Anda di halaman 1dari 14

Kebijakan Moneter dan Efektifitasnya

Disusun oleh Kelompok 5:

 ADIV FARHANSYAH (2112070361)


 FADILLA DWI TARASTIAN (2112070363)
 AYUMI SOBALI (2112070368)
 MUHAMMAD GHANIY ARRASYID (2112070372)
 KHISWA FINTA NOFITRI (2112070373)
 PETRUS PARDEDE (2112070376)
 KARLINA PRAMESTI AMBARSARI (2112070379)

Pengertian Kebijakan Moneter


Kebijakan moneter merupakan proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk
mencapai tujuan tertentu misalnya menahan inflasi, tercapainya kesempatan kerja penuh
dan kelancaran suplai atau distribusi barang. Menurut Muana Nanga Pengertian kebijakan
moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter dengan mengendalikan
jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga untuk mempengaruhi tingkat permintaan
agregat dan mengurangi ketidakstabilan ekonomi. Kebijakan moneter dapat melibatkan
pengaturan standar bunga pinjaman, “margin requirement“, kapitalisasi untuk bank atau
bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui
negosiasi dengan pemerintah lain.

Tujuan Kebijakan Moneter


Bank Indonesia memiliki tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal
yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka
kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation
Targeting Framework) dan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem
keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk
mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar
pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan
moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku
bunga) dengan tujuan menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Bank
Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip
Syariah. Jika dirangkum, maka tujuan kebijakan moneter diantaranya:
1. Stabilitas Ekonomi
Stabilitas ekonomi adalah suatu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi berlangsung
secara terkendali dan berkelanjutan. Artinya, pertumbuhan arus barang/jasa dan arus
uang berjalan seimbang.
2. Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja akan meningkat bila produksi meningkat. Peningkatan produksi
biasanya diikuti dengan perbaikan nasib para karyawan ditinjau dari segi upah maupun
keselamatan kerja. Perbaikan upah dan keselamatan kerja akan meningkatkan taraf
hidup karyawan dan pada akhirnya kemakmuran dapat tercapai.
3. Kestabilan Harga
Kestabilan harga ditandai dengan stabilitas harga barang dari waktu ke waktu. Harga
yang stabil menyebabkan masyarakat percaya bahwa membeli barang pada tingkat
harga sekarang sama dengan tingkat harga yang akan datang, atau daya beli uang dari
waktu ke waktu adalah sama.
4. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran dapat dikatakan dalam keadaan seimbang apabila jumlah nilai
barang yang diekspor sama dengan nilai barang yang diimpor. Untuk mendapatkan
neraca pembayaran yang seimbang, pemerintah sering menjalankan kebijakan moneter.
Contohnya adalah dengan cara melakukan devaluasi.
5. Menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Menjaga stabilitas harga dari banyaknya jumlah uang yang beredar, Meningkatkan
kesempatan kerja, Memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran,
jika negara mendevaluasi mata uang rupiah ke mata uang asing.
Jenis – Jenis Kebijakan Moneter
Dua jenis kebijakan moneter yang dapat diambil sebagai langkah untuk mempengaruhi
jumlah uang yang beredar
 Kebijakan Moneter Ekspansif
Kebijakan Moneter Ekspansif sering disebut kebijakan uang Longgar (easy money policy)
ialah kebijakan yang mengatur jumlah uang yang dipasok dalam perekonomian. Caranya
dengan menurunkan suku bunga, membeli sekuritas pemerintah oleh bank sentral, dan
menurunkan persyaratan cadangan untuk bank.
Tujuan kebijakan moneter ekspansif adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan risiko inflasi akan semakin tinggi. Kebijakan moneter ekspansif (monetary
expansive policy) utamanya melakukan penambahan uang yang beredar dalam
masyarakat agar roda perekonomian semakin berjalan cepat. Kebijakan ini mampu
meningkatkan daya beli (permintaan) masyarakat dan mengurangi jumlah pengangguran
pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan moneter ekspansif
juga mempengaruhi tingkat pengangguran di suatu negara.
 Kebijakan Moneter Kontraktif
Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah
uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi.
Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). Kebijakan moneter
kontraktif (monetary contractive policy) yang disebut kebijakan uang ketat (tight money
policy) ialah kebijakan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah menurunkan tingkat inflasi. Tujuan kebijakan
moneter kontraktif adalah mengurangi jumlah uang beredar dalam perekonomian.
