Anda di halaman 1dari 19

Analisis Penyelenggaraan Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Penerapan

Good Governance

OLEH :

NAMA : DEWI AYU WIJAYANTI

NIM : 044254945

PROGRAM STUDI : Ilmu Administrasi Negara-S1

FAKULTAS : Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

PERGURUAN TINGGI : UNIVERSITAS TERBUKA PURWOKERTO


BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

MasalahTerjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh penyelenggaraan


tatacara pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai
masalahseperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalahpenegakan
hukumyang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan
kepadamasyarakat yang memburuk.

Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonama Indonesia,sehingga


jumlah kemiskinan semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkatkesehatan
menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai macamdaerah
yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia.Bahkan kondisi saat
inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktik dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah
tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananyaagenda-agenda reformasi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan
kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan
menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, fenomena sementara
globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam
pengelolaansumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).

Kedua perkembangan diatas, baikdemokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran


pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya memegang
kuatkendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami perubahan peran dari posisi
yangserba mengatur dan mendikte keposisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal,
yangsebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang cenderung menghambat
perluasanaktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungsaya
kepentingan publik.Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkansebagai penerima
manfaat (beneficiaries),harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang
juga harus berfungsisebagai pelaku.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahanyang
timbul dapat segera menyelesaikan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakandengan
baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkanwaktu yang
tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Selain itu, perlu jugadibangun kesepakatan serta
rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yangmelibatkan tiga pilar berbangsa dan
bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta danmadani untuk menumbuhkembangkan rasa
kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian dan latar belakang tata kelola pemerintahan yang baik?

2. Bagaimana prinsip dan konsepsi pemerintahan yang baik?

3.Apa saja pr insip-prinsip good governance pada sektor pemerintah?

4. Apa saja prinsip-prinsip good governance pada sektor swasta?

5. Bagaimana cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan?

6. Bagaimana hubungan good governance dengan otonomi daerah?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Latar Belakang Tata Kelola Pemerintahan yang Baik


1. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Dari segi administrasi pembangunan, good governance didefinisikan sebagai berikut:


Kerangka kelembagaan keseluruhan yang memungkinkan warganya berinteraksi dan tebusan
secara bebas, pada tingkat yang berbeda, untuk memenuhi kepentingan politik, ekonomi
danpembajakan sosial. Pada dasarnya, bagus pemerintahan mempunyai tiga aspek: (Saya)
Kemampuan warga negara untuk mengutarakan pandangan dan mengakses pengambilan
keputusan secara bebas;(ii)Kapasitas lembaga-lembaga pemerintah (baik politik maupun
birokrasi) untuk menerjemahkan hal-hal tersebutpandangan ke dalam rencana yang realistis dan
untuk melaksanakannya biaya esecara efektif; Dan (iii) Kemampuan warga negara dan institusi
untuk membandingkan apa yang telah terjadidiminta dengan apa yang dimilikinya direncanakan,
dan membandingkan apa yang telah direncanakandengan apa yang telah dilaksanakan”.

Dari segi teori pembangunan, good governance diartikan sebagai berikut:"........ kerangka
politik dan birokrasi yang memungkinkan ekonomi makrolingkungan untuk investasi dan
pertumbuhan, yang pumengajukan kebijakan terkait distribusi dan ekuitas;yang melakukan
intervensi kewirausahaan kapan dan di manadiperlukan dan yang praktiknya jujurdan prinsip
manajemen yang efisien. Kepemimpinan politik yang berkomitmen dan imajinatifbirokrasi yang
efisien dan akuntabel tampaknya menjadi kunci keberhasilan tersebutterwujudnya tata
pemerintahan yang baik di suatu negara.”Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa good
governance mensyaratkan adanya hubunganyang harmonis antara negara (negara), masyarakat
(masyarakat sipil) dan pasar(pasar).

