Anda di halaman 1dari 16

Good Governance

Oleh: Slamet Haryono*

Abstrak
KKN merupakan penyakit yang merusak segala sendi ekonomi dan tata
pemerintahan. Good Governance merupakan cara mengobati praktek kotor
tersebut. Good Governance akan terwujud apabila adanya kekompakan
seluruh elemen masyarakat dan sunia usaha dalam merevolusi moral (akhlaq) dan
membasmi pelaku KKN serta tidak menciptakan lingkungan yang
memungkinkan KKN untuk tumbuh.

A. Pendahuluan
Good Governance seketika telah menjadi buzzword yang banyak
dibicarakan di banyak kalangan. Di sektor pemerintah dengan
bergulirnya reformasi menuntut adanya good governance aparat dan
pegawai pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat. Pemerintah
dituntut mempunyai kesadaran etos kerja yang memuaskan prinsipalnya
yaitu rakyat yang telah memberikan sumber dana dalam bentuk pajak.
Ketidakpuasan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi akan
mencabut wewenang yang dipercayakan kepada pemerintah.
Good Corporate Governance merupakan isu lama yang digagas oleh
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sekitar awal tahun 90-an.
Tujuannya agar perusahaan yang mereka miliki dapat beroperasi secara
bersih dan berupaya semaksimal mungkin menghindari praktik-praktik
yang melenceng dari norma hukum yang berlaku. Namun sayang,
keinginan mulia yang digagas kala itu sampai saat ini masih sekedar
angan-angan, disebabkan kurangnya dukungan dari penegakan hukum
(law enforcement) di Indonesia.
Dengan bergulirnya waktu, fenomena yang muncul adalah
adanya keinginan agar Good Corporate Governance dapat menyatu dengan
khasanah budaya Indonesia. Munculah istilah Tata Kelola Perusahaan

* Penulis adalah dosen pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta dan sedang menempuh S2 pada Program Pascasarjana Magister Sains


Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
142 Slamet Haryono: Good Governence

dan istilah lainnya yang bertujuan menggantikan istilah Good Corporate


Governance agar tidak kebarat-baratan. Harus diakui bahwa kemampuan
bangsa Indonesia baru sebatas pemberian nama atau penggantian istilah
agar tidak terkesan barat, namun belum sampai pada tataran
implementasi, aktualisasi apalagi pengembangan. Bahkan istilah Good
Corporate Governance masih diperdebatkan. Satu pihak ada yang
beranggapan istilah Good Corporate Governance sebenarnya cukup dengan
Corporate Governance karena telah mempunyai konotasi good.

B. Good Governance pada Lingkup Pemerintahan


Setengah abad lebih Indonesia telah merdeka, jutaan nyawa
telah dikorbankan, tentunya begitu banyak pula harta dan airmata yang
tanpa ada kalkulasi ekonomi demi kata kemerdekaan. Tiga ratus lima
puluh tahun Indonesia dijajah secara fisik oleh Belanda, dilanjutkan
Jepang sampai akhirnya tahun 1945 Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Orde Lama Indonesia sibuk mempertahankan dan
mengembalikan wilayah negara sehingga dunia usaha belumlah dapat
berkembang secara baik. Dunia politik dan keamanan yang masih saja
bergejolak disamping infrastruktur yang belum tersedia untuk
penunjang berjalannya usaha, rata-rata hanyalah Badan Usaha Milik
Negara sajalah yang beroperasi, itu saja merupakan hasil nasionalisasi
dari perusahaan yang didirikan oleh penjajah misalkan beberapa
perkebunan teh di pulau Jawa.
Orde baru perekonomian mulai menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan. Pemerintah mulai menekankan perhatian pada
pentingnya sektor ekonomi dengan program PELITA-nya, sehingga
perekonomian menjadi bergairah. Perusahaan swasta diberikan fasilitas
kemudahan untuk megembangkan usahanya semakasimal mungkin
dibekali dengan proteksi (previledge). Dalam kurun tiga puluh tahun
menerima berbagai perilindungan dari persaingan sehingga harus
memberi balas budi kepada pemerintah demi kelangsungan usahanya.
Untuk bisa mengembangkan usahanya para pengusaha terpanggil untuk
memberikan servis tambahan, siapa yang paling besar dialah yang
menang.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 143