Tujuan tersebut dapat dicapai dengan meningkatkan suku bunga, menjual obligasi
pemerintah, dan menaikkan persyaratan cadangan untuk bank.
Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang mengatur tingkat pertumbuhan dan
peredaran uang di dalam suatu negara. Variabel makroekonomi utama yang diatur oleh
kebijakan moneter adalah inflasi dan pengangguran.
Cara-cara yang menjadi ciri khas kebijakan moneter adalah pengaturan suku bunga,
transaksi jual dan beli sekuritas pemerintah, dan pengubahan jumlah uang tunai yang
beredar di pasar. Bank sentral atau badan negara pengatur keuangan seperti Kementerian
Keuangan bertanggung jawab atas perumusan kebijakan moneter. Tujuan utama dari
kebijakan ini adalah manajemen inflasi, manajemen pengangguran, dan penjagaan nilai
tukar mata uang.
Kebijakan moneter bisa membuat target tentang tingkat inflasi, suku bunga, dan nilai mata
uang. Bank Sentral adalah aktor utama dalam pelaksanaan kebijakan moneter secara
langsung dan tidak langsung. Contoh dari kebijakan moneter langsung adalah mencetak
uang baru, membekukan saldo perusahaan swasta/negara, merombak sistem perbankan,
mengambil alih urusan perbankan/perkreditan, dan masih banyak lagi.
Bank sentral ikut serta dalam peredaran uang dan lalu lintas kredit perbankan. Sedangkan
contoh kebijakan politik moneter tidak langsung adalah memberikan pengaruh kepada
pemberian kredit oleh dunia perbankan. Pengaturan uang beredar dalam masyarakat
dilakukan dengan menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter,
tujuannya mengatur jumlah uang yang beredar demi terjaganya stabilitas harga, baik
instrumen langsung maupun tidak langsung. Beberapa instrumen utamanya, diantaranya:
1. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas Diskonto adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah pada bank-bank
umum yang meminjam uang kepada bank sentral. Ketika bank-bank umum mengalami
kondisi yang mengharuskan mereka untuk meminjam uang ke bank sentral, pemerintah
dapat menggunakan kesempatan ini untuk mengatur jumlah uang yang beredar.
Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka pemerintah akan
menurunkan tingkat suku bunga pinjaman atau diskonto. Ketika tingkat suku bunga
pinjaman menurun menjadi lebih murah, maka bank-bank umum akan lebih tertarik
untuk meminjam uang ke bank sentral.
Sebaliknya ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka
pemerintah akan menaikan tingkat suku bunga. Kenaikan suku bunga tersebut akan
mengurangi niat bank-bank umum untuk melakukan pinjaman di bank sentral sehingga
pemerintah dapat menekan laju pertambahan jumlah uang beredar.
2. Operasi Pasar Terbuka
Operasi Pasar Terbuka (OPT) merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter tidak
langsung yang sangat penting karena sifatnya yang sangat fleksibel dibanding dengan
instrumen lain. OPT dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang yang
beredar dengan menjual (open market selling) atau membeli (open market
buying) surat-surat berharga milik pemerintah.
a. Open Market Selling dilakukan ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang
yang beredar dengan menjual surat-surat berharga yang beredar. Ketika pemerintah
menjual surat-surat tersebut ke masyarakat, maka uang yang digunakan masyarakat
untuk membeli surat tersebut akan masuk ke otoritas moneter. Akhirnya, uang yang
beredar di masyarakat semakin sedikit.
b. Open Market Buying dilakukan ketika pemerintah ingin menambah jumlah uang
yang beredar dengan cara membeli surat-surat berharga yang beredar. Ketika
pemerintah membeli surat berharga dari masyarakat, maka uang yang beredar di
masyarakat akan bertambah.
Di Indonesia, kebijakan moneter berupa OPT dilakukan dengan cara menjual atau
membeli surat-surat berharga yang terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) dan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibagi menjadi Surat
Utang Negara (SUN) terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara
termasuk Zero Coupon Bond (ZCB) dan Obligasi Negara Ritel (ORI), Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) termasuk SBSN Ritel.
Ketika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan
menjual berbagai surat berharga tersebut, sebaliknya ketika pemerintah ingin
menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan membeli kembali berbagai
surat-surat berharga yang telah dijual sebelumnya.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Ketika minimum cadangan wajib tersebut berkurang, maka bank memiliki lebih banyak
uang yang dapat diedarkan di masyarakat melalui pinjaman. Sebaliknya jika pemerintah
ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, maka pemerintah dapat menambah jumlah
minimum cadangan wajib bank sehingga bank memiliki uang yang lebih sedikit untuk
diedarkan.
4. Penetapan Suku Bunga Acuan

