Sistem moneter yang telah berlaku pada masa Nabi
Muhammad SAW adalah bimetallic standard dimana emas dan perak (dinar dan dirham)
bersirkulasi secara terus-menerus. Penerapan kebijakan moneter harus beriringan dengan
penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektor riil,
dan lain-lain, karena keterkaitan antara kebijakan tersebut sangat erat. Pemerintah melalui
bank sentral mengambil langkah-langkah stabilisasi ekonomi, yaitu melalui kebijakan fiskal
dan atau kebijakan moneter. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metodologi yang
digunakan dalam artikel ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi komparatif
yaitu membandingkan antara peran bank sentral secara konvensional dan secara Islam.
Instrumen moneter yang digunakan dalam ekonomi Islam berbeda dengan yang digunakan
dalam sistem konvensional. Operasi pasar terbuka dapat digunakan untuk jual beli surat
berharga dengan jenis yang berbeda, karena hutang finansial yang berbunga, seperti obligasi
dilarang dalam sistem ekonomi Islam. Dengan jumlah umat Islam yang mayoritas, penerapan
bank sentral Islam sangat memungkinkan diterapkan di Indonesia, karena potensi dana
masyarakat yang terkumpul sangat besar melalui investasi di bank syariah, sukuk ritel, wakaf
link sukuk, dan zakat. Potensi tersebut menjadi modal bank sentral dalam pengendalian
moneter yang lebih baik.
Kata kunci : bank sentral, ekonomi Islam, moneter

I. PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia tidak terkecuali Indonesia, mengakibatkan terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang negatif selama tahun 2020. Pemerintah melalui Bank Indonesia
memperkuat sinergi kebijakan dan mendukung berbagai kebijakan lanjutan untuk
membangun optimisme pemulihan ekonomi nasional, melalui pembukaan sektor-sektor
ekonomi produktif dan aman Covid-19, akselerasi stimulus fiskal, Bank Indonesia terus
mengarahkan seluruh instrumen kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional,
dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan memelihara stabilitas nilai tukar Rupiah, serta
mendukung stabilitas sistem keuangan. Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah
dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
penyaluran kredit perbankan dari sisi permintaan dan penawaran, melanjutkan stimulus
moneter dan makroprudensial, serta mengakselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan. 1
Sistem moneter yang berlaku di dunia sekarang ini keberadaannya telah ada setelah melalui
beberapa masa evolusi. Sistem moneter yang telah berlaku pada masa Nabi Muhammad
1
Bank Indonesia, “Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2020,” 2020,
https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-Desember-2020.aspx.
SAW adalah bimetallic standard dimana emas dan perak (dinar dan dirham) bersirkulasi
secara terus-menerus. Ketika khalifah kedua dari Bani Umayyah (41-132 H/662-750 M) rasio
antara dinar dan dirham adalah 1: 12, dan ketika Bani Abassyiah berkuasa (132-656 H/ 750-
1258 M) rasionya mencapai 1:15 atau kurang,2
Sejarah sistem moneter internasional ini diawali pada tahun 1870-an, ketika hegemoni Inggris
yang berlangsung santer terhadap perekonomian global. Inggris pada abad tersebut
mendominasi bidang manufaktur atau industri dan menjadi produsen utama dari sekitar
setengah cadangan besi dan batu bara skala global. Padahal, dari jumlah produksi tersebut,
Inggris sendiri hanya mengokonsumsi kurang dari setengah yang diproduksinya. Sementara
itu, Inggris Raya juga memiliki kemampuan ekonomi yang kuat. Hal ini dilihat dari jumlah
stok emas global yang yang dimilikinya semasa periode 1870 – 1913 yang merupakan
terbesar di dunia. Inggris juga mampu membiayai sekitar 60% kredit jangka pendek dari
seluruh transaksi perdagangan global. Kekuatan finansial Inggris ini kemudian membuat
Inggris berinisiasi untuk membentuk sistem keuangan berstandar emas. Sistem keuangan
dengan standar emas ini mulai dilakukan sejak 1875. Sistem ini lalu diikuti oleh berbagai
negara lain di dunia, terutama negara-negara di Eropa. Momentum inilah yang mengawali
terbentuknya sejarah pasar mata uang dunia, sekaligus sistem moneter internasional.3
Penerapan kebijakan moneter harus beriringan dengan penerapan kebijakan ekonomi makro
lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektor riil, dan lain-lain, karena keterkaitan antara
kebijakan tersebut sangat erat. Selain itu, pengaruh kebijakan-kebijakan yang dilakukan
secara bersama-sama mungkin memiliki arah yang bertentangan sehingga saling
memperlemah. Misalnya dalam perekonomian yang terkena inflasi, bank sentral melakukan
pengetatan moneter. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan ekspansi di sektor fiskal
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketidakharmonisan kedua kebijakan
tersebut dapat mengakibatkan tujuan menekan inflasi tidak tercapai. Sementara itu,
kombinasi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif akibat tidak adanya
koordinasi, dapat mendorong pemanasan kegiatan perekonomian. Dengan demikian, untuk
mencapai tujuan kebijakan makro secara optimal, biasanya dilakukan bauran kebijakan yang
terkoordinasi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.4
Inflasi mengandung implikasi bahwa uang tidak dapat berfungsi sebagai satuan hitungan
yang benar dan adil. Inflasi menyebabkan orang berlaku tidak adil terhadap orang lain,
dengan memerosotkan daya beli asset-aset moneter secara tidak diketahui. Hal itu merusak
efisiensi sistem moneter dan menimbulkan biaya kesejahteraan pada masyarakat. Inflasi
memperburuk iklim ketidakpastian dimana keputusan-keputusan ekonomi diambil,
menimbulkan kekhawatiran pada struktur modal dan menyebabkan misalokasi sumber daya.5
Dalam mengatasi kondisi tersebut, pemerintah melalui bank sentral perlu mengambil
langkah-langkah stabilisasi ekonomi, yaitu melalui kebijakan fiskal dan atau kebijakan
moneter. Kebijakan fiskal terkait dengan anggaran belanja negara dan mempengaruhi
kegiatan investasi serta konsumsi, yang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan
2
Adiwarman, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 107.
3
Andika Drajat Murdani, “Sistem Moneter Internasional,” 2018,
https://www.portal-ilmu.com/2018/05/sistem-moneter-internasional_17.html.
4
Perry Warjiyo and Solikin, Kebijakan Moneter di Indonesia (Jakarta: Pusat Pendidikan Dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2017), 6.
5
Muhammad Umer Chapra, Sistem moneter Islam (Jakarta: Gema Insani, 2000), 5.
barang dan jasa serta penawaran produk dalam perekonomian. Sementara itu kebijakan
moneter terkait dengan pengendalian jumlah uang beredar. Dalam kondisi jumlah uang
beredar meningkat, bank sentral dapat melakukan kebijakan kontraksi moneter atau menarik
likuiditas yang ada dalam perekonomian. Apabila terjadi sebaliknya, bank sentral dapat
melakukan ekspansi atau menambah likuiditas dalam perekonomian6
Selain transmisi kebijakan moneter konvensional yang sudah lebih dahulu berlaku di
berbagai negara di dunia, saat ini berkembang pula kajian mengenai mekanisme transmisi
kebijakan moneter Islam. Memahami ekonomi moneter Islam termasuk segala kebijakan di
dalamnya, memerlukan perhatian pada bentuk aktivitas dan kegiatan ekonomi yang selaras
dan tidak menyimpang dari nilai-nilai moral Islam dan hukum syariat.7
Pada artikel ini akan membandingkan kebijakan moneter konvensional dengan kebijakan
moneter Islam dalam mengendalikan inflasi dan nilai tukar.
II. METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metodologi yang digunakan dalam artikel ini adalah
metode deskriptif dengan pendekatan studi komparatif. Data yang digunakan berasal dari
studi literatur dan pendapat para ahli. Hasil yang diharapkan adalah adanya pembanding atau
alternatif kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah Indonesia saat ini, yaitu kebijakan
moneter Islam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kebijakan Moneter
Sebagian besar ekonom setuju bahwa dalam jangka panjang, output biasanya diukur dengan
Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga setiap perubahan jumlah uang yang beredar hanya
akan menyebabkan harga berubah. Tetapi dalam jangka pendek, karena harga dan upah
biasanya tidak segera menyesuaikan, perubahan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi
produksi barang dan jasa. Inilah mengapa kebijakan moneter yang umumnya dilakukan oleh
bank sentral seperti Federal Reserve AS (Fed) atau Bank Sentral Eropa (ECB) merupakan
alat kebijakan yang berarti untuk mencapai tujuan inflasi dan pertumbuhan.8
Kebijakan moneter bukan satu-satunya alat untuk mengelola permintaan agregat untuk
barang dan jasa. Kebijakan fiskal (perpajakan dan pengeluaran) adalah hal lain, dan
pemerintah telah menggunakannya secara ekstensif selama krisis global baru-baru ini.
Namun, biasanya perlu waktu untuk membuat peraturan perpajakan dan perubahan
pengeluaran, dan begitu perubahan tersebut menjadi undang-undang, secara politis sulit untuk
dibatalkan. Kekhawatiran bahwa konsumen mungkin tidak menanggapi dengan cara yang
diharapkan untuk stimulus fiskal (misalnya, mereka mungkin menabung daripada
memanfaatkan pemotongan pajak), dan mudah untuk memahami mengapa kebijakan moneter
umumnya dipandang sebagai garis pertahanan pertama dalam menstabilkan ekonomi selama

