Anda di halaman 1dari 11

Kelompok 5

Ainun Hany T

(02)

Erliani Eka W

(10)

Faiz Nur H (12)


Firda Amalia

(14)

M. Eldo V W(20)
Novalia P

(24)

Putri Rahma

(26)

Cara Mengatasi Inflasi


1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank
sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang
beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai
perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan
perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga,
pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah
negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi,
mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat
melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, margin requirement,
kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha
terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah
lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang
bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi
yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan
keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi
yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan
dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat
dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan

moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang


kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan
kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau
Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan
uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai
kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi
barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun
tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat
terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami
kesulitan likuiditas.
Tujuan Kebijakan Moneter
v Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of
exchange) dalam perekonomian.
v Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas
perekonomian dan stabilitas tingkat harga.
v Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan
ekonomi yang diinginkan pada berbagai sektor ekonomi.
v Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat
terealisasi melalui sumber penerimaan yang normal.
v Menjaga kestabilan Ekonomi : pertumbuhan arus barang dan jasa
seimbang dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
v Menjaga kestabilan Harga: Harga suatu barang merupakan hasil
interaksi antara jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang
tersedia di pasar.
v Meningkatkan kesempatan kerja : Pada saat perekonomian stabil
pengusaha akan mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang
dan jasa sehingga adanya investasi akan membuka lapangan kerja baru
sehingga memperluas kesempatan kerja masyarakat.
v Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyarakat : Dengan jalan
meningkatkan ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk
ke dalam negeri atau sebaliknya.

I.

Jenis-jenis Kebijakan Moneter

A. Kebijakan moneter ketat (tight money policy) untuk


mengurangi/membatasi jumlah uang beredar. Kebijakan ini
dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.

B. Kebijakan moneter longgar (easy money policy) untuk


menambah jumlah uang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk
mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami
resesi atau depresi.
C. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar
terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah
akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat
berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga
pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat
Berharga Pasar Uang.
D. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah
pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang
mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah
menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar
berkurang.
E. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio
cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan
memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan
pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah
menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
F. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan
jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti
menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan
menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
G. Kredit selektif
Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
dengan cara memperketat pemberian kredit

H. Politik sanering
Ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi, ini pernah dilakukan BI
pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan pemotongan
uang dari Rp.1.000 menjadi Rp.1
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU
No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
II.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi


ekonomi yang dapat diukur dengan :

v Kesempatan Kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan
peningkatan produksi. Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan
kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan
kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
v Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di
masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli
sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
v Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi
ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional
seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan
moneter.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan
cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
III.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua,


yaitu :

v Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah


suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
v Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah
suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada

inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia
menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran
utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran
kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan
sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan
kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang
berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran
moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama
menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara
operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di
pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

2. Kebijakan Non-Moneter
Kebijakan non moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan
dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini
merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non
moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah
barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan
(subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
Menekan tingkat upah.
tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian
bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering
dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan
dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan
harga maksimal.
Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang

dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran


tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa
ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan
menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi
barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan
pemerintah melalui Bulog atau KUD.
Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh
dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan,
reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:

Penurunan nilai uang

Pembekuan sebagian simpanan pada bank bank dengan ketentuan


bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka
panjang oleh pemerintah.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada
saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang
pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat
memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai
misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang
cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri
cenderung menurunkan harga.
Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan
penentuan ceiling price.
Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap
mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah
melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil.
Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang
satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk
kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri
terhadap mata uang asing.

3. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan
pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda
dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian
dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar.
Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.

Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah


dapat memengaruhi variabel-variabel berikut:
a) Permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
b) Pola persebaran sumber daya
c) Distribusi pendapatan
Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional
mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan
masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan menaikkan
pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan
pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan
memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah transfer
pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah sehingga
dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan tingkat
kesempatan kerja (N).
Kebijakan fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara optimal. Kebijakan fiskal sangat berhubungan dengan
pemasukan atau pendapatan negara, diantara pendapatan negara antara
lain misalnya : bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak
penghasilan, pajak bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain. Sedangkan
untuk pengeluaran negara misalnya : belanja persenjataan , pesawat,
proyek pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana umum, atau
program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat.
A. Konsep-Konsep Dasar
Kebijakan Fiskal: perubahan-perubahan pada belanja atau
penerimaan pajak pemerintahan pusat yang dimaksudkan untuk
mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan
laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
Kebijakan Fiskal Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah
dan/atau penurunan pajak yang dirancang untuk meningkatkan
permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini
adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan
menurunkan angka pengangguran.
Kebijakan
Fiskal
Kontraksioner:
pengurangan
belanja
pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang dirancang untuk
menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari
kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.

Efek Pengganda: peningkatan belanja oleh konsumen,perusahaan


atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain.Ketika
orang
ini
membelanjakan
pendapatannya,
belanja
tersebut
menjadipendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga
menyebabkan
terjadinyapeningkatan
produksi
dalam
suatu
perekonomian.
Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara
langsung mempengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga
penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan
memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau
investasi barang modal, karena mereka memperoleh pendapatan setelah
pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan.

B.

Masalah Dalam Kebijakan Fiskal


Masalah waktu
Pertimbangan politis
Respon pelaku ekonomi
Dampak crowding-out
Kondisi perekonomian dunia/luar negeri

C. Macam-macam Kebijakan Fiskal


1) Functional finance : Pembiayaan pemerintah yang bersifat
fungsional
2) The managed budget approach : Pendekatan pengelolaan Anggaran
3) The stabilizing budget : Stabilisasi anggaran yang otomatis, apabila
model ini gagal, maka pemerintah dapat meningkatkan
pengeluarannya seperti dengan menaikkan gaji PNS atau subsidi
4) Balance budget approach : Pendekatan Anggaran Belanja
berimbang, namun bila terlambat penyesuaian (Perubahan
Anggaran Keuangan), maka kepercayaan masyarakat akan hilang.

