Anda di halaman 1dari 18

MODUL PASAR UANG DAN PASAR MODAL

(FEB 402)

MODUL SESI IV
KEBIJAKAN MONETER DAN PASAR KEUANGAN

DISUSUN OLEH
DR. EKA BERTUAH, SE, MM

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 18
KEBIJAKAN MONETER DAN PASAR KEUANGAN

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Memahami Kerangka Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar
Keuangan
2. Memahami peran dan angkah yang diambil Bank Indonesia dalam mengatur
infrastruktur sistem keuangan di Indonesia
3. Mengetahui Strategi yang diambil dalam Pengembangan dan Pendalaman Pasar
Keuangan

1. Tujuan Kebijakan Moneter


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia,
yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada
pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama
kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin
dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia
menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat
penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank
Indonesia juga menjalankan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai
dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan
kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan
tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh
Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan
(overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai
penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan
tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 18
2. Kerangka Kebijakan Moneter
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka kerja yang
dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF) dengan penggunaan suku bunga sebagai
sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah
sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money)
sebagai sasaran kebijakan moneter.
Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu pelajaran penting
yang mengemuka adalah diperlukannya fleksibilitas yang cukup bagi bank sentral untuk
merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang
semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan perkembangan
tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.
Flexible ITF dibangun dengan tetap berpijak pada elemen-elemen penting ITF yang telah
terbangun. Elemen-elemen pokok ITF termasuk pengumuman sasaran inflasi kepada publik,
kebijakan moneter yang ditempuh secara forward looking, dan akuntabilitas kebijakan kepada
publik tetap menjadi bagian inherent dalam Flexible ITF. Kerangka Flexible ITF dibangun
berdasarkan 5 (lima) elemen pokok.
1. Pertama, inflasi tetap merupakan target utama kebijakan moneter.
2. Kedua, pengintegrasian kebijakan moneter dengan kebijakan makroprudensial untuk
memperkuat transmisi kebijakan dan mendukung stabilitas makroekonomi.
3. Ketiga, penguatan kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas
makroekonomi.
4. Keempat, penguatan koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah baik
untuk pengendalian inflasi maupun stabilitas sistem keuangan.
5. Kelima, penguatan komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.

Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008/2009 mengharuskan bank sentral untuk
melakukan stabilitas sistem keuangan dan penyelamatan perekonomian. Kebijakan yang
hanya mengedepankan penerapan ITF menunjukkan pelemahan. Hal ini dikarenakan
penerapan ITF secara ketat yang hanya fokus pada mandat kebijakan moneter untuk menjaga
inflasi sesuai dengan targetnya tidak cukup untuk menjaga stabilitas sistem perekonomian
secara keseluruhan.
Seiring dengan semakin besarnya peran sistem keuangan dalam perekonomian, dampak
ketidakstabilan sistem keuangan menjadi semakin signifikan. Hal ini tercermin pada dari
besarnya biaya penyelamatan dan juga beratnya dampak yang ditimbulkan oleh krisis