Aparat pemerintah terutama yang pada posisi basah menjadi


rebutan kalangan usaha untuk mendekatinya demi perusahaan. Tidak
ada servis cuma-cuma, pengusaha memberikannya supaya pejabat
tersebut memberikan proyek dan hak khusus hanya kepadanya saja dan
mematikan pengusaha lain. Kalau mungkin di Indonesia hanya dia yang
mempunyai usaha pada suatu komoditas (monopoli). Inilah asal muasal
Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang menyebabkan hancurnya
tatanan moral dan ekonomi Indonesia.
Pungutan liar telah menjadi budaya dari level RT saat
mengurus surat pengantar pembuatan KTP dengan istilah sukarela
yang diminta dengan nominal ribuan sampai kalangan pemerintah pusat
yang tentunya dengan nominal jutaan sampai miliaran.
Semua surat yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah
termasuk TNI dan Kepolisian mempunyai nilai intrinsik termasuk surat
kematian dan surat kehilanganyang harus ditanggung oleh pemohon.
Lantas ada pertanyaan substansial di mana dana operasional setiap
departemen, termasuk Departemen Agama yang telah lama dikenal
sebagai salah satu departemen yang tingkat korupsinya tertinggi.
KKN yang awalnya merupakan system disturbance telah berubah
menjelma menjadi sistem baru yang diyakini menjadi lumbung
pemasukan bagi pegawainya yang kadang lebih besar dari gaji yang
formal yang tiap bulan diterima. Akhirnya kini semacam menjadi
konsensus dengan dalih apapun pungutan sukarela merupakan
prasyarat lancarnya urusan. Oleh karena itu, Good Governance merupakan
kebutuhan mutlak pembasmian perampok-perampok berseragam di
pemerintahan. Rakyat sudah terlalu capek menanggung beban
susahnya untuk bertahan hidup, akankah ditambah lagi dengan impas
kerakusan tanpa batas pemerintah.
Diperlukan perubahan fundamental, kontinyu dan menyeluruh
dengan niat yang tulus serta disertai tersedianya perangkat hukum yang
memadai. Lebih penting lagi adalah pembersihan bertahap aparat
hukum, komitmen terhadap hukum yang berlaku serta dukungan
masyarakat untuk tidak menciptakan stimulan terjadinya praktik bisnis
yang amoral.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


144 Slamet Haryono: Good Governence

C. Pemahaman terhadap Etika (Akhlaq)


Etika berhubungan dengan pendidikan. Situasi pendidikan
yang sedang mengalami kemerosotan berimbas pada merosotnya
moral, pendidikan sebatas tatap muka di kelas dan putus ketika siswa
telah meninggalkan sekolah atau kampus. Siswa setiap harinya dijejali
dengan pengetahuan yang tidak mempunyai roh moralitas, akhlaq
karena pengajarnyapun didoktrin untuk mengajarkan sedemikian
banyak pelajaran dalam satu periode pelajaran. Siswa dari tingkat
pendidikan terbawah diberikan target yang hanya bernuansa materi dan
tanggung jawab sosial dan religiusitas hanyalah mempunyai porsi yang
sangat kecil sehingga tidak mempunyai bekas yang cukup untuk
merasuk dalam jiwa siswa.
Pendidikan akhlak seakan terlupakan. Siswa dikatakan berhasil
jika memperoleh nilai ujian yang tinggi, mempunyai pekerjaan dengan
gaji tinggi, sisi moralitas terlupakan. Sehingga dalam menjalankan
pekerjaan di tempat bekerja, karyawan hanya menggunakan rasionalitas
dan skill yang dimiliki.
Akumulasi dari hilangnya pendidikan akhlaq ini yaitu
merebaknya praktek KKN yang telah menjadi sistem baru di samping
sistem formal yang ada. KKN kini telah menjadi budaya yang melekat
dalam urusan pemerintahan dan menjalar ke sektor swasta.

