Anda di halaman 1dari 29

RMK KEBANKSENTRALAN

SISTEM PEMBAYARAN

Oleh:
Kelompok 5

Ni Gusti Ayu Putu Diah Sasmita 1807531067


I Gusti Ayu San Yogi Partini 1807531093
Ni Putu Indah Juliyanti 1807531152

Dosen Pengampu:
I Made Endra Kartika Yudha, S.E., M.Sc

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
MARET 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASA
2.1 Proses Dan Risiko Dalam Sistem Pembayaran ............................. 3
2.1.1 Proses Penyelesaian Akhir (Setelmen) Sistem Pembayaran ..... 3
2.1.2 Resiko Resiko Sistem Pembayaran ........................................... 7
2.2 Peran Bank Sentral Dalam Sistem Pembayaran ........................... 7
2.3 Studi Empiris Di Indonesia, Negara Sedang Berkembang
Lainnya, Dan Negara Maju ............................................................. 9
2.3.1 Studi Empiris Indonesia ......................................................... 9
2.3.2 Studi Empiris Singapura....................................................... 14
2.3.3 Studi Empiris Malaysia ........................................................ 16
2.3.4 Studi Empiris Thailand......................................................... 17
2.3.5 Studi Empiris Vietnam ......................................................... 18
2.3.6 Studi Empiris Filipina .......................................................... 20
2.4 Block Chain .................................................................................... 21
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu aktivitas penting dalam kegiatan ekonomi adalah sistem
pembayaran. Sistem pembayaran menjadi elemen penting dalam setiap proses
transaksi yang berlangsung. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat,
semakin banyak dan semakin besarnya nilai transaksi serta risiko, dibutuhkan
adanya sistem pembayaran dan alat pembayaran yang cepat, lancar dan aman.
Keberhasilan sistem pembayaran akan dapat mendukung perkembangan sistem
keuangan dan perbankan. Sebaliknya ketidaklancaran atau kegagalan sistem
pembayaran akan memberikan dampak yang kurang baik pada kestabilan
perekonomian.
Sistem pembayaran perlu di kendalikan oleh sebuah lembaga yang dikenal
dengan bank sentral agar pelaksanaanya sesuai dengan aturan dan tidak
menyimpang. Dalam sistem pembayaran terdapat berbagai kebijakan yang perlu di
perhatikan dalam penerapannya untuk proses transaksi. Sistem pembayaran baik di
Indonesia maupun negara- negara lainnya tentunya menerapksan sistem
pembayaran yang berbeda-beda dengan berbagai regulasi yang mengikatnya demi
tujuan perekonomian negara tersebut.
Dalam penerapan sistem pembayaran untuk proses transaksi ada berbagai
proses penyelesaian transaksi (setelmen) serta berbagai bentuk risiko yang terjadi
terkait sistem pembayaran. Selain itu sistem pembayaran di kelola oleh bank sentral
yang memiliki berbagai peran dalam mengontrol sistem pembayaran. Oleh karena
itu, dalam paper ini akan di jelaskan bagaimana proses dan risiko dalam sistem
pembayaran yang berlaku serta bagaimana peran bank sentral dalam mengatur
sistem pembayaran untuk kegiatan ekonomi di Indonesia. Selain itu, kita perlu
memahami bagaimana sistem pembayaran di negara maju dan berkembang dengan
studi empiris.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanan proses dan risiko dalam system pembayaran?
1.2.2 Bagaiman peranan bank sentral dalam system pembayaran?
1.2.3 Bagaimana studi empiris system pembayaran di Indonesia, negaar maju,
dan negara berkembang?
1.2.4 Bagaimana cara kerja dan keunggulan sistem Blockchain?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui proses dan risiko dalam system pembayaran.
1.3.2 Untuk mengetahui peranan bank sentral dalam system pembayaran.
1.3.3 Untuk mengetahui system pembayaran di Indonesia, negaar maju, dan
negara berkembang.
1.3.4 Untuk mengetahui cara kerja dan keunggulan sistem blockchain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PROSES DAN RISIKO DALAM SISTEM PEMBAYARAN


2.1.1 Proses Penyelesaian Akhir (Setelmen) Sistem Pembayaran
Setelmen dapat didefinisikan sebagai proses instruksi pembayaran yang
dipertukarkan antara bank pembayar dengan bank penerima serta bagaimana
bank-bank yang bersangkutan menyelesaikan transaksi di antara mereka agar
dapat melakukan pendebetan dan pengkreditan rekening nasabah. Setelmen
dipengaruhi oleh nominal transaksi, volume transaksi, dan urgensi transaksi
pembayaran. Proses penyelesaian transaksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
a. Sistem Bilateral dan Sistem Multilateral
Sistem bilateral merupakan sistem penyelesaian transaksi yang
dilakukan antara satu bank dengan bank lainnya tanpa melalui pihak ketiga
dan setiap bank memiliki rekening tersendiri pada bank korespondennya.
Sistem bilateral cocok digunakan untuk transaksi yang tidak melibatkan
banyak pihak.

Sistem multilateral merupakan sistem penyelesaian transaksi


antarbank yang melibatkan pihak ketiga sebagai perantara. Sistem
multilareal cocok digunakan pada transaksi yang melibatkan banyak pihak.