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 18
keuangan global tahun 2008/2009, sehingga menyadarkan pentingnya peran bank sentral
untuk turut menjaga stabilitas sistem keuangan.
Strategi kebijakan moneter pasca krisis keuangan global 2008/2009, bank sentral dituntut
untuk semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan untuk memastikan perekonomian dan
sistem keuangan berada dalam kondisi stabil, baik dari sisi makroekonomi maupun sektor
keuangan.Oleh karena itu, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi flexible
ITF dengan semakin memperkuat mandatnya dalam kebijakan moneter dan stabilitas sistem
keuangan.
Dalam implementasi kerangka flexible ITF, Bank Indonesia menerapkan bauran kebijakan
(policy mix) dalam rangka menjaga keseimbangan internal dan eksternal.
Terkait dengan strategi penargetan inflasi (inflation targeting), Bank Indonesia
mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Setiap periode Bank Indonesia
mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.
Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan berbagai informasi tersedia untuk
menggambarkan kondisi inflasi ke depan.
Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap
kondisi terkini dan outlook inflasi ke depan, keputusan yang diambil, serta arah kebijakan ke
depan yang akan diambil untuk menjaga inflasi sesuai dengan sasarannya (forward guidance).
Bersamaan dengan implementasi flexible ITF, Bank Indonesia menjadikan BI 7-
day (Reverse) Repo Rate (BI7DRR) sebagai suku bunga kebijakan yang merepresentasikan
sinyal respons kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi sesuai dengan sasaran.
Penggunaan BI7DRR sebagai suku bunga acuan merupakan bagian dari reformulasi kebijakan
moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Reformulasi memiliki tiga tujuan utama.
Pertama, memperkuat sinyal arah kebijakan moneter. Kedua, memperkuat efektivitas
transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang
dan suku bunga perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di PUAB untuk tenor 3 bulan hingga 12
bulan.
Dalam implementasinya, reformulasi memegang empat prinsip. Pertama, reformulasi tidak
mengubah kerangka kebijakan moneter karena Bank Indonesia tetap menerapkan flexible ITF.
Kedua, reformulasi tidak untuk mengubah stance kebijakan moneter yang sedang ditempuh.
Ketiga, reformulasi membuat suku bunga kebijakan terefleksikan di instrumen moneter dan
dapat ditransaksikan dengan Bank Indonesia. Keempat, penentuan suku bunga sasaran
operasional berdasarkan pertimbangan dapat dipengaruhi suku bunga kebijakan. Sesuai

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 18
dengan prinsip kedua implementasi reformulasi, perubahan tersebut tidak mengubah stance
kebijakan moneter karena kedua suku bunga kebijakan BI Rate dan BI7DRR berada dalam
satu struktur suku bunga (term structure) yang sama dalam mengarahkan inflasi agar sesuai
dengan sasarannya. Perbedaan hanya terlihat pada tenor instrumen, yakni BI Rate setara
dengan instrumen moneter 12 bulan, sedangkan BI7DRR setara dengan instrumen moneter 7
hari.
Implementasi flexible ITF juga ditujukan untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, implementasi flexible ITF didukung oleh penerapan kebijakan
makroprudensial. Kebijakan makroprudensial merupakan kebijakan yang difokuskan pada
interaksi antar lembaga keuangan, pasar, infrastruktur, dan ekonomi yang lebih luas, termasuk
pengukuran potensi risiko ke depan. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah risiko sistemik
yang berpotensi menimbulkan krisis sistem keuangan akibat kondisi makroekonomi. Adapun
penjelasan lebih lanjut mengenai kebijakan makroprudensial dapat dilihat pada: (Link ke
kebijakan makroprudensial).
Implementasi flexible ITF juga didukung oleh kebijakan pengelolaan nilai tukar. Kebijakan
nilai tukar yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka mengelola stabilitas nilai tukar
rupiah agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya
mekanisme pasar. Kebijakan nilai tukar dilakukan dalam rangka mengurangi gejolak yang
muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing (valas),
melalui intervensi valas dan dual intervention. Strategi dual intervention dilakukan melalui
intervensi jual di pasar valas yang disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di
pasar sekunder. Strategi dual intervention dilakukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar dan
sekaligus menjaga kecukupan likuiditas rupiah.
Berbagai kebijakan tersebut diperkuat oleh koordinasi kebijakan bersama Pemerintah,
khususnya terkait dari sisi penawaran. Kebijakan pemerintah terutama diarahkan untuk
menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan stabilisasi harga pangan guna
mendukung terkendalinya inflasi. Koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara Bank
Indonesia dengan Pemerintah yang semakin kuat diwujudkan melalui forum Tim Pengendali
Inflasi (TPI) baik di pusat maupun daerah.

3. Pasar Keuangan
Infrastruktur Pasar Keuangan atau Financial Market Infrastructures (FMI) mencakup
keseluruhan sistem yang memfasilitasi terjadinya transaksi di pasar keuangan hingga
penyelesaiannya. Mengacu pada definisi IOSCO, FMI merupakan sistem multilateral yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 18
menyediakan jasa untuk melakukan perdagangan, kliring, setelmen, pelaporan, dan pencatatan
sehubungan dengan transaksi pembayaran, surat berharga, derivatif, dan transaksi keuangan
lainnya. Beberapa sistem tersebut dinilai sebagai systemically important FMI sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan oleh masing-masing negara. Meski demikian, kebanyakan lebih
merujuk pada sistem yang digunakan setelah transaksi terjadi (post-trade).

