Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM)

Secara spesifik Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi


kebijakan moneter adalah “the process through which monetary policy decision
are transmitted into changes in real GDP and inflation”. Artinya, MTKM
merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter untuk dapat
mempengaruhi sasaran akhir kebijakan moneter yaitu pendapatan nasional dan
inflasi. Pada Skema 1 terlihat kotak hitam yang merupakan area MTKM atau
jalur-jalur yang dilalui oleh suatu kebijakan moneter hingga terwujudnya tujuan
akhirnya kebijakan moneter yaitu inflasi.
Kebijakan moneter bekerja dalam suatu mekanisme yang dikenal dengan
mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTKM). Mekanisme transmisi
kebijakan moneter menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh
bank sentral mempengaruhi berbagai aktifitas ekonomi dan keuangan sehingga
pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan (Warjiyo,2004).
Secara sederhana MTKM merupakan tahapan-tahapan yang dilalui kebijakan
moneter mulai rumusan kebijakan moneter menuju tujuan akhir yang telah
ditetapkan. Kebijakan moneter berjalan dengan baik apabila saluran transmisi
yang dilewati (MTKM) berjalan dengan lancar.

Secara teoritis, konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter


dimulai dari ketika bank sentral mengubah instrumen-instrumennya yang
selanjutnya mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran
akhir. Misalnya Bank Sentral (BI) menaikkan rSBI. Peningkatan tersebut akan
mendorong naiknya Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank (rPUAB), suku bunga
deposito, kredit perbankan, harga aset, nilai tukar dan ekspektasi inflasi di
masyarakat. Perkembangan ini mencerminkan bekerjanya jalur-jalur transmisi
moneter yang akan selanjutnya berpengaruh terhadap konsumsi dan investasi,

1
ekspor dan impor yang merupakan komponen permintaan eksternal dan
keseluruhan permintaan agregat.
Kebijakan moneter yang ditransmisikan melalui Jalur Suku Bunga dapat
dijelaskan dalam dua tahap:
Pertama, transmisi di sektor keuangan (moneter). Perubahan kebijakan moneter
berawal dari perubahan instrumen moneter (rSBI) akan berpengaruh terhadap
perkembangan suku bunga PUAB, suku bunga deposito dan suku bunga kredit.
Proses transmisi ini memerlukan tenggat waktu (time lag) tertentu.
Kedua, transmisi dari sektor keuangan ke sektor riil tergantung pada
pengaruhnya terhadap konsumsi dan investasi. Pengaruh suku bunga terhadap
konsumsi terjadi karena suku bunga deposito merupakan komponen dari
pendapatan masyarakat (income effect) dan suku bunga kredit sebagai
pembiayaan konsumsi (substitution effect). Sedangkan pengaruh suku bunga
terhadap investasi terjadi karena suku bunga kredit merupakan komponen biaya
modal.
Pengaruh suku bunga terhadap konsumsi dan investasi selanjutnya akan
berdampak pada jumlah permintaan agregat. Jika peningkatan permintaan
agregat tidak dibarengi dengan peningkatan penawaran agregat, maka akan
terjadi output gap (OG). Tekanan OG akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi.
Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa inflasi yang
terjadi melalui jalur ini adalah inflasi akibat tekanan permintaan (demand pull-
inflation). MTKM melalui Jalur Suku Bunga dapat disimak pada Skema 2.

2
2.2 Jalur-Jalur Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang
rendah dan stabil.  Untuk mencapai tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku
bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan utama untuk
mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian
inflasi.  Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan
pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu
(time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi
tersebut sering disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. 
Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-
perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi
berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke
tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank
Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate
mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur
kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.

