Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KEBIJAKAN BANK INDONESIA MENJAGA STABILITAS NILAI

TUKAR RUPIAH DI BIDANG MONETER


1 2
Putri Rizki Amalia , Luthfiah Rachmawati
Ekonomi Syariah, IAIN Syekh Nurjati Cirebon
1 2
Email: putririzkiamalia43@gmail.com , luthfiahrachma29@mail.syekhnurjati.ac.id

Abstract

This study aims to determine the policy of Indonesian banks to maintain the
stability of the rupiah exchange rate in the monetary sector. The data collection
technique in this study used indirect observation by opening and downloading the Bank
Indonesia website to retrieve the object under study. Based on the results of the
research and analysis conducted, it shows that Bank Indonesia's policies in
maintaining the stability of the rupiah exchange rate through monetary policy can work
well. This can be seen from the condition of the rupiah exchange rate which is stable
from year to year and is not under high pressure.

Keywords: Monetary Policy, Bank Indonesia, BI-7 Day, Rupiah Exchange Rate,
Monetary Policy Strategic

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan bank Indonesia menjaga


stabilitas nilai tukar rupiah di bidang moneter. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan observasi tidak langsung yaitu dengan membuka dan
mendownload website Bank Indonesia untuk mengambil objek yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan menunjukan bahwa kebijakan
bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui kebijakan moneter
dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari kondisi nilai tukar rupiah yang
stabil dari tahun ke tahun dan tidak berada dalam tekanan yang tinggi.

Kata kunci : Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, BI-7 Day, Nilai Tukar Rupiah,
Strategi Kebijakan Moneter

1
PENDAHULUAN

Bank Indonesia merupakan Bank Sentral Republik Indonesia. Sebagai Bank


Sentral, Bank Indonesia memiliki satu tujuan, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung 2 aspek, yaitu stabilitas nilai mata
uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh 3 pilar yang merupakan tiga
bidang pekerjaannya. Tugas ketiga bidang tersebut yaitu mengatur dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur serta menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Dari ketiga bidang tugas Bank
Indonesia, kebijakan moneter yang efektif dan efisien bermuara pada terciptanya
stabilitas moneter menjadi titik berat untuk memelihara kestabilan nilai rupiah dalam
roda perekonomian nasional. Namun, hal penting yang perlu menjadi catatan ialah
tercapainya stabilitas sistem keuangan yang didukung dengan terjaganya kelancaran
sistem pembayaran di saat bersamaan juga sangat diperlukan dalam mewujudkan
stabilitas moneter. Oleh karena itu, ketiga bidang tugas Bank Indonesia tetap saling
memiliki keterkaitan dan tidak terpisahkan dengan satu tujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.

Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yg memiliki kewenangan


dalam mengeluarkan serta mengedarkan uang kepada masyarakat sebagai alat
pembayaran yg sah pada suatu negara. Dengan peran tersebut, Bank Indonesia
memiliki tujuan serta diberi tanggung jawab untuk mencapai dan memelihara stabilitas
nilai dari mata uang yang diedarkan tersebut. Terlebih di era modern saat ini dimana
uang sebagai fiat Money, dalam artian negara memberikan kewenangan pada Bank
Indonesia selaku Bank Sentral Republik Indonesia untuk mencetak serta mengedarkan
uang tersebut atas dasar kepercayaan. Atas hal tersebut, nilai stabilitas dari mata uang
tersebut adalah kewajiban mendasar bagi Bank Indonesia agar kepercayaan negara
dan masyarakat bisa terpelihara (Zaini D.Z, 2020).

Nilai tukar mencerminkan keseimbangan antara permintaan serta penawaran


terhadap mata uang asing ($) US ataupun mata uang dalam negeri. Merosotnya nilai
tukar rupiah mencerminkan menurunnya permintaan masyarakat internasional
terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau
karena Meningkatnya permintaan mata uang asing ($) Amerika Serikat oleh
masyarakat karena perannya sebagai alat pembayaran internasional. Kinerja uang
khususnya pasar luar negeri diukur melalui kurs rupiah, terutama mata uang Dolar AS.

