Anda di halaman 1dari 24

KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETOR

DI SUSUN OLEH
NAMA : AGNESCHIA SALWA RINDIANY
DYAH HAYU MURTI
KELAS : XI IPS 1

SMA MUHAMMADIYAH 1 PONOROGO


TAHUN PELAJARAN 2023/2024
JL. Batoro Katong 6B, Nologaten, Ponorogo.
KEBIJAKAN MONETER

A. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam
bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit
perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga,
pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter juga Dapat
diartikan sebagai upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara
berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk
bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan
melalui negosiasi dengan pemerintah lain.

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi
yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu,
maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh
kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian
ditransfer pada sektor riil.

Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara


persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai
kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang agar tujuan dari
kebijakan moneter dapat terealisasikan. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan
salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank
untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
B. Macam-macam Kebijakan Moneter

Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang edar. Apabila tidak ada kebijakan ini maka jumlah uang
di suatu negara akan menipis sehingga transaksi atau jual beli disuatu negara akan
terganggu. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya
beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau
depresi.

2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan


dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Kebijakan ini biasanya dilakukan saat
perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money
policy)

C. Instrumen Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan


moneter, yaitu antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara
mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga
pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar,
pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang
yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah
kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau
singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga
Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang
beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum
kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral.
Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank
sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar
berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang,
pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar,
pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.
Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank
meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada
perekonomian.

5. Kredit Selektif Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan
cara memperketat pemberian kredit

6. Politik sanering Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI pada
tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan uang dari Rp.1.000 menjadi
Rp.1

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter
dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework)
dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai
tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya,
Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai
tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

D. Tujuan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan ekonomi moneter


adalah untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :

a. Kesempatan kerja.

Dengan adanya kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan maka makin besar dalam
meningkatkan produksi, selain dapat meningkatkan produksi maka dapat juga membantu
masyarakat yang menjadi pengangguran. Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan
mengakibatkan peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan
kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan
kesejahteraan karyawan.

b. Kestabilan harga

Harga yang makin kian tinggi membuat masyarakat menjadi resah, tiap tahunnya harga
barang bukannya menjadi turun tetapi semakin naik, untuk mencegah harga yang semakin
naik maka pemerintah menstabilkan harga sehingga harga tidak mengalami kenaikkan
setiap tahunnya. Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di
masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama
dengan harga yang akan masa depan.

c. Neraca pembayaran internasional

Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di


suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering
melakukan kebijakan-kebijakan moneter.

d. Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam


perekonomian.
e. Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan
stabilitas tingkat harga.
f. Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi
yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
g. embantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi
melalui sumber penerimaan yang normal.

KEBIJAKAN FISKAL

A. Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur
jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan
pendapatan dan belanja pemerintah. Kebijakan fiskal juga dapat diartikan sebagai kebijakan
yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran
dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah dalam
rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan.

Kebijakan pemerintah ini ditujukan unuk mempengaruhi jalan atau proses kehidupan
ekonomi masyarakat melalu Anggaran Belanja Negara atau APBN. Dari semua unsur APBN
hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat diatur oleh
pemerintah dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah apabila perekonomian
nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan
masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar
tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan
ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan
perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak. Perubahan tingkat dan
komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:

1. Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi


2. Pola persebaran sumber daya
3. Distribusi pendapatan

B. Instrumen Kebijakan Fiskal

Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang


berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan
sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan
output industri secara umum. Adapun instrumen-instrumen nya antara lain :

a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari
pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik
digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar
daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk
menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
d. Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar
dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian
anggaran serta meningkatkan disiplin.

C. Kebijakan Fiskal Pada Pendapatan Nasional

Pada sistem perekonomian yang tertutup (tidak ada perdagangan internasional) maka
pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran
pemerintah (G). Dirumuskan :

C = aY + b

Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi dirumuskan sebagai :

Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai pendapatan yang dapat dibelanjakan


diformulasikan sebagai :

YD = Y – Tx + Tr

YD = C + S

Keterangan :

S = (1-a)Y – b

Tx : Pajak

Tr : Transfer pemerintah

S : Saving

Dimana saving dapat difungsikan sebagai :

Dengan pendekatan matematis dapat ditemukan adanya angka pengganda/ multiplier


dalam perekonomian dengan penggunaan kebijakan fiskal, yaitu :
1. Angka pengganda investasi
2. Angka pengganda konsumsi
3. Angka pengganda pengeluaran pemerintah
4. Angka pengganda transfer pemerintah
5. Angka pengganda pajak.

D. Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah
(G), jumlah transfer pemerintah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat kesempatan kerja
(N). Biaya transfer pemerintah merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah yag tidak
menghasilkan balas jasa secara langsung. Contoh pemberian beasiswa kepada mahasiswa,
bantuan bencana alam dan sebagainya.

E. Konsep-konsep Dasar

Kebijakan fiskal memiliki beberapa konsep, adapun konsepnya adalah sebagai


berikut:

a. Kebijakan fiskal : perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak


pemerintah pusat yang dimaksudkan untk mencapai penggunaan tenaga kerja-penu,
stabilitas harga, dan laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
b. Kebijakan Fiskal Ekspansioner : peningkatan belanja pemerintah dan/atau
penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk
domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.
c. Kebijakan Fiskal Kontraksioner : Pengurangan belanja pemerintah dan/atau
peningkatan pajak yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam
perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.
d. Efek Pengganda : dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen,
perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain. Ketika
orang ini membelanjakan pendapatkannya, belanja tersebut menjadi pendapatan
bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak
sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.
e. Kebiljakan Fiskal Sisi-penawaran : kebijakan fiskal dapat secara langsung
mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat.
Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan
untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal karena mereka memperoleh
pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan.

1. Membiayai Defisit & Memanfaatkan Surplus :

–Meminjam dari publik atau luar negeri (crowding out )

–Mencetak uang

2. Memanfaatkan surplus

–Mengurangi hutang

–Disimpan

F. Masalah dalam Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal sering kali menghadapi permasalah seperti yang disebutkan di bawah ini:

• Masalah waktu

• Pertimbangan politis

• Respon pelaku ekonomi

• Dampak crowding-out

• Kondisi perekonomian dunia/luar negeri


G. Masalah Pokok Ekonomi Makro

Tingkat kegiatan ekonomi Negara pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah
satu dari tiga keadaan, yaitu mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh

(full employment), menghadapi masalah pengangguran dan menghadapi masalah inflasi.


(Sadono Sukirno, 2000)

a. Tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment)

Keadaan ini merupakan keadaan yang ideal untuk setiap perekonomian.Dalam


perekonomian yang mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, pengeluaran agregat
yang sebenarnya adalah sama dengan pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi tenaga kerja penuh tercapai ketika
pendapat nasional sama dengan pendapat nasional potensial.

b. Masalah Pengangguran

Masalah ini terjadi karena pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh. Jurang deflasi, yaitu jumlah kekurangan pembelanjaan
agregat yang diperlukan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi deflasi
terjadi sat pendapatan nasional lebih kecil dari pada pendapatan national potensial.
Akibatnya, penawaran barang dan jasa jauh melebihi permintaan.

c. Masalah Inflasi

Pengeluaran agregat melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan


jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan harga-harga inflasi.
KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DALAM IS-LM
Kondisi yang tidak diinginkan oleh pemerintah antara lain:

a) Tingkat inflasi yang tinggi


b) Pengangguran
c) BOP yang difisit

Kebijakan Kondisi Kondisi


ekonomi makro Perekonomian ekonomi makro sesuai
dengan target

Kebijakan pemerintah:
a) Kebijakan fiscal semua tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian melalui pajak (Tx), transfer pemerintah (T), dan pemngeluaran
pemerintah (G)
b) Kebijakan moneter: semua tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian melalui penambahan/pengurangan M (penawaran uang).

Variabel target: variabel yang nilainya diharapkan berubah sesuai dengan yang diinginkan
melalui pelaksanaan kebijakan.

Variabel target = pendapatan nasional (Y) dan kesempatan kerja

Policy instrument/ instrument variable (instrumen kebijakan): alat untuk mencapai tujuan
dalam suatu kebijakan.