Transimi Lima Jalur Versi BI

3
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga
deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Apabila perekonomian sedang
mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter
yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong aktifitas
ekonomi.  Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit
sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan
meningkat.  Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal
perusahaan untuk melakukan investasi.  Ini semua akan meningkatkan aktifitas
konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin
bergairah.  Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank
Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem
aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.   
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. 
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.  Kenaikan BI Rate, sebagai contoh,
akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku
bunga luar negeri.  Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong
investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen
keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat 
pengembalian yang lebih tinggi.  Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya
akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan
harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi
lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan
mengurangi ekspor.  Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro
melalui perubahan harga aset.  Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga
aset seperti saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan
perusahaan yang pada gilirannya mengurangi kemampuan mereka untuk
melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi. 
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi
ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).  Penurunan suku bunga yang
diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi
mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah

4
yang lebih tinggi.  Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen
kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu
(time lag).  Time lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain.  Jalur
nilai tukar biasanya bekerja lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga
kepada nilai tukar bekerja sangat cepat.  Kondisi sektor keuangan dan
perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan
moneter.   Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon
perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. 
Juga, apabila perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki
permodalan, penurunan suku bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit
belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran kredit. Di sisi permintaan,
penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon oleh
meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian
sedang lesu.  Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan kondisi 
sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses
transmisi kebijakan moneter.

2.2.1 Jalur Suku Bunga (interest Rate Channel)


Jalur ini dinamakan jalur suku bunga karena jalur ini menekankan peranan
perubahan struktur suku bunga di sector keuangan yang ditransmisikan ke suku
bunga menengah/panjang yang selanjutnya memengaruhi permintaan dan
akhirnya berpengaruh terhadap inflasi. (Taylor , 1995) dan Biofinger (2001:80).

Jalur suku bunga pada dasarnya merupakan pandangan Keynesian


dimana suku bunga riil jangka panjang paling berpengaruh dalam perekonomian
dan dapat dijelaskan dengan skema IS-LM. Pandangan tradisional ISLM
Keynesian tentang mekanisme transmisi moneter dapat ditandai dengan skema
berikut ini yang menunjukkan efek dari ekspansi moneter:

M ↑ => ir ↓=>  I↑ => Y ↑


Dimana M ↑ menunjukkan kebijakan moneter ekspansif yang mengarah ke
penurunan suku bunga riil (ir ↓), yang pada gilirannya menurunkan biaya modal,
menyebabkan kenaikan pengeluaran investasi (I ↑), sehingga mengarah ke
peningkatan permintaan agregat dan kenaikan output (Y ↑).

5
Meskipun Keynes menekankan awalnya saluran ini sebagai operasi
melalui keputusan bisnis tentang pengeluaran investasi, penelitian terakhir
diketahui bahwa keputusan konsumen tentang perumahan dan pengeluaran
konsumen untuk barang tahan lama juga merupakan keputusan investasi.
Dengan demikian, tingkat bunga saluran transmisi moneter diuraikan dalam
skema di atas juga berlaku untuk belanja konsumen di mana (I) mewakili
perumahan dan pengeluaran konsumen terhadap barang tahan lama.

Faktanya adalah tingkat bunga riil yang berdampak pada pengeluaran


daripada tingkat nominal memberikan mekanisme penting untuk bagaimana
kebijakan moneter dapat menstimulasi ekonomi, bahkan jika tingkat bunga
nominal menghantam batas bawah (floor) selama episode inflasi. Dengan tingkat
bunga nominal pada batas bawah nol, ekspansi jumlah uang beredar (M ↑) dapat
meningkatkan tingkat harga yang diharapkan (Pe ↑) inflasi dan karenanya
diharapkan (Πe ↑), sehingga menurunkan tingkat bunga riil (ir ↓) , bahkan ketika
tingkat bunga nominal adalah tetap nol, dan pengeluaran merangsang melalui
saluran suku bunga di atas: yaitu
M ↑ => Pe ↑ => Πe ↑ => ir ↓ => I ↑ => Y ↑

Mekanisme ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter masih bisa efektif,


bahkan ketika tingkat bunga nominal telah didorong ke nol oleh otoritas moneter.
Memang, mekanisme ini adalah elemen kunci dalam diskusi monetaris mengapa
perekonomian AS tidak terjebak dalam perangkap likuiditas selama Depresi
Besar dan mengapa kebijakan moneter ekspansif bisa mencegah penurunan
tajam dalam output selama periode ini.