2
Kurs rupiah semakin menguat hingga batas tertentu berarti menggambarkan kinerja di
pasar uang semakin menunjukkan perbaikan (Riziqyani, A.,dkk, 2018).

Melemahnya nilai tukar domestik terhadap mata uang asing (seperti Rupiah
terhadap Dolar AS) memberikan efek yang negatif terhadap pasar ekuitas sebab
menjadikan pasar ekuitas tak mempunyai daya tarik. Pengamatan nilai mata uang
atau kurs sangat penting dilakukan mengingat nilai tukar mata uang sangat berperan
dalam pembentukan laba bagi perusahaan (Bahar, 2022). Adapun data perkembangan
nilai tukar di Indonesia:

Nilai Tukar (Rp)


Nilai Tukar (Rp)

15.731
14.481 14.105 14.269
13.901

2018 2019 2020 2021 2022

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Berdasarkan peran serta fungsi dari Bank Indonesia, kinerja Bank Indonesia
sangat dituntut untuk bisa menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Upaya menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, tidak bisa dilakukan hanya dengan menggunakan
instrumen-instrumen moneter, tapi juga harus melakukan perbaikan pada sektor riil,
yaitu dengan sasaran utamanya yaitu meminimalkan kendala-kendala struktural yang
terdapat dalam Perekonomian nasional. Kenapa menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah
itu penting? Karena untuk menjaga inflasi agar terkendali dan untuk menjaga jumlah
uang yang beredar.

Penargetan nilai tukar (exchange rate targeting) mengacu pada keyakinan


bahwa nilai tukarlah yang paling berperan dalam pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter. Maka dari itu, bank sentral fokus pada upaya penargetan nilai tukar sebagai
sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Strategi ini
diterapkan di negara-negara yang perekonomiannya relatif kecil tapi relatif terbuka
seperti Singapura dan Belanda.

3
Ada tiga alternatif yang dipilih dalam penerapan strategi, yaitu menetapkan nilai
mata uang domestik terhadap harga komoditas tertentu yang diakui secara
internasional (standar emas), menetapkan nilai mata uang domestik terhadap mata
uang negara-negara industri yang tingkat inflasinya rendah, menyesuaikan nilai mata
uang domestik terhadap mata uang negara asing tertentu ketika perubahan nilai mata
uang diperkenankan sejalan dengan perbedaan laju inflasi diantara kedua negara.
(Warjiyo, 2004)

Ada beberapa kelebihan penargetan nilai tukar yakni, penargetan nilai tukar
dapat meredam inflasi yang bersumber dari perubahan harga barang-barang impor,
penargetan ini dapat mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap tingkat inflasi,
penargetan nilai tukar merupakan kerangka kebijakan moneter dengan pendekatan
rule sehingga dapat mendisiplinkan pelaksanaan kebijakan moneter, sangat jelas dan
sederhana sehingga mudah dipahami masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan-kebijakan Bank


Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan berbagai instrumen yang
mereka miliki

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berbentuk deskriptif.


Dengan data yang bersumber dari jurnal penelitian terdahulu, referensi artikel, dan
website resmi Bank Indonesia. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan statistik BI 7-Day (Reverse) Repo
Rate tahun 2018-2022.

PEMBAHASAN

Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam
bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit
perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga,
pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia. Kebijakan moneter pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)

4
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang
dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian
terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor
perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Instrumen Moneter

Untuk mencapai kebijakan moneter yang telah ditentukan, baik menambah


ataupun mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral dapat menggunakan berbagai
alat (instrumen) yang dikenal dengan instrument moneter. Di antara instrument
moneter adalah sebagai berikut.

