Abstract
This study aims to determine the policy of Indonesian banks to maintain the
stability of the rupiah exchange rate in the monetary sector. The data collection
technique in this study used indirect observation by opening and downloading the Bank
Indonesia website to retrieve the object under study. Based on the results of the
research and analysis conducted, it shows that Bank Indonesia's policies in
maintaining the stability of the rupiah exchange rate through monetary policy can work
well. This can be seen from the condition of the rupiah exchange rate which is stable
from year to year and is not under high pressure.
Keywords: Monetary Policy, Bank Indonesia, BI-7 Day, Rupiah Exchange Rate,
Monetary Policy Strategic
Kata kunci : Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, BI-7 Day, Nilai Tukar Rupiah,
Strategi Kebijakan Moneter
1
PENDAHULUAN
2
Kurs rupiah semakin menguat hingga batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di
pasar uang semakin menunjukkan perbaikan (Riziqyani, A.,dkk, 2018).
Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti Rupiah
terhadap Dolar AS) memberikan efek yang negatif terhadap pasar ekuitas sebab
menjadikan pasar ekuitas tak mempunyai daya tarik. Pengamatan nilai mata uang
atau kurs sangat penting dilakukan mengingat nilai tukar mata uang sangat berperan
dalam pembentukan laba bagi perusahaan (Bahar, 2022). Adapun data perkembangan
nilai tukar di Indonesia:
15.731
14.481 14.105 14.269
13.901
Berdasarkan peran serta fungsi dari Bank Indonesia, kinerja Bank Indonesia
sangat dituntut untuk bisa menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan
instrumen-instrumen moneter, tapi juga harus melakukan perbaikan pada sektor riil,
yaitu dengan sasaran utamanya yaitu meminimalkan kendala-kendala struktural yang
terdapat dalam Perekonomian nasional. Kenapa menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah
itu penting? Karena untuk menjaga inflasi agar terkendali dan untuk menjaga jumlah
uang yang beredar.
3
Ada tiga alternatif yang dipilih dalam penerapan strategi, yaitu menetapkan nilai
mata uang domestik terhadap harga komoditas tertentu yang diakui secara
internasional (standar emas), menetapkan nilai mata uang domestik terhadap mata
uang negara-negara industri yang tingkat inflasinya rendah, menyesuaikan nilai mata
uang domestik terhadap mata uang negara asing tertentu ketika perubahan nilai mata
uang diperkenankan sejalan dengan perbedaan laju inflasi diantara kedua negara.
(Warjiyo, 2004)
Ada beberapa kelebihan penargetan nilai tukar yakni, penargetan nilai tukar
dapat meredam inflasi yang bersumber dari perubahan harga barang-barang impor,
penargetan ini dapat mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi,
penargetan nilai tukar merupakan kerangka kebijakan moneter dengan pendekatan
rule sehingga dapat mendisiplinkan pelaksanaan kebijakan moneter, sangat jelas dan
sederhana sehingga mudah dipahami masyarakat.
METODE PENELITIAN
PEMBAHASAN
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam
bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit
perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga,
pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
4
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang
dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian
terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Instrumen Moneter
5
4. Pinjaman selektif (selective Loan)
Pinjaman selektif, merujuk pada praktik pemberian pinjaman oleh bank
sentral kepada lembaga keuangan tertentu atau sektor-sektor ekonomi tertentu
dalam rangka kebijakan moneternya. Pinjaman ini dapat diberikan dalam
bentuk kredit darurat, pinjaman jangka pendek, atau pinjaman dengan suku
bunga yang menguntungkan.
Tujuan dari pinjaman selektif adalah untuk mengatasi masalah likuiditas
atau krisis keuangan yang terjadi di sektor tertentu, sehingga dapat
mempertahankan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pinjaman
selektif juga dapat digunakan sebagai alat kebijakan moneternya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi atau memperkuat sektor-sektor yang
dianggap penting bagi perekonomian.
5. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya
seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau
agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah
uang beredar pada perekonomian.
Dari 5 Instrumen moneter tersebut menurut kami yang paling sering digunakan Bank
Indonesia untuk mengendalikan nilai tukar rupiah adalah Diskon Rate yang dalam hal
ini menggunakan metode BI 7 Saya Reverse Repo Rate.