6
F. X. Sugiyono, Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka (Jakarta: Pusat Pendidikan Dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2017), 2.
7
Solikin M. Juhro, Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (PT. RajaGrafindo Persada, 2021), 293.
8
Koshy Mathai, “Finance & Development,” Finance & Development | F&D, 2020,
https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/basics/monpol.htm.
penurunan. (Pengecualian untuk negara-negara dengan nilai tukar tetap, di mana kebijakan
moneter sepenuhnya terkait dengan tujuan nilai tukar).9
Dalam era perekonomian global saat ini, interaksi ekonomi antar negara merupakan salah
satu aspek yang tidak terpisahkan dari perkembangan ekonomi suatu negara yang semakin
terbuka. Ditambah lagi semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi, komunikasi
dan transportasi, serta kebijakan perdagangan dalam satu dasawarsa terakhir telah mendorong
pesatnya keterbukaan ekonomi dan ketergantungan antar negara. Dengan semakin besarnya
keterkaitan antar negara, maka semakin terbuka pula perekonomian negara yang
bersangkutan, yang berdampak pada peningkatan transaksi perdagangan antar negara.
Keterbukaan ekonomi suatu negara juga akan membawa konsekuensi pada perencanaan dan
pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan moneternya.10
B. Kebijakan Moneter di Indonesia
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia
tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan
sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa
diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat
dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang
signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan
merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan
salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya,
ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan
akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa
stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.11
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas
sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah12:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu
menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan
stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan
moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat
mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan
stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation
targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran penting dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti
itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara
9
Koshy Mathai.
10
Warjiyo and Solikin, Kebijakan Moneter di Indonesia, 8–9.
11
Bank Indonesia, “Moneter,” 2020, https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/default.aspx.
12
Bank Indonesia.
lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh karena
itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan
kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law
enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu,
upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan
pemangku kepentingan serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan.
Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam
sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan
mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko
yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat
sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi
risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan
menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem
RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan
kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia
memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem
pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara
macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan
mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem
keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator
macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan
tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil
langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran
tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari
terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan
likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang
menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat
sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya
moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus
diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah
yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai
tujuan itu, Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) sebagai instrumen kebijakan utama untuk memengaruhi aktivitas kegiatan
perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian inflasi. Proses tersebut atau transmisi dari
keputusan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sampai dengan pencapaian sasaran inflasi
tersebut melalui berbagai channel dan memerlukan waktu (time lag).13 
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini memerlukan waktu (time lag). Time lag masing-
masing jalur bisa berbeda. Dalam kondisi normal, perbankan akan merespons
kenaikan/penurunan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) dengan kenaikan/penurunan
suku bunga perbankan. Namun demikian, apabila perbankan melihat risiko perekonomian
cukup tinggi, respons perbankan terhadap penurunan suku bunga BI-7 Day Reverse Repo
Rate (BI7DRR) akan lebih lambat. Sebaliknya, apabila perbankan sedang melakukan
konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit dan peningkatan
permintaan kredit tidak selalu direspons dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi
permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga tidak selalu direspons oleh
meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang lesu.
Efektivitas transmisi kebijakan moneter dipengaruhi oleh kondisi eksternal, sektor keuangan
dan perbankan, serta sektor riil.14
Perubahan suku bunga BI 7DRR juga memengaruhi perekonomian makro melalui perubahan
harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi,
sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. Hal
ini akan mengurangi permintaan agregat sehingga menurunkan tekanan inflasi. 
Dampak perubahan suku bunga pada kegiatan ekonomi juga memengaruhi ekspektasi publik
terhadap inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga akan mendorong aktivitas ekonomi
dan pada akhirnya inflasi akan mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi
dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh
produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.15 