4. Kategori Systemically Important FMI


Mengacu pada Principles for Financial Market Infrastructure (CPSS-IOSCO, 2012),
FMI yang dikategorikan sebagai systemically important meliputi sistem multilateral yang
menjalankan fungsi: Payment System (PS), Central Securities Depositories (CSD), Securities
Settlement System (SSS), Central Counterparty (CCP), dan Trade Repository (TR). Dalam
implementasinya, setiap negara dapat memiliki pertimbangan tersendiri dalam
mengkategorikan masuk tidaknya suatu sistem dalam systemically important FMI. Sebagai
contoh, New Zealand tidak mengkategorikan TR sebagai systemically important FMI karena
belum termasuk dalam regulatory framework saat ini ataupun India yang memasukkan sistem
perdagangan (trading system), yaitu Negotiated Dealing System-Order Matching (NDS-OM)
dalam pasar surat berharga pemerintah sebagai designated FMI karena mencakup 90%
volume perdagangan pasar surat berharga pemerintah di pasar sekunder.
Di Indonesia, saat ini yang dinilai sebagai systemically important FMI mencakup sistem
pembayaran (BI-Real Time Gross Settlement atau BI-RTGS) dan sistem setelmen dan
penatausahaan obligasi negara (BI-Scripless Securities Settlement System atau BI-SSSS) yang
keduanya dimiliki, dioperasikan, dan diawasi oleh Bank Indonesia.
Selain itu, terdapat FMI yang dioperasikan oleh swasta atau self regulatory
organisation (SRO) yang diatur dan diawasi oleh Otoritas lain di pasar keuangan. Di pasar
modal, terdapat lembaga kliring (Kliring Penyelesaian Efek Indonesia/KPEI) dan sentral
kustodi (Kustodian Sentral Efek Indonesia/KSEI) yang berada dalam kewenangan OJK.
Sementara di pasar komoditas berjangka, terdapat lembaga kliring berjangka (Kliring
Berjangka Indonesia/KBI dan Indonesia Clearing House/ICH) yang berada di dalam
kewenangan Bappebti.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 18
Gambar 4.1 - Fungsi Financial Market Infrastructure (FMI) dalam suatu Transaksi
Perdagangan
Sebagai ilustrasi terkait peran FMI misalnya, bisnis memerlukan Payment System (PS)
untuk menerima pembayaran transaksi barang dan jasa. Masyarakat umum menggunakan PS
untuk menerima gaji dan tunjangan. Central Securities Depositories (CSD) memungkinkan
ekuitas dan obligasi yang ditransaksikan dapat ditatausahakan dengan aman dan efisien,
sementara Central Counterparty (CCP) mengambil alih transaksi derivatif terutama yang
dilakukan di luar bursa atau secara over-the-counter (OTC) dari para pihak sehingga
menurunkan counterparty risk.
Melihat peran FMI di pasar keuangan yang krusial dalam hal mengalami hambatan
operasional serta tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu kontribusi pasar keuangan
dalam pembiayaan pembangunan ekonomi dan bahkan dapat menimbulkan risiko instabilitas
sistem keuangan, maka pengaturan dan pengawasan FMI semakin disadari pentingnya oleh
otoritas di sektor keuangan secara global.
Pengaturan dan pengawasan lazimnya menyangkut aspek-aspek yang minimal harus
dipenuhi oleh pihak yang menjalankan (operator) FMI dan mekanisme koordinasi
antarotoritas di sektor keuangan, baik secara domestik maupun dengan otoritas terkait di luar
negeri dalam hal suatu FMI melayani transaksi yang bersifat lintas negara.
Konsep pengaturan suatu FMI pada dasarnya harus menyeimbangkan antara perannya
dalam meningkatkan efisiensi dan mengembangkan pasar keuangan serta meminimalkan
potensi risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dengan demikian,
mengenali jenis-jenis risiko yang melekat dalam suatu FMI menjadi sangat penting bagi
otoritas dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasannya.
Adanya suatu kerangka pengawasan (supervisory framework) yang utuh dan jelas
serta didasari oleh suatu landasan hukum yang kuat dan mencakup semua aspek yang melekat
dalam suatu bisnis FMI tentu merupakan prasayarat bagi suatu pengaturan dan pengawasan
FMI yang efektif dan efisien.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 18
5. Pengaturan FMI
Pendekatan pengaturan suatu FMI pada dasarnya terkait erat dengan sistem perundang-
undangan di sektor keuangan suatu negara.Sejalan dengan perundang-undangan di sektor
keuangan dan otoritas terkait di Indonesia, pengaturan FMI di Indonesia saat ini, selain terkait
dengan sistem pembayaran, dilakukan melalui pendekatan segmen pasar keuangan yaitu pasar
uang dan pasar valas, pasar modal dan pasar komoditas, termasuk pasar derivatifnya.
Pendekatan tersebut tercermin di dalam kerangka pengembangan dan pendalaman pasar
keuangan Indonesia yang merupakan upaya bersama otoritas terkait di pasar keuangan yaitu
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Kerangka
pengembangan dan pendalaman pasar keuangan di Indonesia ini dikenal dengan Strategi
Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK).