D. Good Corporate Governance


Akhir 1997 atmosfer bisnis di Indonesia mulai goncang.
Praktik KKN telah menghambat optimalisasi kegiatan usaha untuk
memperoleh keuntungan. Harus diakui bahwa dunia usaha awalnya dan
berkembang atas previledge yang mereka nikmati semasa Orde Baru.
Suasana demikian ingin dipupuk oleh banyak kalangan pengusaha demi
status quo usahanya. Berbagai jalan ditempuh dari yang masih malu-malu
sampai yang secara vulgar bernegosiasi atas kompensasi yang akan
masing-masing pihak akan diterima. Hingga akhirnya dunia usaha di
Indonesia menghadapi sebuah kondisi yang mengharuskan mereka
bertempur dengan produk luar sebagai konsekuensi pasar bebas
ASEAN dan globalisasi perdagangan. Pengusaha yang semasa orde

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 145

baru bisa menjual barang dan jasa dengan menentukan harga


sekehendak hatinya, karena tidak ada pesaing.
Namun justru kemanjaan tersebut menjadi bumerang bagi
mereka sendiri. Produk dalam negeri yang proses produksinya tidak
efisien diadu dengan produk alternatif lain yang dihasilkan dari proses
yang efisien. Akibatnya produk yang tidak efisien akan menjual dengan
harga yang tinggi. Sebaliknya produk yang efisien akan menjual
produknya dengan harga yang efisien. Konsumen akan memilih produk
yang dengan harga yang lebih rendah untuk produk yang relatif
kualitasnya sama. Krisis ekonomi mulai 1997 tersebut memunculkan
kesadaran bahwa selama ini akselerasi dunia usaha tidak secara alami
tetapi karena hak-hak khusus atau dengan kata lain karena sistem yang
salah.
Hubungan Good Corporate Governance dan budaya perusahaan,
etika bisnis dan peningkatan keuanggulan kompetitif yaitu, perusahaan
untuk menjadi besar, modal pokoknya adalah adanya budaya
perusahaan yang akan membekali perusahaan hingga mengantarkan
dalam setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan perusahaan serta
menjalani goncangan bisnis dengan kerangka kerja yang kokoh. Jika
tidak Good Corporate Governance dalam perusahaan, maka daya saing
perusahaan itu hanya mengikuti perkembangan pasar atau posisi
pesaing (follower) belaka, bukan sesuatu yang melekat pada perusahaan
itu sendiri.
Keterpurukan ekonomi negara-negra Asia dikarenakan tidak
adanya Good Corporate Governance dalam perusahaan-perusahaan. Hal ini
ditengarai karena oriental culture yaitu asas kekeluargaan yang justru
dianggap meghambat perkembangan dunia usaha untuk dapat
beroperasi secara profesional dengan dedikasi yang tinggi. Akan tetapi
banyak pula para ahli yang menekankan Good Corporate Governance pada
modern management merupakan kesiapan ownership dan management.

E. Implementasi Good Corporate Governance


Pelaksanaan Good Corporate Governance terdapat tiga unsur
pokok sebagai fundamen, yaitu : (1) penegakan hukum (law enforcement )
yang bukan sekadar jargon-jargon pada acara talk show dan pidato-