13
Bank Indonesia.
14
Bank Indonesia.
15
Bank Indonesia.
 
Sumber : Bank Indonesia (2021)

Gambar 1. Transmisi Kebijakan Moneter


C. Pengendalian Inflasi
Inflasi yang rendah dan stabil diperlukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, sesuai
dengan tujuan kebijakan makro. Namun, sumber tekanan inflasi tidak hanya berasal dari
permintaan yang dapat dikelola oleh Bank Indonesia, tetapi juga berasal dari sisi penawaran,
yakni berkaitan dengan produksi dan distribusi barang. Selain itu, kejutan dari inflasi juga
dapat berasal dari kebijakan pemerintah terkait dengan barang-barang yang termasuk ke
dalam kelompok administered price (kelompok barang yang harganya diatur oleh
Pemerintah) seperti harga BBM dan komoditas energi lainnya. Oleh karena itu, diperlukan
bauran kebijakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut.16
Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah dalam melakukan pengendalian inflasi,
baik dalam ruang lingkup daerah maupun nasional. Sementara itu, Pemerintah berperan
dalam mengendalikan ekspektasi inflasi dan mengelola penawaran, diantaranya pengelolaan
terhadap pasokan, distribusi, konektivitas, rantai perdagangan, dan subsidi. Sinergi dibentuk
untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran akhir yang telah
ditetapkan dengan cara membentuk Tim Pengendalian Inflasi (TPI). TPI di level pusat
terbentuk sejak tahun 2005, kemudian diperkuat dengan pembentukan TPI di level daerah
sejak tahun 2008.17
Koordinasi pengendalian inflasi diperkuat dengan landasan hukum berupa Perpres
No.23/2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN). Keppres tersebut menaungi
mekanisme koordinasi pengendalian inflasi melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi
Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi, dan Tim Pengendalian
Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten/Kota. Produk turunan dari dasar hukum ini selanjutnya
ditindaklanjuti melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

16
Bank Indonesia.
17
Bank Indonesia.
No.10 Tahun 2017 tentang Mekanisme dan Tata Kerja TPIP, TPID Provinsi, dan TPID
Kabupaten/Kota, Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No.148 tahun 2017
tentang Tugas dan Keanggotaan Kelompok Kerja dan Sekretariat Tim Pengendalian Inflasi
Pusat (TPIP), dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.500.05-8135 Tahun 2017 tentang
Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Fokus program pengendalian inflasi adalah 4K, yakni: 18
1. Keterjangkauan harga.
2. Ketersediaan pasokan.
3. Kelancaran distribusi.
4. Komunikasi efektif.

