Anda di halaman 1dari 12

NAMA : SUTRIANIKA

NIM : 1801124435
JURUSAN : ILMU PEMERINTAHAN
MATA KULIAH : TATA KELOLA PEMERINTAHAN AIP

TUGAS ANALISIS PERKEMBANGAN GOOD GOVERNANCE DIINDONESIA DARI ERA


REFORMASI SAMPAI SEKARANG

PERMASALAHAN
Aktualisasi gerakan good governance di Indonesia bisa terlihat dengan banyak dibuatnya
regulasi (aturan hukum) dan dibentuknya institusi-institusi baru pasca reformasi sebagai upaya
mewujudkan good governance. Dalam perkembangannya, upaya tersebut belum dapat
menghasilkan perubahan yang nyata, dimana kualitas pelayanan publik pemerintah masih sangat
rendah, tingkat korupsi masih tinggi serta tingkat daya saing Indonesia yang masih tertinggal dari
negara-negara lain. Kondisi ini membuat pemerintah perlu untuk menerapkan strategi kebijakan
dalam melakukan reformasi institusional yang berbasis kondisi faktual (pendekatan kontekstual)
yang ada di Indonesia, sehingga kebijakan yang dibuat lebih sesuai dengan permasalahan yang
ada dan lebih realistis untuk dapat dilaksanakan oleh pemerintah
Hambatan dalam mewujudkan good governance atau melaksanakan pemerintahanyang
baik yang berbasis pada pengelolaan sistem keuangan daerah yang baik, masih banyak menemui
kendala. Berbagai kendala dalam pengelolaan keuangan daerah dapat terjadi baik dalam
penentuan kebijakan makro maupun teknis operasionalnya. Good governance pada dasarnya
adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya
yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sejalan dengan prinsip demokrasi yang
lebih efesian pencengahan korupsi baik secarapolitik maupun administrasi.
Hambatan dalam mewujudkan good governanceatau melaksanakan pemerintahan yang
baik yang berbasis pada pengelolaan sistem keuangan daerah yang baik, masih banyak menemui
kendala. Berbagai kendala dalam pengelolaan keuangan daerah dapat terjadi baik dalam
penentuan kebijakan makro maupun teknis operasionalnya.Untuk itu, perlu dilakukan reformasi
administrasi publik khususnya dibidang manajemen sektor publik agar terjadi efektivitas dan
transparansi manajemen yang berimbas pada perbaikan pelayanan kepada publik. Dalam hal lain
ada beberapa hambatan yang menjadi kendala mewujudkan Integritas Pelaku Pemerintahan
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh,maka integritas dari para pelaku pemerintahan cukup
tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan untuk melakukan penyimpangan
misalnya korupsi yang udah menyebar dimana-mana.
Dari kendala good governance eyang telah disinggung dapat membuat saya memberikan
dugaan awal terhadaplokasi penelitian yang diduga menemukansejumlah gejala yang
mengindikasikan belum baik Prinsip-prinsip Good Governance dari aparatur setempa tyang
belum dijiwai secara baik, dan dapat dijelaskan berbagai gejala sebagai berikut :1.Tidak adanya
transparansi dalam mempublikasikan hasil tes Pegawai.2.Perekturatan tenaga kerja tidak
bersandar pada profesi dan kentrampilan yang dimiliki.3.Para pegawai sering berperilaku
semaunya dalam pelayanan masyarakat.4.Masuk kantor sering kesiangan dan pulang kerja
sebelum jam pulang.5.Pegawai semaunya meninggalkan tempat kerja dengan alasan yang tidak