Taylor (1995) memiliki survei yang sangat baik tentang penelitian terbaru
pada jalur suku bunga dan dia mengambil posisi bahwa ada bukti empiris yang
kuat untuk efek tingkat bunga yang cukup besar pada konsumen dan
pengeluaran investasi, membuat suku bunga mekanisme transmisi moneter yang
kuat. Posisinya sangat kontroversial, karena banyak peneliti, misalnya Bernanke
dan Gertler (1995), memiliki pandangan alternatif bahwa studi empiris mengalami
kesulitan besar dalam mengidentifikasi efek signifikan suku bunga melalui biaya
modal. Memang, para peneliti melihat kegagalan empiris dari suku bunga

6
mekanisme transmisi moneter karena telah memberikan stimulus untuk mencari
mekanisme transmisi kebijakan moneter lainnya, terutama jalur kredit.

2.2.2 Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel)


Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai
tukar. Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar.  Kenaikan BI Rate, sebagai
contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia
dengan suku bunga luar negeri.  Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut
mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrumen-
instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan
tingkat  pengembalian yang lebih tinggi.  Aliran modal masuk asing ini pada
gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar
negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong
impor dan mengurangi ekspor.  Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada
menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.

2.2.3 Jalur Harga Aset (Asset Price Channel)


Jalur harga aset merupakan pandangan Monetarist yang menyatakan
bahwa pengaruh kebijakan moneter terjadi melalui pergeseran portfolio investasi
yang dimiliki masyarakat.Kebijakan moneter akan mempengaruhi jumlah dana

7
dalam portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect) dan relokasi dari suatu jenis
aset ke jenis aset lain dalam portfolio sesuai dengan expected returns and
risksdari masing-masing bentuk aset.
Pengetatan moneter meningkatkan suku bunga yang mengakibatkan
pelaku ekonomi lebih suka memegang aset dalam bentuk obligasi atau deposito
daripada saham. Minat untuk berinvestasi dalam kegiatan ekonomi riil menjadi
berkurang sehingga laju pertumbuhan ekonomi menurun

2.2.4 Jalur Kredit (Credt Channel)


Jalur kredit berpendapat bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap
kegiatan ekonomi terjadi melalui perubahan perilaku bank dalam menyalurkan
kreditnya kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net
worth pengusaha sehingga berakibat pada menurunnya nilai jaminan atas kredit
yang diterimanya dari bank. Resiko yang dihadapi bank menjadi meningkat
sehingga bank lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit (adverse selection).
Menurunnya net worth juga akan mendorong nasabah untuk lebih berani
mengusulkan proyek-proyek yang menjanjikan tingkat hasil yang tinggi akan
tetapi dengan tingkat resiko kegagalan yang tinggi pula (moral hazard). Dan ini
meningkatkan resiko kredit macet bank-bank. Dengan demikian dampak dari
pengetatan moneter terhadap penurunan permintaan agregat dan laju
pertumbuhan ekonomi lebih disebabkan oleh menurunnya kredit yang disalurkan

8
bank-bank baik karena factor adverse selection maupun untuk menghidari moral
hazard nasabah.

2.2.5 Jalur Ekspektasi Inflasi (Expectation Inflation Channel)


Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga
mempengaruhi ekspektasi publik akan inflasi (jalur ekspektasi).  Penurunan suku
bunga yang diperkirakan akan mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya
inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta
upah yang lebih tinggi.  Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh produsen
kepada konsumen melalui kenaikan harga.

Mekanisme transmisi kebijakan moneter diidentifikasikan efektif diukur dari dua


indikator. Indikator pertama diukur dari berapa besar kecepatan atau tenggat waktu
(time lag) dan yang kedua adalah berapa kekuatan variabel-variabel dalam merespon
adanya shocks instrument kebijakan moneter

9
Kerangka Operasional Kebijakan Moneter
Untuk mengetahui bagaimana suatu kebijakan moneter dilaksanakan, maka perlu
dipahami tentang kerangka operasional kebijakan moneter yang pada umumnya
mencakup instrumen, sasaran operasional, dan sasaran antara yang dipergunakan untuk
mencapai sasaran akhir yang telah ditetapkan.