Dalam mencapai tujuan kebijakan moneter, maka bank Indonesia memiliki wewenang
dalam mengendalikan peredaran uang melalui suku bunga. Besaran suku bunga yang
ditetapkan oleh bank Indonesia akan menjadi acuan bank umum di seluruh Indonesia
dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, instrumen kebijakan moneter adalah
penetapan suku bunga acuan.
5. Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Instrumen kebijakan moneter berupa imbauan moral dapat dilakukan oleh bank sentral
untuk mengontrol jumlah uang yang beredar melalui berbagai hal. Bank sentral dapat
mengimbau bank-bank umum untuk menurunkan atau menaikan suku bunga
pinjamannya.
Bank sentral juga dapat memberikan saran kepada bank-bank tersebut untuk hati-hati
dalam memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat ataupun membatasi
keinginannya untuk meminjam uang kepada bank sentral melalui Fasilitas Diskonto.
Adapun kebijakan atau instrument kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia lainnya seperti:
1. Kredit Langsung yaitu Bank Indonesia memberikan kredit secara langsung kepada
sektor, program, proyek, ataupun kegiatan yang sifatnya mendesak dan harus
diprioritaskan. Kredit langsung ini akan menambah jumlah uang yang beredar di
masyarakat karena digunakan untuk membiayai program ataupun kegiatan yang
diprioritaskan.
2. Penetapan Uang Muka Impor dimana para importir diwajibkan membayar sejumlah
persentase tertentu sebagai uang muka untuk pembelian valuta asing yang mereka
perlukan untuk mengimpor barang dari luar negeri. Dengan ditetapkannya instrumen
ini, pemerintah dapat mengatur jumlah uang yang beredar dari sisi impor dan dapat
mengontrol devisa negara.
3. Fasilitas Overdraft (Overdraft Window) dimana Bank Indonesia akan menyediakan
fasilitas pinjaman yang berjangka sangat pendek kepada bank-bank yang mengalami
kesulitan likuiditas (pencairan) jangka pendek. Suku bunga yang diterapkan pada fasilitas
ini lebih tinggi dibanding sumber pinjaman lain sehingga dapat mengontrol jumlah uang
yang beredar.
4. Intervensi Rupiah dimana Bank Indonesia melakukan pinjam meminjam dana secara
langsung di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dalam jangka waktu overnight sampai dengan
7 hari demi membantu instrumen kegiatan Operasi Pasar Terbuka.
5. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah instrumen yang pada awalnya dibuat
oleh Bank Indonesia sebagai fasilitas untuk bank-bank syariah, namun tidak menutup
kemungkinan SWBI ini digunakan untuk membantu Operasi Pasar Terbuka. Pelaksanaan
SWBI tidak dilakukan secara lelang melainkan membuka window sehingga memiliki
kemiripan dengan fasilitas simpanan bank sentral. Selanjutnya, bank akan meningkatkan
suku bunga yang mereka tetapkan kepada pelanggan mereka. Dengan demikian, biaya
pinjaman dalam perekonomian akan meningkat, dan jumlah uang beredar akan
berkurang.