BI Rate
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik (BI, 2015). Secara operasional, sikap kebijaksanaan moneter ini dicerminkan
oleh penetapan BI Rate yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga, pasar
uang, suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Dapat disimpulkan BI
Rate adalah bunga acuan. Artinya, Bank Indonesia menetapkan suku bunga itu
sebagai rujukan atau himbauan bahwa suku bunga ketetapan yang diberlakukan
sekarang kisaran berapa persen sehingga bank-bank akan melihat suku bunga acuan
tersebut dalam menentukan bunga deposito, kredit, tabungan, dan giro.
6
BI 7 Days Reverse Repo Rate adalah suku bunga acuan yang baru, dimana
memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya tradisional atau
diperdagangkan di pasar dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Ada beberapa
dampak utama yang diharapkan dari kebijakan perubahan BI 7 Days Reverse Repo
Rate sebagai bunga acuan utama di pasar keuangan. Kemudian meningkatnya
efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku
bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Serta, terbentuknya pasar uang antar
bank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan.
1. Transaksi Spot
Transaksi ini meliputi pertukaran segera dari sejumlah deposito atau simpanan
(biasanya dua hari).
2. Transaksi yang akan datang
Transaksi yang dilakukan untuk beberapa waktu yang akan datang, misalnya
satu atau dua bulan yang akan datang. (Mishkin, 2004)
Sistem nilai tukar mata uang ada campur tangan otoritas moneter dalam
mengendalikan dan atau menentukan nilai tukar pada tingkat tertentu sangat intens.
Kebebasan campur tangan moneter tersebut tidak dikaitkan dengan nilai tukar paritas.
7
Kurva permintaan terhadap dollar AS berasal dari para pembeli (importir)
Indonesia yang membeli produk barang dan jasa serta aset keuangan Amerika Serikat,
misalnya saham obligasi, sertifika deposito, termasuk aset riil seperti gedung kantor,
bank, pabrik dan tanah. Oleh karena importir Indonesia harus membayar barang-
barang dan jasa-jasa Amerika Serikat tersebut dengan Dolar AS, maka terjadilah
permintaan (kebutuhan) akan dolar AS dan untuk alasan itu importir Indonesia harus
menjual rupiah. Kurva permintaan menurun ke kanan karena menurunnya nilai dolar
membuat barang dan jasa-jasa Amerika Serikat menjadi lebih murah, sehingga
mendorong pembelian. (Puspopranoto, 2004)
Sistem Devisa
8
yang bersangkutan ingin mengintegrasikan ekonominya dengan ekonomi global.
(Warjiyo, 2017)
Pada sistem devisa terkontrol, devisa pada dasarnya dimiliki oleh negara.
Karena itu, setiap perolehan devisa oleh masyarakat harus diserahkan kepada negara,
dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh izin dari negara. Pada sistem devisa
semi terkontrol, kewajiban penyerahan dan izin dari negara diterapkan untuk perolehan
dan penggunaan devisa-devisa tertentu, sementara jenis devisa lainnya dapat secara
bebas diperoleh dan dipergunakan. Pada sistem devisa bebas, masyarakat dapat
secara bebas memperoleh dan menggunakan devisa. (Warjiyo, 2017)
Kebijakan moneter ini akan difokuskan untuk menjaga stabilitas sekaligus untuk
memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi kebijakan di negara maju,
khususnya Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.
1. Memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar
yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar. (Syarifuddin,
2015)
2. Normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan
perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan
partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN, dengan masih
tingginya rasio alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga yang saat ini sebesar
35,12 persen.
3. Normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikan secara bertahap GWM
Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) saat
ini sebesar 3,5 persen manjadi sebagai berikut:
a. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,5 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 3,0 persen berlaku
mulai 1 Maret 2022.
b. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,5 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 3,5 persen berlaku
mulai Juni 2022.
c. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 5,0 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 4,0 persen berlaku
mulai September 2022.
9
4. Bank Indonesia memberikan jasa giro sebesar 1,5 persen kepada BUK, BUS,
dan UUS yang memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah secara rata-rata
sebagaimana tersebut pada butir kedua dan ketiga.