D. Kebijakan Moneter Islam


Ketika kita menggunakan uang dan fungsinya dalam kerangka Islam, tidak berbeda dengan
sistem ekonomi lainnya, kita harus mempertimbangkan kebijakan moneter sebagai alat
penting yang tersedia bagi pemerintah untuk mencapai tujuan makroekonomi. Dalam
ekonomi Islam kita perlu menggunakan beberapa kebijakan untuk menargetkan variabel
penting ekonomi seperti inflasi, lapangan kerja atau pertumbuhan ekonomi. Kebijakan
moneter berperan penting untuk membangun stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Islam.
Masalah muncul ketika kita perlu memilih instrumen untuk implementasi kebijakan moneter.
Menurut hukum syariah, tidak diperbolehkan menggunakan instrumen berbasis bunga untuk
kebijakan moneter dalam kerangka ekonomi Islam. Berdasarkan teori, mengizinkan untuk
menerapkan instrumen tingkat keuntungan secara luas.19
Instrumen moneter yang digunakan dalam ekonomi Islam berbeda dengan yang digunakan
dalam sistem konvensional. Operasi pasar terbuka dapat digunakan untuk jual beli surat
berharga dengan jenis yang berbeda, karena hutang finansial yang berbunga, seperti obligasi
dilarang dalam sistem ekonomi Islam.20
Bank sentral Islam dapat beroperasi secara langsung melalui regulasi dan kewenangan atau
tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap kondisi pasar modal. Operasi instrumen
langsung dan tidak langsung dapat dibedakan dalam dua cara: (1) Penetakan instrumen
langsung atau pembatasan harga atau kuantitas melalui regulasi, sedangkan instrumen tidak
langsung beroperasi melalui pasar dengan memengaruhi kondisi permintaan dan penawaran
yang mendasarinya; dan (2) Instrumen langsung ditujukan terutama untuk neraca bank
umum, sedangkan instrumen tidak langsung ditujukan untuk neraca bank sentral.21
Bank sentral dalam sistem Islam memiliki instrumen lain, selain saham ekuitas yang yaitu
saham partisipasi (saham sekuritisasi) dalam proyek pembangunan, yang dapat membeli dan
menjual di pasar untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan dengan demikian mencapai
tujuan moneternya. Tujuan utama dari bank tersebut adalah menghasilkan insentif
berorientasi pasar untuk mendorong penyesuaian portofolio untuk menstabilkan
perekonomian. Instrumen pembagian risiko dan bebas bunga ini berfungsi sebagai alat