Kerangka Strategi Kebijakan Moneter


Dalam menentukan kebijkan moneter terdapat beberapa pilihan strategi yang semua
karakternya memiliki karakteristik sesuai dengan indikator nominal yang digunakan sebagai
dasar atau sasaran dalam mencapai tujuan akhir. Berikut ini beberapa strategi kebijkan
moneter antara laian sebagai berikut :
1. Exchange Rate Targeting
Target nilai tukar merupakan strategi kebijakan dengan tiga kemungkinan pelaksanaan,
yaitu dengan menetapkan nilai mata uang domestik terhadap harga komoditi tertentu
yang diakui secara internasional (seperti emas), dengan menetapkan nilai mata uang
domestik terhadap mata uang negara-negara besar yang memiliki laju inflasi yang
rendah, atau dengan menyesuaikan nilai mata uang domestik terhadap mata uang
negara tertentu pada saat perubahan nilai mata uang diperkenankan sejalan dengan
perbedaan laju inflasi di antara kedua negara. Nilai tukar yang tetap merupakan
instrumen terbaik untuk menjaga stabilitas moneter bagi negara-negara yang memiliki
tingkat inflasi yang rendah. Strategi ini membutuhkan komitmen dari otoritas moneter
untuk selalu menjaga keseimbangan neraca pembayaran.
Kelebihan: mencegah inflasi dari kenaikan harga barang internasional dan relatif
sederhana sehingga dapat mudah dimengerti oleh masyarakat. Kelemahan: kebijakan
moneter menjadi tidak independen, berpotensi menimbulkan serangan spekulasi valas,
dan sulit menentukan nilai tukar yang tepat sehingga sering menimbulkan overvalued
apabila tidak berhasil dikendalikan.

2. Monetary Targeting
Target besaran moneter merupakan strategi kebijakan dengan menetapkan
pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2) dengan harapan masyarakat dapat
mengetahui arah kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral. Kelebihan dari strategi
ini adalah kebijakan moneter lebih independen sehingga bank sentral dapat
menfokuskan pencapaian tujuan seperti laju inflasi yang rendah dan pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambung. Pemilihan strategi kebijakan ini dimaksudkan untuk
melindungi suatu negara dari terjadinya hiper-inflasi. Kebijakan ini relatif mudah dan
transparan untuk diterapkan. Akan tetapi, pertumbuhan jumlah uang beredar (base
money) yang tetap biasanya dibarengi dengan fluktuasi yang lebar dalam tingkat inflasi
dan nilai tukar.
Kelebihan: kebijakan moneter independen, dapat fokus pada kondisi perekonomian
domestik, dan memberikan sinyal yang cepat. Kelemahan: bergantung pada hubungan
yang stabil antara uang dan inflasi, dan terkendala aliran keluar masuk dana serta
ketidakstabilan permintaan uang.
3. Inflation Targeting
Target inflasi merupakan strategi kebijakan dengan mengumumkan kepada publik
mengenai target inflasi jangka menengah dan komitmen bank sentral untuk mencapai
stabilitas harga sebagai tujuan jangka panjang kebijakan moneter2 . Strategi ini
merupakan instrumen yang baik untuk mencapai stabilitas makroekonomi dengan inflasi
di bawah 15%. Hal ini sulit untuk dilakukan karena sangat bergantung pada forecasting
yang tepat, dan menuntut nilai tukar yang menganut sistem terbuka sehingga memberi
kesempatan bagi para spekulan untuk beraksi. Meskipun demikian, strategi ini
merupakan strategi yang terbaik untuk menurunkan inflasi hingga mencapai 4-5 %.
Kelebihan: sederhana, kebijakan moneter independen dan dapat fokus pada kondisi
perekonomian domestik, serta tidak bergantung pada hubungan yang stabil antara uang
dan inflasi. Kelamahan: sinyal tidak langsung terhadap pencapaian target, fluktuasi
output lebih besar jika hanya fokus pada inflasi, dan dapat menyebabkan aturan yang
rigid.