Implementasi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir dapat dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatankuantitas besaran moneter (quantity
based approach) dan suku bunga sebagai harga besaran moneter (price based approach).
Pendekatan berdasarkan kuantitas dilakukan dengan menetapkan sasaran operasional ug
primer dan sasaran antara jumlah uang beredar atau kredit pada tingkat tertentu.
Sedangkan pendekatan berdasarkan suku bunga dilakukan dengan mentapkan sasaran
oparional suku bunga jangka pendek pada tingkat tertentu, tetapi perkembangn suku
bunga jangka menengah tidak ditetapkan secara tegas sebagai sasaran antara. Pengaruh
perubahan sasaran operasional ditransmisikan pada perubahan sasaran akhir melalui
perkembangan beragam variabel informasi yang berfungsi sebgai indikator utama dari
perkembangan kegiatan ekonomi dan tekanan inflasi.

Sasaran antara diperlukan karena untuk mencapai sasaran akhir yang ditetapkan, terdapat
tenggang waktu antara pelaksanaan kebijakan moneter dan hasil pencapaian sasaran
akhir. Oleh karena itu, diperlukan adanya indikator-indikator yang lebih segera dapat
dilihat untuk mengetahui indikasi arah pergerakan ekonomi dan inflasi ke depan dan
respon kebijakan moneter yang diperlukan, yang biasanya disebut sasaran antara. Selain
itu, sasaran antara yang dipilih harus memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran akhir.
Beberapa sasaran antara yang dapat digunakan antara lain adalah besaran moneter seperti
M1, M2, kredit, dan suku bunga.

Selanjutnya, untuk mencapai sasaran antara tersebut, bank sentral memerlukan sasaran-
sasaran yang bersifat operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai dengan
rencana. Sasaran operasional yang dpilih harus memiliki kestabilan hubungan dengan
sasaran antara, dapat dikendalikan bank sentral, dan informasi tersedia lebih awal
daripada sasaran antara. Beberapa sasaran operasional yang dapat digunakan antara lain
adalah uang primer (M0) dan suku bunga jangka pendek.

Sedangkan, instrumen moneter adalah instrumen yang dimiliki oleh bank sentral yang
dapat digunakan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi
sasaran-sasaran operasional yang telah ditetapkan. Instrumen kebijakan moneter dapat
digolongkan kedalam dua jenis, yaitu instrumen kebijakan moneter langsung (direct
monetary policy instrument) dan instrumen kebijakan moneter tidak langsung (indirect
monetary policy instrument).

1. Instrumen Kebijakan Moneter Langsung


Instrumen kebijakan moneter langsung adalah instrumen pengendalian moneter yang
digunakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar secara langsung, atau
dengan kata lain adalah instrumen pengendalian moneter yang dapat secara langsung
mempengaruhi sasaran operasional yang diinginkan oleh bank sentral. Instrumen
kebijakan moneter langsung yang biasa digunakan oleh bank sentral, anatara lain adalah:

a. Pagu Kredit (credit ceilling)

10
Pagu kredit adalah penentuan jumlah batas maksimal kredit yang diperbolehkan untuk
disalurkan oleh masing-masing bank yang ditetapkan oleh bank sentral. Penentuan
jumlah pagu kredit dapat ditetapkan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki oleh bank
atau dikaitkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dikelola bank. Kebijakan pagu
kredit ini pernah dilakukan di Indonesia sampai pada era deregulasi atau kebijakan
moneter dan perbankan 1 Juni 1983.

b. Penetapan tingkat bunga (interest rate ceilling)


Penetapan tingkat bunga dilakukan dengan menentukan besarnya tingkat bunga yang
diberikan atau dikenakan oleh bank kepada nasabahnya, baik nasabah deposan atau
penabung maupun nasabah debitur. Pengunaan instrumen ini pernah dilakukan Indonesia
sampai dengan pertengahan 1983 bersamaan dengan ditinggalkannya kebiajakn pagu
kredit 1 Juni 1983.

c. Penurunan nilai uang


Salah satu kebijakan pengendalian moneter yang berdampak langsung terhadap
pengurangan jumlah uang beredar adalah dengan menurunkan nilai uang yang ada di
tangan masyarakat atau perbankan. Penurunan nilai uang biasanya dilakukan dengan
prosentase tertentu dari nilai nominal uang, tergantung pada kebijakan pemerintah atau
bank sentral. Pengurangan uang itu tidak mendapat penggantian dari pemerintah. Pada
akhir tahun 1950-an pemerintah Indonesia pernah melakukan penurunan nilai uang
dengan cara menggunting uang menjadi hanya bernilai 50% saja. 