Kebijakan fiscal dan kebijakan moneter mempengaruhi target variabel dalam bentuk;
a) Kebijakan ekspansi: kebijakan ekonomi makro untuk meningkatkan kegiatan ekonomi
Kondisi: banyak pengangguran dan kapasitas produksi nasional belum penuh
b) Kebijakan kontraksi: kebijakan ekonomi makro untuk mengurangi kegiatan ekonomi
Kondisi: overemployment (permintaan agregat > kapasitas produksi nasional), inflasi
tinggi, BOP yang difisit.
A. Kebijakan Moneter.

Kebijakan moneter; menambah atau mengurangi M

PASAR KOMODITI
I S

I=I
S

I Y

PASAR UANG
r

LM
IS LMf

ME L2
I Y
L2
Y0 Yf 0
L1 M,L

L1
MM
f
M

LS

Y M,L
O M Mf

Saat ini Y = Yo dengan M = OM, dan perekonomian full employment (Yf), berarti terdapat
pengangguran

Untuk menghilangkan pengangguan, maka Yo harus naik menjadi Yf dengan melakukan


kebijakan ekspansi (LM ke LMf) dengan cara meggeser penawaran uang dari MM ke MfMf,
sehingga penambahan M sebanyak MMf.
B. Kebijakan Fiskal.

Target variabel Y dan kesempatan kerja.

Variabel instrumen = G, Tx, dan T. Asumsi; hanya menggunakan salah satu variabel saja.

PASAR KOMODITI

I S
I+G+c(T-
I=I
S

0 I Y

PASAR UANG
r

ISf
IS

L2
I
Y
Yo Yo Yf L2

L1 M,L

L1 Mf
M
f

LS

Y M,L
Mf
Untuk menggeser kurva IS ke ISf melalui penjumlahan I + G + c(T-Tx)=OB agar Y meningkat
menjadi Yf

Dengan demikian untuk meningkatkan Y menjadi Yf, maka perlu meningkatkan:


a) Hanya pengeluaran pemerintah (G)

b) Hanya transfer pemerintah (T)

c) Hanya pajak (Tx)

C. Bentuk Kurva L2 dan Keefektifan Kebijakan Fiskal dan Moneter.

Kebijakan fiskal dan menenter murni dapat mempengaruhi tingkat Y dan kesempata kerja.
Kebijakan fiscal murni: tidak disertai dengan penambahan M dan kebijakan moneter murni:
tidak disertai dengan perubahan G, Tx dan T.

Bentuk kurva LM dihubungan dengan kurva L2 yang mencakup 3 bagian:

a) Daerah klasik (classical range)

Daerah CR sejajar dengan r mulai dari titik C keatas. Daerah ini menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan teoritik dari pemikir ekonomi

b) Daerah jerat likuiditas (Liquidity trap range)

Daerah LTR sejajar dengan sumbu Y. Pada tingkat r yang rendah, maka harga obligasi
tinggi, shg orang meramalkan terjadi penurunan harga obligasi dan M yang ada tidak
untuk membeli obligasi, tapi untuk disimpan atau ditabung.

c) Daerah tengah (Intermediate range)

Daerah ini memiliki r kurva LM lebih besar dari 0 dan lebih kecil daripada tak terhingga.

r LM r
CR
IR
c
LTR

L2
L2
L1 M
L1
M

1) Kebijakan fiscal.
M kurva IS kekanan,
a) Daerah LTR kebijakan fiscal yang paling efektif dengan menggeser
M
maka Y akan meningkat.
b) Daerah IR, kebijakan fiscal dapat meningkatkan Y ekuilibrium, tapi tidak seefektif
daerah LTR
c) Daerah CR tidak efektif untuk kebijakan fiscal untuk meningkatkan Y

r
LM

IS

2) Kebijakan moneter

a) Daerah LTR kebijakan moneter tidak efektif dengan menggeser kurva LM kekanan,
untuk meningkatkan Y. Kebijakan moneter yang tidak efektif ini biasa disebut dengan
“Money does’nt matter”
b) Daerah IR, kebijakan moneter dapat meningkatkan Y ekuilibrium, tapi tidak seefektif
daerah CR
c) Daerah CR paling efektif untuk kebijakan moneter untuk meningkatkan Y

r
LM

IS

KOORDINASI KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DI INDONESIA


Kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Kebijakan fiskal akan mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan


pengeluaran negara. Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran
(defisit atau surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara
dan bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.