3
BANK A

BANK F BANK B

BANK E BANK C

BANK D

Penyelenggara pertukaran data keuangan antarbank dapat dilakukan


oleh institusi yang bukan berperan sebagai penyelenggara setelmen.
Lembaga switching ATM melakukan mekanisme kliring antarbank dengan
cara menghitung kliring ATM kemudian penyelesaian akhir (setelmen)
dilakukan pada rekening masing-masing bank yang terdapat pada rekening
BI-RTGS di Bank Indonesia.
b. Sistem Batch dan Sistem Real Time
Sistem batch atau sistem tunda merupakan sistem penyelesaian
transaksi yang instruksi pembayarannya dikumpulkan terlebih dahulu
kemudian diproses sekaligus pada satu waktu tertentu. Implementasi
penggunaan sistem batch terdapat pada sistem net dan kliring.
Sistem real time atau sistem seketika merupakan sistem penyelesaian
transaksi yang penyampaian dan pemrosesannya dilakukan satu demi satu
dan seketika. Implementasi penggunaan sistem real time terdapat pada
sistem gross dan Real Time Gross Settlement yang memerlukan
infrastruktur telekomunikasi dan komputerisasi yang mendukung
pemrosesasn secara real time.
c. Gross dan Net Settlement
Gross settlement merupakan sistem penyelesaian transaksi pembayaran
yang dilakukan seketika per transaksi ketika ada instruksi pembayaran.
Kedudukan Bank Indonesia sebagai pusat aliran informasi yang menerima
dan mengirim pesan pembayaran.

4
Net settlement merupakan sistem penyelesaian transaksi pembayaran
yang dikumpulkan terlebih dahulu kemudian diproses pada periode waktu
tertentu biasanya sekali atau dua kali dalam satu hari kerja. Kedudukan Bank
Indonesia pada net settlement adalah sebagai penyelenggara sistem setelmen
(kliring). Pada net settlement system akan terdapat posisi final sebelum
proses setelmen. Posisi final yang dimaksud yaitu “membayar net”,
“menerima net”, dan “nihil net”.
d. Real Time Gross Settlement (RTGS)
RTGS merupakan sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian
setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. RTGS dioperasikan
oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000. BI-RTGS berperan
penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran yang
termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai
besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan bersifat segera (urgent). RTGS
bersifat segera, final, dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable), serta risiko
kredit tidak ada karena tidak adanya tenggat waktu. Apabila dilihat dari
aliran informasi, terdapat empat tipe rancangan RTGS, yaitu struktur V
struktur Y struktur L dan struktur T.
e. Kliring
Menurut Commite on Payment and Settlement Systems (CPSS) of Bank
for International Settlements (BIS), kliring adalah suatu proses transmisi,
rekonsiliasi dapat juga meliputi proses konfirmasi, dari perintah pembayaran
atau transfer sekuritas dan proses tersebut dapat meliputi proses netting dari
instruksi pembayaran atau transfer sekuritas tersebut, serta proses
penyusunan posisi final dari peserta kliring untuk tujuan setelmen.
Jadi,kliring merupakan sistem penyelesaian transaksi multilateral berbasis
tunda (deffered net settlement). Proses kliring dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain kliring manual, semiotomasi, otomasi, dan
elektronik.
1. Sistem kliring manual

5
Sistem kliring manual merupakan sistem penyelenggaraan kliring yang
dalam pelaksanaan penghitungan dan pembuatan rekapitulasi
penghitungan (Bilyet Saldo Kliring) serta pemilahan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta kliring.
2. Sistem kliring semiotomasi
Sistem kliring semiotomasi adalah sistem penyelenggaraan kliring yang
dalam pelaksanaan penghitungan dan pembuatan rekapitulasi
penghitungan (Bilyet Saldo Kliring) dilakukan secara otomasi,
sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta
kliring.
3. Sistem kliring otomasi
Sistem kliring otomasi adalah sistem penyelenggaraan kliring yang
dalam pelaksanaan penghitungan dan pembuatan rekapitulasi
penghitungan (Bilyet Saldo Kliring) serta pemilahan warkat dilakukan
oleh penyelenggara secara otomasi.
4. Sistem kliring elektronik
Sistem kliring elektronik adalah sistem penyelenggaraan kliring yang
dalam pelaksanaan penghitungan dan pembuatan rekapitulasi
penghitungan (Bilyet Saldo Kliring) dilakukan secara elektronik disertai
dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk dipilah
secara otomasi kemudian dicocokkan dengan penghitungan secara
elektronik.
f. Penyelesaian Pembayaran Internasional
Pihak yang melakukan setelmen pembayaran internasional, yaitu:
1 SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial
Telecommunication)
2 The Federal Reserve Fedwire (Fedwire)
3 The Bank of Japan-Net (BoJ-Net)
4 CHIPS (Clearing House Interbank Payments System)

6
Instrumen pembayaran internasional yang lazim untuk digunakan yaitu
money transfer, credit cards, dan traveller cheque.
2.1.2 Risiko-Risiko Dalam Sistem Pembayaran
Menurut Comitte on Payment and Settlement System of Bank for
International Settlement (CPSS-BIS), lima resiko sistem pembayaran, meliputi
:
1. Risiko kredit, yaitu risiko yang terjadi ketika salah satu peserta dalam
sistem pembayaran tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh
tempo atau di masa mendatang
2. Risiko likuiditas, yaitu risiko ketika salah satu peserta dalam sistem
pembayaran tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo, meskipun mungkin dapat dipenuhi pada masa yang
akan dating
3. Risiko hukum, yaitu risiko yang terjadi karena lemahnya kerangka hukum
atau ketidakpastian hukum yang dapat memperburuk risiko kredit dan
risiko likuiditas
4. Risiko operasional, yaitu risiko yang diakibatkan oleh faktor-faktor
operasional, seperti tidak berfungsinya perangkat teknis atau terjadi
kesalahan operasional yang dapat memperburuk risiko kredit dan risiko
likuiditas serta memungkinkan timbulnya fraud
5. Risiko sistemik, yaitu risiko yang disebabkan oleh ketidakmampuan salah
satu peserta untuk memenuhi kewajibannya karena gangguan pada sistem
sehingga berdampak pada ketidakmampuan peserta lain untuk memenuhi
kewajibannya yang jatuh tempo dan mempunyai dampak yang luas
sehingga pada akhirnya dapat membahayakan sistem atau pasar
keuangan.