Gambar 4.2 - Kerangka Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan

Melalui Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-


PPPK) yang merupakan single policy framework yang komprehensif dan terukur dan
diarahkan untuk merealisasikan visi pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan
aman, telah ditetapkan 3 pilar utama yang mendasari kerangka pengembangan tersebut.
Ketiga pilar dimaksud yaitu (1) sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko, (2)
pengembangan infrastruktur pasar keuangan, dan (3) koordinasi kebijakan harmonisasi
ketentuan dan edukasi. Pengembangan infrastruktur pasar keuangan disadari menjadi salah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 18
satu pilar kunci yang diharapkan dapat mendukung tersedianya akses informasi dan
penyelesaian transaksi yang cepat, aman, dan efisien. Untuk itu, koordinasi antarotoritas
dalam pengembangan FMI yang berada dalam kewenangan masing-masing menjadi hal yang
mutlak dilakukan.
Dalam pengembangan FMI di Indonesia, pendekatan yang mengikuti best practice
internasional namun terbuka untuk disesuaikan dengan profil, kondisi, preferensi kebijakan
serta national interest dinilai merupakan pendekatan terbaik saat ini. Konsep pengaturan FMI
yang terus diselaraskan dengan penerapan prinsip-prinsip yang dianut secara internasional
khususnya oleh Committee on Payment and Settlement Systems (CPSS) dan International
Organization of Securities Commissions (IOSCO) sebagaimana terangkum dalam Principles
for Financial Market Infrastructure (PFMI) (BIS, 2012).
Stabilitas keuangan yang terjaga sejalan dengan implementasi FMI yang aman, andal,
dan efisien merupakan tujuan berbagai prinsip yang dijadikan acuan (guidance) dalam PFMI.
Manajemen risiko, efisiensi sumber daya, penyelenggaraan yang prudent serta berlaku
universalitas merupakan intisari dalam PFMI.

6. Bank Indonesia Dalam Mengatur FMI


Kejelasan atas rentang kewenangan dan tanggung jawab dari suatu FMI dalam menjamin
berlangsungnya operasionalisasi FMI yang andal, aman, dan efisien mengharuskan adanya
kerangka pengaturan dan pengawasan yang jelas.
Memiliki mandat sebagai otoritas di bidang moneter sesuai undang-undang, Bank Indonesia
memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi pasar uang dan pasar valas termasuk
yang berbasis syariah. Melalui kedua pasar tersebut transmisi kebijakan moneter terdampak
secara langsung atas kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia.