4. Implicit Target
Kebijakan moneter tanpa jangkar yang jelas merupakan strategi kebijakan tanpa
penargetan secara tegas, tetapi tetap memberikan perhatian dan komitmen untuk
mencapai tujuan akhir kebijakan moneter.
Kelebihan: kebijakan moneter independen sehingga bisa fokus pada perekonomian
domestik, tidak bergantung pada hubungan yang stabil antara uang dan inflasi, serta
tingkat fleksibilitas yang tinggi. Kelemahan: membutuhkan kredibilitas bank sentral,
keberhasilan sangat bergantung pada individu, dan relatif kurang transparan dan
akuntabel.
Dari keempat strategi kebijakan moneter di atas, keseluruhannya bertujuan untuk
menciptakan kestabilan makroekonomi. Pada banyak kasus termasuk Indonesia, terdapat
beberapa sasaran sebagai indikator kestabilan makroekonomi, yaitu stabillitas harga,
pertumbuhan ekonomi, dan ketersediaan lapangan kerja. Melalui pengalaman empiris yang
ada, pencapaian ketiga sasaran ini sangatlah sulit dan hampir mendekati tidak mungkin
sehingga beberapa negara mulai menggeser strategi kebijakan moneternya dengan mulai
fokus pada sasaran tunggal yaitu kestabilan harga.
Adanya kestabilan harga dapat diamati dari tingkat inflasi yang terjadi di suatu negara.
Indonesia, dalam hal ini Bank Indonesia, sampai dengan bulan Juli 2005 masih menerapkan
base money targeting dengan menetapkan pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2)
sebagai sasaran antara yang dikenal sebagai inflation targeting lite. Kemudian mulai Juli
2005, Bank Indonesia mulai menerapkan inflation targeting secara eksplisit «full fledged»
sebagai strategi pelaksanaan kebijakan moneter dengan mulai mengumumkan BI rate.

Kerangka Kebijakan Moneter


Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka kerja yang
dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF).  ITF merupakan suatu kerangka kerja
(framework) dengan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang
ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari komitmen dan
akuntabilitas bank sentral. ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga
kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB)
sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005,
setelah sebelumnya menggunakan kerangka kebijakan moneter dengan uang primer (base
money) sebagai sasaran kebijakan moneter. 
Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu pelajaran penting
yang mengemuka adalah perlunya fleksibilitas yang cukup bagi bank sentral untuk
merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan
yang semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan
perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF. 
Akuntabilitas kebijakan kepada publik tetap menjadi bagian inherent dalam Flexible ITF.
Kerangka Flexible ITF dibangun berdasarkan 5 elemen pokok, yaitu:
1. Strategi penargetan inflasi (Inflation Targeting) sebagai strategi dasar kebijakan
moneter.
2. Integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memperkuat transmisi
kebijakan dan sekaligus mengupayakan stabilitas makroekonomi.
3. Peran kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas makroekonomi
4. Penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk pengendalian
inflasi maupun dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan.
5. Penguatan strategi komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.

