Anda di halaman 1dari 5

Tujuan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang ( free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Apa itu ITF I Mengapa ITF? I Bagaimana ITF diterapkan?

Dengan kerangka ini, Bank Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi output dan inflasi. Mengapa ITF? I Bagaimana ITF diterapkan?

Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar ( crawling band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor) baru dalam rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik. Mengapa kebijakan moneter memerlukan jangkar nominal? Karena tanpa adanya jangkar nominal, tidak ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat tidak memiliki pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi. Ibarat kapal yang mengapung di lautan tanpa kejelasan kearah mana kapal dilabuhkan. Sebaliknya, dengan adanya jangkar nominal masyarakat akan membuat ekspektasi inflasi yang diperlukan dalam kalkulasi usahanya sesuai dengan jangkar nominal tersebut. Dengan mengumumkan sasaran inflasi dan Bank Indonesia secara konsisten dapat mencapainya akan meningkatkan kredibilitas kebijaan moneter yang pada gilirannya ekspektasi inflasi masyarakat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan BI.

Ada sejumlah alasan mengapa menggunakan jangkar nominal dengan ITF.

ITF lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan sasaran inflasi secara eksplisit masyarakat akan memahami arah inflasi. Sebaliknya dengan sasaran base money, apalagi jika hubungannya dengan inflasi tidak jelas, masyarakat lebih sulit mengetahui arah inflasi kedepan. ITF yang memfokuskan pada inflasi sebagai prioritas kebijakan moneter sesuai dengan mandat yang diberikan kepada Bank Indonesia. ITF bersifat forward looking sesuai dengan dampak kebijakan pada inflasi yang memerlukan time lag. ITF meningkatkan trasparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter mendorong kredibilitas kebijakan moneter. Aspek transparansi dan akuntabilitas serta kejelasan akan tujuan ini merupakan aspekaspek good governance dari sebuah bank yang telah diberikan independensi. ITF tidak memerlukan asumsi kestabilan hubungan antara uang beredar, output dan inflasi. Sebaliknya, ITF merupakan pendekatan yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah variabel informasi tentang kondisi perekonomian.

Bagaimana ITF diterapkan? Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode tertentu. Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter. Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap kondisi inflasi dan outlook ke depan serta keputusan yang diambil. Jika sasaran inflasi tidak tercapai maka diperlukan penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengembalikan inflasi sesuai dengan sasarannya.

Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia Kerangka Operasi Moneter I
Proses Operasi Moneter

Penyempurnaan Operasi Moneter

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate). Dalam tataran operasional, BI Rate tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek yang merupakan sasaran operasional kebijakan moneter. Sejak 9 Juni 2008, BI menggunakan suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB)1 overnight (o/n) sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Agar pergerakan suku bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI Rate), Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui pelaksanaan operasi moneter (OM). Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka mengurangi (smoothing) volatilitas

suku bunga PUAB o/n. Sementara instrumen Standing Facilities merupakan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia, sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank. Grafik Kerangka Operasional Kebijakan Moneter

Keterangan : PUAB atau Pasar Uang Antar Bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu Bank dengan Bank Lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan melalui mekanisme over the counter (OTC) yaitu terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemilik dana yang dilakukan tidak melalui lantai bursa. Transaksi PUAB dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun, namun pada praktiknya mayoritas transaksi PUAB berjangka waktu kurang dari 3 bulan.
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong perkembangan pasar uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010. Penyempurnaan operasi moneter tersebut dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang. Secara umum, pasar uang domestik berada pada kondisi ekses likuiditas yang bersifat permanen/struktural yang ditunjukkan dengan meningkatnya posisi Operasi Moneter dari waktu ke waktu. Kondisi ekses likuiditas menyebabkan secara harian penawaran (supply) likuiditas umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat permintaannya (demand). Hal tersebut mendorong suku bunga pasar uang jangka pendek, dalam hal ini suku bunga PUAB o/n, berada di level yang rendah. Di sisi lain, sebagai sasaran operasional kebijakan moneter, Bank Indonesia menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek tersebut tidak terlalu melebar dari suku bunga kebijakan (BI Rate) untuk mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan kondisi supply likuiditas harian di pasar uang yang masih tinggi, dan untuk menjaga agar suku bunga pasar uang jangka pendek bergerak tidak terlalu jauh dari BI Rate, maka Bank Indonesia akan melakukan operasi pasar terbuka dengan berbagai variasi tenor.

1. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank Indonesia Dalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia memperpanjang profil jatuh waktu Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Perubahan tersebut dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI. dengan tenor yang lebih panjang. Pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang. Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI dengan tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter yang lebih efektif. Penyempurnaan operasi moneter diimplementasikan mulai Juni 2010, dengan masa transisi selama 3 (tiga) bulan mulai 10 Maret 2010. Pada masa transisi, BI mengatur tenor penyerapan likuiditas sehingga jatuh waktunya dapat disesuaikan pada minggu kedua setiap bulannya. Pada masa transisi tersebut lelang SBI dapat memiliki tenor di luar kebiasaan dan target indikatif yang lebih besar dari biasanya. Secara bertahap lelang SBI yang masih dilaksanakan mingguan akan menjadi dwi-mingguan dan kemudian bulanan. Pada masa transisi, upaya penyerapan ekses likuiditas sudah mulai diarahkan ke SBI 3 dan 6 bulan. Untuk memudahkan pelaku pasar uang dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI menetapkan kalender lelang SBI. Dalam rangka menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti Term Deposit, Standing Facility, Repo dan Reverse Repo. Dengan demikian, tidak ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. Sementara itu, pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek. Penjelasan resmi mengenai hal ini dapat dilihat dalam Siaran Pers No.12/12/PSHM/Humas tanggal 5 Maret 2010 Dokumen terkait: a. FAQ - Penyempurnaan Operasi Moneter: Perpanjangan Profil Jatuh Waktu SBI. b. Sosialisasi Penyempurnaan Operasi Moneter: Perpanjangan Profil Jatuh Waktu SBI. c. Jadwal lelang SBI dan SBIS periode bulan Maret Juni 2010 (updated) Kembali keatas 2. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan Untuk merespon dan mengantisipasi berbagai dinamika pasar keuangan domestik maupun global, Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, memperkuat stabilitas sistem keuangan, serta mendorong pendalaman pasar keuangan, pada Selasa, 15 Juni 2010, di Jakarta. Kebijakan ini bukan merupakan kontrol devisa dan tetap dalam koridor sistem devisa bebas yang secara konsisten dianut Indonesia selama ini. Pada gilirannya kebijakan tersebut juga akan mendukung kesinambungan stabilitas makro ekonomi dan memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Paket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni 2010. Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); diimplementasikan mulai 7 Juli 2010. Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit; berlaku mulai 7 Juli 2010. Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1 Juli 2010. Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan) Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN);

Sebagai tindak lanjut dari beberapa penyempurnaan Operasi Moneter dimaksud, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan pelaksanaanya (Surat Edaran Bank Indonesia), yaitu PBI No. 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter, SE BI No. 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dan SE BI No. 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka

Anda mungkin juga menyukai