Kelompok 5
1. Vera Erika Aisyah (3012211092)
2. Yuli Rahma Sari
(3012211100)
3. Dio Cahyono (3012211113)
4. Faratita (3012211115)
5. Bessek Tenri Ampa (3012211107)
Bagian 1
Bab 1 Bauran Kebijakan Bank Sentral: Konsep Utama dan Pengalaman Indonesia
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Krisis Keuangan Global (GFC)?
Kondisi ekonomi makro global sebelum KKG relatif stabil sebelum terjadinya krisis selama
20 tahun suku bunga dan inflasi menurun. Banyaknya bank sentral yang mengadopsi
kerangka kebijakan moneter berfokus menjaga stabilitas harga, kemudian dikenal sebagai
kerangka penargetan inflasi yang mempengaruhi perkembangan pada saat itu. Dari latar
belakang GFC, terdapat 3 pembelajaran yang penting bagi bank sentral yaitu:
(1). Mandat bank sentral tidak bisa di batasi hanya untuk mencapai stabilitas harga.
Melainkan harus diperluaskan dengan juga mendorong stabilitas harga, tetapi juga harus
diperluaskan untuk mencangkup peningkatan stabilitas keuangan.
(2). Krisis keuangan global mengajarkan kita pentingnya hubungan antara ekonomi
makro dan sistem keuangan atau keuangan makro mirip dengan yang kita kenal sekarang
( Morley 2016 ).
(3). Pelajaran yang didapatkan dari krisis keuangan global adalah volatilitas arus
modal (hannan 2017). Masalah ini berlaku dari prespektif ekonomi pasar berkembang
(EME) sebagian besarnya.
Dapat dilihat dari penilaian dan ketidak seimbangan ekonomi makro dan keuangan makro,
membentuk 3 bauran kebijakan bank sentral yaitu:
(1). Stabilitas sistem keuangan dapat terintegrasi dalam konteks kebijakan moneter
melalui debat dan versus clean. Salah satu pendekatannya adalah dengan memasukkan
stabilitas sistem keuangan.
(2). Kebijakan prudensial terdiri dari pengaturan dan pengawasan lembaga jasa
keuangan makro dengan penekanan pada resiko sistematik untuk mendorong stabilitas
sistem keuangan.
(3). Capital Flow management, yang memiliki tujuan untuk menanggulangi
prodikikalitas dan penumpukan resiko sistematik dan akumulas utang luar negeri serta
vocatilitas arus modal.
Secara konseptual, bauran kebijakan bank sentral, koheren dan dapat di prediksi. Padahal,
banyak bank sentral termasuk bank indonesia menerapkan bauran kebijakan bank sentral,
kemudian menjadi paradigma baru kebanksentralan.
Krisis Financial Asia 1997/98 dan ekonomi global yang dicairkan oleh KKG pernah
menghambat ekonomi asia 1998 sehingga pemahaman tentang sumber krisis perlu
ditingkatkan. Krisis ini beraneka ragam mulai dari segi krisis mata uang, krisis utang,
dan
krisis perbankan. Krisis global menunjukkan bahwa menjaga stabilitas harga tanpa menjaga
stabilitas sistem keuangan tidak cukup untuk mencapai stabilitas ekonomi makro. Pasca
KKG, kebijakan ekonomi konvensional dianggap tidak cukup untuk menstabilkan
perekonomian domestik. Beberapa bank sentral menyadari kondisi bahwa konjungtur
ekonomi global yang baru memerlukan modifikasi kerangka kebijakan seperti kebijakan
makroprudensial, nilai tukar, manajemen aliran modal, koordinasi kebijakan fiskal dan
penyesuaian struktural yang disebut sebagai bauran kebijakan (Warjiyo dan Juhro
2016,2019). Dengan munculnya ketidapastian global yang meluas, tujuan utama kebijakan
moneter yaitu mencapai keseimbangan antara memitigasi tekanan penurunan pertunmbuhan
ekonomi domestik yang timbul dari penurunan ekonomi global sambil memastikan stabilitas
dalam jangka menengah.
Integrasi ekonomi domestik yang lebih besar dengan ekonomi global ditambah dengan
aliran modal asing yang intens dan dinamika nilai tukar telah meningkatkan kompleksitas
pengelolaan moneter. Mengelola kerangka stabilitas moneter memang untuk mengelola
trilemma kebijakan moneter yaitu secara bersamaan mencapai tiga tujuan antara tergantung
pada preferensi bank sentral dalam tiga kondisi. Pertama, menjaga otonomi kebijakan
moneter dalam mencapai stabilitas harga dengan memanfaatkan bauran (instrumen)
kebijakan moneter dan makroprudensial. Kondisi kedua adalah menstabilkan pergerakan
nilai tukar sesuai dengan nilai fundamental mata uang dengan menerapkan manajemen nilai
tukar. Ketiga, mengelola dinamika arus modal untuk mendukung stabilitas ekonomi makro
dengan menerapkan manajemen arus modal.