2.2 PERAN BANK SENTRAL DALAM SISTEM PEMBAYARAN


Sistem pembayaran merupakan bagian dari infrastruktur pendukung
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Sistem pembayaran yang aman dan efisien

7
adalah penting agar sistem keuangan dapat berfungsi lebih efektif. Oleh karena
itu, bank sentral harus menyediakan sarana, prasarana, infrastruktur, sistem, dan
teknologi yang canggih untuk membangun sistem pembayaran nasional yang
aman, efisien, dan andal. Bank sentral dituntut untuk dapat menciptakan sistem
pembayaran yang stabil dan efisien dan sebagai penunjang dari kebijakan
moneter dan kebijakan perbankan. Keterlibatan atau peran bank sentral dalam
sistem pembayaran secara umum meliputi empat hal sebagai berikut (Sheppard,
1996):
1. Pemakai sistem pembayaran; bank sentral mempunyai transaksi-transaksi
yang harus dilaksanakan, seperti setelmen dari operasi pasar terbuka,
transaksi devisa, pembayaran tagihan, gaji pensiun, dan sebagainya.
2. Anggota sistem pembayaran; bank sentral perlu membayar dan menerima
pembayaran atas nama nasabahnya sendiri, pemerintah, dan lembaga
keuangan internasional
3. Penyedia sistem pembayaran; bank sentral menyediakan fasilitas dan
menyelenggarakan sistem pembayaran.
4. Pelindung kepentingan umum; sebagai regulator, pengawas anggota sistem
pembayaran (pengawas perbankan) administrasi dan perencanaan, dan
arbitrase dalam hal terjadi perselisihan.
Keterlibatan bank sentral dalam penyelenggaraan sistem pembayaran
bervariasi dari satu bank sentral ke bank sentral lain. Pada umumnya bank
sentral berperan sebagai pelindung kepentingan umum khususnya sebagai
regulator dan pengawas sistem pembayaran. Bank sentral juga berperan sebagai
penyedia sistem pembayaran, terutama apabila belum dapat diselenggarakan
oleh pihak swasta. Dalam hal sistem pembayaran telah dapat diselenggarakan
oleh pihak swasta, bank sentral dapat berperan sebagai pemakai dan anggota
sistem pembayaran.

8
2.3 Studi Empiris Di Indonesia, Negara Sedang Berkembang Lainnya, Dan
Negara Maju
2.3.1 Studi Empiris di Indonesia
1. Sistem Pembayaran di Indonesia
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2009 (UU BI), telah ditetapkan bahwa salah satu tugas Bank
Indonesia sebagai bank sentral adalah mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran.
Adapun prinsip utama yang dijadikan acuan dalam merumuskan kebijakan
sistem pembayaran di Indonesia ada empat, yaitu:
a. Pengendalian risiko, yaitu sistem pembayaran harus mampu
meminimalkan risiko likuiditas, risiko kredit, risiko hukum, dan risiko
operasional dalam upaya mendukung stabilitas sistem keuangan;
b. Efisiensi, yaitu sistem yang memungkinkan proses transaksi pembayaran
terlaksana secara mudah, cepat, akurat, dengan biaya rendah;
c. Kesetaraan akses, yaitu sistem yang dapat diakses secara adil dan setara
oleh peserta dan masyarakat luas sebagai pengguna.
d. Perlindungan konsumen, yaitu sistem harus mampu melindungi hak
peserta, pengguna, dan pihak terkait lainnya (stakeholders).
2. Sejarah Sistem Pembayaran di Indonesia
Perkembangan sistem pembayaran di Indonesia dimulai oleh De
Javasche Bank, bank milik pemerintah Hindia Belanda yang didirikan pada
tahun 1828 untuk mendukung kebijakan ekonomi koloni di Indonesia. Dalam
sistem pembayaran, De Javasche Bank mempunyai hak khusus sebagai bank
sirkulasi yang diizinkan untuk mencetak dan mengedarkan uang. Pembayaran
tunai merupakan cara pembayaran yang lazim digunakan pada waktu itu,
sedangkan pembayaran melalui rekening koran baru dikenal sejak 1 Januari
1907.

9
Babak baru sejarah perbankan Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya
UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953 yang
menandakan berdirinya Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik
Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Dalam hal sistem pembayaran,
pengembangan sistem pembayaran rekening koran (dengan cek, bank draft,
nota kredit, dan warkat lainnya) dimulai sejak akhir Desember 1954. Sesuai
dengan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia
menyelenggarakan kliring antarbank untuk bank-bank yang berada dalam
wilayah kliring yang sama.
Pada tahun 1995 Bank Indonesia mulai menerapkan sistem otomasi
transfer dana antarkantor terintegrasi (SAKTI) yang menyediakan fasilitas
untuk transaksi antarkantor bank berdasarkan rekening bank yang ada di Bank
Indonesia dengan menggunakan transmisi data elektronik dari seluruh kantor
Bank Indonesia dan memakai saluran VSAT dan fasilitas frame relay. Pada
18 September 1998, Bank Indonesia meresmikan Sistem Kliring Elektronik
Jakarta (SKEJ). Untuk meminimumkan risiko yang timbul pada sistem
pembayaran, pada 20 Agustus 1999 Bank Indonesia secara resmi menerapkan
sistem transfer elektronik antarbank yang disebut Bank Indonesia Layanan
informasi dan Transaksi Elektronik (BI-LINE). BI-LINE merupakan sistem
transfer dana elektronik seketika (real time) dari bank ke setiap rekening bank
di Bank Indonesia, ke bank lain, atau ke rekening pemerintah melalui Bank
Indonesia yang menggantikan penyerahan warkat rekening koran Bank
Indonesia (Bilyet Giro Bank Indonesia) dari bank ke Bank Indonesia.