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operasional)


Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar
dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government
securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan
membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang
beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah
kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah
SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan
atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Diskon Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan
memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-
kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank
sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan
tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi
membuat uang yang beredar berkurang.
3. Cadangan minimum (Reserve Requirement)
Cadangan minimum (reserve requirement) dalam instrumen moneter
merujuk pada jumlah dana minimum yang harus dipertahankan oleh bank
sentral sebagai persentase tertentu dari simpanan yang diterima oleh bank
komersial. Tujuan utama dari cadangan minimum adalah untuk menjaga
stabilitas sistem perbankan dan mempengaruhi tingkat kredit dan likuiditas di
pasar.

5
4. Pinjaman selektif (selective Loan)
Pinjaman selektif, merujuk pada praktik pemberian pinjaman oleh bank
sentral kepada lembaga keuangan tertentu atau sektor-sektor ekonomi tertentu
dalam rangka kebijakan moneternya. Pinjaman ini dapat diberikan dalam
bentuk kredit darurat, pinjaman jangka pendek, atau pinjaman dengan suku
bunga yang menguntungkan.
Tujuan dari pinjaman selektif adalah untuk mengatasi masalah likuiditas
atau krisis keuangan yang terjadi di sektor tertentu, sehingga dapat
mempertahankan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pinjaman
selektif juga dapat digunakan sebagai alat kebijakan moneternya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi atau memperkuat sektor-sektor yang
dianggap penting bagi perekonomian.
5. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang
beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya
seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam
mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau
agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah
uang beredar pada perekonomian.

Dari 5 Instrumen moneter tersebut menurut kami yang paling sering digunakan Bank
Indonesia untuk mengendalikan nilai tukar rupiah adalah Diskon Rate yang dalam hal
ini menggunakan metode BI 7 Saya Reverse Repo Rate.

BI Rate

BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada
publik (BI, 2015). Secara operasional, sikap kebijaksanaan moneter ini dicerminkan
oleh penetapan BI Rate yang diharapkan akan mempengaruhi suku bunga, pasar
uang, suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Dapat disimpulkan BI
Rate adalah bunga acuan. Artinya, Bank Indonesia menetapkan suku bunga itu
sebagai rujukan atau himbauan bahwa suku bunga ketetapan yang diberlakukan
sekarang kisaran berapa persen sehingga bank-bank akan melihat suku bunga acuan
tersebut dalam menentukan bunga deposito, kredit, tabungan, dan giro.

BI 7 Days Reverse Repo Rate

6
BI 7 Days Reverse Repo Rate adalah suku bunga acuan yang baru, dimana
memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya tradisional atau
diperdagangkan di pasar dan mendorong pendalaman pasar keuangan. Ada beberapa
dampak utama yang diharapkan dari kebijakan perubahan BI 7 Days Reverse Repo
Rate sebagai bunga acuan utama di pasar keuangan. Kemudian meningkatnya
efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku
bunga pasar uang dan suku bunga perbankan. Serta, terbentuknya pasar uang antar
bank (PUAB) untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan.

Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan BI 7 Days Reverse Repo Rate


sebagai pengganti BI Rate dengan tujuan untuk memperkuat efektivitas kebijakan
moneter. BI 7 Days Reverse Repo Rate dapat secara cepat mempengaruhi pasar
uang, perbankan, dan sektor riil. Sehingga, setiap terdapat perubahan kebijakan suku
bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia maka dampaknya terhadap suku bunga
perbankan baik deposito, tabungan, giro dan kredit dapat menjadi lebih cepat.