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


146 Slamet Haryono: Good Governence

pidato pejabat pemerintah serta cita-cita kamuflase, tetapi perlu adanya


komitmen pemerintah menerapkan hukum tanpa pandang bulu yang
harus dimulai dengan mereposisi lembaga yudikasi dan melepaskannya
dari kepentingan politik dan kepentingan ekonomi elit politik. Selagi
masih dalam sistem yang tidak netral dari kepentingan-kepentingan
tersebut maka cita-cita tercapainya penegakan hukum masih hanya
sebatas angan-angan. (2) Pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan
untuk menentukan regulasi, mempunyai daya tawar terhadap pelaku
ekonomi sebagai obyek peraturan tersebut, masing-masing pihak dari
obyek regulasi akan berusaha dengan berbagai jalan agar kepentingan
kelompoknya terakomodasi semaksimal mungkin. Kelompok lainpun
akan melakukan usaha serupa dengan tujuan yang relatif sama.
Kelompok yang akan diakomodasi yaitu kelompok yang mempunyai
daya preasure terhadap pembuat peraturan. Pemerintah dituntut dapat
semaksimal mungkin mampu mengakomodasi kepentingan publik
secara riel, bukan kepentingan sekeloompok tertentu saja meski
kelompok tertentu tersebut memberikan fee yang menggiurkan.
Loyalitas dan moralitas pegawai pemerintah memegang posis
menentukan teercapainya Good Corporate Governance dari pihak
pemerintah. (3) Legislatif, sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara
yang mempunyai fungsi mengawasi jalannya pemerintahan, DPR dan
MPR mempunyai berbagi jenis hak dan kewajiban agar jalannya fungsi
pemerintah bisa efektif dan efisien. Personel DPR/MPR disyaratkan
memahami substansi permasalahan sehingga pengawasan bisa berjalan
dengan baik. Anggapan bahwa lemabaga legislatif sebagai tukang
stempel yang tentunya stempel harus sesuai dengan keinginan
pemerintah sebagai pemesannya harus dihilangkan. Namun saar ini
yang masih terjadi dari penelitian PERC Hongkong tahun 2002, justru
pemborosan uang negara terbesar justru terjadi di lembaga wakil rakyat
diikuti pemerintah dan lembaga yudikatif. Hal ini bergeser dari jaman
Orde Baru yang saat itu pemerintah pada urutan pertama karena
lembaga legislatif merupakan “subsystem” dari pemerintah. Artinya
adalah pemerintah untuk melakukan KKN melibatkan legislatif
sehingga uang yang diterima legislatif merupakan distribusi dari proyek
pemerintah. Namun saat ini DPR/MPR tidak mau kalah dari

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 147

pemerintah karena DPR posisnya adalah sejajar dengan pemerintah


dalam tata hukum dan dianggap harus sama pula dalam posisi ekonomi.
Good Corporate Governance tidak semata menekankan pada nilai
keuntungan material akan tetapi adanya prinsip tranparancy, accountability,
fairness dan resposiblity. Good Corporate Governance mencakup tanggung
jawab sosial (social responsibility) yang terdiri aspek ekonomi dan non-
ekonomi termasuk di dalamnya moral dan etika yang mengatur
bagaimana dalam melakukan usaha atau berbisnis, serta mengatur
hubungan dengan stakeholder. Jadi tidak sekedar membahas profit atau
keuntungan saja.
Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance dibutuhkan code of
conduct atau pedoman di suatu perusahaan. Di bawah ini contoh
beberapa code of conducyang dibuat sebuah perusahaan BUMN yaitu
antara lain sebagai berikut.
a. Apakah diperbolehkan pimpinan perusahaan bermain golf dengan
kontraktor? Boleh asal dengan kontraktor yang tidak sedang
mengerjakan proyek yang sedang berjalan saat ini dan tidak
ditanggung biayanya oleh kontraktor tersebut.
b. Apakah boleh menerima parcel dari rekanan? Boleh asal tidak
melebihi nominal Rp. 200.000,- . Jika lebih maka harus diserahkan
kantor atau ke lembaga sosial.
c. Apakah pegawai diperbolehkan menerima upah ssetelah selesai
memperbaiki instalasi di tempat pelanggan? Pegawai dilarang
menerima upah selain gaji dari kantor.
d. Apa arti sebuah paraf? Jika telah membubuhkan paraf berarti telah
bersedia bertanggung jawab penuh atas surat tersebut.
e. Apa sanksinya jika terbukti menerima suap? Pecat setelah adanya
sangsi administratif sebelumnya.
Code of conduct merupakan kode etik moral yang sederhana bagi
seluruh karyawan, yang mencerminkan budaya perusahaan. Cara
mengevaluasi pelaksanaannya yaitu dengan membuat komite yang
dipilih secara demokratis oleh segenap karyawan. Komite ini
mempunyai hak untuk memberikan rewards dan punishment. Komitmen
pimpinan untuk memulai menerapkan code of conduct akan memberikan
reformasi budaya perusahaan yang efektif, baik dengan kekuasaan
formal maupun efek psikologis terhadap bawahannya.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