Pada tahun 2018, tekanan terhadap nilai tukar rupiah terbilang cukup tinggi dan
terjadi hampir dalam 1 periode. Hal tersebut, dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian
global, akibat kenaikan Federal Funds Rate (FFR) dan ketidak pastian pasar keuangan
global yang tinggi. Bank Indonesia kembali menetapkan BI7DRR untuk menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah pada tahun 2018.
19-Apr
27-Sep
15-Nov
20-Des
23-Okt
Januari
22-Mar
15-Agu
19-Jul
29-Jun
Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2018 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2018 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di
tahun 2018 belum mampu mengatasi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dilihat
dari kondisi Rupiah yang terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.15.277.
Pada tahun 2019, Rupiah mengalami kestabilan dan bahkan apresiasi dilihat
dari Rupiah yang bertahan di posisi kisaran Rp.14.072 dan menguat di akhir tahun di
posisi Rp.13.901. Hal tersebut terjadi berkat dorongan eksternal berupa aliran masuk
modal asing ke dalam Indonesia dan kondisi perekonomian domestik yang kondusif.
Serta, dorongan internal dari Bank Indonesia berupa kebijakan BI-7 Day Reverse Repo
Rate.
10
BI-7 Day 2019
6,50%
6,00% 6,00%6,00%6,00%
6,00%
6,00%
6,00%
5,50% 5,57%
5,50%
5,25%
5,00% 5,00%5,00% 5,00% BI-7 Day 2019
4,50%
Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2019 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2019 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan ,kebijakan B7DRR di
tahun 2019 mampu menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah di samping dorongan
eksternal dari modal asing, hal tersebut dilihat dari kondisi Rupiah yang stabil dan
mengalami apresiasi di posisi Rp.13.901.
2,00%
BI-7 Day 2020
0,00%
11
Berdasarkan kondisi nilai tukar rupiah dengan kebijakan BI-7 Day Reverse
Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2020 sebagai upaya
menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank Indonesia
dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di tahun 2020
belum mampu berjalan dengan baik pada bulan Maret hingga April, dilihat dari
kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melonjak tinggi akibat ketidakpastian
pasar global karena Pandemi covid-19.
Pada tahun 2021, dunia masih dilanda oleh covid-19, pada saat itu BI
melakukan intervensi pasar valuta asing dengan membeli rupiah di pasar untuk
menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. BI juga menggunakan cadangan devisa untuk
menstabilkan pasar valuta asing. Kebijakan Bank Indonesia berupa kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate.
Berdasarkan kondisi nilai tukar rupiah dengan kebijakan BI-7 Day Reverse
Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2021 sebagai upaya
menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank Indonesia
dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di tahun 2021
belum mampu berjalan dengan baik karena sudah tidak banyak aktivitas di pasar
keuangan, dilihat dari sebagian negara yang melakukan pembatasan aktivitas ekonomi
akibat covid 19 yang belum mereda. Hal ini bisa menjadi penekan nilai tukar rupiah
sebagai aset berisiko terhadap dolar AS.
12
Kebijakan moneter Bank Indonesia tahun 2022
Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2022 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2022 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di
tahun 2022 belum mampu mengatasi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dilihat
dari kondisi Rupiah yang terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.15.600.
Kebiijakan moneter yang efektif digunakan untuk stabilitas nilai kurs rupiah adalah:
13
diinginkan sehingga OPT dapat diandalkan untuk dapat mengendalikan jumlah
uang beredar. Dengan menyesuaikan likuiditas dalam sistem perbankan, bank
sentral mendorong terjadinya pergeseran dana (funds) secara berkala atau secara
bersiklus sehingga akan mempengaruhi suku bunga jangka pendek dan
perkembangan penawaran uang. Dalam operasinya, bank sentral membeli dan
menjual surat berharga pemerintah di pasar sekunder atau surat berharga bank
sentral dengan tujuan untuk mempengaruhi tingkat likuiditas yang ada pada sistem
moneter.