Nilai Tukar Mata Uang (Exchange Rate)

Setiap negara menerbitkan atau mengeluarkan (issues) dan menggunakan


mata uang sendiri. Contohnya Amerika menggunakan mata uang yang dinamakan
Dolar. Jika mata uang suatu negara nilainya meningkat, maka disebut apresiasi.
Sedangkan sebaliknya akan disebut depresiasi. (Mishkin, 2007)

Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan atau transaksi internasional


menggunakan suatu mata uang yang umum digunakan. Ada dua macam transaksi nilai
tukar, yaitu:

1. Transaksi Spot
Transaksi ini meliputi pertukaran segera dari sejumlah deposito atau simpanan
(biasanya dua hari).
2. Transaksi yang akan datang
Transaksi yang dilakukan untuk beberapa waktu yang akan datang, misalnya
satu atau dua bulan yang akan datang. (Mishkin, 2004)

Sistem nilai tukar mata uang ada campur tangan otoritas moneter dalam
mengendalikan dan atau menentukan nilai tukar pada tingkat tertentu sangat intens.
Kebebasan campur tangan moneter tersebut tidak dikaitkan dengan nilai tukar paritas.

7
Kurva permintaan terhadap dollar AS berasal dari para pembeli (importir)
Indonesia yang membeli produk barang dan jasa serta aset keuangan Amerika Serikat,
misalnya saham obligasi, sertifika deposito, termasuk aset riil seperti gedung kantor,
bank, pabrik dan tanah. Oleh karena importir Indonesia harus membayar barang-
barang dan jasa-jasa Amerika Serikat tersebut dengan Dolar AS, maka terjadilah
permintaan (kebutuhan) akan dolar AS dan untuk alasan itu importir Indonesia harus
menjual rupiah. Kurva permintaan menurun ke kanan karena menurunnya nilai dolar
membuat barang dan jasa-jasa Amerika Serikat menjadi lebih murah, sehingga
mendorong pembelian. (Puspopranoto, 2004)

Penentuan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS

Berdasarkan gambar di atas tampak bahwa nilai Rupiah dalam Dollar AS


terlukis pada sumbu vertikal yang mencerminkan harga Dollar AS. Sementara itu,
sumbu horizontal melukiskan jumlah Dollar AS per periode (Qs). Kurva permintaan dan
penawaran menunjukkan aliran Dollar AS yang ditawarkan dan diminta per periode
pada setiap kemungkinan nilai tukar. Nilai tukar di pasar dari dollar AS relatif terhadap
rupiah ditentukan oleh kekuatan dari permintaan dan penawaran. Nilai tukar
keseimbangan tersebut akan berubah setiap saat tergantung pada pergeseran dari
penawaran dan permintaan terhadap dollar.

Sistem Devisa

Devisa merupakan aset keuangan yang digunakan dalam transaksi


internasional. Penetapan sistem devisa pada suatu negara ditujukan untuk mengatur
pergerakan lalu lintas devisa antara penduduk dan bukan penduduk dari suatu negara
ke negara lain. Pada dasarnya ada tiga sistem devisa, yaitu: (i) sistem devisa
terkontrol, (ii) sistem devisa semi terkontrol, dan (iii) sistem devisa bebas. Pemilihan
sistem devisa mana yang dianut akan tergantung pada kondisi negara yang
bersangkutan, khususnya keterbukaan ekonominya dalam arti seberapa jauh negara

8
yang bersangkutan ingin mengintegrasikan ekonominya dengan ekonomi global.
(Warjiyo, 2017)

Pada sistem devisa terkontrol, devisa pada dasarnya dimiliki oleh negara.
Karena itu, setiap perolehan devisa oleh masyarakat harus diserahkan kepada negara,
dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh izin dari negara. Pada sistem devisa
semi terkontrol, kewajiban penyerahan dan izin dari negara diterapkan untuk perolehan
dan penggunaan devisa-devisa tertentu, sementara jenis devisa lainnya dapat secara
bebas diperoleh dan dipergunakan. Pada sistem devisa bebas, masyarakat dapat
secara bebas memperoleh dan menggunakan devisa. (Warjiyo, 2017)

Strategi Bank Indonesia Menggunakan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter ini akan difokuskan untuk menjaga stabilitas sekaligus untuk
memitigasi dampak rentetan global dari normalisasi kebijakan di negara maju,
khususnya Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.

1. Memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilitas nilai tukar
yang sejalan dengan fundamental ekonomi dan mekanisme pasar. (Syarifuddin,
2015)
2. Normalisasi kebijakan likuiditas dengan tetap memastikan kemampuan
perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan kepada dunia usaha dan
partisipasi dalam pembelian SBN untuk pembiayaan APBN, dengan masih
tingginya rasio alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga yang saat ini sebesar
35,12 persen.
3. Normalisasi kebijakan likuiditas dengan menaikan secara bertahap GWM
Rupiah untuk BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS (Unit Usaha Syariah) saat
ini sebesar 3,5 persen manjadi sebagai berikut:
a. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,5 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 3,0 persen berlaku
mulai 1 Maret 2022.
b. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 4,5 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 3,5 persen berlaku
mulai Juni 2022.
c. Kenaikan 50 bps, sehingga menjadi 5,0 persen dengan pemenuhan secara
harian sebesar 1,0 persen dan secara rata-rata sebesar 4,0 persen berlaku
mulai September 2022.

9
4. Bank Indonesia memberikan jasa giro sebesar 1,5 persen kepada BUK, BUS,
dan UUS yang memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah secara rata-rata
sebagaimana tersebut pada butir kedua dan ketiga.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA TAHUN 2018-2022

Kebijakan Moneter Bank Indonesia Tahun 2018

Pada tahun 2018, tekanan terhadap nilai tukar rupiah terbilang cukup tinggi dan
terjadi hampir dalam 1 periode. Hal tersebut, dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian
global, akibat kenaikan Federal Funds Rate (FFR) dan ketidak pastian pasar keuangan
global yang tinggi. Bank Indonesia kembali menetapkan BI7DRR untuk menjaga
stabilitas nilai tukar Rupiah pada tahun 2018.

BI-7 Day 2018


8,00%
6,00% 6,00%
6,00% 5,75%
5,75% 5,50% 5,25%
5,25% 4,25% 4,25%
4,75%
4,50% 4,25% 4,25%
4,00%
2,00% BI-7 Day 2018
0,00%
17-Mei
30-Mei
15-Feb

19-Apr

27-Sep

15-Nov
20-Des
23-Okt
Januari

22-Mar

15-Agu
19-Jul
29-Jun

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2018 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2018 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di
tahun 2018 belum mampu mengatasi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dilihat
dari kondisi Rupiah yang terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.15.277.

Kebijakan Moneter Bank Indonesia Tahun 2019

Pada tahun 2019, Rupiah mengalami kestabilan dan bahkan apresiasi dilihat
dari Rupiah yang bertahan di posisi kisaran Rp.14.072 dan menguat di akhir tahun di
posisi Rp.13.901. Hal tersebut terjadi berkat dorongan eksternal berupa aliran masuk
modal asing ke dalam Indonesia dan kondisi perekonomian domestik yang kondusif.
Serta, dorongan internal dari Bank Indonesia berupa kebijakan BI-7 Day Reverse Repo
Rate.

10
BI-7 Day 2019
6,50%
6,00% 6,00%6,00%6,00%
6,00%
6,00%
6,00%
5,50% 5,57%
5,50%
5,25%
5,00% 5,00%5,00% 5,00% BI-7 Day 2019
4,50%

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2019 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2019 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan ,kebijakan B7DRR di
tahun 2019 mampu menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah di samping dorongan
eksternal dari modal asing, hal tersebut dilihat dari kondisi Rupiah yang stabil dan
mengalami apresiasi di posisi Rp.13.901.

Kebijakan Moneter Bank Indonesia Tahun 2020

Pada tahun 2020, pandemi covid-19 mulai merebak di berbagai negara


termasuk Indonesia dan berdampak negatif pada pasar keuangan global. Investor
global menarik penempatan dananya di pasar keuangan negara berkembang dan
mengalihkan kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman. Dengan
adanya permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah menempuh berbagai kebijakan
yang sama setiap tahunnya dengan penurunan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse
Repo Rate diturunkan sebesar 25 basis poin.