Jika merujuk pada Bank Duniadan UNDP, organisasi pembangunan sektorpublik (sektor
publik)adalah menciptakan tata pemerintahan yang baik. Pengertian good governance adalah
pemerintahan yang baik, menurut UNDP (United Nation Development Program) dapat diartikan
sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yangsolid dan bertanggung jawab yang
sejalandengan prinsip demokrasi dan pasaryang efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasistasis, pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin
anggaranserta penciptaan kerangka hukum dan politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha.

2. Latar Belakang Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Jika ditarik lebih jauh, lahirnya wacana good governance dihilangkan dari penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme(KKN). Penyelenggaraan urusan publik yangbersifat sentralistis, non-partisipatif serta
tidakakomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa tidak percaya dan
bahkanantipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan kinerja
pemerintahyng selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Beragam
mengecewakan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya melahirkan
tuntutan untukmengembalikan fungsi-fungsi pemerintahan yang ideal. Tata pemerintahan yang
baik tampil sebagai upayauntuk memuaskan dahaga publik atas kinerja birokrasi yang
sesungguhnya.

B. Prinsip dan Konsepsi Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

1.Prinsip Tata Kelola yang Baik

Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia yang
disebutkandiatas dan sejalan dengan tuntutanreformasi yang berkaitan dengan aparatur negara
termasukdaerah aadlah perlunya mewujudkan administrasi Negara yang mampu mendukung
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahandan
pembangunan maka menuntut penggunaan konsep Good Governance sebagai
kepemerintahanyang baik, relevan dan berhubungan satu sama lain. Ide dasarnya sama
dengandisebutkan Tingkilisan (2005:116) adalah bahwaNegara merupakan lembaga yang legal
formaldan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai
regulatormaupun sebagai Agen Perubahan.
Serupa dikemukakan diatas bahwa Good Governance awalnya digunakan di duniausaha
(perusahaan) dan adanya desakan untuk menyusun sebuah konsep dalam menciptakan
Pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen profesionalnya, makaMenetapkan Tata
Kelola Perusahaan yang Baik. Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalamKorporat tata kelola
adalah: transparansi, akuntabilitas,keadilan, tanggung jawab, dantanggung jawab.
(Nugroho,2004:216)

Transparansi merupakan keterbukaan, yaitu adanya sebuah sistem yang


memungkinkanterselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dari korporasi. Akuntabilitas
adalah pertanggungjawaban secara bertingkat keatas, dari manajemen organisasi paling bawah ke
atasdewan arah, dan dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara
luasdiberikan oleh dewn komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit
dapatsecara diartikan finansial. Keadilan agak sulit diterjemahkan karena menyangkut keadilan
dalamkonteksmoral. Keadilan lebih mencakup moralitas dari organisasi bisnis dalam
menjalankannyahubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal.Responsibilitas adalah
tanggung jawab korporat secara kebijakan.

Dalam konteks ini, penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu pada etika korporat,
termasuk dalam hal etika profesional dan etika manajerial. Sementara itu komite governance
korporat di Negara-negaramaju menjabarkan prinsip governance korporat menjadi lima
kategori,yaitu: (1) hak pemegangsaham, (2) perlakuan yang adil bagi seluruh pemegang saham,
(3) peranan konstituen dalamgovernance korporat, (4) kecerahan dan transparansi dan (5)
tanggungjawab komisaris danarah.

UNDP memberikan beberapa karekteristik pelaksanaan good governance,


meliputi:·Partisipasi, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan baik secara
langsungmaupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyebarkan
aspirasinya.Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan mengasosiasikan dan berbicara
serta bpartisipasisecara konstruktif.·Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan
tanpa memandang bulu.·Tranparancy, transparansi dibangun atas dasar kebebbasan memperoleh
informasi. Informasiyang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh
oleh mereka membutuhkan.

·Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani


kepentinganpemegang.
·Orientasi konsensus , terfokus pada kepentingan masyarakat luas
·Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperleh kesejahteraandan
keadilian.
·Efisiensi dan efektivitas, pengelolaan sumber daya masyarakat dilakukan secara berdayaguna
(efisien) dan berhasil guna (efektif).
·Accountbility, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
·Visi strategis , penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat memiliki visi jauh kedepan.

C.Karakteristik Dasar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Ada tiga karakteristik dasar tata pemerintahan yang baik :

1. Diakuinya semangat pluralisme. Artinya, plurali tas telah menjadi sebuah keniscayaan
yangtidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang
abadi.Dengan kata lain pluralitas merupakan sesuatuyang kodrati (diberikan) dalam
kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan
dinamis, dan merupakansumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam
keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang catatan menjadi penting bagi kita
adalah sebuah peradabanyangkosmopolit akan tercipta bila manusia memiliki sikap inklusif
dankemampuan (kemampuan)menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun,dengan
catatan, identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.

2. Tingginya si kap toleransi, baik terhadap saudara ses ame agama maupun terhadap umatagama
lain. Secara sederhana, toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar danmenghargai
pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, Quraish Shihab (2000)menyatakan
bahwa tujuan agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagaisebuah
agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup,
berdampingan, dan saling menghormati.

3. Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekedar kebebasan dan persaingan,demokrasi


juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan
perikehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera.Masyarakat madani mempunyai
ciri-ciri ketakwaan yang tinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, berpendidikan tinggi, mengamalkan nilai-nilai hidup modern dan progresif,
mengamalkan nilai-nilai kewarganegaraan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai pengaruh
yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa depan yang baik
melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.

D. Penerapan Prinsip Good Governance pada Sektor Publik

Di dalam berbagai analisis dikemukakan, adaketerkaitan antara krisis ekonomi, krisis


finansialdan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan lemahnya tata kelola
perusahaan.

Tata kelola perusahaan merupakan gabungan tata hubungan antara manajemen, arah,
dewankomisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya
yangmengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan (OECD, 2004).

Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaanmelalui pengelolaan yang didasarkan padaasas transparansi, akuntabilitas, tanggung
jawab,kemerdekaan serta kewajaran dan kesetaraan. Pada tahun 2007 Komisi Pemberantasan
Korupsi(KPK) dengan PT Multi Utama Indojasa melaksanakanpelaksanaan kegiatan studi
BaikCorporate Governance (GCG) di Sektor swasta, BUMN dan BUMD. Studi ini ditujukan
untukmemperoleh gambaran awal (baseline) yang komkomprehensif tentang pelaksanaan prinsip-
prinsipGCG di Sektor swasta, BUMN dan BUMD diIndonesia yang dari waktu ke
waktubisadigunakan sebagai pembanding data dengan kondisi di masa depan.

Penelitian dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu (1) penyebaran kuesioner kepada
responden, (2)wawancara mendalam dengan pimpinan perusahaan yang menangani penerapan
GCG, dan(3) penelusuran dokumen perusahaan. Perusahaan yang terlibat dalam studi ini adalah
66 perusahaan yang terdiri dari 37 perusahaan swasta yang sudah go public, 17 perusahaan
BUMN(12 di antaranya sudah go public), dan 12 perusahaan BUMD. Dari setiap perusahaan,
diambilsekitar 27 responden, mulai dari Preskom hingga karyawan non-manajerial, serta pihak-
pihakeksternal dari perusahaan seperti pelanggan, pemasok,perusahaan asuransi, auditor
eksternal,institusi investor, lembaga pembiayaan dan perusahaan afiliasi.