jelas.6.Memberikan Informasi yang simpang siur kepada warga yang membutuhkan
pelayanan.7.Sering berdiskusipolitik dengan rekan kerja pada saat jam kerja.8.Pelayanan yang
berbelit-belit, agak mahal, makan waktu karna sering ditunda-tunda, serta sangat memusingkan,
warga yang menginginkan pelayanan.9.perekrutan pegawai structural melirik pada kelompok
politik(adanya kontrak politik).10.Dalam pelayanan sering ada nya praktek pengungutan liar.
Paradigma yang telah banyak berkembang diberbagai negara seperti di New Zealand,
Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat dianggap sebagai suatu standar baru yang ideal
dalam menjalankan pemerintahan. Meskipun pada akhirnya paradigma ini mendapatkan kritikan
dari paradigma baru dalam pengelolaan pemerintahan yang akarnya berasal dari 4 teori dasar
yaitu theories of democratic citizenship, models of community and civil society, organizational
humanism and the new public administration, and postmodern public administration. Maka
lahirlah New Public Service yang menekankan bahwasanya “Government shouldn’t be run like a
business; it should be run like a democracy”, di mana dalam paradigma baru ini masyarakatlah
yang menjadi fokus utama dengan prinsip dasar keadilan dan kesamaan, hubungan pemerintah
dengan masyarakatnya tidak dipandang sebagai pedagang dan pelanggan, akan tetapi
mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
terdapat juga banyak kasus di manawarga Indonesia mendapati dirinya dikriminalisasi hanya
karena mengklaim hak mereka atas tanah tempat mereka tinggal.dan skema pembangunan
melalui MP3EI telah mengakibatkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang serius.
Korupsi saat ini merupakan perma-salahan bukan hanya bagi Indonesia namun juga bagi
masyarakat internasional. bagi masyarakat internasional perang terhadap masalah korupsi ini
antara lain terlihat dari ketentuan OECD, in International Business transaction, yang bertujuan
untuk mencegah dan mem-berantas penyuapan terhadap pejabat publik asing dalam
hubungannya dengan bisnis internasional. Demikian pula setiap tahun Political and Economic
Risk Consultancy (PERC), selalu mengumumkan hasil sur-veinya mengenai peringkat korupsi
negara-negara di dunia, dimana sama-sama kita ke-tahui bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat korupsinya Bagi Indonesia, dalam masa
reformasi ini maka masalah korupsi (baca KKN) merupakan masalah yang sangat menonjol,
yang tercermin antara lain dari rendahnya kualitas pelayanan publik, rendahnya kua-litas sarana
dan prasarana yang dibangun pemerintah, makin meningkatnya beban Bagi Indonesia, dalam
masa reformasi ini maka masalah korupsi (baca KKN) merupakan masalah yang sangat
menonjol, yang tercermin antara lain dari rendahnya kualitas pelayanan publik, rendahnya kua-
litas sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah, makin meningkatnya beban Penerapan
Good Governance di Indonesia dan ketidak-efektifan pengelolaan badan usaha yang mengelola
kebutuhan publik seperti telekomunikasi, bahan bakar minyak, listrik dan sebagainya. Sementara
itu, di lain pihak makin terjadi kesenjangan, dimana pihak konglomerat dan beberapa pejabat
secara demonstratif memamerkan kekayaannya
PEMBAHASAN

