Otoritas moneter dalam hal ini Bank Sentral memiliki tujuan tertentu dalam mewujudkan pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Tujuan dari otoritas moneter ini secara jelas tergambar dalam UU Nomor 3 tahun 2004, tepatnya pada
pasal 7 yang membahas Bank Indonesia. Dalam pasal tersebut tercantum kebijakan BI dalam menjaga
stabilitas nilai rupiah.
Kestabilan nilai rupiah atau mata uang merupakan stabilitas harga barang atau jasa yang bisa dilihat dari
tingkat inflasinya.
Tercatat sejak tahun 2005, setelah diresmikannya undang-undang tersebut, Bank Indonesia telah
melakukan usaha-usaha untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Kerangka yang diterapkan adalah ekonomi
moneter yang menjadikan inflasi sebagai sasaran utamanya.
Kebijakan yang disebut sebagai Inflation Targeting Framework ini menganut sistem free floating yang
memiliki berperan dalam kestabilan harga dan financial Negara. Bank Indonesia hanya mengeluarkan
kebijakan yang berkaitan dengan pengurangan volatilitas nilai tukar rupiah yang berlebih tanpa
mengarahkannya ke tingkat tertentu.
Dalam operasionalnya, otoritas moneter dalam hal ini BI berwenang dalam menerapkan ekonomi
moneter terhadap keuangan negara. Kebijakan ini nantinya akan diarahkan kepada sasaran-sasaran
moneter yang ditetapkan sebelumnya seperti suku bunga bank. Semua ini dilakukan untuk mencapai
laju inflasi yang seimbang melalui kebijakan pemerintah dengan instrument-instrumen khusus.
Jenis-Jenis Ekonomi Moneter
Tahun 1998 terjadi krisis moneter dan menyebabkan perekonomian Indonesia terguncang, belum lagi
aksi protes dari berbagai pihak dengan segala tuntutannya. Untuk itu pemerintah mengambil kebijakan
khusus yang digunakan untuk mengatur peredaran uang untuk menjaga stabilitas ekonomi. Beberapa
jenis ekonomi moneter yang bisa diterapkan yakni:
Monetary Expansive Policy merupakan kebijakan pemerintah yang diluncurkan dalam rangka
menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat. Kebijakan ekspansif ini dilakukan dengan
menurunkan jumlah suku bunga di bank, menurunkan persyaratan cadangan bank, dan membeli sirkuit
pemerintah. Monetary expansive juga disebut sebagai kebijakan yang longgar karena tidak terlalu
mengekang masyarakat.
Kebijakan ini dapat mengurangi tingkat pengangguran dalam Negara dan merangsang pertumbuhan
bisnis serta konsumsi masyarakat. Umumnya, kebijakan ini diterapkan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara dengan risiko inflasi yang juga akan semakin meningkat.
Kebijakan ekspansif dilakukan dengan meningkatkan peredaran uang dalam masyarakat sehingga daya
beli masyarakat semakin meningkat.
Monetary Contractive Policy merupakan kebijakan pemerintah yang diluncurkan dalam rangka
mengurangi jumlah uang yang beredar. Hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan moneter ekspansif
yang justru menambah peredaran uang. Pengurangan peredaran jumlah uang ini juga dikenal dengan
politik uang ketat (Tight Money Policy).
Tujuan utama dari penerapan kebijakan ini adalah untuk menurunkan tingkat inflasi yang dialami oleh
Negara. Beberapa cara yang dilakukan pemerintah dalam penerapan kebijakan ini adalah meningkatkan
jumlah suku bunga bank. Selain itu, penjualan obligasi atau surat berharga pemerintah dan
meningkatkan persyaratan cadang bank juga termasuk cara mengurangi peredaran uang.
Dalam penerapannya, pemerintah menggunakan beberapa langkah-langkah agar kebijakan ini bisa
berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Beberapa instrumen yang digunakan Bank Sentral sebagai
otoritas moneter dalam menerapkan kebijakan moneter adalah sebagai berikut.