Data dari kuesioner diolah dan dijelaskan secara kuantitatif, sedangkan hasil
wawancaramendalam dan menelusuri dokumen diolah dan dijelaskan secara kualitatif.
AnalisisPenerapan GCG dilakukan dengan pengukuranpenerapannya berdasarkan prinsip-prinsip
GCGyaitu transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dankeadilan, serta
berdasarkankerangka kerja GCG yaitu kepatuhan, kesesuaian, dan kinerja. Selain itu, secara
khususdilihat dari aspek kode etik, pencegahan korupsi dan pengungkapan. Dari hasil studi
diketahui bahwa secara umum penerapan GCG pada perusahaan-perusahaan yang menjadi
respondensudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari Indeks GCG yang didapat, baik berdasarkan
prinsip- prinsip GCG yang mencapai angka 88,89 maupun berdasarkan kerangka kerja
implementasiGCG (compliance, konformance dan performance) yang mencapai 90,41. Demikian
juga untukaspek kode etik, pencegahan korupsi, dan pengungkapan.

Hal ini berarti secara rata-rata, hampir 90% dari prinsip-prinsip GCG sudah diterapkanoleh
responden perusahaan. Dari prinsip-prinsip GCG, ada satu prinsip yang relatif lemah
yaitutanggung jawab. Lemahnya implementasi prinsip ini berkenaan dengan masih
lemahnyaimplementasinya dalam pembentukan komite-komite fungsional di bawah Komisaris.
Sebagian perusahaan responden hanya memiliki Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi
sertaKomite Manajemen Resiko, sedangkan komite-komitelainnya seperti Komite Asuransi,
Komite Kepatuhan, Komite Eksekutif, dan Komite GCG,masih banyak yang belum
memilikinya.Adapun prinsip yang sudah relatif kuat adalah transparansi dan keadilan.

Hal ini menunjukkan perusahaan telah berupaya untuk lebih transparan dan adil kepada
pemangku kepentingan.Jika dilihat berdasarkan kerangka kerja GCG, aspek yang masih lemah
adalah aspek kepatuhan pada sisi Dewan dan kepatuhan pada sisi Karyawan. Pada sisi Board,
selain kelemahannya pada pembentukan komite-komite, juga pada implementasi pencegahan
benturan kepentingan,dan peningkatan kerjasama dengan penegak hukum. Sedangkan pada sisi
karyawan, berkaitandengan menandatangani pernyataan yang mematuhi Pedoman Perilaku dan
PeraturanPerusahaan. Indeks kode etik adalah 88,77. Artinya secara umum perusahaan
telahmemiliki kode etik dan telah memuat beberapa hal yang berkaitan dengan implementasi
prinsip-prinsip GCG. Namun yang masih perlu diperbaiki dalam kode etik ini adalahsosialisasi
kepada pihak eksternal seperti pelanggan, pemasok dan perusahaan asuransi.

Indeks pencegahan korupsi sebesar 89,39 yang berarti sudah cukup baik. Namun beberapa
halYang perlu didorong adalah pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan yang
berpotensiterhadap terjadinya benturan kepentingan. Selain itu, masih belum adanya kerjasama
antara perusahaan dengan lembaga penegak hukum dalasaya mengembangkan sistem pencegahan
korupsi.Indeks untuk pengungkapan ini adalah 92,42. Aspek ini termasuk yang menonjol dan
menjadi Perhatian utama dari responden, terutama bagi perusahaan yang sudah go public. Aspek
inimenjadi sangat diprioritaskan oleh perusahaan karena kinerja pada aspek ini dapat dinilai
dandirasakan oleh pihak luar. Untukanalisis, perusahaan responden bagian dalam
4(empat)kelompok, yaitu BUMN/BUMD Lembaga Keuangan, BUMN/BUMD Non Lembaga
Keuangan,Swasta Lembaga Keuangan, dan Swasta Non Lembaga Keuangan.

Pembagian ini untuk memudahkan analisis serta agar perbandingan antar perusahaan
dapatdilakukan lebih adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan swasta
memiliki indeksyang paling tinggi dibandingkan kelompok yang lain, baik berdasarkan prinsip-
prinsip GCG maupun berdasarkan kepatuhan, kesesuaian, dan kinerja. Selain itu, kelompok ini
juga memilikiindeks yang paling tinggi untuk kode etik dan pencegahan korupsi.