Gambar 4.3 - FMI berperan penting dalam transmisi kebijakan moneter, kelancaran
fungsi sistem pembayaran serta stabilitas sistem keuangan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 18
Lebih khusus, sejalan dengan penguatan peran Bank Indonesia dalam sistem
pembayaran di Indonesia, pada tahun 2019, Bank Indonesia telah
mengeluarkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang salah satunya
bertujuan untuk mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional yang menjamin
fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem
keuangan, termasuk di dalamnya pengembangan infrastruktur pasar keuangan.
Menjadi salah satu inisiatif dalam BSPI tersebut, pengembangan infrastruktur pasar
keuangan diharapkan dapat dicapai melalui modernisasi infrastruktur dan penguatan kerangka
regulasi infrastruktur pasar keuangan guna beroperasi sesuai standar best practices dan
mendukung implementasi kebijakan secara optimal. Key deliverables dalam inisiatif ini
mencakup modernisasi BI-RTGS, BI-SSSS termasuk fungsi CSD, dan BI-Electronic Trading
Platform (BI-ETP), serta penguatan kerangka regulasi terkait CCP dan TR termasuk
pengembangannya.

7. Indonesia Sebagai Bagian dari Komunitas Dunia


Lesson learned dari Global Financial Crisis tahun 2008 telah mendorong seluruh negara
untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan global melalui penguatan serta pengawasan
kebijakan di masing-masing negara termasuk elemen infrastruktur. Sebagai bagian dari G20,
pengembangan FMI di Indonesia diakselerasi oleh upaya pemenuhan mandat OTC
Derivatives Market Reforms yang merupakan inisiatif G20 dalam upaya reformasi
OTC Derivative Market melalui Pittsburgh Summit tahun 2009. Bertujuan untuk
meningkatkan transparansi, mencegah penyalahgunaan pasar (market abuse) dan memitigasi
risiko sistemik, 5 agenda terkait dengan OTC Derivative Market Reforms ini adalah:
1. Transaksi OTC derivatif yang standar harus ditransaksikan melalui Electronic Trading
Platform (ETP) atau bursa.
2. Transaksi OTC derivatif yang standar harus dikliringkan melalui Central
Counterparty (CCP).
3. Seluruh transaksi OTC derivatif harus dilaporkan melalui Trade Repository (TR).
4. Seluruh transaksi OTC derivatif yang tidak dikliringkan melalui CCP terkena
kewajiban pemenuhan modal yang lebih besar (higher capital charges).
5. Seluruh transaksi OTC derivatif yang tidak dikliringkan melalui CCP terkena
kewajiban margin (margining rule).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 18
Implementasi dari 5 agenda yang berfokus pada transaksi derivatif tersebut nantinya
diharapkan dapat mendorong resiliensi pasar keuangan domestik dan global sehingga dapat
memitigasi krisis serupa dan sebaliknya mendukung keberlangsungan pasar keuangan yang
sehat. Untuk itu, bersama dengan otoritas keuangan lainnya, Bank Indonesia berkomitmen
untuk secara aktif mendukung upaya pemenuhan mandat dimaksud khususnya di berbagai
area yang berada dalam kewenangan BI.

8. FMI berada dalam pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia


Terdapat 2 jenis systematically important FMI yang saat ini telah diatur dan diawasi oleh
Bank Indonesia (mengacu pada PBI No.19/14/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Transaksi,
Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika) yaitu:
1. BI-Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yaitu infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per
transaksi secara individual. (Fungsi Payment System).
2. BI-Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) yaitu infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat Berharga yang
dilakukan secara elektronik. (Fungsi Central Securities Depositories dan Securities
Settlement System).

Mengacu kepada pemenuhan mandat OTC Derivatives Market Reforms maupun guna
mengimplementasikan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025, saat ini Bank Indonesia
sedang mengembangkan Trading Venue & Central Counterparty untuk transaksi OTC
Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar (CCP SBNT) serta Trade Repository dengan
keterangan sebagai berikut:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 /
18
Gambar 4.4
Trading Venue & Central Counterparty