3. Lembaga yang Terkait dalam Sistem Pembayaran di Indonesia


Secara umum lembaga lembaga yang terlibat dalam sistem pembayaran
meliputi antara lain bank sentral, bank, dan lembaga bukan bank, seperti
kantor pos, lembaga kliring, pasar modal, lembaga penerbit kartu kredit,
lembaga penyedia jasa jaringan komunikasi di bidang sistem pembayaran, dan
lembaga terkait sistem pembayaran lainnya. Masing-masing lembaga tersebut

10
mempunyai peranan yang berbeda dalam penyelenggaraan sistem
pembayaran. Bank Indonesia merupakan lembaga utama yang
menyelenggarakan sistem pembayaran dengan sistem kliring dan BI-RTGS.
Sementara itu, bank umum merupakan lembaga utama yang memberikan jasa
pelayanan pembayaran. Sedangkan, PT POS Indonesia terkait dengan
penyelenggaraan jasa pembayaran terutama untuk pengiriman uang dan
penyetoran pajak. Untuk penyelenggaraan jasa efek, berdasarkan ketentuan
surat keputusan Menteri Keuangan tahun 1990, kegiatan kliring dan
penyelesaian transaksi bursa efek diselenggarakan oleh PT Kliring Deposit
Efek Indonesia (KDEI) di pengawasan Badan Pengawasan Pasar Modal
(BAPEPAM).
4. Instrumen yang Digunakan Dalam Sistem Pembayaran
a. Alat Pembayaran Tunai
Berdasarkan Undang-undang Mata Uang, instrumen pembayaran tunai
adalah mata uang yang berlaku di Indonesia, yaitu Rupiah, yang terdiri
dari uang logam dan kertas. Fase pengedaran uang terdiri dari:
1 Pengeluaran uang rupiah
Diperlukan perencanaan yang matang dan komprehensif agar uang
tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kondisi layak edar.
2 Pengedaran uang
Terdiri atas kegiatan distribusi uang dan layanan kas yang dilakukan
oleh Bank Indonesia.
3 Penarikan dan pencabutan uang
Pencabutan uang adalah penetapan bahwa suatu pecahan uang
dengan tahun emisi tertentu tidak lagi berfungsi sebagai alat
pembayaran yang sah. Penarikan adalah suatu proses masuknya uang
uang yang telah dicabut ke dalam perkasan Bank Indonesia.
4 Pemusnahan uang

11
Uang rupiah yang memenuhi kriteria tertentu akan dimusnahkan dan
diganti dengan uang rupiah dalam kondisi layak edar dalam jumlah
yang sama dengan uang rupiah yang dimusnahkan tersebut.
b. Instrumen Pembayaran Nontunai
Instrumen pembayaran nontunai dapat digolongkan dalam beberapa kategori,
antara lain dapat dibedakan berdasarkan antara lain jenis transfer dan fisik
instrumennya.
Kategori Jenis
1. Credit Transfer
Jenis Transfer Pembayaran
2. Debit Transfer
1. Instrumen Pembayaran Berbasis Warkat
- Cek
- Bilyet Giro
- Nota Debet
- Wesel Bank untuk Transfer
- Nota Kredit
Instrumen Pembayaran Non 2. Instrumen Pembayaran Berbasis Kartu
Tunai
- Kartu Kredit
- Kartu ATM
- Kartu Debet
3. Instrumen Pembayaran Berbasis Internetdan
Mobile Device
- e-money,
- Internet banking
- SMS banking
- phone banking

5. Aturan Hukum Sistem Pembayaran


Aturan hukum pokok yang menjadi dasar atau terkait dengan sistem
pembayaran di Indonesia adalah:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

12
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2009 (UU BI).
d. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE).
e. UU No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (UUTD).
f. UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (UUMU).
6. Peran Bank Indonesia Di Bidang Sistem Pembayaran
a. Peran Bank Indonesia sebagai Regulator
Dalam hal ini, Bank Indonesia memiliki peran untuk meneliti dan
mengkaji sistem pembayaran sehingga dapat dibuat kebijakan yang
kondusif serta mengimplementasikan kebijakan moneternya. Contoh
peran BI sebagai regulator pada sistem pembayaran yaitu Bl menetapkan
landasan hukum yang kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan
menentukan peran dan tanggung jawab penyelenggara dan peserta Sistem
BI-RTGS.
b. Bank Indonesia sebagai Lembaga Pengawasan
Dalam memantau penyelenggaraan sistem pembayaran, Bank Indonesia
mewajibkan seluruh penyelenggara sistem pembayaran di Imdonesia
untuk menyampaikan laporan. Dalam menjalankan peran sebagai
pengawas (Overseer), Bl memastikan bahwa penyelenggaraan Bl-RTGS
dapat mendukung stabilitas sistem keuangan. Objek pengawasan sistem
pembayaran meliputi sistem SIPS seperti BI-RTGS dan BI-SSSS,
maupun sistem pembayaran yang non-SIPS, seperti SKNBI, APMK,
Uang Elektronik dan Penyelenggara Transfer Dana.
c. Bank Indonesia sebagai Fasilitator Sistem Pembayaran
Peran Bank Indonesia sebagai fasilitator banyak tercermin dalam
perkembangan sistem pembayaran ritel dan mikro yang dilaksanakan
oleh industri pembayaran ritel dan mikro, seperti mendorong
interoperabilitas antarpenyelenggara, standardisasi kartu untuk