BI-7 Day 2020


6,00%
5,00%4,75%4,50%4,50%4,50%
4,00% 4,25%4,00%4,00%4,00%4,00%3,75%3,75%

2,00%
BI-7 Day 2020
0,00%

Sumber : Bank Indonesia

11
Berdasarkan kondisi nilai tukar rupiah dengan kebijakan BI-7 Day Reverse
Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2020 sebagai upaya
menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank Indonesia
dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di tahun 2020
belum mampu berjalan dengan baik pada bulan Maret hingga April, dilihat dari
kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang melonjak tinggi akibat ketidakpastian
pasar global karena Pandemi covid-19.

Kebijakan Moneter Bank Indonesia Tahun 2021

Pada tahun 2021, dunia masih dilanda oleh covid-19, pada saat itu BI
melakukan intervensi pasar valuta asing dengan membeli rupiah di pasar untuk
menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil. BI juga menggunakan cadangan devisa untuk
menstabilkan pasar valuta asing. Kebijakan Bank Indonesia berupa kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate.

BI-7 Day 2021


3,80%
3,75%
3,70%
3,60%
3,50% 3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%
BI-7 Day 2021
3,40%
3,30%

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kondisi nilai tukar rupiah dengan kebijakan BI-7 Day Reverse
Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2021 sebagai upaya
menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank Indonesia
dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di tahun 2021
belum mampu berjalan dengan baik karena sudah tidak banyak aktivitas di pasar
keuangan, dilihat dari sebagian negara yang melakukan pembatasan aktivitas ekonomi
akibat covid 19 yang belum mereda. Hal ini bisa menjadi penekan nilai tukar rupiah
sebagai aset berisiko terhadap dolar AS.

12
Kebijakan moneter Bank Indonesia tahun 2022

Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia kembali


mengeluarkan kebijakan berupa kenaikan suku bunga acuan atau BI7DRR sebesar 50
basis poin (bps).

BI-7 Day 2022


6,00%
5,00% 5,25%5,50%
4,75%
4,00% 4,25%
3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,50%3,75%
3,00%
2,00% BI-7 Day 2022
1,00%
0,00%

Sumber : Bank Indonesia

Berdasarkan kondisi nilai tukar Rupiah tahun 2022 dengan kebijakan BI-7 Day
Reverse Repo Rate yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama tahun 2022 sebagai
upaya menstabilkan nilai tukar Rupiah, penulis menganalisa bahwa kinerja Bank
Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah dengan kebijakan B7DRR di
tahun 2022 belum mampu mengatasi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar dilihat
dari kondisi Rupiah yang terus mengalami kenaikan hingga mencapai Rp.15.600.

Kebijakan Moneter yang Efektif Digunakan Pada Tahun 2018-2022

Kebiijakan moneter yang efektif digunakan untuk stabilitas nilai kurs rupiah adalah:

1. Kebijakan Operasi Pasar Terbuka


Secara umum OPT diartikan sebagai pembelian atau penjualan surat
berharga oleh bank sentral baik pada pasar perdana maupun pasar sekunder
dengan tujuan mempengaruhi kondisi likuiditas pasar uang. OPT merupakan
instrumen yang paling banyak dipergunakan oleh otoritas moneter dalam
melaksanakan kebijakan moneter mengingat instrumen ini lebih berorientasi
pasar, keterlibatan peserta OPT tidak mengikat, arah kebijakannya mudah
ditangkap pasar, dan tidak membebankan pajak pada bank.
Selain itu, dengan menggunakan OPT, bank sentral dapat mengendalikan
frekuensi dilakukannya OPT dan menetapkan jumlah/kuantitas lelang yang