9. Sertifikasi Tresuri dan Penerapan Kode Etik Pasar


Pengembangan pasar keuangan perlu diimbangi dengan pembentukan pasar keuangan
yang kredibel melalui upaya peningkatan kompetensi dan integritas Pelaku Pasar. Dalam hal
ini Pelaku Pasar bertanggung jawab atas peningkatan kompetensi dan integritas Direksi dan
Pegawai yang melakukan Aktivitas Tresuri. Peningkatan kompetensi dan integritas tersebut
dapat diwujudkan dengan mewajibkan Pelaku Pasar untuk memastikan Direksi dan
Pegawainya memiliki Sertifikat Tresuri yang sesuai dengan bentuk Pelaku Pasar dan jenjang
jabatan serta memastikan penerapan Kode Etik Pasar dan menjadi anggota asosiasi profesi
tresuri.
Upaya peningkatan kompetensi dan integritas Pelaku Pasar tersebut juga perlu didukung
dengan adanya Lembaga Sertifikasi Profesi yang terpercaya. Lembaga Sertifikasi Profesi
yang terpercaya harus dikelola dengan baik, yaitu sesuai standar profesi yang berlaku di
Indonesia, dikelola oleh sumber daya manusia berkualitas, berpengalaman dan kredibel, serta
memiliki perangkat organisasi yang memadai.
Pengaturan melalui PBI Nomor19/5/PBI/2017 tentang Sertifikasi Tresuri dan Penerapan
Kode Etik Pasar dan PADG Nomor 19/5/PADG/2017 tentang Pelaksanaan Sertifikasi Tresuri
dan Penerapan Kode Etik Pasar, dimaksudkan untuk memberikan kejelasan atas mekanisme
penerapan kode etik pasar, keanggotaan pada asosiasi profesi tresuri, pelaksanaan sertifikasi
tresuri sesuai bentuk Pelaku Pasar dan jenjang jabatannya, kriteria Lembaga Sertifikasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 /
18
Profesi yang diakui oleh Bank Indonesia, serta kewajiban pelaporan oleh Pelaku Pasar dan
Lembaga Sertifikasi Profesi.

Adapun ringkasan pengaturan sebagai berikut:


1. Kode etik pasar yang menjadi pedoman Direksi dan Pegawai Pelaku Pasar mengacu
pada kode etik yang diterbitkan oleh asosiasi/komite di industri jasa keuangan, baik
yang konvensional maupun syariah. Kode etik tersebut harus dipahami dan diterapkan
Direksi dan Pegawai Pelaku Pasar dengan kewajiban Pelaku Pasar memiliki prosedur
internal yang memuat kode etik pasar.
2. Keharusan Pelaku Pasar memastikan Direksi dan Pegawainya menjadi anggota
asosiasi profesi sesuai prinsip usahanya, konvensional atau syariah.
3. Pengaturan mengenai masa berlaku, perpanjangan, kesuaian tingkatan dengan jenjang
jabatan, dan pemeliharaan dari Sertifikat Tresuri.
4. Pengaturan dan persyaratan perangkat organisasi, Skema Sertifikasi yang harus
dimiliki, dan penatausahan Sertifikat Tresuri oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang
diakui Bank Indonesia.
5. Penyampaian pelaporan oleh Pelaku Pasar dan Lembaga Sertifikasi Profesi ke Bank
Indonesia.
6. Tata cara pengenaan sanksi bagi Pelaku Pasar dan Lembaga Sertifikasi Profesi.

10. Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang


Dalam mendorong peningkatan efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas sistem keuangan
diperlukan pasar uang yang likuid, dalam, dan efisien. Pengembangan pasar dapat dilakukan
salah satunya melalui pengembangan instrumen pasar uang yang diharapkan meningkatkan
variasi instrumen bagi pelaku pasar. Salah satu alternatif instrumen pasar uang yang dapat
dikembangkan adalah instrumen Sertifikat Deposito.
Pada bulan Maret 2017, Bank Indonesia telah menerbitkan PBI Nomor 19/2/PBI/2017
tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang. Bank Indonesia selaku otoritas di pasar
uang berperan dalam mengatur, memberikan perizinan, mengembangkan dan mengawasi
instrumen Pasar Uang, termasuk Sertifikat Deposito yang ditransaksikan di Pasar Uang.
Selanjutnya, PBI Transaksi Sertifikat Deposito diharapkan dapat memberikan landasan
hukum bagi pelaku pasar dalam melakukan transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang.
Dalam rangka implementasi ketentuan tersebut, Bank Indonesia menetapkan peraturan
pelaksanaan dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia sebagai pedoman

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
18
pelaksanaan bagi penerbit dan pelaku pasar dalam transaksi Sertifikat Deposito di Pasar
Uang, yang terdiri dari aspek perizinan, pelaporan, dan pengawasan.