13
pembayaran (ATM, kartu debit) dan e-money, serta perkembangan
National Payment Gateway (NPG ) untuk pembayaran ritel dan mikro.
Peran Bank Indonesia lainnya sebagai fasilitator juga tercermin pada
diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 16/1/ PB/2014 tentang
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran
d. Bank Indonesia sebagai Lembaga Penyelenggara Kliring Antarbank dan
RTGS
1) Kliring Nasional Bank Indonesia
Sejak tahun 2005 secara bertahap Bank Indonesia menerapkan
SKNBI (Kliring Nasional Bank Indonesia). Penyelenggaraan Kliring
Kredit di lakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring
Nasional (PKN) dimana Transfer kredit yang dikliringkan berbentuk
Data Keuangan Elektronik (DKE). Sedangkan penyelenggaraan
kliring debet dilakukan per wilayah kliring oleh Penyelenggara
Kliring Lokal (PKL). Transaksi yang dikliringkan adalah transfer
debet yang berasal dari warkat debet berupa Cek dan Bilyet Giro.
2) Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS)
Kebijakan Bank Indonesia di bidang sistem pembayaran diarahkan
pada pengurangan dan pencegahan risiko pembayaran antar bank
yang bersifat sistemik, terutama yang diakibatkan oleh adanya
kegagalan dalam pembayaran bernilai besar. Untuk merealisasikan
kebijakan tersebut, dikembangkan sistem setelmen berbasis gross
dengan koneksi elektronik antara bank dan Bank Indonesia secara
on-line. Sistem ini dikenal dengan nama sistem Bank Indonesia-Reał
Time Gross Settlement (BI-RTCS). Sistem ini dikembangkan dan
dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000.
Sistem BI-RTGS mampu menjadi sumber informasi yang bermanfaat
untuk pengawasan bank dan pelaksanaan kebijakan moneter.
2.3.2 Studi Empiris di Singapura
a. Sistem Pembayaran ritel

14
1. Cek
Singapura menyelenggarakan 2 sistem kliring untuk cek yaitu
Singapore Dollar Cheque Clearing System (SGDCCS) atau sistem
kliring dalam mata uang Singapore Dollar (SGD) dan US Dollar
Cheque Clearing System (USDCCS) atau sistem kliring dalam mata
uang dollar Amerika (USD).
2. Credit Transfer dan Direct Debits
Kegiatan transfer dana selain dilakukan oleh Direct Credit Transfer dan
Direct Debits Transfer juga dilakukan oleh interbank Giro (IBG). IBG
merupakan suatu sistem yang memproses transaksi low value bulk
berupa pembayaran tagihan-tagihan rutin dan pembayaran gaji.
3. Instrumen Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Kartu Kredit
Khusus penerbitan kartu kredit, Monetary Authority of Singapore
(MAS) bertindak sebagai regulator dan mengatur mengenai kriteria
calon pemegang kartu kredit dan kegiatan pemasarannya.
4. Kartu ATM / Debit
Jenis kartu yang beredar adalah PIN-based dan signature-based.
Penggunaan PIN- based card dapat dilakukan melalui jaringan ATM
atau EFTPOS terminal/EDC. Sementara itu pengguna signature-based
biasanya menggunakan jaringan Visa Electron dan Debit Mastercard.
5. Uang Elektronik (e-money)
Uang elektronik (e-money) Jenis uang elektronik yang beredar terdiri
atas dua jenis, yaitu Card Based Product dan Network/Software-Based
Product. Card Based Product saat ini dapat digunakan untuk multi-
purpose atau single-purpose.
b. Sistem Pembayaran Nominal Besar
1. Interbank Payment and Settlement System
Aktivitas transaksi bernilai besar dilakukan melalui MAS Electronic
Payment System (MEPS+). Dalam MEPS+ dikenal dua sistem., yaitu

15
MEPS+ IFT untuk transaksi antarbank dan MEPS+ SGS untuk transaksi
Scripless Singapore Government Securities (SGS).
2. Securities Settlement System
Securities Clearing and Settlement System (SCSS) merupakan komponen
utama infrastruktur securities settlement system di Singapura. SCSS
untuk SGS dioperasikan oleh MAS dan merupakan bagian dari MEPS+.
Untuk transaksi saham, surat berharga korporasi, dan turunannya
dilakukan melalui Central Depository (CDP).
2.3.3 Studi Empiris di Malaysia
a. Sistem Pembayaran Ritel
Sistem pembayaran ritel di Malaysia difasilitasi oleh Malaysian Electronic
Payment System (MEPS) yang menyediakan berbagai macam fasilitas bagi
pesertanya. Jasa yang diberikan oleh MEPS meliputi Jaringan ATM
Nasional, e-Debit , Pengisian saldo kartu telepon selular prabayar melalui
mesin ATM, Interbank ATM Fund Transter (IBFT), Interbank GIRO (IBG)
merupakan fasilitas transfer dana antarbank melalui sarana elektronis
sehingga mengurangi penggunaan dokumen tertuis seperti cek, Financial
Processing Exchange (FPX)yang merupakan fasilitas transaksi berbasis
internet, seta Jaringan ATM Regional. Dalam melengkapi jasa sistem
pembayarar ritel yang dikelola oleh MEPS, diterbitkan uang elektronik (e-
money) Touch'n Go Card yang merupakan alat pembayaran elektronik
untuk jalan tol dan sarana transportasi publik.
b. Pembayaran Nominal Besar
Real-Time Transfer of Funds and Securities (RENTAS) merupakan
infrastruktur sistem pembayaran nominal besar di Malaysia yang dimiliki
dan diselenggarakan oleh BNM. Fungsi RENTAS meliputi :
c. Interbank Funds Transfer System (IFTS). IFTS dipergunakan untuk
melakukan transfer dana antaranggota dalam nomina besar, penarikan tunai
oleh bank atas rekeningnya di Bank Negara Malaysia