18
Bank Indonesia.
19
R. Moh Qudsi Fauzi and Meri Indri Hapsari, “Islamic Monetary Management: A Critical Overview,” KnE
Social Sciences, March 31, 2019, 99–111, https://doi.org/10.18502/kss.v3i13.4198.
20
Hossein Askari, Zamir Iqbal, and Abbas Mirakhor, Introduction to Islamic Economics (Singapore: John Wiley
& Sons Singapore Pte. Ltd., 2015), 281.
21
Hossein Askari, Zamir Iqbal, and Abbas Mirakhor, 286–87.
kebijakan moneter untuk menyerap dan mebningkatkan likuiditas ke dan dari perekonomian
dan pada saat yang sama sesuai dengan niat investor untuk berinvestasi pada instrumen
moneter Islam. Instrumen yang tersedia meliputi berbagai obligasi atau sukuk (berdasarkan
kepemilikan dalam sebuah hutang, sukuk murabahah; dalam sebuah aset, sukuk al ijara;
dalam sebuah proyek, sukuk al istisna; dalam bisnis bagi hasil, sukuk al musyarakah; atas
investasi, sukuk al istithmar).22
Ada tiga perbedaan utama dalam pelaksanaan kebijakan moneter antara sistem Islam dan
konvensional. Dalam sistem Islam, instrumen kebijakan moneter berbeda; tidak ada
instrumen utang berbunga, dan utang berbunga diganti dengan berbagai sekuritas berbasis
ekuitas (surat partisipasi nasional, sekuritas pemerintah yang terkait dengan tingkat
pengembalian riil dalam perekonomian, dll.) untuk melaksanakan dan menjalankan operasi
pasar terbuka . Selain itu, sistem perbankan dalam sistem Islam adalah 100% bank cadangan
dibandingkan dengan bank cadangan fraksional dalam sistem konvensional; perbedaan ini
menghilangkan penciptaan uang oleh bank dan memberi bank sentral dalam sistem Islam
dalam kontrol moneter yang lebih baik, menghasilkan sistem keuangan yang lebih stabil dan
tidak terlalu rentan terhadap seringnya krisis. Terakhir, sinyal kebijakan moneter lebih kuat
dalam sistem Islam karena walaupun tujuan kedua sistem tersebut adalah untuk
mempengaruhi penyesuaian portofolio di sektor swasta, dalam sistem konvensional,
mekanisme transmisi sinyal ini tidak langsung melalui sistem perbankan yang fungsi
tujuannya adalah berbeda dari otoritas moneter. Oleh karena itu, sinyal melalui mekanisme
transmisi ini dapat melemahkan sinyal saat dikirimkan melalui sistem perbankan; yaitu, bank
sentral dapat menyuntikkan uang tunai ke dalam sistem perbankan, tetapi dalam analisis
terakhir, banklah yang memutuskan apakah akan memberikan pinjaman kepada sektor
swasta. Dalam sistem Islam, mekanisme transmisi menetapkan cara penerimaan sinyal
langsung oleh sektor swasta melalui pasar sekuritas ritel. Dengan demikian potensi sinyal
yang dikirim oleh otoritas moneter sangat kuat.23
IV. KESIMPULAN
Penerapan kebijakan moneter harus beriringan dengan penerapan kebijakan ekonomi makro
lainnya, akan tetapi menurut hukum syariah, otoritas moneter tidak diperbolehkan
menggunakan instrumen berbasis bunga untuk kebijakan moneter dalam kerangka ekonomi
Islam.
Instrumen moneter yang digunakan dalam sistem Islam berbeda dengan yang digunakan
dalam sistem konvensional. Operasi pasar terbuka dapat digunakan untuk jual beli surat
berharga dengan jenis yang berbeda, karena hutang finansial yang berbunga, seperti obligasi
dilarang dalam sistem ekonomi Islam.
Dengan jumlah umat Islam yang mayoritas, penerapan bank sentral Islam sangat
memungkinkan diterapkan di Indonesia, karena potensi dana masyarakat yang terkumpul
sangat besar melalui investasi di bank syariah, sukuk ritel, wakaf link sukuk, dan zakat.
Potensi tersebut menjadi modal bank sentral dalam pengendalian moneter yang lebih baik.

V. DAFTAR PUSTAKA
22
Hossein Askari, Zamir Iqbal, and Abbas Mirakhor, 281–82.
23
Hossein Askari, Zamir Iqbal, and Abbas Mirakhor, 304.
Adiwarman. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Andika Drajat Murdani. “Sistem Moneter Internasional,” 2018. https://www.portal-
ilmu.com/2018/05/sistem-moneter-internasional_17.html.
Bank Indonesia. “Moneter,” 2020.
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/moneter/default.aspx.
———. “Tinjauan Kebijakan Moneter Desember 2020,” 2020.
https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan/Pages/Tinjauan-Kebijakan-Moneter-
Desember-2020.aspx.
Chapra, Muhammad Umer. Sistem moneter Islam. Jakarta: Gema Insani, 2000.
Hossein Askari, Zamir Iqbal, and Abbas Mirakhor. Introduction to Islamic Economics.
Singapore: John Wiley & Sons Singapore Pte. Ltd., 2015.
Juhro, Solikin M. Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada,
2021.
Koshy Mathai. “Finance & Development.” Finance & Development | F&D, 2020.
https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/basics/monpol.htm.
R. Moh Qudsi Fauzi and Meri Indri Hapsari. “Islamic Monetary Management: A Critical
Overview.” KnE Social Sciences, March 31, 2019, 99–111.
https://doi.org/10.18502/kss.v3i13.4198.
Sugiyono, F. X. Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka. Jakarta: Pusat
Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2017.
Warjiyo, Perry, and Solikin. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta: Pusat Pendidikan Dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, 2017.

Anda mungkin juga menyukai