148 Slamet Haryono: Good Governence

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan


yang mengatur urusan antar suatu entitas dengan stakeholders, agar tidak
terjadi salah satu pihak terlalu powerfull sehingga ada yang merasa
dirugikan, seras kehilangan haknya. Peraturan menjadi sebatas alat dan
tidak mempunyai jiwa jika tanpa disertai komitmen seluruh pihak.
Good Corporate Governance mempunyai empat komponen yang
masing-masing tidak dapat berjalan sendiri. Masing-masing komponen
akan berinteraksi. Komponen-komponen tersebut adalah:
(1) Fairness, setiap keputusan yang diambil adalah keputusan yang
senantiasa memperhatikan kepentingan shareholder mayoritas dan
tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.
Selain itu juga harus mengakomodasi kepentingan stakeholder
lainnya di luar direksi/pimpinan yaitu karyawan, konsumen dan
suplier serta pihak lainnya yang terkait dengan perusahaan.
(2) Accountability, komisaris, direksi/pimpinan dan jajarannya dituntut
mempunyai kemampuan dan integritas untuk menjalankan operasi
perusahaan sesuai regulasi yang berlaku yaitu AD/ART.
(3) Transparancy, dalam proses pengambilan keputusan direksi dan
dewan komisaris selalu menampilkan keterbukaan terhadap
stakeholder lain dengan cara komprehensive, relevant, frindly, reliable,
comparable dengan based accounting practice.
(4) Responsibility, dalam menjalankan usahanya selain mempunyai
tanggung jawab kepada pemegang saham/pemilik, direksi, dewan
komisaris tetapi juga bertanggung jawab denga stakeholder lainnya
termasuk karyawan dan masyarakat.
Dalam implementasi Good Corporate Governance perlu adanya blue
print yang menjadi pijakan, karena Good Corporate Governance bukanlah
personality, akan tetapi merupakan sistem yang menyeluruh baik dari
sumber internal perusahaan dan juga eksternal lingkungan perusahaan
beroperasi. Masing-masing pihak tidak bisa diabaikan karena semuanya
mempunyai kontribusi terhadap kesuksesan atau tercapainya tujuan
perusahaan.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 149

F. Manajemen Merupakan Inti dari Governance


Kriteria baik tidaknya Good Corporate Governance suatu
perusahaan, salah satunya dapat dilihat apakah perusahaan tersebut
menjadi beban bagi pemerintah atau tidak.inti dari Good Corporate
Governance adalah manajemen yang efektif. Manajemen modern yang
baik mempunyai empat elemen dasar yang harus dipahami terlebih
dahulu yaitu: (1) mata uang; (2) budgeting; (3) double entry accounting dan (4)
teknologi informasi (IT)
Mata uang merupakan salah satu penemuan manusia yang
fenomenal, merupakan cermin kegiatan ekonomi dan politik. Mata
uang mempunyai berbagai sisi. Disatu sisi mata uang menjadi motor
penggerak perekonomian, tetapi di sisi lain bisa menjadi alat yang
menghacurkan perekonomian dan juga politik. Sejarah telah
memberikan bukti banyak sistem dan peradaban yang dihancurkan oleh
uang dan sistem baru yang dibangunkan oleh uang.
Budgeting merupakan ekspreksi strategi dan usaha dari suatu
perusahaan atau pemerintahan. Semua rencana kerja diterjemahkan
dalam mata uang dan dituangkan dalam budgeting yang merupakan
pengarahan, pengendalian dan pengawasan jalannya sebuah perusahaan
atau pemerintahan1.
Double entry accounting, adalah penemuan dalam bidang
pembukuan yang memisahkan penerimaan di satu sisi dengan
pengeluaran di sisi lainnya. Kaitannya dengan manajemen yaitu dalam
hala bagimana cara memaksimalkan pendapatan dan penghematan
pegeluaran2.
Aspek yang keempat adalah teknologi informasi atau IT. Tidak
dapat dipungkiri teknologi informasi (IT) telah terbukti menjadi bagian
dari kehidupan manusia. Fungsi teknologi informasi semakin lama
semakin menjadi bagian dari aktivitas menusia dan ketergantungan