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi
tumbuhnya aktifitas usaha.Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan
secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan
sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.

Good governance yang secara umum bertujuan untuk membantu terselenggara dan
tercapainya tujuan nasional merupakan salah satu fondasi dasar yang harus segera diterapkan.
Haruslah diyakini bahwa pene-rapan good governance akan dapat mem-bantu upaya-upaya
dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi maupun nepo-tisme. Merujuk pada beberapa
karakteristik ood governance, seyogyanya penegakan hukum, equity (keadilan) dapat ditegakkan
maka, praktik-praktik penyalah-gunaan kewenangan dapatlah diminimalisir.prinsip transparansi,
konsensus, partipasi, responsivitas dan strategic vision haruslah pula ditegakkan dalam setiap
tingkatan, se-hingga terjadi keseimbangan bagi institusi-institusi penyelenggara negara (pihak
nega-ra, masyarakat bisnis, dan msyarakat sipil)

Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good
Governancemerupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan
baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15
tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya
sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan
kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.

Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di


dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-
prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

Partisipasi masyarakat,Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan


keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan
aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah
menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur
komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat
secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui
perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan
pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

Tegaknya supermasi hukum,Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-


perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Sehubungan dengan
itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi hukum
(the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan
hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil
dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut
hak asasi manusia.

Transparansi,adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh
pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas.
Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti
dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan,
meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan berkurangnya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

Peduli pada stakeholder,Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus


berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek lapangan dunia
usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk mendukung bagaimana good
governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good
governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan
etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang ada didunia. Dalam
lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari konsep CSR (Corporate
Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban
sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan kontribusinya. Praktek good
governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk operasional perusahaan, baik yang
dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan
operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih
kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja dengan stakeholder lainnya, termasuk
didalamnya publik.

Berorientasi pada konsesnsus,Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan


melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain
dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang
mengikat dan milik bersama, sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power)
bagi semua komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu
dikembangkan dalam konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola
adalah persoalan-persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin
banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin
banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik
menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus
menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin,
konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

Kesetaraan,Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga


masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif
memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya kepada
masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui
brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu
menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi

Efektifitas dan Efisiensi,Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,


pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien yakni
berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur dengan parameter produk yang
dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan
sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat pemerintahan harus mampu
menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan
disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka harapan
partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah, karena program-program itu
menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga
membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-
sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

Akuntabilitas,Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap


masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat
bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung
dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan
perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah
laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.

Visi Strategis,Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi


masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh
ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus
memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi
perspektif tersebut.

Penerapan Good Governance di Indonesia

Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance
merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan
tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini,
penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran
dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.

Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang
dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah
mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam
proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN.

Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial
dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang,
peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang
dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama
yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di
tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental
dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.

Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif


dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif
terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance.
Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu
pemerintahan yang bersih dan amanah.

Indonesia merupakan salah satu bagian dari gugusan yang menghadapi difusi demokrasi.
Perkembangan demokrasi di Indonesia mulai menguat seiring meningkatnya gerakan resistensi
masyarakat sipil terhadap kepemimpinan Soeharto. Dalam hal ini, keberlangsungan difusi
demokrasi dapat dikatakan melegitimasi eksistensi kelompok resisten. Selain itu, kepemimpinan
Soeharto di awal tahun 1990an juga telah mengalami berbagai friksi, salah satunya yaitu
dukungan politik yang semakin menurun dari kalangan militer dan ekonom. Imbasnya,
kepercayaan yang makin berkurang seiring dengan krisis ekonomi tahun 1997 akhirnya
memaksa Soeharto untuk mundur dari tampuk kekuasaannya. Momen tersebut tidak hanya
mengganti struktur kekuasaan otoritarian, melainkan juga memberi jalan bagi munculnya wacana
pembangunan baru di bawah skema good governance.
Pada masa awal pemerintahan Soeharto (1966-1980an), diskursus pembangunan
Indonesia ditandai oleh beberapa hal, antara lain munculnya kapitalisme negara (developmental
state) melalui proyek-proyek industrialisasi substitusi impor, keterbukaan ekonomi dan
penanaman modal baik asing maupun domestik, pembenahan struktur dan aparatus negara, serta
menguatnya rezim pembangunan yang berbasis pada perencanaan. Namun, pada tahun 1980an,
̳oil boom‘ mulai surut dan dana yang mengalir tidak lagi sebesar tahun 1970an. Pada era ini,
berdasarkan resep lembaga keuangan internasional dan didukung oleh para ekonom yang
berhaluan liberal, pemerintah mulai memperkenalkan paket deregulasi keuangan yang
menimbulkan perkembangan sektor finansial, liberalisasi sektor perdagangan, serta perubahan
kebijakan industrialisasi menjadimodel orientasi ekspor. Namun,skema-skema kebijakan
ekonomi yang berbasis pada kerangka neo-institusional tersebut hancur setelah krisis ekonomi
menerpa negara-negara Asia pada tahun 1997-1998.Era Reformasi di Indonesia ditandai oleh
munculnya satu diskursus dominan: good governance.