d. Kredit langsung (direct loan)


Kredit langsung dimaksudkan untuk membantu pembiayaan sektor-sektor usaha tertentu
yang merupakan sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan dan telah diprogram
oleh pemerintah. Kredit ini disalurkan langsung oleh pemerintah melalui lembaga
keuangan (perbankan) sebagai agen pemerintah. Pemerintah Indonesia telah banyak
menyalurkan kredit langsung pada tahun 1980-an untuk memacu perkembangan sektor
usaha kecil menengah, yaitu kredit modal kerja permanen dan kredit investasi kecil.

2. Instrumen Kebijakan Moneter Tidak Langsung


Instrumen kebijakan moneter tidak langsung adalah instrumen pengendalian moneter
yang secara tidak langsung mempengaruhi sasaran operasional ke arah yang ditargetkan
oleh bank sentral sebagi otoritas moneter. Instrumen tidak langsung yang digunakan bank
sentral adalah sebagai berikut:

a. Likuiditas Wajib Minimum (Statutory Reserve Requirements)


Likuiditas wajib minimum adalah ketentuan yang mewajibkan setiap bank memelihara
sejumlah minimum alat likuid yang dinyatakan dalam prosentase tertentu dari jumlah
dana pihak ketiga yang dihimpun atau kewajiban lancer bank. Di Indonesia sampai
dengan Pakto 27, 1988, alat likuid yang wajib dipelihara terdiri dari kas dan giro pada
Bank Indonesia sebesar 15% dari kewajiban segera bank. Selanjutnya, ketentuan
likuiditas wajib minimum berdasarkan Pakto 27, 1988 mengalami perubahan. Komponen
alat likuid yang wajib dipelihara bank hanyalah saldo giro pada BI sebesar minimum 2%
dari dana pihak ketiga. Sedangkan komponen kas yang sebelumnya menjadi komponen
alat likuid pengelolaannnya diserahkan ke masing-masing bank. Oleh karena itu,
ketentuan likuiditas wajib minimum juga disebut sebagai Giro Wajib Minimum (GWM).

b. Fasilitas Diskonto (Discount Facility)

11
Fasilitas diskonto adalah fasilitas yang diberikan kepada perbankan dalam bentuk
pinjaman dengan menggunakan surat-surat berharga yang dimiliki sebagai jaminan.
Tingkat diskonto (discount rate) untuk fasilitas pinjaman ini sangat dipengaruhi oelh arah
kebijakan moneter.

c. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)


Operasi pasar terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh
bank sentral dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. OPT
dilakukan melalui kegiatan: penerbitan  Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jual beli surat
berharga dalam rupiah yang meliputi SBI, Surat Utang Negara dan surat berharga lain
yang berkualitas tinggi dan mudah dicaikan, penyediaan Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam rupiah (FASBI), dan jual beli valas.

d. Himbauan Moral (Moral Persuasion)


Cara kerja instrument ini adalah bank sentral memberikan himbauan kepada bank-bank,
biasanya terutama kepada bank-bank utama saja (leading bank), agar menjalankan
himbauan atau perintaan bank sentral sesuai dengan kebijakan moneter yang
dijalankannya. 

Inflation Targeting Framework (ITF)


Inflation Targeting Framework merupakan suatu kerangka kerja kebijakan moneter yang
mempunyai cirri-ciri utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan
dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai
dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target inflasi kepada publik.

Prinsip dasar yang melandasi kerangka kerja ITF adalah bahwa sasaran akhir dari
kebijakan moneter diutamakan untuk mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah
dan stabil. Hal ini didasarkan pada dua pertimbangan pokok. Pertama, laju inflasi yang
tinggi menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat karena
menurunnya daya beli atas pendapatan yang diperolehnya maupun meningkatnya
ketidakpastian yang dapat mempersulit perencanaan usaha dan memperburuk kegiatan
perekonomian. Kedua, perkembangan teori ekonomi dalam literatur dan temuan empiris
di berbagai negara menunjukkan bahwa kebijakan moneter dalam jangka menengah-
panjang hanya berpengaruh pada inflasi.