1 Arifin Sabeni, “A Discussion of Political Influence on Operation of Management


Accounting in Organozations”, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta,
Desember 1999.
2 Isti Rahayu, “Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi

Pengangguran dan Kinerja Manajerial”, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia,
Yogyakarta, Desember 1999.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


150 Slamet Haryono: Good Governence

manusia semakin tinggi terhadap IT. Perkembangan teknologi


informasi telah mendorong terjadinya revolusi teknologi, yang telah
mengubah struktur masyarakat Amerika Serikat dari masyarakat
industri menjadi masyarakat informasi, sehingga labor intensive industry
dipindahkan ke Jerman dan Jepang. Sekitar 15 tahun kemudian Jepang-
pun mengalami proses serupa dengan berpindahnya labor intensive
industry ke Korea Selatan, Hongkong, Taiwan dan Singapura yang
kemudian melahirkan istilah macan Asia. Dalam perjalanan selanjutnya
empat negara tersebut benar-beenar menjadi macan Asia sehingga labor
intensive industry dipindahkan Cina daratan dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia selain Singapura. Perpindahan labor intensive industry
memunculkan cross investasi dan terjadinya globalisasi pasar modal dan
globalisasimanufacturing yang bermuara adanya globalisasi perdagangan.
Untuk bisa bertahan dalam globalisasi, perusahaan dituntut
mempunyai daya tahan yang kuat. Jika perusahaan mempunyai daya
tahan yang kuat maka secara otomatis moral orang-orang dalam
perusahaan akan kuat, mentalnya sehat sehingga tidak perlu melakukan
suap dan berbagai bentuk KKN lainnya karena perusahaan mempunyai
daya tawar yang tinggi. Jika perusahaan mempunyai daya tahan yang
kuat maka tercapailah Good Corporate Governance.
Perusahaan saat ini dituntut mempunyai visi revolusi teknologi
yang progress. Visi tekonologi akan mendorong munculnya globalisasi
informasi, currency, dan sekuritas atau pasar modal. Peranan pasar modal
akan menggeser fungsi perbankan dalam memenuhi kebutuhan dana
perusahaan jika perusahaan mempunyai kinerja yang menarik bagi
pemilik uang. Jadi perusahaan tidak hanya menekankan pada jasa
perbankan semata yang meningkatkan liability growth atau debt equity ratio
yang kurang baik bagi perusahaan

G. Pelaksanaan Good Corporate Governance, Overpricing, dan


Mark up
Paradoksial masih saja menyelimuti negeri ini, yang telah
merambah di semua sendi kehidupan, tidak peduli sektor hukum,
politik, hukum, budaya, teknologi dan ekonomi/dunia usaha.
Paradoksial yang terjadi yaitu, meskipun sudah menjadi rahasia umum

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 151

bahwa instansi pemerintah termasuk BUMN menjadi sarang KKN,


ternyata BUMN-BUMN tersebut berebut memberi atribut Good
Corporate Governance pada perusahaannya. Selain itu adanya stigma
perusahaan tersebut merupakan perusahaan dengan kondikte buruk
pada hutang, upah buruh, pembayaran pajak dan tanggung jawab
terhadap lingkungan hidup. Praktek curang yang terjadi pada iklim
usaha di Indonesia antara lain overpricing dan mark up.
Over pricing yaitu terjadinya proyek-proyek dengan deal-deal
bisnis bawah tangan, yang semuanya ada harga yang harus dibayar, yang
dilakukan dengan cara menggelembungkan harga dari harga yang wajar
atau harga pasar (fairvalue). Lembaga penyedia seperti perbankan
disedot uangnya oleh proyek-proyek tersebut kemudian proyek
tersebut dinyatakan bangkrut, apalagi perbankan dan proyek yang
dibiayai merupakan satu grup usaha sehingga transaksi pemberian
kredit teramatlah mudah tanpa adanya supervisi yang memadai. Bank
tidak dapat memperoleh kembali pinjaman yang telah dikeluarkan,
sehingga banknya ikuti-kutan bangkrut. Jadilah negara sebagai
penanggung intrik-intrik bisnis yang dilakukan perampok dan
perompak bisnis.
Mark up yang pada awalnya mempunyai makna netral kini telah
menjadi salah satu praktek curang bisnis, yaitu praktek bisnis dengan
melakukan transfer pricing dalam manajemen divisonal. Praktek mark up
menjadi sah karena masing-masing divisi masih dalam satu otoritas,
sehingga pemilik dapat mensinkronkan harga dari divisi yang satu yang
merupakan produsen dari divisi lainnya yang akhirnya akan sambung
menyambung dalam rangka menghasilkan produk akhir. Mark up
dilakukan dengan cara menentukan harga transfer yang lebih rendah
dari suatu divisi meski bila barang setengah jadi tersebut bila dijual
keluar perusahaan/pasar harganya lebih tinggi daripada dijual ke divisi
selanjutnya dalam satu grup perusahaan. Divisi tersebut mengirim
produknya ke divisi selanjutnya sehingga harga pokok divi selanjutnya
tersebut akan lebih rendah. Proses tersebut terus berlanjut sampai divisi
final taouch. Akhirnya harga jual dari produk yang siap dijual ke pasar
akan mempunyai harga yang lebih rendah dari pesaing dengan produk
sama.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