Faktor – Faktor yang Memengaruhi Efektivitas Kebijakan Moneter


Berikut faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas kebijakan moneter, yaitu :
1. Laju inflasi yang terkendali
Dengan terkendalinya laju inflasi, hal ini dapat memengaruhi efektivitas kebijakan
moneter. Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus
dalam jangka waktu tertentu. Ketika terjadi inflasi, bank kesulitan untuk mengerahkan
dana masyarakat. Akibatnya, tingkat bunga riil menjadi menurun, sehingga kemauan
masyarakat untuk menyimpan kekayaannya di bank juga menurun.
2. Nilai tukar rupiah realistis
Adanya nilai tukar rupiah realistis membuat pelaku usaha mendapatkan kepastian,
termasuk sektor perbankan, dunia usaha, dan juga masyarakat. Sebaliknya, jika nilai
tukar rupiah rendah, memicu peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha. Situasi ini
secara tidak langsung dapat menguntungkan dunia perbankan.
3. Suku bunga berada pada tingkat yang wajar
Efektivitas kebijakan moneter dapat dipengaruhi dari suku bunga yang berada di tingkat
wajar. Apabila suku bunga melonjak tinggi, para pelaku usaha atau pengusaha tidak
tertarik menggunakan kredit.Hal itu disebabkan karena dana yang sudah masuk ke bank
dengan suku bunga tinggi, dapat mengancam perbankan, sehingga akan berhadapan
dengan masalah likuiditas.
4. Ekspektasi masyarakat terhadap kebijakan moneter positif
Kebijakan moneter dipengaruhi dari ekspektasi masyarakat. Pasalnya, ekspektasi
masyarakat bisa berpengaruh terhadap tingkat inflasi dan juga nilai tukar. Artinya, hal ini
bisa mendorong naiknya harga-harga, sehingga dapat mengurangi tingkat konsumsi dan
daya saing produk dalam negeri yang akan di ekspor. Namun, ada juga ekspektasi
masyarakat negatif terhadap nilai tukar yang berakibat kepada menurunnya
kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah.

Contoh Kebijakan Moneter di Indonesia


Dalam praktiknya, banyak sekali aturan yang terselenggara akibat dari kebijakan moneter di
Indonesia. Di bawah ini merupakan contoh kebijakan moneter di Indonesia.

1. Pelaksanaan Kredit Langsung oleh Bank Indonesia


Pertama, contoh kebijakan moneter adalah Bank Indonesia mengadakan kredit
langsung. Pemberian kredit langsung kepada berbagai sektor atau proyek yang
memerlukan dana secara mendesak. Hal ini dapat meningkatkan jumlah uang yang
beredar karena harus membiayai kegiatan dengan segera.
2. Penyediaan Fasilitas Overdraft
Saat Bank Indonesia membantu bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas jangka
pendek, maka hal ini termasuk contoh kebijakan moneter di Indonesia melalui fasilitas
overdraft. Bantuan yang diberikan berupa pinjaman jangka pendek dengan suku bunga
tinggi. Hal ini diharapkan mampu mengontrol peredaran uang agar tetap stabil.

3. Penerbitan Surat Utang Negara


Selanjutnya, contoh kebijakan moneter adalah menerbitkan surat utang negara. Dalam
hal ini, pemerintah berusaha menghimpun dana dari masyarakat agar uang yang
beredar di masyarakat mengalami penurunan.
4. Program Intervensi Rupiah
Program intervensi rupiah merupakan contoh kebijakan moneter di Indonesia yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara proses pinjam meminjam dana secara
langsung di Pasar Uang Antar Bank dalam periode 7 hari. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mendukung instrumen kegiatan operasi pasar terbuka.

Penerapan kebijakan moneter


Adapun penerapan kebijkana moneter pada saat terjadi krisis ekonomi yang pernah
melanda Indonesia, Yaitu:
1. Masa Demokrasi Terpimpin (1945-1950)
Saat awal merdeka, Indonesia mengalami inflasi (kenaikan harga barang) yang sangat
tinggi karena kondisi mata uang tidak terkendali. Salah satu faktor penyebabnya yaitu
belum adanya mata uang tunggal yang berlaku. Saat itu, terdapat tiga mata uang yang
dipakai, sehingga menyebabkan jumlah uang beredar menjadi banyak dan akhirnya
terjadi inflasi. Beberapa kebijakan moneter diterapkan untuk menanggulangi krisis ini, di
antaranya dengan melakukan kegiatan diplomasi beras ke India dan
membentuk planning board untuk penanggulangan inflasi. Selain itu, diterbitkan pula
ORI (Oeang Republik Indonesia) agar hanya ada satu mata uang resmi, dan penetapan
Kasimo Plan sebagai upaya swasembada pangan.
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Pada masa ini, ekonomi diserahkan kepada rakyat yang belum lama merdeka dan masih
lemah ekonominya. Usaha-usaha kecil banyak yang mati karena tidak mampu bersaing.
Upaya yang diambil untuk menanggulanginya antara lain: penetapan Gunting Syafruddin
untuk memotong nilai uang NICA dan de Javasche Bank menjadi setengahnya saja yang
berlaku. Pada saat itu pecahan Rp5 ke atas digunting menjadi dua bagian. Guntingan
bagian kiri berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai
semula, sedangkan bagian kanan tidak berlaku sebagai alat pembayaran. Selain itu
pemerintah juga melakukan Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia,
dan penetapan sistem ekonomi Ali Baba untuk membangun kerjasama antara
pengusaha asing dan pengusaha lokal.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)