Melalui satu paket bersama structural adjustment program dan beberapa mekanisme
donor yang lain, good governance pada intinya menawarkan reformasi institusi negara yang
berbasis pada ―pembukaan dan perlindungan atas hak-hak individu, absennya korupsi, regulasi
yang ramah-pasar, serta sesuai dengan kebijakan makro-ekonomi neoliberal.Institusi menjadi
salah satu poin penting dalam format reformasi World Bank. Menurutskema yang diterapkan
secara global ini, good governance mengisyaratkan bahwa tata kelola pemerintahan harus dibuat
kompatibel dengan mekanisme pasar yang efektif. Untuk menciptakan harmonisasi dengan
pasar, berbagai norma pun diperkenalkan, seperti: transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan
masyarakat sipil.Postur normatif dari good governance yang dibingkai oleh aktor institusional
justru mengalami transformasi di tengah kondisi tertentu.

Dalam Indonesia sendiri telah memperlihatkan betapa rekayasanorma good governance


mengalami penyesuaian baru. Sebagai gambaran sederhana, International Monetary Fund(IMF)
memberikan bantuan pinjaman melalui berbagai Letter of Intent yang ditandatangani di akhir era
kepemimpinan Soeharto. Sementara itu, berbagai institusi lainnya menawarkan bantuan yang
sama namun menguatkan wacanagood governance di Indonesia. Gambaran paling sederhana
yaitu masifnya kehadiran pendonor seperti Asian Development Bank(ADB).Tulisan ini melihat
adanya program pendalaman atau diskursif yang tiada henti oleh beragam aktor di dalam
dinamika ini. Meskipun institusi tersebut berbeda dengan World Bank, namun mereka secara
holistik membangun kerangka normatif bersama dengan nama good governance.Menariknya,
hampir semua lembaga donor tersebut melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam proses
asistensi dengan tujuan memperkuat transparansi dan akuntabilitas pemerintah. Embrio
masyarakat sipil di Indonesia sebetulnya sudah mulai muncul ketika pada awal tahun 1990an,
organisasi-organisasi non-pemerintah mulai muncul, baik organisasi yang berbasis pada
pemberdayaan dan advokasi, keagamaan hingga gerakan-gerakan sosial seperti buruh, petani,
sosial-demokrat, dan mahasiswa yang terlibat dalam perlawanan terhadap rezim Soeharto.

Menguatnya kelompok-kelompok masyarakat sipil tersebut didesain agar reformasi


institusi pemerintah dapat transparan, akuntabel, dan efisien. Dengan norma-norma tersebut
tertanam dalam institusi pemerintah, mekanisme pasar dapat berjalan dengan baik tanpa harus
dibayang-bayangi oleh monopoli atau korupsi.Artinya, good governance adalah prasyarat dari
terciptanya iklim persaingan usaha yang bersih dari intervensi negara –dengan kata lain,
neoliberalisme. Melalui penerapan good governance, mekanisme pasar yang dipercaya ̳alamiah‘
dapat berjalan tanpa intervensi politik apapun dari masyarakat. Dalam kondisi ini, posisi
masyarakat sipil menjadi jelas, yakni untuk membentuk tata kelola pemerintahan yang
kompatibel dengan pasar.Dalam penyelenggaraan pemerintahan, aparatur pemerintah merupakan
salah satu aktor penting yang memegang kendali proses berlangsungnya goodgovernance.
Keterlibatan aparatur pemerintah dalam mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
sangat ditentukan antara lain oleh pemahaman terhadap konsep tata pemerintahan yang baik serta
pengamalannya yang sangat terkait dengan birokrasi dan manajemen birokrasi pemerintah.