Konsep dasar kebijakan moneter dengan ITF dapat dijelaskan dengan pokok-pokok
kerangka kerja berikut:
1. Sasaran Inflasi
Kerangka ITF dimulai dengan penetapan dan pengumuman sasaran inflasi yang ingin
dicapai oleh bank sentral. Penetapan sasaran inflasi mempertimbangkan berbagai faktor
dan perkembangan ekonomi makro negara yang bersangkutan, terutama besarnya
kerugian sosial yang ditimbulkan oleh pengaruh tingginya inflasi terhadap penurunan
daya beli masyarkat. Selain itu, harus dipertimbangkan pula efektivitas pencapaiannya
melalui pelaksanaan kebijakan moneter bank sentral, termasuk jenis inflasi yang
dipergunakan dan jangka waktu pencapaiannya.

2. Kebijakan moneter mengarah ke depan


Dengan inflasi sebagai sasaran akhir, perumusan kebijakan moneter diarahkan untuk
mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan.
Mengingat adanya lag dari pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi, maka kebijakan

12
moneter yang dilakukan sekarang merupakanlangkah yang bersifat antisipatif, bukan
reaktif, atas akan terjadinya tekanan inflasi di masa yang akan datangdibandingkan
dengan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

3. Transparansi
Penerapan ITF menuntut transparansi (keterbukaan) yang tinggi dari bank sentral.
Transparansi bank sentral diperlukan untuk menjelaskan kebijakan moneter yang
ditempuhnya kepada masyarakat. Transparansi juga merupakan sarana untuk
menunjukkan komitmen bank sentral dalam mengatasi maslah inflasi. Dengan demikian
pelaku ekonomi akan semakin memahami dan meyakini dasar pertimbangan dan arah
kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral dalam mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan. Pemahaman ini akan mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi
kearah sasaran inflasi yang diinginkan oleh bank sentral.

4. Akuntabilitas dan Kredibilitas


Dengan mengumumkan sasaran inflasi secara eksplisit kepada masyarakat berarti melekat
akuntabilitas karena pada akhirnya bank sentral harus mempertanggungjawabkan
pencapaian sasaran tersebut kepada masyarakat. Kredibilitas bank sentral dengan
demikian akan sangat tergantung pada komitmen dan kemampuannya dalam mencapai
target inflasi yang ditetapkan

Beberapa syarat keberhasilan penerapan ITF, yaitu:


1. Kemandirian bank sentral terutama dalam melaksanakan kebijakan moneter harus
di atur dalam undang-undang dan dapat diwujudkan oleh bank sentral yang bersangkutan
2. penerapan ITF biasanya disertai dengan sistem nilai tukar yang mengambang.
3. Adanya suatu indikator harga yang relevan dengan sasaran kebijakan moneter
4. Bank sentral harus mampu membangun metodologi proyeksi inflasi yang baik.
5. Tidak adanya dominasi sektor fiskal dalam arti bahwa bank sentral harus
dilindungi dengan undang-undang dan dibebaskan dari segala pengaruh atau kewajiban
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
Kelebihan kebijakan ITF, yaitu:
1. Kebijakan moneter lebih jelas dan terfokus
2. Membantu menurunkan atau mengarahkan ekspektasi inflasi dan lebih baik
dalam membatasi kejutan inflasi
3. Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas secara bersama diperkuat
4. Membantu dalam menurunkan volatilitas output dalam jangka menengah
5. Teruji dalam menghadapi kejutan ekonomi yang kurang menguntungkan
6. Relatif fleksibel dalam mengakomodasi kejutan inflasi temporer yang tidak
mengganggu pencapaian sasaran inflasi jangka menengah
7. Sejalan dengan independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan
moneter diperkuat.

13
Daftar Pustaka

Abdullah, M. 2015. MEKANISME TRANMISI KEBIJAKAN MONETER KAJIAN


TEORITIS DAN EMPIRIS. Surabaya. Universitas Muhammadiyah
Surabaya

14

Anda mungkin juga menyukai