D. Instrumen Kebijakan Fiskal


Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran
pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika
mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika
pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat
dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya
kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan

output industri secara umum. Perubahan dalam tingkat dan komposisi


pajak dan pengeluaran pemerintah dapat berdampak pada variabelvariabel berikut dalam perekonomian:
Aggregate demand and the level of economic activity ( Permintaan
agregat dan tingkat kegiatan ekonomi )
The pattern of resource allocation (Pola alokasi sumber daya)
The distribution of income (Distribusi pendapatan)
Kebijakan fiskal mengacu pada efek keseluruhan hasil anggaran
pada kegiatan ekonomi. Sikap tiga kemungkinan kebijakan fiskal yang
netral, ekspansif, dan kontraktif:
Sikap netral menyiratkan kebijakan fiskal anggaran berimbang
di mana
G
=
T
(Pemerintah
pengeluaran
=
Pajak
pendapatan). Pengeluaran pemerintah sepenuhnya didanai oleh
penerimaan pajak dan hasil keseluruhan anggaran memiliki efek
netral pada tingkat kegiatan ekonomi.
Sikap ekspansif kebijakan fiskal bersih melibatkan peningkatan
pengeluaran pemerintah (G> t) melalui pengeluaran pemerintah
meningkat, penurunan pendapatan pajak, atau kombinasi dari
keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih
besar atau lebih kecil daripada surplus anggaran pemerintah
sebelumnya.
Kontraktif kebijakan fiskal (G <T) terjadi ketika bersih dikurangi
pengeluaran pemerintah baik melalui pendapatan pajak yang lebih
tinggi, mengurangi pengeluaran pemerintah, atau kombinasi
keduanya. Hal ini akan mengakibatkan defisit anggaran yang lebih
rendah atau surplus yang lebih besar dari pada pemerintah
sebelumnya, atau surplus sebelumnya pemerintah memiliki
anggaran berimbang. Kontraktif kebijakan fiskal biasanya
berhubungan dengan surplus.

Permasalahan yang mungkin muncul dalam kebijakan fiscal :


1) Bagaimana meningkatkan kemampuan perpajakan
capacity)
2) Bagaimana membuat seimbang komposisi pajak
3) Bagaimana merancang pajak-pajak khusus

(taxable

Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan


kebijakan fiscal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek
ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi,
pengurangan pengangguran, dan stabilisasi ekonomi, tetapi juga

peningkatan aspek social seperti pemerataan pendapatan, pendidikan,


dan kesehatan.

4. Kebijakan Non-Fiskal
Kebijakan Non Fiskal merupakan kebijakan yang diambil
pemerintah dengan tidak menggunakan instrumen pajak, misalnya
kebijakan moneter. Jika kebijakan fiskal sangat terkait dengan dua
instrument yaitu pendapatan dan pengeluaran negara, maka sebaliknya
kebijakan non-fiskal dapat diartikan sebagai kebijakan di luar dua
instrument tersebut. Meskipun pada dasarnya memiliki tujuan yang sama
sama namun domain dan fokus tindakannya yang berbeda. Bank
Indonesia misalnya, sebagai bank sentral berwenang mengawasi uang
beredar dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi negara utamanya kurs
rupiah yang bisa mempengaruhi fundamental ekonomi. Wewenang BI ini
tidak dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas mengawasi dan
memaksimalkan penerimaan negara. Lain lagi dengan OJK (Otoritas Jasa
Keuangan) yang kini fokus menangani bank dan lembaga keuangan.

Selain Kementerian Keuangan yang berwenang terhadap fiskal negara, BI


berwenang menangani kebijakan moneter. Sesuai dengan fokus utamanya
yang berhubungan dengan jumlah mata uang beredar di pasar, kebijakan
moneter bank sentral tidak akan terlepas dengan pengawasan serta
penanggulangan masalah yang timbul akibat naik turunnya jumlah
maupun nilai mata uang. Kebijakan Non Fiskal juga meliputi ranah
tersebut dimana fungsinya adalah untuk memberikan pengawasan serta
langkah antisipastif terhadap permasalah-permasalah mata uang negara.
Peran kebijakan tersebut akan makin sentral dan krusial manakala kondisi
mata uang sebuah negara mengalami pelemahan seperti yang dialami
rupiah belakangan.

Seperti salah satu masalah ekonomi yang menjadi bagian dari kebijakan
tersebut adalah mengenai inflasi mata uang. Inflasi atau penurunan
jumlah mata uang yang berberedar merupakan salah satu masalah yang
sangat besar dan dapat mempengaruhi kesehatan ekonomi secara global.
Beberapa langkah yang bisa tempuh selain melakukan pengawasan
adalah dengan menetapkan harga maksimal barang di pasaran. Selain itu
melakukan distribusi langsung juga termasuk dalam upaya kebijakan
tersebut, lebih dalam lagi ketika terjadi inflasi yang sudah tak tertolong
lagi (hyper inflasion) pemerintah dapat memberlakukan sneering atau

pemotongan nilai mata uang seperti yang pernah dilakukan sekitar tahun
1960an.

Kebijakan tersebut diantaranya:


1. peningkatan produksi dan peningkatan jumlah barang di pasaran
2. kebijakan upah dengan menaikkan upah riil yang sudah
memperhitungkan inflasi
3. pengendalian dan pengawasan harga, misalnya pemerintah
menetapkan kebijakan harga maksimum.

Anda mungkin juga menyukai