Bauran Kebijakan
Dalam kebijakan moneter berbasis ITF yang secara resmi diadopsi oleh BI pada Juli 2005,
prioritas utama BI adalah membangun kredibilitas kebijakan bank sentral. Tantangan
kebijakan moneter adalah menahan tekanan inflasi yang meningkat tanpa menghambat
pertumbuhan ekonomi. Dalam mendukung stabilitas ekonomi makro, koordinasi
implementasi bauran instrumen kebijakan pada akhirnya harus menjadi bagian dari strategi
penting untuk mengelola trilemma kebijakan moneter secara optimal. Dua aspek lain terkait
penguatan kelembagaan yaitu strategi komunikasi dan koordinasi.
Ada tiga karakteristik yang menonjol dari ITF terintegrasi. Pertama, berangkat dari ITF
fleksibel konvensional target bukan hanya stabilitas harga tetapi juga menjaga stabilitas
sistem keuangan. Kedua, serupa dengan fleksibel ITF, instrumen yang digunakan adalah
kebijakan moneter, makroprudensial, dan pengelolaan arus modal asing dalam satu bauran
yang optimal. Ketiga, yang juga seperti fleksibel ITF, perumusan bauran kebijakan
memerlukan kerangka analisis dan proyeksi ekononi makro yang mempertimbangkan
keterkaitan keuangan makro. Dalam implementasi bauran kebijakan bank sentral terdapat 3
aspek yaitu :
1. Kebijakan suku bunga akan terus diarahkan agar inflasi tetap terkendali untuk
mencapai targetnya yaitu 3,5%± 1% pada 2019 dan 3,0% ± 1% pada tahun 2020.
2. Mekanisme pasar untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terus digalakkan
tanpa mengurangi perlunya intervensi.
3. Kecukupan cadangan devisa akan terus terjaga
4. Kecukupan likuiditas di pasar uang dan industri perbankan juga akan terjaga
Tantangan ke Depan
Ditengah segala tantangan global dan domestik akibat meluasnya dampak AFC dan GFC,
penting juga untuk memahami potensi krisis baru jika kebangkitas ekonomi tidak dikelola
dengan baik. Oleh karena itu, kita harus mengantisipasi tantangan ke depan seperti
munculnya bentuk-bentuk baru intermediasi keuangan secara masif dan eksposur risiko
menyusul pertumbuhan eksponensial dari perkembangan shadow banking dan financial
technology.
Aspek kebijakan stabilitas makro ini harus dilengkapi dengan standar kebijakan moneter
untuk mencapai stabilitas harga. IMF menyebutnya kerangka kerja kebijakan terintegrasi,
BIS sekarang membahas menjembatani teori dan praktik kebijakan bank sentral. Aspek
kedua adalah penataan kelembagaan bauran kebijakan publik di bank sentral dan lembaga
publik. Dulu, setiap lembaga negara diberi satu tujuan dan satu instrumen; bank sentral
dengan kebijakan stabilitas harga dan bunga; aturan tentang kebijakan fiskal dan
kesinambungan keuangan publik; Lembaga jasa keuangan yang bertanggung jawab terhadap
stabilitas sektor keuangan, dengan visi pengendalian stabilitas mikro perusahaan. Aspek
ketiga adalah era digitalisasi yang terus meningkat, yang sangat menantang karena masih
banyak yang harus dibuka. Saat menghadapi diferensiasi layanan keuangan melalui fintech
dan e-commerce, bank sentral harus memahami dan merespons dengan tepat. Gagasan
utamanya adalah kebijakan moneter dan kebijakan stabilitas sistem keuangan dapat terus
mengatasi digitalisasi sektor jasa keuangan, termasuk sistem pembayaran. Mirip dengan
proses pengiriman uang di mana kita menggunakan fiat, atau uang berbasis rekening, uang
yang dikeluarkan oleh bank sentral disalurkan ke bank dan diedarkan ke fintech dan
sektor riil dan dikembalikan ke bank sentral pada akhir hari.
Semua aspek proses peredaran uang masih bisa dijadikan acuan dasar. Aspek lain dari visi
kami untuk sistem pembayaran Indonesia adalah menjadikan digitalisasi perbankan sebagai
inti dari ekosistem. Kami tidak ingin membiarkan keruntuhan layanan keuangan
berkembang di luar core banking. Aspek keempat adalah menemukan keseimbangan antara
inovasi dan stabilitas serta manajemen risiko dan pengetahuan pelanggan dan kebijakan
persaingan. Sebagai contoh, pada 17 Agustus 2019, kami menerbitkan Indonesia Quick
Response Standard (QRIS) yang bertujuan untuk memfasilitasi transaksi, mempercepat
inklusi keuangan, dan mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM). Memahami sumber krisis sangat penting, seperti halnya ekonomi Asia pada
tahun 1998, yang dapat dicegah. untuk tahun 1997/1998. Krisis keuangan Asia dan ekonomi
global yang dibayar KKG. Krisis dan akibatnya telah menjadi pengingat yang menyakitkan
akan sifat krisis yang beraneka segi, apakah itu krisis mata uang, krisis utang, atau krisis
perbankan.