152 Slamet Haryono: Good Governence

Mark up yang terjadi pada level bawah relatif tidak


mengganggu aliran kas perusahaan. Bahkan dalam batas-batas tertentu
meskipun batas-batas tertentu tersebut tetap saja sebenarnya tidak
dibenarkan, praktek mark up malah mendorong karyawan menjadi
semakin aktif, produktif dan efisen. Hal tersebut terjadi karena mark up
menjadi semacam bonus yang dapat memotivasi semangat kerja
karyawan.
Praktek mark up pada tingkat top manajemen kadangkala bisa
lebih besar dari nilai investasinya. Maka mark up yang terjadi bukan
hanya mengakibatkan kesulitan aliran kas perusahaan tetapi akibatnya
akan dirasakan juga oleh para stakeholder, negara dan masyarakat.
Over pricing dan mark up merupakan kejahatan sistemik yang
merusak sendi perekonomian, yang telah terbukti menjadi salah satu
penyebab terjadinya krisis di Indonesia. Praktek overpricing dan mark up
membuat informasi telah menjadikan tujuan informasi akuntansi
sebagai sumber informasi yang relevan dan realible untuk pengambilan
keputusan tidak dapat tercapai3.

H. Pentingnya Pembangunan Citra Perusahaan


Citra sebagi sebuah perusahaan yang berhasil harus senantiasa
ditumbuhkembangkan, baik sebagai budaya perusahaan yang tercermin
dalam etika dala melakukan usaha, sampai akhirnya sebagi keuanggulan
komparatif perusahaan. Good Corporate Governance dapat digambarkan
dalam bagan berikut4 :

Governance Proses good governance Citra perusahaan (trust)


manajemen

Hambatan/godaan Akibat Godaan Perlunya moral terhadap


kesempatan movement

3 Ikata Akuntan Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


(PSAK), (Jakarta:Salemba Empat), 1999.
4
Kaji Ulang Corporate Governance di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo), p.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 153

Governance manajement terdiri dari:


(1) mata uang, sebagai motor penggerak dan penghancur;
(2) budgeting sebagi cermin atas semua usaha dalam bentuk uang;
(3) double entry accounting, menaikkan penerimaan dan meminimalkan
pengeluaran;
(4) teknologi informasi (IT) sebagai dampak pesatnya perkembangan
teknologi.
Proses good governance terdiri dari:
1. memperjelas operation line in/out (supplier-input-process-output-customer);
2. memperjelas who, what, dan what to do;
3. memperjelas rasio-rasio ukuran kesehatan perusahaan;
4. mempertajam plan–do-check-action;
5. sasaran akhir yang ingin dituju adalah pertumbuhan equitas dan
bukannya liabilitas, peningkatan daya asing;
6. konsekuensi hasil: moral sehat dan anti KKN.
Godaan sikap terhadap peluang/kesempatan, terdiri :
1. jangka pendek, yaitu ingin segera melihat hasil;
2. mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok dengan
mengorbankan kepentingan yang kebih besar.
Akibat godaan yang tak terkendali maka akan terjadi praktek moral
bangsa yang meningkat, yaitu :
a. demokratisasi praktek korupsi;
b. koruptisasi demokrasi;
c. koruptisasi birokrasi;
d. pengusaha dipaksa membeli wewenang pejabat;
e. pengusaha menganggarkan dana secara sukarela untuk membeli
perizinan dan proyek;
f. koruptisasi konstitusi; dan
g. kegagalan pasar.
Citra perusahaan berhasil melalui trust, merupakan modal utama
perusahaan yang terefleksi dalam:
(1) corporate culture;
(2) etika usaha;
(3) keunggulan komparatif.
Perlu adanya moral movement, yang terdiri :
(1) sadar untuk selalu mencari malfunction dan keserakahan fungsi.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