Hal inilah yang kemudian membawa kita pada pembentukan kebijakan publik yang
semuanya ditujukan untuk kepentingan pasar.Timo Kivimaki pernah menyatakan bahwa sejak 1
Desember 1997, ketika IMF dan lembaga keuangan dunia lainnya terlibat dalam pemulihan
ekonomi di Indonesia, maka Indonesia telah menjadi Republic of IMF.Istilah yang sarkastis ini
digunakan untuk mengilustrasikan betapa lemahnya posisi Indonesia di hadapan institusi
keuangan dunia yang mengendalikan mereka melalui beragam persyaratan yang harus ditaati,
direviu dan dievaluasi. Hal ini dapat terlihat pada: (a) asumsi perekonomian yang disusun oleh
DPR dan Pemerintah Indonesia mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) 1998/1999 yang mendapatkan koreksi dari IMF;(b) pertumbuhan ekonomi yang
dipatok oleh IMF; (c) tingkat inflasi yang ditentukan oleh IMF; (e) privatisasi BUMN atas
permintaan IMF; (e) pembubaran Badan PemasaranCengkeh berdasarkan kesepakatan dengan
IMF; (f) pencabutan subsidi BBM hingga 71% untuk jenis premium agar lebih sesuai dengan
harga pasar.

Berbagai kebijakan publik yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia di era Reformasi tidak
hanya menunjukkan inferioritas Indonesia dibandingkan lembaga keuangan dunia, namun juga
menunjukkan keberpihakan mereka pada agenda neoliberalisme. Kebijakan pemerintah untuk
mencabut subsidi BBM menjadi tidak masuk akal jika kita mempertimbangkan fakta bahwa
pemerintah masih mensubsidi perbankan hingga Rp 103 triliun sementara subsidi energi hanya
sebesar Rp 27 triliun.Sementara rakyat menderita akibat kenaikan harga BBM, perbankan justru
menikmati pundi-pundi dana yang tidak lain berasal dari uang pajak rakyat. Lagi-lagi, kebijakan
ini ditempuh untuk memenuhi keinginan IMF.

Negara maju telah meletakkan good governance ke negara berkembang sebagai


konsolidasi neoliberalisme. Beberapa agendanya dimulai dari institusi sebagai agen yang
mempromosikan wacana tersebut. IMF, World Bank dan ADB adalah tiga institusi yang paling
nyata memperlihatkan upaya pengarusutamaan good governace Indonesia dengan desain
bantuan-bantuan finansial. Sejumlah persyaratan yang dirancang berbagai lembaga pemberi
bantuan tersebut harus dilihat sebagai upaya rezim neoliberal melakukan sosialisasi nilai-nilai
yang mereka kehendaki kepada aktor di luar dirinya, seperti Indonesia di awal Reformasi. Fase
pendalaman neoliberalisme melalui wacana tadi, justru tidak diikuti dengan pendalaman
demokrasi di Indonesia. Indonesia terlihat sibuk menjalankan berbagai desain neoliberalisme
seperti MP3EI. Akibatnya tuntutan-tuntutan mendasar bagi demokrasi subtansial kehilangan
arah. Paradoks good governance pada akhirnya menyebabkan pemerintah yang seharusnya
mengutamakan kepentingan rakyatnya justru mengorbankan mereka demi menunjukkan loyalitas
kepada rezim neoliberalisme.
Dalam perkembangan terkini, konsep good governance terus mengalami perkembangan
agar semakin dapat diterima oleh khalayak umum. Akibat kritik-kritik terhadap konsep good
governance yang dinilai terlalu mengutamakan pembangunan makroekonomi dan pertumbuhan
ekonomi dibandingkan pembangunan sosial, rezim neoliberalisme global kemudian
memperkenalkan Sustainable Development Goals (SDGs) di tahun 2015 yang mengikutsertakan
aspek sosial sebagai salah satu elemen utama dalam good governance. Akan tetapi, analisis
diskursus terhadap SDGs telah menemukan bahwa aspek sosial dalam SDGs hanya digunakan
untuk menjustifikasi kepentingan pertumbuhan ekonomi.Hal ini tercermin dari penetapan Addis
Ababa Action Agenda (AAAA) sebagai kerangka pembiayaan pelaksanaan program-program
SDGs yang memungkinkan sektor bisnis untuk menentukan arah dari program pembangunan
berkelanjutan di tingkat global. Hal ini mengindikasikan bahwa agenda good governance di
tingkat global tetap mengutamakan kepentingan pemilik kapital terkait pertumbuhan ekonomi di
atas segalanya.

