Tujuan
Tujuan dari paper ini adalah untuk mengetahui dampak kebijakan penaikan suku
bunga Bank Indonesia terhadap masyarakat.
KAJIAN TEORI
Teori BI Rate
Sebagaimana yang disebutkan dalam Inflation Targeting Framework bahwa BI
Rate merupakan suku bunga acuan Bank Indonesia dan merupakan sinyal (stance)
dari kebijakan moneter Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia BI Rate dapat
didefinisikan sebagai suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik. Dari pengertian tersebut terlihat jelas bahwa BI Rate berfungsi sebagai sinyal
dari kebijakan moneter Bank Indonesia, dengan demikian dapat diambil kesimpulan
bahwa respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak
berubahnya BI Rate tersebut.
Sedangkan dalam buku yang berjudul Manajemen Lembaga Keuangan
Kebijakan moneter dan Perbankan menyebutkan bahwa “BI Rate adalah suku bunga
dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk
jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter”
(Siamat, 2005, hal. 140) . Dari pengertian yang dikeluarkan oleh Dahlan Siamat
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Bi Rate digunakan sebagai acuan dalam
operasi moneter untuk mengarahkan agar rata-rata tertimbang suku bunga SBI-1
bulan hasil lelang OPT (Operasi Pasar Terbuka) berada disekitar BI Rate. Selanjutnya
suku bunga SBI-1 bulan tersebut diharapkan akan mempengaruhi suku bunga pasar
uang antar Bank (PUAB), suku bunga deposito dan kredit serta suku bunga jangka
waktu yang lebih panjang (www.bi.go.id).
4. Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat
dilakukan dalam RDG bulanan (Bank Indonesia dalam Inflation Targeting
Framework).
Selain itu yang menjadi pertimbangan dalam penetapan respon kebijakan tersebut
adalah:
1. BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar
dapat tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate
dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya dipandang
telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral
dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan
kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu stabilitas ekonomi makro yang antara
lain dicerminkan oleh stabilitas harga (laju inflasi) dan pertumbuhan ekonomi (Warjiyo
2003). Selain itu kebijakan moneter juga dapat diartikan sebagai proses mengatur
persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan
inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera.
Kebijakan moneter ditetapkan oleh otoritas moneter yang dalam hal ini adalah
bank sentral yaitu dengan cara mengubah besaran moneter dan suku bunga serta
pelaksanaannya dilakukan oleh otoritas moneter dan lembaga keuangan (Sudirman
2011). Di Indonesia, satu-satunya lembaga keuangan milik pemerintah yang
bertanggung jawab dalam hal pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga-
lembaga keuangan lainnya adalah bank sentral. Pengaturan dan pengawasan ini
dilakukan bank sentral sebagai jalan untuk menciptakan alam perekonomian yang
stabil melalui perlindungan kegiatan lembaga-lembaga keuangan tersebut.
Di Indonesia, yang mendapat tanggung jawab sebagai bank sentral adalah
Bank Indonesia sebagaimana amanat Pasal 23D Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral, mempunyai tujuan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Demi mewujudkan tujuannya tersebut, Bank
Indonesia memiliki tugas sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 8 Undang-
Undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999, yaitu sebagai berikut: a. Menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter; b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran; c. Mengatur dan mengawasi bank (Muchda et al. 2014, 76).
Tujuan kebijakan moneter Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3
Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Melalui Bank Indonesia yang
memiliki kebijakan dalam mengontrol suku bunga, diharapkan dapat menciptakan
stabilisasi nilai rupiah. Hal ini karena, perubahan tingkat suku bunga akan memberikan
pengaruh terhadap aliran dana suatu negara sehingga akan memengaruhi pula
permintaan maupun penawaran nilai tukar mata uang. Kestabilan rupiah yang
dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah
kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan
laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar
rupiah terhadap mata uang negara lain (BI 2020a).
PEMBAHASAN
KEPUTUSAN BI MENAIKKAN SUKU BUNGA
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022
memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25
bps menjadi 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan
suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Keputusan kenaikan suku
bunga yang lebih terukur tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded,
pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan
ekspektasi inflasi dan inflasi sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1%.
Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat untuk mengendalikan inflasi
barang impor (imported inflation) di samping untuk memitigasi dampak rambatan dari
masih kuatnya dolar AS dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Menegaskan arah bauran kebijakan Bank Indonesia tahun 2023 sebagaimana
disampaikan dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2022 tanggal 30
November 2022, kebijakan moneter tahun 2023 akan tetap difokuskan untuk menjaga
stabilitas (“pro-stability") sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem
pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program ekonomi dan keuangan inklusif
dan hijau terus diarahkan untuk mendorong pertumbuhan (“pro-growth").
Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran
kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi sebagai
berikut:
1. Memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang
sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut di atas;
2. Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian
inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan
transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta
pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
3. Melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat
transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi
masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilisasi nilai tukar
Rupiah;
4. Menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong
penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya dari ekspor Sumber Daya
Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat
stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional.
Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif
berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian
insentif kepada bank;
5. Memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, inklusif, dan
berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan,
khususnya kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, Kredit Usaha Rakyat
(KUR), dan kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan
perekonomian melalui penyempurnaan ketentuan insentif GWM, berlaku sejak 1
April 2023, mencakup: (Lampiran 1)
a. Reklasifikasi 46 subsektor prioritas 3 (tiga) kelompok sektor usaha yaitu
kelompok yang berdaya tahan (Resilience), kelompok penggerak
pertumbuhan (Growth Driver), dan kelompok penopang pemulihan (Slow
Starter), sesuai kondisi terkini dengan mempertahankan threshold
pertumbuhan kredit/pembiayaan yang mendapatkan insentif untuk Slow
Starter tetap minimal 1%, serta meningkatkan threshold untuk kelompok
Resilience dan Growth Driver dari semula minimal 1% menjadi masing-
masing minimal 5% dan 3%.
b. Peningkatan dua kali lipat besaran insentif GWM kepada bank penyalur KUR
dan kredit UMKM menjadi paling besar 1% disertai dengan penambahan
kelompok bank berdasarkan pencapaian Rasio Pembiayaan Inklusif
Makroprudensial (RPIM), yaitu di atas 30% - 50%, dan di atas 50%.
c. Pemberian insentif terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau yaitu
kredit/pembiayaan properti dan/atau kendaraan bermotor berwawasan
lingkungan paling besar 0,3%.
d. Peningkatan besaran total insentif GWM yang dapat diterima bank dari
sebelumnya paling besar 200bps menjadi paling besar 280bps.
6. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan
fokus pada respons suku bunga perbankan terhadap suku bunga kebijakan
(Lampiran 2);
7. Memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi dalam
rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan:
a. Melanjutkan kebijakan kartu kredit dengan:
Mempertahankan batas maksimum suku bunga kartu kredit 1,75% per
bulan.
Memperpanjang masa berlaku kebijakan batas minimum pembayaran
oleh pemegang kartu kredit 5% dari total tagihan dari semula 31
Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023.
Memperpanjang masa berlaku kebijakan nilai denda keterlambatan
pembayaran kartu kredit sebesar 1% atau maksimal Rp100.000,00 dari
semula 31 Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023.
b. Memperpanjang masa berlaku Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk
merchant kategori Usaha Mikro (UMI) sebesar 0% dari semula 31 Desember
2022 menjadi 30 Juni 2023.
c. Melanjutkan masa berlaku kebijakan tarif SKNBI sebesar Rp1 dari Bank
Indonesia ke bank dan maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah dari
semula 31 Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023.
8. Menempuh langkah strategis untuk memastikan kelancaran sistem pembayaran
nasional mengantisipasi Natal dan Tahun Baru dengan:
a. Memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Menjaga keberlangsungan operasional sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan industri sistem pembayaran.
9. Memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara
mitra lainnya, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan
di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait. Selain itu, Bank Indonesia
berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyukseskan
Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan.
Kesimpulan
Bank Indonesia pada 21-22 Desember 2022 memutuskan untuk menaikkan BI
7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,50%, suku bunga
Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur
tersebut sebagai langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward
looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi
sehingga inflasi inti tetap terjaga dalam kisaran 3,0±1%.
Penetapan suku bunga acuan dilakukan BI guna mengelola likuiditas atau
peredaran uang di dalam dan luar negeri. Hal ini bisa menekan inflasi. Dalam teori
ekonomi, jumlah uang beredar akan mempengaruhi inflasi. Semakin banyak uang
yang beredar, maka inflasi semakin tinggi. Sebaliknya, ketika jumlah uang yang
beredar menurun, maka tingkat inflasi juga akan turun.
Saran
Kebijakan Bank Indonesia harus terus diarahkan sebagai bagian dari bauran
kebijakan nasional untuk memperkuat ketahanan, pemulihan, dan kebangkitan
perekonomian Indonesia di tengah kondisi ekonomi global yang akan melambat dan
risiko terjadinya resesi.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Eka Mulia Nurul Al. 2020. Kebijakan Pemerintah Mempertahankan BI 7-Day
Reverse Repo Rate Sebesar 4,50%.IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita,
9(2),125-135. https://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/
article/dowbload/238/239/, diakses 27 Desember 2022
Anggraeni, Wulan. 2015. Prediksi Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia (BI Rate)
Berdasarkan Data Fuzzy Time Series. Journal of Applied Business and
Economics 2(1).
Bank Indonesia. 2020b. BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 4,00%: Bersinergi
Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional 2020. Jakarta, Indonesia.
Budi, Johan. 2022. Dampak Kenaikan Suku Bunga Bank Indonesia terhadap
Masyarakat.
https://www.sobatpajak.com/article/63060068dc605704039a8e7d/Dampak
%20Kenaikan%20Suku%20Bunga%20Bank%20Indonesia%terhadap
%20Masyarakat, diakses 27 Desember 2022
Haryono, Erwin. 2022. BI 7-Day Reverse Repo Rate Naik 50 BPS menjadi 5,25%:
Sinergi menjaga Satabilitas dan Momentum Pemulihan. Bank Indonesia.
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2431322.a
spx, diakses 27 Desember 2022
Laucereno, Sylke Febrina. 2022. Kenapa sih suku bunga acuan BI harus banget naik
lagi?. https://finance.detik.com/moneter/d-6411527/kenapa-sih-suku-bunga-
acuan-bi-harus-banget-naik-lagi, diakses 27 Deseber 2022
Yesika, Dwi Utami dan Sukamto. 2020. Pengaruh Kenaikan Suku Bunga BI dan Inflasi
Terhadap Kinerja Keuangan bank Syariah. Jurnal Pendidikan Islam 2(2).
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/mualim, diakses 27 Desember 2022