Di dalam perhitungan defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara
(APBN), perlu diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai
penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai
pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam
negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian hibah dari
negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam penerimaan negara.

Di lain sisi, yang dimaksud dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran
untuk operasi pemerintah dan pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan
usaha milik negara. Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri
tidak termasuk dalam perhitungan pengeluaran negara.

Dari perhitungan penerimaan dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh


besarnya surplus atau defisit APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan
menimbulkan efek kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada
besarnya surplus tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai
cadangan atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment). Dalam hal terjadi defisit,
maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official foreign borrowing)
atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri dapat dalam bentuk pinjaman
perbankan dan non-perbankan yang mencakup penerbitan obligasi negara (government
bonds) dan privatisasi. Dengan demikian perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara
merupakan bagian dari pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya
diharapkan dapat memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting
diperhatikan adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut
masih dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable). Pada dasarnya defisit dalam
APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian . Dalam hal defisit APBN
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan inflasi jika
pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang-barang impor, seperti
halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar
negeri tersebut dipergunakan untuk membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka
pembiayaan defisit dengan memakai pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan
tekanan inflasi. Demikian juga jika, pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi
negara akan menambah jumlah uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan
berpengaruh pada neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah .
Semakin besar jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah
cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai lalu lintas
moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya cash inflow.

III. Kebijakan moneter dan pengaruhnya terhadap perekonomian

Pada dasarnya, kebijakan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian


berada dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan
tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas
dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen ,
khususnya open market operations (OMOs). Dalam melaksanakan OMO, pada umumnya
bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang. Jika likuiditas dalam
perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral akan membeli sejumlah
obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar bertambah. Dilain pihak bila bank
sentral ingin mengurangi likuiditas dalam perekonomian, bank sentral akan menjual
sebagian obligasi negara yang berada dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa
portofolio obligasi negara di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank
sentral berupa bunga obligasi.

Dalam kasus Indonesia, sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi
negara yang dapat dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan
obligasi, yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah,
tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume transaksi jual
beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank Indonesia masih
mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk melaksanakan OMOs. Disamping
menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI harus membayar bunga SBI yang cukup
tinggi, jangka waktu SBI juga sangat pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen
ini sebenarnya kurang memadai untuk dipakai dalam OMOs.

IV. Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

Perlunya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter adalah untuk
menetapkan dan mencapai target-target moneter dan defisit APBN secara konsisten dalam
rangka mencapai pembangunan ekonomi yang cukup tinggi dan stabil. Disamping itu
koordinasi yang baik juga diperlukan untuk mendorong perkembangan pasar finansial, serta
mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal melalui pertukaran informasi. Bentuk
koordinasi antara kebijakan fiskal (Departemen Keuangan) dan kebijakan moneter (Bank
Indonesia) sangat tergantung kepada :

(1) Apakah bank sentral mempunyai otonomi penuh dan mempunyai objectives dan
instruments yang terpisah, dan

(2) Apakah pasar modal dan pasar uang sudah berada pada tingkat yang cukup maju.

Pada saat ini Indonesia masih dalam tahap awal dan menuju ke tahap peralihan ke
arah ekonomi yang maju. Hal ini ditandai oleh :

(1) Obligasi negara baru saja diperkenalkan, yaitu dengan adanya program rekapitalisasi
sektor perbankan sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi;

(2) Pasar sekunder bagi obligasi negara baru saja terbentuk dan masih dalam tahap awal;

(3) Interbank loan masih lemah, akibat dari krisis ekonomi; dan

(4) Obligasi negara belum dipakai sebagai instrumen moneter oleh Bank Indonesia.

Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank


Indonesia, pemerintah tidak dimungkinkan lagi untuk meminjam uang dari Bank Indonesia
untuk menutup defisit APBN, bahkan tidak dimungkinkan untuk meminjam uang untuk
jangka pendek dalam hal pemerintah menghadapi masalah cash- flow. Dalam hal ini Bank
Indonesia mempunyai kekuasaan penuh di dalam menetapkan/mengatur jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian, karena mempunyai objective yang terpisah (inflation
targeting). Akan tetapi asumsi yang dipakai dalam hal ini adalah bahwa kurs mata uang
adalah tetap (fixed exchange rate). Dalam hal floating exchange rate system,
pelaksanaannya akan lebih rumit, oleh karena kebijakan fiskal akan mempengaruhi kurs
rupiah, yang pada gilirannya akan mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Oleh karena
itu, walaupun Bank Indonesia mempunyai “kebebasan penuh” dalam mengatur jumlah uang
yang beredar dalam perekonomian, koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter tetap diperlukan walaupun detail koordinasi tersebut akan berubah dari masa ke
masa, tergantung kepada perkembangan ekonomi dan pasar uang atau pasar modal.

A. Kelembagaan dan Pengaturan Operasional

Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter harus didukung oleh
pembentukan lembaganya dan pengaturan operasionalnya.

Pertama, mengenai ketentuan otonomi bank sentral, yaitu seberapa jauh Bank Indonesia
dapat memberikan pinjaman kepada pemerintah. Dalam hal ini berdasarkan undang-undang
yang berlaku (UU No.23 Tahun 1999) Bank Indonesia tidak diijinkan untuk memberi
pinjaman kepada pemerintah, dengan alasan dan jangka waktu apapun.

Kedua, pembentukan suatu komite yang beranggotakan pejabat-pejabat Bank Indonesia


dan pejabat-pejabat Departemen Keuangan akan sangat membantu menghilangkan
perbedaan pendapat mengenai peranan dari tingkat suku bunga. Apalagi karena instrumen
yang dipakai oleh Bank Indonesia dalam OMO adalah SBI, dan bukan obligasi.

Ketiga, pengaturan operasional, di mana perlu dilakukan tukar menukar informasi antara
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan akan sangat membantu operasi sehari-hari
Departemen Keuangan dan Bank Indonesia di dalam mencapai target-target yang telah
ditetapkan.
Keempat, baik Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia mempunyai kepentingan
yang sama untuk mempunyai pasar sekunder bagi obligasi negara yang berfungsi baik.

Akan tetapi koordinasi ini tidak terlalu penting artinya bila instrumen yang dipakai
oleh Bank Indonesia (bank sentral) berbeda dengan instrumen yang dipakai oleh
Departemen Keuangan. Walaupun demikian, Bank Indonesia terlibat dalam penerbitan
obligasi negara, paling tidak dalam dua hal. Pertama, Bank Indonesia bertindak sebagai
penasihat pemerintah yang akan memberitahu pemerintah mengenai situasi likuiditas
dalam perekonomian, perkembangan tingkat bunga, kredit perbankan, dan sebagainya.
Kedua, sebagai fiscal agent, Bank Indonesia melakukan pembayaran kepada dan menerima
pembayaran dari investor. Di samping itu Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir
pemerintah atas simpanan pemerintah di Bank Indonesia.

B. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter

Koordinasi antara Departemen Keuangan sebagai pengelola fiskal dan Bank


Indonesia sebagai pengelola moneter perlu dilakukan. Masing-masing pihak perlu
memanfaatkan informasi dan data yang diterbitkan oleh pihak lain, untuk dipakai dalam
penentuan target-target. Bank Indonesia dan Departemen Keuangan dapat membentuk tim
koordinasi yang akan membantu dalam pencapaian target-target secara lebih akurat. Selain
dari itu secara bertahap harus diusahakan agar instrument utama Bank Sentral dalam
pengendalian moneter diubah dari SBI menjadi obligasi negara.

Rankuman :

Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter dalam bentuk pengendalian
agregat moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Kebijakan Moneter terbagi menjadi 2 yaitu :Kebijakan moneter ketat dan Kebijakan moneter
longgar. Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan : Kesempatan Kerja, Kestabilan harga, Neraca Pembayaran Internasional. Kebijakan
moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara
lain : Operasi Pasar Terbuka, Fasilitas Diskonto, Rasio Cadangan Wajib, Himbauan Moral,
Kredit selektif, Politik sanering.

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah, kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan
belanja pemerintah. Kebijakan Anggaran terbagi menjadi 3, yaitu : Anggaran Defisit,
Anggaran Surplus, Anggaran Berimbang.

Anda mungkin juga menyukai