13
diinginkan sehingga OPT dapat diandalkan untuk dapat mengendalikan jumlah
uang beredar. Dengan menyesuaikan likuiditas dalam sistem perbankan, bank
sentral mendorong terjadinya pergeseran dana (funds) secara berkala atau secara
bersiklus sehingga akan mempengaruhi suku bunga jangka pendek dan
perkembangan penawaran uang. Dalam operasinya, bank sentral membeli dan
menjual surat berharga pemerintah di pasar sekunder atau surat berharga bank
sentral dengan tujuan untuk mempengaruhi tingkat likuiditas yang ada pada sistem
moneter.
Secara umum, OPT dilakukan dengan cara menjual atau membeli surat
berharga dalam rupiah di pasar primer atau sekunder melalui mekanisme lelang
atau nonlelang. Surat berharga dalam rupiah ini meliputi SBI, Surat Utang Negara
(SUN), dan surat berharga lain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
Selain jual-beli surat berharga, OPT dapat juga dilakukan dengan instrumen lain,
berupa jual-beli valuta asing terhadap rupiah dan penyediaan fasilitas simpanan
bank sentral. Dengan demikian, kegiatan OPT dapat dilakukan melalui penerbitan
surat berharga Bank Indonesia (SBI), jual-beli surat berharga dalam rupiah,
penyediaan fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (intervensi
rupiah/FASBI), dan jual-beli valuta asing terhadap rupiah. Di antara beberapa
instrumen OPT tersebut, saat ini yang aktif digunakan adalah SBI, SWBI,
intervensi rupiah, dan FASBI. Dalam kaitan ini, baik SBI maupun intervensi rupiah
kontraksi pada dasarnya merupakan instrumen OPT yang bersifat kontraktif,
sementara SBI-Repo (repurchase agreement) dan intervensi rupiah ekspansi dan
FASBI bersifat ekspansif.

Rp1.000.000,00
Rp881.274,00
Rp900.000,00
Rp800.000,00 Rp742.927,00
Rp694.007,00
Rp700.000,00
Rp600.000,00
Rp500.000,00
Rp400.000,00 Rp298.179,00 Rp297.491,00
Rp300.000,00
Rp200.000,00
Rp100.000,00
Rp-
2018 2019 2020 2021 2022

Hasil Transaksi OPT 2018-2022 (Milyar)

Sumber: bi.go.id

14
2. Fasilitas Diskonto
Fasilitas Diskonto merupakan salah satu instrumen kebijakan moneter
yang dilakukan oleh Bank Sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia (BI).
Dalam literatur kamus ekonomi, dijelaskan bahwa Discount Rate adalah suku
bunga yang harus dibayar bank-bank anggotanya jika meminjam uang dari bank
sentral. Bank sentral menggunakan fasilitas ini sebagai alat atau instrumen untuk
mengatur kondisi moneter suatu negara melalui pengaturan tingkat suku bunga
yang dibebankan kepada bank umum pada fasilitas lending ataupun keuntungan
bunga deposito pada fasilitas simpanan deposito.
BI menggunakan Standing Faciliies (Fasilitas Diskonto) sebagai instrumen
untuk mengatur moneter melalui pengaturan tingkat suku bunga yang dibebankan
dalam Standing Faciliies (Fasilitas Diskonto) tersebut. Prinsip umum Standing
Faciliies itu sendiri digunakan oleh BI untuk injeksi dan absorpsi likuiditas rupiah di
pasar uang serta menjadi acuan tertinggi dan terendah bagi pergerakan suku
bunga di pasar uang antar bank umum dengan jangka waktu satu hari kerja
(overnight). Kemudian, suku bunga tersebut disebut dengan BI 7-Day (Reverse)
Repo Rate (BI 7DRR). Melalui pengaturan tingkat suku bunga BI 7DRR akan
mempengaruhi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N) yang
meliputi perkembangan suku bunga deposito dan kredit perbankan.
Suku Bunga Dasar Kredit Perbankan di Indonesia

Suku Bunga Dasar Kredit


No Nama Bank
Korporasi Ritel Mikro KPR Non KPR
PT. BANK RAKYAT INDONESIA
1 (PERSERO), Tbk 9,95 9,95 17,5 9,98 12,5
2 MANDIRIINDONESIA
PT. BANK NEGARA (PERSERO), Tbk 9,95 9,95 17,75 10,25 12
3 (PERSERO), Tbk 9,95 9,95 - 10,5 12,5
4 PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk 10 10,5 17 10,25 12
5 PT. BANK PERMATA, Tbk 10 10,25 - 10,25 10,25
6 PT. BANK CENTRAL ASIA, Tbk 9,75 9,9 - 9,9 8,98
Sumber: Ojk.go.id