Masa inflasi terus terjadi hingga masa Demokrasi Terpimpin. Sejak dekrit presiden 5 Juli
1959, berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan inflasi, namun upaya ini belum
berhasil. Salah satunya adalah upaya devaluasi nilai rupiah. Apakah itu? Devaluasi adalah
penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Pada saat itu rupiah didevaluasi
dari 1 USD = Rp11.40 menjadi 1 USD = Rp45. Selain itu, pemerintah juga menerapkan
kebijakan sanering yang merupakan upaya pembatasan daya beli masyarakat, dengan
cara memotong nilai uang tanpa menurunkan harga komoditas di pasar.
4. Masa Demokrasi Pancasila
Pada era ini, kebijakan moneter yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah
meningkatkan cadangan wajib minimum menjadi 5% yang sebelumnya 3%. Dengan
meningkatnya cadangan minimum maka porsi tabungan yang dapat dipinjamkan ke
masyarakat akan berkurang. Meningkatnya cadangan wajib minimum dapat
memperlambat laju inflasi sehingga jumlah uang beredar mulai dapat berkurang.

Dampak kebijakan moneter terhadap perekonomian.

Kebijakan moneter ditujukan untuk menjaga agar likuiditas dalam perekonomian berada
dalam jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa
menimbulkan tekanan inflasi. Dimana pada umumnya pengaturan jumlah likuiditas
dilakukan melalui berbagai instrument seperti operasi pasar terbuka (open market
operations), diskonto suku bunga Bank Sentral (discount policy) dan cadangan wajib
(reserve requirements).
Operasi pasar terbuka dilakukan dengan membeli dan menjual obligasi dalam jangka
panjang. Dimana apabila pemerintah menganggap perlu dilakukan penambahan dalam
likuiditas, maka Bank Sentral akan membeli sejumlah obligasi negara dipasar sekunder.
Sedangkan jika ingin melakukan pengurangan, maka pemerintah akan menjual sebagian
obligasi negara yang berada dalam portofolio Bank Sentral.

Perbedaan Kebijakan Fiskal dan Moneter

Di bagian terakhir ini, kita akan membahas perbedaan kebijakan fiskal dan moneter.
Faktanya, dua kebijakan tersebut saling terintegrasi dan melengkapi satu sama lain. Akan
tetapi, kebijakan fiskal dan moneter punya beberapa perbedaan mendasar.
Perbedaan kebijakan fiskal dan moneter yang pertama adalah dari segi pengambilan
keputusan. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang diputuskan dan dikelola Kementerian
Keuangan, sedangkan wewenang kebijakan moneter sepenuhnya ada pada Bank Indonesia.
Selanjutnya, perbedaan kebijakan fiskal dan moneter adalah dari segi tujuan. Kebijakan
moneter bertujuan menjaga jumlah uang beredar di masyarakat. Sementara itu, tujuan
kebijakan fiskal adalah mengelola dan menjaga kesejahteraan sektor-sektor pelaku
perputaran uang, mulai dari konsumen, pekerja, sampai pelaku usaha

Anda mungkin juga menyukai