Instrumen yang digunakan pemerintah dalam mencapai ekonomi moneter yang tepat adalah dengan
melakukan operasi pasar terbuka. Instrumen ini merupakan usaha pemerintah dalam mengendalikan
peredaran uang dengan jalan melakukan penjualan atau pembelian terhadap government
securities atau surat berharga pemerintah.
Jika ingin menambah peredaran jumlah uang, pemerintah akan membeli government securities yang
beredar di pasar. Dengan kata lain, pemerintah menambah jumlah uang yang beredar di pasaran dengan
pembayaran terhadap surat berharga tersebut.
Namun, jika ingin peredaran uang berkurang, pemerintah justru akan melakukan hal sebaliknya yakni
menjual government securities (SBI dan SBPU) tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, uang
yang ada di pasar akan diserap sehingga jumlahnya akan berkurang.
Baca juga: Pasar Modal: Pengertian, Fungsi, Sejarah, dan Perannya Bagi Bisnis
b. Fasilitas Diskonto
Discount Rate adalah upaya pemerintah dalam mengatur tingkat suku bunga yang ada pada bank
sentral maupun bank umum untuk mengatur peredaran rupiah. Penurunan suku bunga pada bank
sentral merupakan usaha pemerintah menambah peredaran rupiah dalam Negara. Sebaliknya, jika
pemerintah ingin mengurangi peredaran rupiah maka menaikkan suku bunga adalah jalan yang harus
ditempuh.
Reserve Requirement Ratio adalah cara mengatur, baik menaikkan atau menurunkan jumlah suku
cadang yang ada pada pengatur kebijakan. Menurunkan rasio cadangan wajib yang diberlakukan di bank
merupakan usaha pemerintah meningkatkan peredaran rupiah. Hal ini berlaku sebaliknya saat
pemerintah ingin menurunkan peredaran rupiah.
d. Himbauan Moral
Moral Persuasion adalah kebijakan oleh pemerintah untuk mengatur peredaran jumlah uang di
masyarakat melalui pemberian himbauan kepada pihak terkait. Himbauan ini seperti menghimbau pihak
bank untuk selektif dalam mengeluarkan kredit untuk menekan peredaran jumlah uang. Hal ini juga
berupa himbauan kepada bank melakukan pinjaman uang dalam jumlah besar ke bank sentral untuk
memperbanyak peredaran rupiah.
Terakhir ada kebijakan kredit selektif yang juga diberlakukan Bank Sentral dalam hal ini Bank Indonesia.
Bank Sentral memiliki kebijakan untuk menentukan jenis pinjaman yang boleh atau tidak, serta
pinjaman yang perlu ditambah atau dikurangi
Tujuan Kebijakan Moneter
2. Mengendalikan Inflasi
Agar inflasi dapat ditekan, maka Bank Indonesia menetapkan kebijakan bertujuan mengurangi
uang yang beredar di masyarakat dan menjaga ketersediaan uang di bank. Sehingga, salah
satu tujuan kebijakan moneter adalah mengendalikan inflasi.
Seperti diketahui, kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi terhadap kontrol peredaran uang dan
pertumbuhan ekonomi. Ukuran utama sebagai variabel makroekonomi yaitu tingkat pengangguran
dan inflasi. Namun tak hanya itu, masih ada instrumen kebijakan moneter lainnya, diantaranya
sebagai berikut.
Ketika peredaran uang harus ditingkatkan, maka bank Indonesia menurunkan suku bunga pinjaman.
Sebaliknya, suku bunga kredit bank akan dinaikkan ketika peredaran uang harus dikurangi.
Saat bank Indonesia ingin mengurangi peredaran uang, maka pemerintah menjual surat berharga.
Sebaliknya, ketika peredaran uang harus ditingkatkan, maka pemerintah membeli surat berharga.