Adapun materi pengaturan sebagai berikut:


a. Tata cara pengajuan Permohonan Izin bagi Bank, Perusahaan Efek, dan Perusahaan
Pialang:
1) sebagai Penerbit Sertifikat Deposito yang ditransaksikan di Pasar Uang;
2) sebagai Perantara Transaksi Sertifikat Deposito; dan
3) sebagai Kustodian Sertifikat Deposito yang ditransaksikan di Pasar Uang.
b. Pemrosesan Permohonan Izin:
1) Bank Indonesia memberikan izin atau menolak permohonan izin secara tertulis
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen
pendukung sesuai yang dipersyaratkan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia melakukan penelitian administratif terhadap kesesuaian dokumen
yang diajukan sebagaimana kriteria yang ditetapkan di dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang beserta peraturan
pelaksanaannya.
3) Bank Indonesia dapat melakukan klarifikasi lanjutan dalam bentuk:
a. pertemuan tatap muka dengan pihak yang mengajukan izin untuk melakukan
verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan; dan/atau
b. meminta informasi kepada otoritas yang berwenang.
4) Berdasarkan hasil penelitian administratif dokumen, Bank Indonesia memutuskan
untuk memberikan izin atau menolak permohonan.
c. Keterbukaan Informasi
Bank yang menerbitkan Sertifikat Deposito yang ditransaksikan di Pasar Uang harus
mencantumkan pernyataan “dapat ditransaksikan di Pasar Uang” dalam halaman
depan dokumen informasi penawaran kepada investor.
d. Pelaporan : Bank, Perusahaan Efek, dan Perusahaan Pialang wajib menyampaikan
laporan kepada Bank Indonesia.
e. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Bank, Perusahaan Efek, Perusahaan
Pialang, dan LPP yang terkait dengan penerbitan dan transaksi Sertifikat Deposito
yang ditransaksikan di Pasar Uang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 /
18
2) Pengawasan yang dilakukan meliputi pengawasan tidak
langsung; dan/ataupemeriksaan.
3) Dalam melakukan pengawasan, Bank Indonesia dapat berkoordinasi dengan otoritas
lain yang berwenang.

11. Strategi Nasional Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan 2018 – 2024
Pasar keuangan memiliki peran strategis sebagai sumber pendanaan kegiatan ekonomi,
media transmisi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, hingga stabilitas sistem keuangan.
Sejumlah penelitian telah menegaskan bahwa fenomena pasar keuangan yang dalam dapat
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi. Berbagai terobosan dalam mendukung pasar
keuangan juga semakin mendesak untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang
menjadi prasyarat pertumbuhan ekonomi berkesinambungan. Setidaknya 49,98% dana dari
pasar keuangan ditargetkan menjadi salah satu penunjang pembangunan infrastruktur pada
2020-2024.
Inisiatif-inisiatif strategis pengembangan pasar keuangan Indonesia di masa yang akan
datang harus mampu mendorong pencapaian karakteristik sebagai pasar keuangan yang dalam
dan mampu bersaing di tingkat global. Karakteristik tersebut antara lain: pertama, mampu
menyediakan alternatif sumber pembiayaan dan investasi bagi pelaku ekonomi; kedua,
mampu memfasilitasi kebutuhan mitigasi risiko bagi para pelaku pasar; ketiga, mampu
mendorong efisiensi transaksi di pasar keuangan melalui penyempurnaan kualitas
infrastruktur pasar keuangan.
Akselerasi pengembangan dan pendalaman pasar keuangan hanya mampu dicapai
melalui penguatan koordinasi antar otoritas dan lembaga terkait di pasar keuangan. Otoritas
pasar keuangan Indonesia perlu menyusun dan menyepakati sebuah strategi nasional sebagai
acuan sekaligus komitmen bagi semua pemangku kepentingan dalam upaya pengembangan
dan pendalaman pasar keuangan Indonesia. Dalam hal ini, Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk Forum Koordinasi
Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FK-PPPK).
Salah satu mandat yang diberikan kepada FK-PPPK adalah menyusun Strategi Nasional
Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan (SN-PPPK). SN-PPPK merupakan single
policy framework yang komprehensif dan terukur yang diarahkan untuk merealisasikan visi
menciptakan pasar keuangan yang dalam, likuid, efisien, inklusif, dan aman. FK-PPPK
mengembangkan kerangka (framework) dengan menggunakan pendekatan top down yang
mencakup tiga pilar utama. Ketiga pilar tersebut adalah (1) sumber pembiayaan ekonomi dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
18
pengelolaan risiko, (2) pengembangan infrastruktur pasar, serta (3) koordinasi kebijakan,
harmonisasi ketentuan, dan edukasi.
Ketiga pilar tersebut dielaborasi ke dalam tujuh elemen pengembangan yang akan
diimplementasikan pada tujuh pasar keuangan, yakni pasar obligasi pemerintah, pasar obligasi
korporasi, pasar uang, pasar valas, pasar saham, pasar structured product, dan pasar keuangan
syariah.

12. Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata


Implementasi Giro Wajib Minimum (GWM) Rata-rata merupakan kelanjutan dari
rangkaian reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang ditempuh Bank
Indonesia sejak 2016. GWM rata-rata merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
yang ditujukan untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan,
mendorong fungsi intermediasi perbankan, dan mendukung upaya pendalaman pasar
keuangan. Berbagai sasaran ini pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas transmisi
kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas perekonomian.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 /
18
A. Latihan

1. Strategi Pengembangan dan Pendalaman Pasar Keuangan yang dilakukan Bank


Indonesia diantaranya, kecuali:
a. Mengubah sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko ke arah swastanisasi
b. Melakukan pengembangan infrastruktur pasar
c. Melakukan koordinasi kebijakan, harmonisasi ketentuan, dan edukasi.

2. Upaya yang dilakukan Bank Indonesia dalam membangun infrastruktur pasar keuangan
di Indonesia diantaranya :
a. Tidak mengkategorikan Trade Repository sebagai systemically important FMI
b. Memasukkan sistem perdagangan (trading system) dalam pasar surat berharga
pemerintah sebagai designated FMI
c. Sistem pembayaran dan sistem setelmen dan penatausahaan obligasi negara dimiliki,
dioperasikan, dan diawasi oleh Bank Sentral.

3. Yang tidak termasuk dalam Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar
Keuangan (FK-PPPK):
a. Presiden
b. Menteri Keuangan
c. OJK

4. Kebijakan nilai tukar dilakukan Bank Indonesia dalam rangka mengurangi gejolak yang
muncul dari ketidakseimbangan permintaan dan penawaran di pasar valuta asing (valas):
a. melalui intervensi jual di pasar valas yang disertai dengan pembelian Surat Berharga
Negara (SBN) di pasar sekunder.
b. melalui intervensi beli di pasar valas yang disertai dengan pembelian Surat Berharga
Negara (SBN) di pasar sekunder.
c. melalui intervensi jual di pasar valas yang disertai dengan penjualn Surat Berharga
Negara (SBN) di pasar sekunder.

5. Yang bukan elemen pengembangan dalam pasar keuangan adalah:


a. pasar obligasi korporasi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 /
18
b. pasar komoditas
c. pasar valas

Kunci Jawaban
1. A
2. C
3. A
4. A
5. B

Daftar Pustaka

1. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit Raja Grafindo Persada,
2014
2. Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi Kedua, Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2012.
3. Frank J. Fabossi, Franco Modiglani, Michael G. Ferri, Pasar & Lembaga
Keuangan, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat – Prentice Hall, 2013.
4. Buletin Ekonomi dan Moneter dan Perbankan. Bank Indonesia.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 /
18

Anda mungkin juga menyukai