Krisis global telah menunjukkan bahwa menjaga stabilitas harga tanpa menjaga stabilitas
sistem keuangan tidak cukup untuk mencapai stabilitas ekonomi makro. Tanpa stabilitas
keuangan, tidak ada stabilitas makro. Dinamika arus modal dengan cepat memengaruhi
efektivitas kebijakan moneter, sehingga otoritas kebijakan moneter harus menggunakan alat
yang berbeda untuk keluar dari situasi biasa di mana bank sentral bereaksi terhadap inflasi
dan badan fiskal membiayai.
Pengeluaran publik. Pasca KKG, kebijakan ekonomi tradisional dianggap tidak lagi cukup
untuk menstabilkan ekonomi domestik. Beberapa bank sentral menyadari bahwa situasi
ekonomi global baru memerlukan perubahan kebijakan yang ada dengan memperbaiki
kebijakan lainnya. Dengan munculnya ketidakpastian global, tujuan utama kebijakan
moneter adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara meredakan tekanan
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik akibat resesi global dan memastikan stabilitas
jangka menengah. Dengan munculnya ketidakpastian global, tujuan utama kebijakan
moneter adalah menemukan keseimbangan yang tepat antara mengurangi tekanan terhadap
pertumbuhan ekonomi domestik akibat resesi ekonomi global dan menjaga stabilitas jangka
menengah. kebijakan moneter independen, yang sulit dicapai dalam "solusi sudut". Hari ini
pembicara kami akan memberikan informasi lebih lanjut tentang topik ini.
Bagian 2
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter, atau bank sentral,
yang bertujuan mengendalikan agregat moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan
ekonomi yang diinginkan.
Strategi kebijakan moneter diterapkan secara berbeda antara satu negara dengan negara lain,
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan mekanisme transmisi yang dianggap paling
sesuai dengan perekonomian yang bersangkutan. Berdasarkan strategi dan transmisi yang
dipilih, selanjutnya disusun kerangka operasional kebijakan moneter.
Untuk mengatur dan mempengaruhi pembangunan ekonomi agar dapat berlangsung dengan
baik dan stabil, pemerintah atau otoritas moneter biasanya mengambil langkah- langkah
yang dikenal dengan kebijakan ekonomi makro. Inti dari kebijakan tersebut adalah untuk
mengelola sisi permintaan dan penawaran suatu perekonomian agar dapat mengarahkannya
ke arah keseimbangan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan
moneter, sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro, pada umumnya diterapkan sejalan
dengan siklus bisnis. Dalam praktiknya, efektivitas kebijakan moneter bergantung pada
hubungan antara jumlah uang beredar dan variabel ekonomi utama seperti output dan
inflasi.
Dalam tinjauan literatur, terdapat dua jenis kebijakan moneter, yaitu kebijakan moneter
ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif mengacu pada
kebijakan moneter yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, yang meliputi
peningkatan jumlah uang beredar. Sebaliknya, kebijakan moneter kontraktif mengacu pada
kebijakan moneter yang ditujukan untuk memperlambat aktivitas ekonomi, termasuk
mengurangi jumlah uang beredar. para praktisi dan akademisi percaya bahwa dalam jangka
pendek, kebijakan moneter yang ekspansif dapat mendorong kegiatan ekonomi dalam
perekonomian yang sedang mengalami resesi berkepanjangan.
Pelaksanaan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari pelaksanaan
kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti antara lain kebijakan fiskal dan kebijakan sektor
riill. , efek dari kebijakan yang diimplementasikan secara bersamaan dapat memiliki arah
yang berlawanan sehingga saling melemahkan. Ketidakharmonisan kedua kebijakan
tersebut dapat mengakibatkan tujuan menekan inflasi tidak tercapai. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan kebijakan ekonomi makro seoptimal mungkin.
Bauran kebijakan yang terkoordinasi biasanya diterapkan antara satu kebijakan dengan
kebijakan lainnya. Salah satu contoh penerapan bauran kebijakan yang terkenal adalah
bauran kebijakan moneter-fiskal. Secara konseptual, koordinasi bauran kebijakan moneter-
fiskal dapat dilakukan melalui beberapa skenario sebagai berikut: (1) kebijakan moneter
ekspansif/kebijakan fiskal ekspansif, (2) kebijakan moneter kontraktif/kebijakan fiskal
ekspansif, (3) kebijakan moneter ekspansif/kebijakan fiskal kontraktif, dan (4) kebijakan
moneter kontraktif/kebijakan fiskal kontraktif.