Namun untuk keterbukaan, indeks tertinggi diraih kelompok swasta non lembaga
keuangan. SecaraPenerapan umum di perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, baik
perusahaan swastaBUMN/BUMD lebih baik dibandingkan perusahaan non lembaga keuangan.
Selain itu,implementasi di perusahaan yang swasta lebih baik dibanding BUMN/BUMD.
Demikian pula, perusahaan yang sudah terbuka (go public) lebih baik dibandingkan perusahaan
yang belum go publik. Berdasarkan kerangka kerja GCG, aspek kepatuhan cukup lemah pada
kelompok perusahaan non lembaga keuangan. Hal ini disebabkan oleh laranganyaknya perusahaan
yang belummelengkapi komite-komite fungsionalnya. Selain itu, masih kurang tindakan
komisaristerhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya. Sebaliknya, aspek-
aspekhal tersebut sangat diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor
keuangan,sehingga lembaga keuangan lebih patuh dibandingkan perusahaan non lembaga
keuangan. Sebagairekomendasi, untuk meningkatkan kualitas penerapan GCG, perusahaan-
perusahaan perludidorong untuk lebih patuh dalam membentuk berbagai komite fungsional yang
diperlukandalam penerapan GCG. Lembaga-lembaga yang berfungsi mengawasi dan membina
sepertiBank Indonesia, Menneg BUMN dan Bapepam LK agar lebih proaktif dalam mengawasi
Penerapan GCG terutama berkaitan dengan potensi terjadinya benturan kepentingan.

Selain itu, perlu diterbitkan peraturan yang dapat memaksa perusahaan sawsta yang
belumterbuka dan BUMD untuk menerapkan GCG. Implementasi Good Government dan Clean
Pemerintah pada institusi pemerintah terutama yang berkaitan denganpelayanan publik seperti
Ditjen Pajak, Bea Cukai, Imigrasi, BPN, Institusi yang mengeluarkanperizinan, dan institusi
penegak hukum. Hal ini untuk mendorong badan usaha lebih konberkelanjutan dalam menerapkan
GCG serta untuk menciptakan iklam usaha yang lebih sehat, kondusif dan kompetitif. Dalam
rangka meningkatkan kerjasama perusahaan dengan lembaga penegak hukum dalam upaya
pencegahan korupsi, diperlukan rumusan bentuk dan metode kerjasama yang dapat dilakukan dan
didorong perusahaan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga penegak hukum hukum.

Perlu adanya sosialisasi yang intensif tentang pedoman uibu GCG, penyusunan kode
etikConduct, kaitan GCG dengan pencegahan korupsi, dan best practice dalam penerapan
GCGmelalui berbagai media.

E.Struktur Organisasi dan Manajemen Perubahan dalam Good Governance

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, (2004) good governance (G) di Indonesia adalah
penyelenggaraan peerintahan yang baik yang dapat diartikan sebagai suatu mekanisme
pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai
pembangunan yang efisien dan efektif secara adil. Oleh karena itu, pemerintahan yang baik akan
terjadiTerbentuk di antara unsur-unsur negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM, halers,
lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki keseimbangan dalam proses
pemeriksaan dan saldo dan tidak boleh satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol absolut.

Pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia akan menunjuk pada
kumpulan nilai(cluster of value), yang notabane sudah lama hidup dan berkembang di masyarakat
Indonesia.Sekumpulan nilai yang dimaksud adalah 11 (sebelas) nilai good governance yakni (1)
check and balances,(2) desentralisasi; (3) efektivitas; (4) efisiensi, (5) pemerataan,(6) perlindungan
hak asasi manusia, (7) integritas, (8) partisipasi, (9) pluralisme, (10) prediktabilitas,(11) supremasi
hukum, dan (12) transparansi.