Reformasi tahun 1998 dijadikan momentum oleh bangsa Indonesia dan dijadikan tonggak
perubahan mendasar ter-hadap sistem penyelenggaran pemerintahan ter-utama menyangkut
aspek kelembagaan (organization), ketatlaksanaan (business process), dan sumber daya manusia
Selanjutnya melalui Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (UU RPJPN), reformasi birokrasi dimasukan sebagai salah satu agenda
utama untuk meningkatkan profesionalisme apa-ratur negara dan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang baik (good governance).

Bahwa tidak ada perubahan mendasar dari pembangunan nasional Indonesia sebelum dan
sesudah Reformasi. Pembangunan nasional pasca-Reformasi yang dilaksanakan atas dasar
komitmen terhadap Good Governance tetap hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal
dan pertumbuhan ekonomi dibandingkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Konsep Good
Governance menjadi paradoks karena meskipun dibalut dengan kata ̳baik (Good)‘, nyatanya
menimbulkan banyak ̳mudarat (Bad)‘ bagi masyarakat yang seharusnya menjadi penerima
manfaat dari tata kelola yang ̳baik‘ ini. Daripada menciptakan sebuah pemerintahan yang lebih
baik dan demokratis, good governance justru mempertahankan pola-pola kediktatoran namun
dengan cara yang lebih halus dan mendisiplinkan (governmentality) serta tidak terpikirkan oleh
mereka yang terpesona oleh sosok pemimpin populer.
REKOMENDASI

Untuk mewujudkan good governance dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari semua
pihak, aparatur negara, dunia usaha, dan masyarakat, dan pelaksanaannya di samping menuntut
adanya koordinasi yang baik, juga persyaratan integritas, profesionalitas, etos kerja dan moral
yang tinggi. Dalam rangka itu, diperlukan penerapan prinsip-prinsip good governancesecara
konsisten seperti akuntabilitas, transparansi dan penegakan hukum, sehingga penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna dan berhasilguna. Perlu
juga dipahami kiranya bahwa penerapan good governance ini, khususnya yang berkaitan dengan
pemberantasan korupsi dan nepotisme haruslah dilakukan melalui strategi pencegahan
(preventif) dan strategi penindakan (represif) yang efektif dan seimbang.

Dalam perspektif otonomi daerah di Indonesia,penerapan good governance merupakan


suatu hal yang masih sulit dalam upaya mewujudkan pemerintahan daerah atau local governance
yang transparan, akuntabel,efektif,efisien, mandiri serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Uraian diatas telah memberikan suatu pemaham tentang pentingpenerapan prinsip good
goverancedalam SatuanKerja Perangkat DaerahKabupaten Seram Bagian Timur, karena melihat
pada tataran kinerja aparatur daerah kabupaten seram bagian timur saat ini, tidak mencerminkan
pada prinsipgood governance melainkan Praktek nepotisme dijadikan sebagai budaya
recruitment aparatur daerah. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas
adanya partisipasi aktifanggota masyarakatnya. Salah satu wujud dari tanggung jawab
masyarakat. Masyarakat daerah,baik kesatuan sistem maupun sebagai individu, merupakan
integral yang sangat dari sistempemerintahan daerah, karena secara prinsip penyelenggaraan
otonomi daerah ditujukan gunamewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang
bersangkutan.