154 Slamet Haryono: Good Governence

(2) Menjadi panutan dengan dimulai dari sdiri sendiri, terutama dari top
management
(3) Membangun komitmen di selutruh lini perusahaan dengan masing-
masing bertindak benar.
(4) Menciptakan blue print bisnis dengan tetap mencegah blue print
syndrome
(5) Membangun standar kebenaran yang berlaku secara adil dagi
seluruh personil.
(6) Menolak segala bentuk suap, angpau dan tips atau segala bentuk
lain meskipun harus berkorban secara jangka pendek.
(7) Membangun industrial democracy synergy (morak dan etika tindak
lanjut dengan moral dan etika)
(8) Membangun TRAF (transparancy, responsibility, accountability, dan
fairness)
(9) Merealisasikan nation dan character dari usia dini dalam keluarga dan
pendidikan.
Dengan unit bisnis membangun dan meralisasikan runtut
langkah Good Corporate Governance akan tercipta moral yang sehat di
seluruh lini perusahaan, sehingga tidak ada alasan lagi untk terjadinya
KKN. Walaupun untuk dilakukan di Indonesia merupakan langkah
tidak populer saat ini dan dianggap “sok suci”. Meskipun praktek KKN
telah mengakar akan tetapi harus ada yang meulai dan merevolusi demi
keunggulan komparatif jangka panjang dan fundamental.
Ketika proses Good Governance berjalan maka akan tercipta image
atau citra perusahaan sebagai perusahaan yang berhasil yaitu melalui
trust para customer sampai akhirnya menjadi pemenang dalam persaingan
usaha secara jujur.
Terjadinya bad company karena tidak tahannya personil
perusahaan terutama pada level pimpinan terhadap godaan peluang dan
kesempatan untuk segera merasakan hasilnya. Penyebab lainnya adalah
dorongan untuk mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya.
Dorongan ini akan memunculkan kepentingan kelompok “penguasa”
yang menonjol dan memarginalkan kelompok lain. Akibatnya
kekompakan hilang dan muncul fiksi-fiksi yang semakin lama rasa
untuk menjatuhkan kelompok lain yang akhirnya menggerogoti
perusahaan.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


Slamet Haryono: Good Governence 155

I. Kesimpulan
Good Governance akan terwujud jika senagat untuk merevolsi budaya
KKN dengan membangun moral dan tindakan nyata dari pelaku usaha
dengan tidak merespon dan menciptakan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya KKN, pemerintah dengan perangkat
hukumnya dan membasmi semua pelaku KKN termasuk
membersihkan aparat hukum yang terlibat dalam mafia peradilan dan
legislatis dengan fungsi pengawasannya.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002


156 Slamet Haryono: Good Governence

Daftar Pustaka

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


(PSAK), Jakarta:Salemba Empat, 1999.
Kaji Ulang Corporate Governance di Indonesia, Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo.
Sabeni, Arifin, A Discussion of Political Influence on Operation of
Management Accounting in Organozations, dalam Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999.
Rahayu, Isti, Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi
Pengangguran dan Kinerja Manajerial, dalam Jurnal Akuntansi
dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999.

SOSIO-RELIGIA, Vol. 1, No. 4, Agustus 2002

Anda mungkin juga menyukai