Secara umum, OPT dilakukan dengan cara menjual atau membeli surat
berharga dalam rupiah di pasar primer atau sekunder melalui mekanisme lelang
atau nonlelang. Surat berharga dalam rupiah ini meliputi SBI, Surat Utang Negara
(SUN), dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
Selain jual-beli surat berharga, OPT dapat juga dilakukan dengan instrumen lain,
berupa jual-beli valuta asing terhadap rupiah dan penyediaan fasilitas simpanan
bank sentral. Dengan demikian, kegiatan OPT dapat dilakukan melalui penerbitan
surat berharga Bank Indonesia (SBI), jual-beli surat berharga dalam rupiah,
penyediaan fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (intervensi
rupiah/FASBI), dan jual-beli valuta asing terhadap rupiah. Di antara beberapa
instrumen OPT tersebut, saat ini yang aktif digunakan adalah SBI, SWBI,
intervensi rupiah, dan FASBI. Dalam kaitan ini, baik SBI maupun intervensi rupiah
kontraksi pada dasarnya merupakan instrumen OPT yang bersifat kontraktif,
sementara SBI-Repo (repurchase agreement) dan intervensi rupiah ekspansi dan
FASBI bersifat ekspansif.
Rp1.000.000,00
Rp881.274,00
Rp900.000,00
Rp800.000,00 Rp742.927,00
Rp694.007,00
Rp700.000,00
Rp600.000,00
Rp500.000,00
Rp400.000,00 Rp298.179,00 Rp297.491,00
Rp300.000,00
Rp200.000,00
Rp100.000,00
Rp-
2018 2019 2020 2021 2022
Sumber: bi.go.id
14
2. Fasilitas Diskonto
Fasilitas Diskonto merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
yang dilakukan oleh Bank Sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI).
Dalam literatur kamus ekonomi, dijelaskan bahwa Discount Rate adalah suku
bunga yang harus dibayar bank-bank anggotanya jika meminjam uang dari bank
sentral. Bank sentral menggunakan fasilitas ini sebagai alat atau instrumen untuk
mengatur kondisi moneter suatu negara melalui pengaturan tingkat suku bunga
yang dibebankan kepada bank umum pada fasilitas lending ataupun keuntungan
bunga deposito pada fasilitas simpanan deposito.
BI menggunakan Standing Faciliies (Fasilitas Diskonto) sebagai instrumen
untuk mengatur moneter melalui pengaturan tingkat suku bunga yang dibebankan
dalam Standing Faciliies (Fasilitas Diskonto) tersebut. Prinsip umum Standing
Faciliies itu sendiri digunakan oleh BI untuk injeksi dan absorpsi likuiditas rupiah di
pasar uang serta menjadi acuan tertinggi dan terendah bagi pergerakan suku
bunga di pasar uang antar bank umum dengan jangka waktu satu hari kerja
(overnight). Kemudian, suku bunga tersebut disebut dengan BI 7-Day (Reverse)
Repo Rate (BI 7DRR). Melalui pengaturan tingkat suku bunga BI 7DRR akan
mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) yang
meliputi perkembangan suku bunga deposito dan kredit perbankan.
Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan di Indonesia
15
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arifin, S., & Mayasya, S. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dolar amerika serikat. Jurnal Ekonomi-Qu, 8(1).
Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro Edisi 4,
Yogyakarta: BPFE, 2001.
Goeltom, M. S., & Zulverdi, D. (1998). Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan
Permasalahannya. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1(2), 69-91.
Hakim, R., Ismail, M., & Hoetoro, A. (2013). Kredibilitas bank sentral dan persistensi
inflasi di Indonesia. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan), 17(2), 155-171.
Huda, Nurul, et. al., Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013.
Majardi, F. (2000). Dampak Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Laju Inflasi di
Indonesia. Gema Korps Bank Indonesia, 29.
16
Mishkin, F. S. (2008). Ekonomi uang, perbankan, dan pasar keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Septiawan, D. A., Hidayat, R. R., & Sulasmiyati, S. (2016). Pengaruh Harga Minyak
Dunia, Inflasi, dan Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)| Vol, 40(2).
Simorangkir, I. (2004). Sistem dan kebijakan nilai tukar. Seri Kebanksentralan, 12.
Wardhono, A., Indrawati, Y., Qoriah, C. G., & Nasir, M. A. (2019). Perilaku kebijakan
bank sentral di Indonesia. Pustaka Abadi.
Wardhono, A., Indrawati, Y., Qoriah, C. G., & Nasir, M. A. (2019). Perilaku kebijakan
bank sentral di Indonesia. Pustaka Abadi.
Warjiyo, P. (2017). Kebijakan moneter di indonesia (Vol. 6). Pusat Pendidikan Dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Zakaria, Junaiddin, Pengantar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Gaung Persada, 2009
17