Keberhasilan suatu program lembaga pemerintah tergantung pada keberadaan visi dan
misi. Pernyataan visi dan misi suatu organisasi merupakan gambaran ideal organisasi atas apa
yang dicapai dimasa yang akan datang melalui kegiatan operasionalnya. Untuk mencapai visi
dan misi tersebut organisasi menyusun rencana-rencana strategis yang harus dilakukan oleh
setiap anggota organisasi. Dalam mengimplemen-tasikan rencana-rencana strategis tersebut,
organisasi sering menghadapi hambatan bahkan kegagalan.

Yang dapat saya analisa atau saya sarankan dalam perkembangan good governance
diindonesia ini adalah dapatnya terwujud tata kelola pemerintahan yang baik,efesien dan efektif
dalam menjalankan pemerintahan.supaya tidak terjadinya ketimpangan dalam menjalankan
pemerintahan dan dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada diindonesia,krisis atau
kasus-kasus yang melanda Indonesia.dengan Perlu adanya kesadaran dari aparatur pemerintah
khususnya Bagian Administras iPemerintahan, Perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar untuk
meningkatkan partisipasimasyarakat dalam proses pengambilan keputusan, implementasinya
bahkan evaluasikebijakan. Perlu adanya akuntabilitas yang nyata dilakukan apatatur pemerintah
khususnya BagianAdministrasi Pemerintahan, Perbatasan dan Pulau-pulau Kecil Terluar melalui
laporanmelalui laporan yang jelas mengenai apa saja yang dilakukan oleh pemerintah
dantentunya anggaran yang dipakai untuk pelaksanaan proses penyelenggaraan pemerintahan
daerah.
REFERENSI

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjHwurC-
qbtAhVbfX0KHRgdDgAQFjACegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Fbulelengkab.go.id
%2Fdetail%2Fartikel%2Fpengertian-prinsip-dan-penerapan-good-governance-di-indonesia-
99&usg=AOvVaw1FY7C0iMkxQM1E37oGncfT
Ach.Djuaeni.K. (2015). “tantangan penerapan good governance di indonesia”. jurnal inspirasi
volume 6 no. 2, september 2015: 32-36, 32-36.
Aspin Nur Arifin Rivai1, G. R. (2019). paradoks penerapan good governance di indonesia: suatu
tinjauan kritis mp3ei. urnal politik profetikvolume 7, no. 2tahun 2019.
Hakim, A. (2016). dinamika pelaksanaan good governance di indonesia (dalam perspektif yuridis
dan implementasi) . vol 10 no 1 juni (2016).
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjHwurC-
qbtAhVbfX0KHRgdDgAQFjACegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Fbulelengkab.go.id
%2Fdetail%2Fartikel%2Fpengertian-prinsip-dan-penerapan-good-governance-di-indonesia-
99&usg=AOvVaw1FY7C0iMkxQM1E37oGncfT
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj8rdKDoaftAhUZ
WX0KHRy4ACgQFjABegQIBBAC&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com%2Fmedia
%2Fpublications%2F40550-ID-penerapan-good-governance-di-indonesia-dalam-upaya-
pencegahan-tindak-pidana-koru.pdf&usg=AOvVaw2dgT-QPWDAUA2OxCFaxnWb
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj7_OukpaftAhXU
73MBHSEtDW84ChAWMAJ6BAgCEAI&url=http%3A%2F%2Feprints.ums.ac.id
%2F62475%2F3%2FBAB%2520I.pdf&usg=AOvVaw2rjAjEAddI5O4pjeFTTRX-
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwj7_OukpaftAhXU
73MBHSEtDW84ChAWMAh6BAgKEAI&url=https%3A%2F%2Fejournal.unsrat.ac.id
%2Findex.php%2Fgovernance%2Farticle%2FviewFile
%2F1523%2F1218&usg=AOvVaw2EQAlvdNBQV5zBbQ-WnilA

Anda mungkin juga menyukai