Pertanyaan yang muncul kemudian dalam implementasinya adalah bagaimana


mendekati,Mengidentifikasi, mengurai, dan mengupayakan pemecahan masalah penegakan
hukum dengan baikpemerintahan. Menurut Lukman Hakim, ada tiga faktor penentu tercapainya
tata kelola pemerintahan yang baik,yakni lembaga atau pranata (institusi/sistem), sumber daya
manusia (humanfaktor), dan budaya (kebudayaan).

Terkait dengan tiga faktor penentu tersebut, pada subbab ini akan dibahas tentang
kelembagaanatau pranata, budaya dan sumber daya manusia dalam dua bagian, yaitu struktur
organisasidalam tata kelola yang baik dan manajemen perubahan yang diperlukan oleh organisasi.

1.Struktur Organisasi dalam Tata Kelola yang BaikGlobalisasi dan perkambangan informasi akan
mempercepat perubahan organisasi. MenurutTulis (2000), perubahan terhadap sumber daya
manusia sebesar 10 persen saja dapat mengubahStruktur organisasi, selain perubahan yang
disebabkan oleh faktor teknologi,ekonomi, politik, dansosial. Praktik manajemen yang lama
baikyangkut struktur organisasi, personel, dan tugas Pokoknya, akan menyebabkan resistensi
terhadap perubahan dan menyebabksebuah sulitnya melakukanPerubahan organisasi dalam rangka
mencapai efisiensi. Dalam rangka menghadapi perubahanyang begitu cepat, maka beberapa hal
penting yang dilakukan adalah :

A.Memelihara kesadaran yang tinggi akan urgensi

Perubahan besar dalam organisasi, baik struktur dan budaya tidak akan pernah sukses
bilaorganisasi tersebut cepat puas. Kesadaran akan tinggitingkat urgensi yaitu memahami
hakyangmendesak dan menempatkannya sebagai prioritas dalam menghadapinya, sangat
membantu proses mengatasi masalah dan langkah perubahan yang besar. Peningkatan fungsi
organisasiakan menyebabkan tingginya tingkat organisasi. Untuk memelihara urgensi tingkat
tinggi maka Diperlukan sistem informasi manajemen yang mencakup sistem informasi akuntansi,
untukkeuangan, sistem informasi sumber daya manusia (SDM) untuk mengukur kinerja SDM, dan
sistem informasi lain yang diperlukan oleh organisasi. Sistem informasi ini akan menjamin
kecermatan dan kejelian data, sehingga data yang digunakan untuk pengambilan keputusan yang
sah.

B.Penyusunan pranata organisasi

Misi dan tujuan setiap organisasi sektor publik adalah memuaskanuntuk pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan publik serta menjaga tingkat kepuasan masyarakat.Tanangan
untuk mencapai kepuasan adalah melalui pelayanan saling yang prima atas pelayanandan
kepercayaan masyarakat. Permasalahan dalam peningkatan mutu ini pada birokrasi
terkendaladengan sumber informasi yang terbatas, tingkat pengetahuan aparatur yang tidak
memadai, budaya birokrasi, dan pengambilan keputusan yang tidak efektif karena delegasi
wewenang yang tidak optimal serta tidak adanya insentif dan kemacetan dengan sistem
penggajian.

Permasalahan dalam penyusunan pranata organisasi adalah masalah keagenan,


yaitukeputusan yang salah dan berjalan terus-menrus, program yang tidak sesuai dengankebutuhan
masyarakat, serta pekerjaan yang tidak berkonstruksi terhadap pencapaian tujuanorganisasi.
Singkatnya, tantangan utama dalam mendesain dan mengembangkan pranata organisasi
Pemerintah dan sistem nasional mengoptimalkan informasi pengambilan keputusan
sertamenciptakan sistem penggajian yang setara dengan kinerja. Perbaikan sistem informasi
dansistem penggajian berbasis kinerja ini akan meningkatkan saling layanan dan kepercayaan
masyarakat.