15
KESIMPULAN

Secara keseluruhan, kinerja BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di


bidang moneter dapat dikatakan cukup baik. Bl telah menerapkan kebijakan moneter
yang akomodatif, memiliki cadangan devisa yang cukup, mengatur dan mengawasi
kegiatan perbankan dan keuangan secara ketat, serta bekerja sama dengan pihak lain
untuk memperkuat sistem keuangan global. Meski demikian, perubahan dalam kondisi
global dan domestik dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah dan BI harus
tetap siap untuk menghadapi tantangan di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Falianty, T. A. (2020). Teori Ekonomi Makro dan Penerapan di Indonesia.

Karim Adiwarman, A. (2010). Ekonomi Makro Islam.

Natsir, M. (2020). Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan

Artikel dan Jurnal

Arifin, S., & Mayasya, S. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dolar amerika serikat. Jurnal Ekonomi-Qu, 8(1).

Boediono, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.2 Ekonomi Makro Edisi 4,
Yogyakarta: BPFE, 2001.

Goeltom, M. S., & Zulverdi, D. (1998). Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan
Permasalahannya. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1(2), 69-91.

Hakim, R., Ismail, M., & Hoetoro, A. (2013). Kredibilitas bank sentral dan persistensi
inflasi di Indonesia. EKUITAS (Jurnal Ekonomi dan Keuangan), 17(2), 155-171.

https://www.bi.go.id/id/statistik diakses 14 Maret 2023

Huda, Nurul, et. al., Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013.

Judisseno, Rimsky, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama, 2005

Majardi, F. (2000). Dampak Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Laju Inflasi di
Indonesia. Gema Korps Bank Indonesia, 29.

16
Mishkin, F. S. (2008). Ekonomi uang, perbankan, dan pasar keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.

Puspopranoto, S. (2020). Keuangan perbankan dan pasar keuangan.

Septiawan, D. A., Hidayat, R. R., & Sulasmiyati, S. (2016). Pengaruh Harga Minyak
Dunia, Inflasi, dan Nilai Tukar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB)| Vol, 40(2).

SETIAWAN, D. H. (2018). BAURAN KEBIJAKAN BANK SENTRAL UNTUK MENJAGA


STABILITAS KEUANGAN DAN HARGA (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Simorangkir, I. (2004). Sistem dan kebijakan nilai tukar. Seri Kebanksentralan, 12.

Sriyono, S. (2013). Strategi Kebijakan Moneter di Indonesia. JKMP (Jurnal Kebijakan


dan Manajemen Publik), 1(2), 111-130.

Sugiyanto, F. X. (2004). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KURS


RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA SERIKAT DI INDONESIA TAHUN 1986-1997:
SINTESIS PENDEKATAN MONETER DAN PENDEKATAN
PORTFOLIO (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Syarifuddin, F. (2015). Konsep, dinamika, dan respon kebijakan nilai tukar di


Indonesia. Bank Indonesia Institute.

Wardhono, A., Indrawati, Y., Qoriah, C. G., & Nasir, M. A. (2019). Perilaku kebijakan
bank sentral di Indonesia. Pustaka Abadi.

Wardhono, A., Indrawati, Y., Qoriah, C. G., & Nasir, M. A. (2019). Perilaku kebijakan
bank sentral di Indonesia. Pustaka Abadi.

Warjiyo, P. (2017). Kebijakan moneter di indonesia (Vol. 6). Pusat Pendidikan Dan
Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.

Zakaria, Junaiddin, Pengantar Teori Ekonomi Makro, Jakarta: Gaung Persada, 2009

17

Anda mungkin juga menyukai