5. Imbauan Moral
Terakhir instrumen kebijakan moneter adalah imbauan moral. Dalam hal ini, Bank Indonesia
selaku bank sentral menghimbau seluruh bank umum untuk menjalankan kebijakan
penurunan atau peningkatan suku bunga pinjaman
PERAN SISTEM MONETER PEREKONOMIAN INDO
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis perkembangan moneter, perekonomian dan kinerja
sektor riil pada periode sebelum dan setelah adanya independensi Bank Indonesia, (2) menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi sektor moneter dan kinerja transmisi kebijakan moneter ke sektor riil,
(3) mengkaji dampak kebijakan moneter terhadap kinerja sektor riil dan kinerja perekonomian, dan (4)
merumuskan rekomendasi alternatif kebijakan moneter yang dapat dilaksanakan pemerintah dalam
mendorong kinerja sektor riil. Produksi sektor pertanian dipengaruhi secara nyata oleh investasi
sehingga peningkatan produksi sektor pertanian dapat diupayakan melalui peningkatan investasi,
sedangkan peningkatan produksi sektor industri dapat diupayakan melalui peningkatan produktivitas
tenaga kerja. Kebijakan moneter yang mampu menstimulasi peningkatan investasi kapital/modal adalah
penciptaan suku bunga yang murah dan menyediakan kredit khusus bagi sektor pertanian karena jalur
transmisi melalui suku bunga dan kredit khususnya dari sisi pinjaman bank (bank lending channel)
bekerja efektif mempengaruhi investasi sektor pertanian. Sedangkan investasi sektor industri lebih
banyak dipengaruhi oleh suku bunga pasar. Implementasi kebijakan penurunan suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan kebijakan peningkatan alokasi kredit mampu meningkatkan kinerja investasi,
ekspor dan output sektor pertanian dan industri. Sedangkan kebijakan peningkatan giro wajib minimum
dalam rangkaian kebijakan kontraktif diresponden perbankan dengan menurunkan alokasi kredit yang
selanjutnya menurunkan kinerja investasi untuk sektor pertanian dan industri. Kebijakan ini juga
berdampak pada penurunan aktivitas ekspor sektor pertanian sehingga akhirnya menurunkan tingkat
produksi sektor pertanian. Sedangkan pada sektor industri, kebijakan peningkatan giro wajib minimum
masih mampu meningkatkan ekspor namun dalam jumlah yang sangat kecil. Bagi kinerja perekonomian
secara agregat, kebijakan yang membawa dampak positif terbesar terhadap Produk Domestik Bruto
adalah kebijakan perkreditan yaitu kebijakan meningkatkan alokasi kredit sebesar 5 persen. Namun
demikian kebijakan penurunan suku bunga SBI juga memberikan dampak positif dengan besaran yang
tidak begitu berbeda dibandingkan kebijakan kredit sehingga dua kebijakan ini dapat menjadi pilihan
bagi otoritas moneter dalam menstimulasi peningkatan investasi yang diharapkan mampu mendorong
peningkatan output dalam perekonomian. Berdasarkan hasil simulasi tersebut disarankan bahwa
peningkatan kinerja sektor riil dapat diupayakan melalui kebijakan peningkatan jumlah kredit yang dapat
digunakan sektor riil untuk mendorong aktivitas produksinya. Disamping itu, penurunan suku bunga
tetap terus dilakukan agar investasi sektor riil dapat diperbaiki dan diharapkan selanjutnya dapat
mendorong peningkatan produksi
DAMPAK SISTEM MONETER PEEKONOMIAN
Kebijakan ini berdampak pada penurunan aktivitas ekspor sektor pertanian sehingga akhirnya
menurunkan tingkat produksi sektor pertanian. Sedangkan pada sektor industri, kebijakan peningkatan
giro wajib minimum masih mampu meningkatkan ekspor namun dalam jumlah yang sangat kecil.
Bagi kinerja perekonomian secara agregat, kebijakan yang membawa dampak positif terbesar terhadap
Produk Domestik Bruto adalah kebijakan perkreditan yaitu kebijakan meningkatkan alokasi kredit
sebesar 5 persen. Namun demikian kebijakan penurunan suku bunga SBI juga memberikan dampak
positif dengan besaran yang tidak begitu berbeda dibandingkan kebijakan kredit sehingga dua kebijakan
ini dapat menjadi pilihan bagi otoritas moneter dalam menstimulasi peningkatan investasi yang
diharapkan mampu mendorong peningkatan output dalam perekonomian