Semakin besar keterkaitan antar negara, maka semakin terbuka perekonomian negara-
negara yang bersangkutan. Keterbukaan ekonomi ini menyebabkan meningkatnya transaksi
perdagangan antar negara
Keterbukaan ekonomi suatu negara akan berdampak pada perencanaan dan pelaksanaan
kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan moneter. Hal ini dikarenakan semakin besar
volume perdagangan internasional dan transaksi keuangan yang dilakukan oleh suatu
negara, semakin besar aliran modal asing. Arus modal asing ini pada gilirannya akan
mempengaruhi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Apabila terjadi aliran modal
masuk yang besar, bank sentral dapat menerapkan kebijakan moneter kontraktif untuk
mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya, jika terjadi arus keluar modal yang besar,
bank sentral dapat menerapkan kebijakan moneter ekspansif untuk meningkatkan jumlah
uang beredar. Kontraksi atau ekspansi moneter akan meningkat
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tujuan kebijakan yang ingin dicapai, baik melalui
kebijakan moneter maupun kebijakan makro, secara umum adalah stabilitas ekonomi makro
yang mencakup stabilitas harga (tingkat inflasi rendah), pertumbuhan ekonomi, dan
ketersediaan lapangan kerja. Sulit untuk mencapai semua target di atas secara bersamaan
karena upaya untuk mencapai tujuan akhir tersebut seringkali saling bertentangan. Pada
prinsipnya, ada beberapa strategi untuk mencapai tujuan kebijakan moneter. Masing-
masing strategi memiliki karakteristik sesuai dengan nominal anchor yang dijadikan dasar
acuan, atau semacam “sasaran antara” pada jalur pencapaian tujuan akhir. Strategi
pelaksanaan kebijakan moneter meliputi: (i) pertukaran penargetan suku bunga, (ii)
penargetan moneter, (iii) penargetan inflasi, (iv) kebijakan moneter dengan jangkar nominal
implisit tetapi tidak eksplisit.
Taylor (1995) menyatakan bahwa mekanisme transmisi moneter adalah “proses dimana
keputusan kebijakan moneter ditransmisikan ke dalam perubahan PDB riil dan inflasi.
MV=PT
Dimana jumlah uang beredar (M) dikalikan dengan kecepatan pendapatan (V) sama dengan
jumlah output riil atau transaksi ekonomi (T) dikalikan dengan tingkat harga (P). Dengan
kata lain secara seimbang jumlah uang beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan
transaksi ekonomi (MV) sama dengan jumlah output yang ditransaksikan, yang dihitung
dengan harga berlaku (PT).
Peningkatan risiko di sistem keuangan dapat muncul karena beberapa sebab yaitu inovasi
produk keuangan, metode valuasi dalam permodalan dan akuntansi, kemudahan pendanaan,
toleransi risiko, atau integrasi keuangan global yang semakin erat.
Menurut Borio dan Zhu (2008) ada 3 cara kerja saluran pengambilan risiko dalam sistem
keuangan sebagai beriku.
1. Pengaruh suku bunga terhadap valuasi, pendapatan dan arus kas dari investasi
2. Hubungan antara suku bunga dan target tingkat pengembalian yang biasa digunakan
sebagai tolok ukur penilaian kinerja investasi keuangan
3. Dampak positif transparansi kebijakan moneter bank sentral
Secara umum, kerangka kebijakan moneter terdiri dari instrumen, sasaran operasional,
sasaran antara, dan sasaran akhir. Rangkaian langkah-langkah bank sentral mulai dari
penentuan dan peramalan tujuan akhir, pemantauan variabel ekonomi-keuangan yang akan
digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan moneter dan penerapan pengendalian
moneter di pasar uang untuk mencapai tujuan akhir disebut sebagai kerangka operasional
kebijakan moneter.
Pada hakekatnya, respons kebijakan moneter dapat ditentukan dengan aturan atau diskresi.
Secara analitis, Barro dan Gordon (1983) menjelaskan bagaimana penetapan instrumen
kebijakan moneter berdasarkan pola aturan (rule based policy) dilakukan dengan
menyesuaikan kondisi yang berlaku, dengan tetap memperhatikan formulasi penetapan
instrumen kebijakan sebelumnya. Sebaliknya, penetapan instrumen kebijakan moneter
berdasarkan pola diskresi (discretion-based policy) lebih didasarkan pada evaluasi dari
waktu ke waktu dengan mempertimbangkan kondisi yang ada, sedangkan perkembangan
dan kebijakan di masa lalu dianggap tidak relevan.