C.Perubahan Struktur Organisasi

Perubahan kondisi pasar, teknologi, sistem sosial, regulasi, dan pelaksanaan BaikTata
kelola dapat mempengaruhi struktur pengembangan organisasi. Untuk perubahan
strukturorganisasi perlu melakukan analisis biaya dan manfaat terhadap pengaruh pelayanan
publikterhadap organisasi melalui perubahan yang bersifat strategis.
Perubahan struktur organisasi mencakup tiga unsur sebagai ddeterminan, yaitu: (a) sistem
pendapatan resmi, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab, (b) sistem balas jasa yangsepadan,
dan (c) sistem evaluasi indikator atau pengukuran kinerja untuk individu dan unitorganisasi.

Masalah utama dalam perubahan struktur organisasi adalah keyakinan bahwa pengambilan
keputusan akan dilakukankeputusan dan akuntabilitas semua pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi mempunyaiinformasi dan pengetahuan yang relevan mengambil keputusan yang baik
dan benar serta adanyasetara dengan menggunakan informasi secara produktif dan terpercaya.
Perubahanlingkungan yang berpengaruh terhadap perubahanStruktur organisasi i, biaya, dan
manfaatlangsung maupun tidak langsung harus dijelaskan secara cermat dan hati-hati.

1. Manajemen Perubahan

Sesuai dengan pertimbangan TAPMPR RI Nomor II/MPR/1999, masalah krisis multidimensi


yang melanda negara Indonesia merupakan penghambatan cita-cita dan tujuannasional. Reformasi
di segala bidang, diharapkan dapat menjadi suatu langkah penyelamatan, Pemulihan, pemantapan
dan pengembangan pembangunserta peningkatan kepercayaan diri.

Kemampuan para pemimpin penyelenggara pemerintahan dan masyarakat yang mengelola


perubahan menjadi sangat krisis dan strategis, terutama sensitifitas dan tanggung jawab
terhadaptanda dan waktu perubahan tersebut diperlukan, khususnya dalam langkah penyelamatan,
Pemulihan, dan pengembangan. Ada dua halyang perlu ditekankan dalam manajemen perubahan,
yaitu mengapa ada perubahanyang berhasil dan ada yang gagal?

Perubahan yang gagal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

A.Terlalu cepat puas

B.Kerja tim yang gagal

C.Merumuskan visi, misi, dan program dengan kurang tepat

D.Gagal menciptakan harapan sukses kepada seluruh anggota organisasi

E.Menganggap perubahan sudah elesai dan hanya sekali memerlukan perubahan, dan

F. Tidak bisa mengubah simbol , nilai, sikap dan org anisasi dari yang lama menj adi budaya yang
baru dalam organisasi.
Untuk mengurangi kegagalan dalam perubahan budaya organisasi, maka harus dihilangkan
atauDikurangi dampak negatif dari perubahan negatif seperti bubarnya organisasi, kehilangan
pasar dankepuasan pelanggan, penurunan gaji dan harus dikikis dengan menjelaskan mengapa
organisasi perlu mengadakan perubahan, bagaimana tahap perubahan, bagaimana hasil akhir dari
perubahan, dan bagaimana peran serta dari setiap anggota organisasi dalam perubahan. Untuk
mencapai keberhasilan dalam perubahan, ada beberapa hal yang diperlukan, yaitu: 1.Menetapkan
strategi, pentingnya, dan tahapan perubahan

2.Menyebutkan semangat kerja sama tim yang tinggi

3.Menyampaikan strategi komunikasi untuk menyampaikan visi, misi, program


perubahan,sehingga anggota dapat termotivasi, dan

4.Memberdayakan setiap anggota organisasi sesuai dengan kompetensi mi nat, dan bakat

D. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dalam Kerangka Otonomi Daerah

Upaya terselenggaranya tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah merupakan salah satu instrumen yang merefleksikan keinginan Pemerintah
tidak beruntung melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah. Hal inidapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukumsebuah hukum, transparansi dan
penciptaanpartisipasi.Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara
tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang mengindikasikan
melakukan penayimpangan.

Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen


penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sama
lainlainnya, yaitu :

1. Urusan Pemerintahan;

2. Kelembagaan;

3 Personil;

4. Keuangan;
5. Perwakilan;

6. Pelayanan Publik dari

7. Pengawasan.

Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dari dikembangkan
sertadirevitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004.Namun penataannya disamping
merugikan tujuanelemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan
menjadi bagianyang tidak dapat dipisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata
dalam rangka Penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu Penataan Otonomi
Khusus NADdari Papua, penataan daerah dari wilayah perbatasan, serta pemberdayaan
masyarakat.

Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target


ideal yangharus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari identifikasi kesenjanganyang ada di
antara targetyang ingin dicapai dibandingkan kondisi sungai yang ada saat ini.

Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam


pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara
sebagaiorganisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetapmenjadi prioritas. Untuk
menghindariPembicaraan dalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting.
Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar
absahnyasebuah negara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah juga
menjadisalah satu bentuk bahwa rakyat diberi wewenang untuk mengatur dan menentukan arah
perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusatdan
daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan
perundang-undangan - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.

Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaraan


pemerintahan yang diaturdalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas
dilaksanakan dengankewajiban Kepala Daerah untuk menyampaikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerahkepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD,serta menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntunganyang dapat diperoleh
yakni,akuntabilitas lebih dapat diukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politik semata. Hal
inimerupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun1999 dimana
penilaianterhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak
berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada
indikator kinerjayang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah
tidak mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan merekaikian maka stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat lebih terjaga.

Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan


pemerintahandaerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat
sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Memberikan informasi adanya
indikasiterjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun
DPRD.Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif
maupunrepresif atas masalah.

Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau
instansiyang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak
memperolehinformasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang
berwenang.Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam
menjalankannya pengawasan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi penjelasan dari bab - bab sebelumnya maka penulis mengambil
kesimpulan yaitu:

1. Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancanggan
undang-undang-undang yang dirumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam
menangani suatu hal permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal
tersebut harus dilakukan.
2. Good Governance merupakan pengertian dalam hal yang luas sehingga untuk
memberikan artiserta defenisi tidak mengartikan kata perkata melainkan perlunya
aspek - aspek serta pemikiran yang luas mencakup bidang tersebut.
3. Perlunya pemahaman menggenai aspek-aspek dalam Good Governance sehingga
tidak adakesalahan dalam aplikasinya.
4. Penerapan Good Governance dalam sistem kepemerintahan saat ini sangat perlukan
karena pentingnya perintah dalam memajukan suatu negara sangatlah besar.

B. Saran
Atas kesimpulan di atas, penulis mengemukakan beberapa saran untuk membenahi
kelemahan-kelemahan dalam penegakan prinsip good governance di Indonesia yaitu:

1. Integritas dan nilai etika perlu ditingkatkan atau dikomunikasikan dengan perilaku
yangterbaik dan melibatkan pihak terkait. Karena apapun desain pengawasan
tidakakan terlaksana dengan efektif, efisien dan ekonomis jika dilaksanakan oleh
orang-orang yangmemiliki integritas dan nilai etika yang rendah.
2. Kinerja Inspektorat atau pengendalian internal perluterus ditingkatkan meskipun
penulisMengabaikan sektor publik, namun itu tidak berarti mengabaikan sektor
pengawasan internal.
DAFTAR PUSTAKA

- BMP ADPU4333/Administrasi Keuangan

- https://pusdiklatwas.bpkp.go.id/asset/files/post/1070_a/upaya%20pemda-

muh%20fuat.pdf

- Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan dan Pelatihan Tahun 2006, Lembaga

Administrasi Negara (L.A.N)

- Manajement Keuangan bagi Eksekutif Nonpejabat Keuangan. Dr.Firtz Klien Steuber

dan Siswanto Sutoyo. PT.Damar Mulia Pustaka, 2000

- www.depkeu.go.id

Anda mungkin juga menyukai