16
d. Scriples Securities Trading System (SSTS). SSTS dilakukan dalam
pencatatan dan setelmen surat-surat berharga.
2.3.4 Studi Empiris di Thailand
Thailand merupakan salan satu negara di kawasan ASEAN yang sangat aktif
dalam melakukan pengembangan di bidang sistem pembayaran sejak
diimplementasikannya sistem RTGS yang dikenal dengan BAHTNET pada
tahun 1995.
a. Sistem Pembayaran Ritel
1. Cheque Clearing System
Di Thailand sistem kliring untuk cek terdiri dari tiga sistem yaitu:
a) Electronic Cheque System
ECS merupakan sistem kliring elektronik yang memproses transaksi
pembayaran menggunakan cek. ECS mulai beroperasi sejak tahun
1996 dan dioperasikan oleh BOT. Instrumen pembayaran yang dapat
diproses melalui ECS terdiri atas cek, draft, bill of change, dan
promissory notes dalam mata uang Baht.
b) Intra-Provincial Cheque Clearing System
Untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi kliring menurunkan
biaya dan risiko terkait dengan pembayaran cek, dan untuk
memfasilitasi pengelolaan uang tunai bagi bank peserta dalam satu
provinsi yang sama, BOT,mengembangkan intercity clearing.
c) Bill For Collection (B/C)
B/C adalah prosedur kliring untuk cek, draft, bill of exchange, dan
promissory note dalam hal cabang penagih dan pembayar berada pada
wilayah kliring yang berbeda.
2. Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
APMK yang populer di Thailand adalah Kartu ATM, Kartu Debit dan
Kartu Kredit. Pada saat ini sudah diperkenalkan M-POS (Mobile Point af
Saie) yang dikembangkan oleh perusahan smart phone dan perusahaan

17
penyedia jasa sistem pembayaran untuk memverifikasi dan memproses
transaksi.
3. Electronic Money
Dalam dekade yang lalu terlihat bahwa beberapa produk e-money telah
diluncurkan ke masyarakat, beberapa perusahaan metnberi label e-money
ini sebagai digital purse (dompet elektronik ).
b. Sistem Pembayaran Nominal Besar
1. Interbank Payment ard Settlement System
Sistem yang memproses penyelesaian transaksi antarbank di Thailand
dikenal dengan nama Bank of Thailand Automated High Value Transfer
Network (BAHTNET). Sistem itu didesain untuk memitigasi risiko sistem
pembayaran agar efisien, aman, andal, dan tepat waktu mclalui sistem
Gross Settlement.
2. Securities Settlement System
Atas dasar UU dibentuk custodian efek yang dikenal dengan nama
Thailand Securities Depository (TSD). Lembaga tersebut menjadi bagian
dari bursa efek Thailand (Stock Exchange of Thaifand SET) yang
menyediakan layanan kliring dan setelmen untuk transaksi pasar modal
seoerti saham, obligasi, dan reksadana. Saat ini TSD mengelola seluruh
surat berharga yang terdaftar di bursa termasu saham dan obligasi
korporasi.
2.3.5 Studi Empiris di Vietnam
a. Sistem Pembayaran Ritel
Sistem pembayaran ritel di Vietnam ditujukan untuk transaksi yang nilanya
kurang dari VND 500 juta. Hanya ada satu sistem kliring di Vietnam yang
dinamakan CITAD.
1. Automated Teller Machines (ATM)
Untuk menarik nasabah, bank komersial di Vietnam bersaing dalam
menyediakan mesin ATM yang dapat diakses secara nasional. Fungsi ATM

18
masih terbatas pada informasi saldo, setoran kas, dan penarikan tabungan
serta untuk melakukan transfer.
2. Kartu Kredit
Penggunaan kartu kredit di Vietnam baru berkembang. Pada tahun 1998
hanya Vietcom bank saja yang telah menerbitkan kartu kredit, tetapi saat ini
seluruh bank komersial pemerintah telah memiliki akses ke penerbit kartu
kredit internasional.
b. Sistem Pembayaran Nominal Besar
Transaksi pembayaran nominal besar adalah transaksi di atas VND 500 juta
(ekuivalen USD33,000).
1. Interbank Payment and Settlement Sistem
IBPS Vietnam diatur dalam Central Banking law, yang diberi kewenangan
untuk mengembangkan interbank public payment system dan melakukan
pengawasan, termasuk pengamanan sistem tersebut (hadware and software).
Tugas PPC adalah melaksanakan pembayaran dan kliring. Bagian transaksi
terbesar pada setiap PPC adalah remittance payment.
2. Securities Settlement System
a) Securities Market Reforms
Pada tahun 1996 Vietnam membentuk The State Securities Commission
(SSC) untuk mergembangkan SSB pasar Vietnam. SSC memiliki
kewenangan dan tanggung jawab dalam perencanaan, pengawasan,
administrasi, dan pengelolaan settlement transaksi SSB.
b) Stock Exchange Market
Perdagangan saham di SCT (pasar efek) masih terbatas karena hanya
memiliki sepuluh perusahaan sekuritas. Pada tahun 2005 SCT bėrsama
dengan ADB dan vendor domestik mengembangkan sistem baru. Rata-rata
harian perdagangan di SCT adalah VND 3 miliar (ekuivalen USD200,
000).
c) Bond Market

19
Dibandingkan dengan pasar saham, pasar obligasi Vietnam kurang
berkembang. Ada dua macam obligasi, yaitu govemment bonds dan
corporate debentures. Government bunds diterbitkan oleh Ministry of
Finance (MOF) alau SBV dengan jangka waktu pendek sampai dengan 15
tahun.
2.3.6 Studi Empiris di Filipina
a. Sistem Pembayaran Ritel
1. Direct Debits dan Credit Transler
Digunakan terutama untuk setelmen pembayaran nilai besar untuk
transaksi dengan volume kecil seperti transaksi PHP/USD, Inter-bank Call
Loan (IBCL), dan transaksi surat berharga pemerintah.
2. Instrumen Pembayaran Menggunakan Kartu
a) Kartu Kredit dan Kartu Debit
Kartu kredit yang ada yaitu Visa dan Master Card, JBC dan Diners Clube.
Unicard dan Bankard. Kartu debit diterbitkan oleh semua bank komersial
dan beberapa thrift bank. Jaringan ATM yang ada saat ini adalah
BancNet, Megalink, dan ExpressNet.
b) Electronic Peso Clearing and $ettlement System (EPCS)
EPCS merupakan sistem transfer dana antar rekening bank yanş
mendukung pembayaran yang bersifat bulk atau besar, berulang, dan non-
time sensitive, serta transaksi secara kolektif (colletion transaction).
c) Money Remittance
Gcash mengubah mobile phone menjadi vírtual wallet memungkinkan
pelanggan mengakses metode cashless dan cardless dalam melakukan
pengiriman uang dan dapat digunakan untuk pengiriman uang di dalam
negeri maupun dari dan ke luar negeri (international remittance).
3. Electronic-Money/Mobile Phone Payment
Contoh e-money yang populer di Filipina adalah SMART Money dan
Globe's G-Cash.
4. Produk Berbasis Kartu : Stored Value Cards/E-cash

20
Kartu ini bersifat single purpose yang digunakan di sektor transportasi dan
telekomunikasi, seperti pembayaran tol (e-pass), Light Rail Transit
Authority LRT), Metro Rail Transit Authority (MRT), telepon genggam,
dan internet.
b. Sistem Pembayaran Nominal Besar
Interbank Payment and Settlement Syslem (PhilPaSS). PhilPaSS merupakan
sistem RTGS yang memproses transaksi antarbank dengan nilai besar yang
dioperasikan BSP sejak Desember 2002. Transaksi yang diselesaikan melalui
RTGS bersifat final dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable) sehingga dapat
meminimalkan risiko setelmen, risiko kredit, dan risiko likuiditas.
2.4 Blockchain
Blockchain merupakan sebuah sistem yang digunakan untuk menyimpan
transaksi yang bersifat digital dengan melakukan pencatatan pada seluruh transaksi
dengan permanen, di mana penyimpanan tersebut terletak di dalam database publik
atau yang dikenal dengan istilah ledger. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa
data yang tersimpan adalah data yang valid. Berbeda dengan sistem yang bersifat
tradisional yang rawan terhadap serangan yang dilakukan oleh peretas, di sistem
ini akan terhindar dari serangan tersebut. Sebab, data yang disimpan dalam sistem
tidak terpusat hanya pada satu jenis otoritas. Tidak seperti pada sistem tradisional
yang hanya terpusat pada satu jenis otoritas.
Blockchain adalah sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem
penyimpanan data digital yang terhubung melalui kriptografi. Penggunaan
teknologi blockchain tidak bisa dilepaskan dari Bitcoin dan Cryptocurrency, meski
ada banyak sektor yang bisa memanfaatkan teknologi ini. Jika dilihat dari sistem
penamaanya, blockchain sendiri terdiri dari dua kata, yakni block yang berarti
kelompok, dan chain atau rantai. Hal ini mencerminkan cara kerja blockchain yang
memanfaatkan resource komputer untuk membuat blok-blok yang saling
terhubung (chain) guna mengeksekusi sebuah transaksi.
a. Cara Kerja Blockchain

21
Secara gampang, cara kerja blockchain dimulai ketika sebuah blok
menyimpan sebuah data baru. Sistem blockchain sendiri terdiri dari dua buah
jenis record, transaksi dan blok. Uniknya, setiap blok berisi hash kriptografi
sehingga membentuk jaringan.
Di sini, fungsi hash kriptografi adalah untuk mengambil data dari blok
asal dan mengubahnya menjadi sebuah compact string. String ini menjadi
alarm pendeteksi jika ditemukan adanya potensi sabotase. Teknologi
blockchain juga terdesentralisasi, sehingga tidak ada satupun otoritas yang
memiliki kendali penuh, melainkan terpecah ke setiap komputer yang sudah
diinstal perangkat lunak khusus. Perhatikan bagan berikut ini, terdapat 5 pihak
dalam satu jaringan blockchain, mereka adalah A, B, C, D, dan E, yang
digambarkan sebagai layar monitor. Didalam monitor terdapat gambar jari,
jari 1 dan 2 menandakan data yang sudah terdapat didalam komputer masing-
masing pihak. Dimulai dengan cara kerja pertama, jika pihak A ingin
menambahkan data ketiga (perhatikan telunjuk 3 jari berwarna kuning), maka
akan didistribusikan kepada seluruh pihak (perhatikan gambar 2) secara
terenkripsi keamanan datanya. etelah semua pihak selesai melakukan
verifikasi yang dilanjutkan dengan approval, maka data ketiga (3 jari warna
kuning) terdistribusikan keseluruh pihak A, B, C, D, dan E, (perhatikan
gambar 3).

22
b. Keunggulan Teknologi Blockchain
1. Sistem Lebih Transparan
Teknologi blockchain mampu menyimpan histori transaksi yang aman
dan juga transparan. Ketika melakukan transaksi menggunakan
blockchain, terdapat pula public access yang bisa dilihat oleh semua
orang baik tanpa harus memiliki akses login. Jika dibandingkan dengan
sistem perbankan saat ini, pola tersebut tentu sangat jauh berbeda. Uang
yang dimiliki dan disimpan oleh nasabah tidak bisa lagi digunakan oleh
perusahaan finansial tanpa sepengetahuan customer.
2. Proteksi Data yang Lebih Baik
Teknologi menggunakan sistem yang diverifikasi oleh para penambang
(miner) sebelum dieksekusi pada banyak komputer. Struktur database
blockchain juga bersifat append only atau hanya bisa menambahkan dan
tidak memiliki perintah edit. Alhasil, hacker tidak bisa melakukan hack
ataupun social engineering untuk mengubah data.
3. Audit yang Lebih Baik
Kemampuan audit menjadi salah satu fungsi penting dari blockchain.
Pasalnya, setiap orang bisa melihat dan mentracking data transaksi
sehingga memungkinkan untuk mengetahui jejak audit sebuah aset. Tak

23
ada lagi potensi penggelapan dana korupsi, karena data transaksi bersifat
publik, immutable (tidak bisa diedit, tidak bisa dihapus) dan append only
(hanya bisa ditambahkan).
4. Menghilangkan Biaya Calo
Dengan adanya blockchain, maka peran middleman menjadi semakin
tidak relevan. Middleman atau calo yang hanya akan menambah biaya
transaksi diganti dengan algoritma konsensus. Semua kebutuhan
pencatatan transaksi hingga proses verifikasi, diarahkan ke satu akses
database yang bersifat immutable.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Proses penyelesaian transaksi (setelmen) bank sentrak sangat beragam
mulai dari sistem bilateral dan multilateral, sistem batch dan real time,
sistem gross dan net settlement, rtgs, kliring, dan penyelesaian
pembayaran internasional. Indonesia sendiri menerapkan BI- RTGS
yang ditujukan hanyak untuk transaksi bernominal besar. Selain itu
terdapat berbagai jenis risiko seperti risiko kredit, risiko likuiditas,
risiko hukum, risiko operasional, dan risiko sistemik disertai dengan
cara mengamankan sistem pembayaran berdampak sistemik yang
dikembangkan oleh Comitte on Payment and Settlement System of
Bank for International Settlement.
2. Peran bank sentral dalam sistem pembayaran umumnya meliputi
pemakai sistem pembayaran, anggota sistem pembayaran, penyedia
sistem pembayaran, dan pelindung kepentingan umum. Keterlibatan
bank sentral dalam penyelenggaraan sistem pembayaran bervariasi dari
satu bank sentral ke bank sentral lain.
3. Sistem pembayaran di Indonesia, negara maju, dan negara berkembang
Di Indonesia dalam merumuskan kebijakan sistem pembayaran
menggunakan prinsip pengendalian risiko, efisiensi, kesetaraan akses,
dan perlindungan konsumen. Lembaga yang terkait dalam sistem
pembayaran di Indonesia meliputi Bank Indonesia, bank dan lembaga
bukan bank, kantor pos, pasar modal, lembaga kliring, dan lain lain.
Instrumen yang digunakan dalam sistem pembayaran di Indonesia
meliputi alat pembayaran tunai yaitu rupiah yang terdiri dari uang kertas
dan logam, serta instrumen non tunai seperti cek, bilyet giro, ATM, e-
money, dan lain-lain.

25
4. Sistem pembayaran di Singapura terdiri atas sistem pembayaran ritel
dan sistem pembayaran nominal besar. Sistem pembayaran ritel terdiri
atas instrument pembayaran menggunakan kartu dan cek. Sedangkan
pembayaran nominal besar diselenggarakan oleh MAS melalui sistem
MEPS+.
5. Sistem pembayaran di Malaysia terdiri atas sistem pembayaran ritel dan
sistem pembayaran nominal besar. Sistem pembayaran ritel Malaysia
difasilitasi oleh MEPS dengan berbagai fasilitas yang di berikan.
Sedangka pembayaran nominal besar melalui sistem RENTAS.
6. Sistem pembayaran di Thailand terdiri atas sistem pembayaran ritel dan
sistem pembayaran nominal besar. Sistem pembayaran ritel Thailand
terdiri atas Cheque Clearing System, APMK , dan e-money. Sedangkan
pembayaran nominal besar menggunakan sistem BAHTNET.
7. Sistem pembayaran di Vietnam terdiri atas sistem pembayaran ritel dan
sistem pembayaran nominal besar. Pembayaran ritel dengan nominal
kurang dari 500 juta VND menggunakan ATM dan kartu kredit.
Sedangkan pembayaran nominal besar dengan nominal di atas 500 juta
VND menggunakan sistem IBPS Vietnam.
8. Sistem pembayaran di Filipina terdiri atas sistem pembayaran ritel dan
sistem pembayaran nominal besar. Sistem pembayaran ritel
menggunakan kartu dan e-money. Sedangkan pembayaran nominal
besar menggunakan sistem PhillPaSS
9. Blockchain adalah sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem
penyimpanan data digital yang terhubung melalui kriptografi.

26
DAFTAR PUSTAKA

Simorangkri, Iskandar. 2014. Pengantar Kebanksentralan: Teori dan Praktik di


Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

27

Anda mungkin juga menyukai