Indonesia
Dosen Pengampu :
Dra. Ec Nunuk Pudjiastuti MM
Di Susun Oleh :
Dwi Nurhayati (1912211004)
Mayke Puspita Anindika (1912211007)
Wanda Megawati (1912211008)
Miftakhul Nurul Aini (1912211009)
Miftahul Rohmah (1912211010)
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
2020/2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Analisis Implementasi
BI 7 Day Reverse Repo Rate di Indonesia” ini. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas
semester 3 mata kuliah Ekonomi Moneter.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Ec Nunuk Pudjiastuti MM yang telah
memberikan tugas membuat makalah ini sebagai media kami belajar dan memperdalam materi
mengenai BI 7 Day Reverse Repo Rate.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang materi BI 7
Day Reverse Repo Rate saya selaku penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.Saya
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari isi maupun sistematikanya.
Oleh karena itu, saya mengharap kepada pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat
membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya.
Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
2.2 Implementasi BI 7 Day Reverse Repo Rate Terkait dengan Suku Bunga Kredit &
Saving, Modal Asing, dan Sektor Riil
a. Suku bunga kredit dan saving
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12-13 Oktober 2020
memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar
4,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 3,25%, dan suku bunga Lending Facility
sebesar 4,75%. Keputusan ini mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai
tukar Rupiah, di tengah inflasi yang diprakirakan tetap rendah. Bank Indonesia
menekankan pada jalur kuantitas melalui penyediaan likuiditas, termasuk dukungan
Bank Indonesia kepada Pemerintah dalam mempercepat realisasi APBN tahun 2020,
guna mendorong pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19. Di samping
keputusan tersebut, Bank Indonesia menempuh pula langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan
fundamental dan mekanisme pasar
2. Memperkuat strategi operasi moneter guna memperkuat stance kebijakan moneter
akomodatif
3. Mempercepat langkah-langkah pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing
melalui pengembangan infrastruktur sarana penyelenggara transaksi berbasis
sistem elektronik (Electronic Trading Platform/ETP) dan lembaga sentral kliring,
novasi, dan transaksi (Central Counterparty/CCP)
4. Memperkuat implementasi kebijakan untuk mendorong UMKM melalui
korporatisasi, peningkatan kapasitas, akses pembiayaan, dan digitalisasi sejalan
dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI)
5. Memperkuat ekosistem ekonomi dan keuangan digital melalui penggunaan
instrumen pembayaran digital, kolaborasi bank, fintech, dan e-commerce untuk
mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Bank Indonesia akan terus menempuh langkah-langkah kebijakan lanjutan yang
diperlukan dalam mempercepat program PEN dengan mencermati dinamika
perekonomian dan pasar keuangan global serta penyebaran COVID-19 dan
dampaknya terhadap prospek perekonomian Indonesia dari waktu ke waktu.
Koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem
Keuangan (KSSK) terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Dengan penggunaan instrumen BI 7-day (Reverse) Repo Rate sebagai suku bunga
kebijakan baru, terdapat tiga dampak utama yang diharapkan. Pertama, menguatnya
sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse) Repo Rate 7 hari sebagai
acuan utama di pasar keuangan. Kedua, meningkatnya efektivitas transmisi kebijakan
moneter melalui pengaruhnya pada pergerakan suku bunga pasar uang dan suku
bunga perbankan. Ketiga, terbentuknya pasar keuangan yang lebih dalam, khususnya
transaksi dan pembentukan struktur suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB)
untuk tenor 3-12 bulan.
BI 7-Day Repo Rate melakukan transmisi moneter melalui dua jalur, yaitu suku
bunga perbankan dan pertumbuhan atau volume kredit. Transmisi pelonggaran
kebijakan melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya
penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Namun, transmisi melalui
jalur kredit belum optimal, terlihat dari pertumbuhan kredit yang masih terbatas. Hal
ini tentu menimbulkan tanda tanya karena dengan turunnya suku bunga kredit, maka
seharusnya penyaluran kredit akan semakin membaik atau meningkat.
Suku bunga kredit yang single digit tentu saja dapat mendorong perekonomian
bertumbuh lebih cepat karena memudahkan masyarakat atau debitur untuk
mengambil kredit. Melalui kredit ini, maka masyarakat dapat menjadikannya sebagai
modal untuk memulai usaha maupun perluasan dan pengembangan usaha. Akan
tetapi, suku bunga kredit yang rendah dapat memberikan dampak yang negatif pula.
Bank umum akan malas menyalurkan kredit ke masyarakat karena costnya besar dan
bunga yang didapatkan bank umum tidak signifikan apalagi ditekan hingga single
digit. Bank akan lebih memilih menyalurkan kredit berupa corporate loan atau
commercial loan yang bernilai milyaran rupiah dengan costnya lebih kecil. UMKM
kehilangan pilihan kredit dan akhirnya akan memilih lintah darat.
b. Modal Asing
Perbaikan perekonomian global berlanjut sesuai prakiraan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi dunia terus membaik dipengaruhi besarnya stimulus fiskal di
beberapa negara maju, terutama Amerika Serikat (AS). Perbaikan juga didukung oleh
pemulihan ekonomi Tiongkok sebagai dampak dari besarnya stimulus fiskal dan
berkurangnya penyebaran COVID-19, yang meningkatkan investasi di sektor
manufaktur, di tengah terbatasnya perbaikan ekonomi negara berkembang lainnya.
Pemulihan ekonomi global mendorong peningkatan beberapa indikator dini bulan
September 2020, seperti mobilitas masyarakat global, Purchasing Managers' Index
(PMI) Manufaktur dan Jasa di beberapa negara, serta keyakinan konsumen di AS dan
kawasan Eropa. Ke depan, berlanjutnya perbaikan ekonomi global didorong oleh
berkurangnya penyebaran COVID-19, meningkatnya mobilitas masyarakat, dan
berlanjutnya stimulus kebijakan. Perbaikan ekonomi global tersebut mendorong
kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia sesuai prakiraan
sebelumnya. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, dipicu
isu geopolitik seperti ketidakpastian pemilu AS dan perundingan Brexit, serta
ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok. Perkembangan ini berdampak pada
terbatasnya aliran modal ke negara berkembang dan menahan penguatan mata uang
berbagai negara, termasuk Indonesia.
Perubahan suku bunga BI 7-Day Repo Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Jalur nilai tukar menjadi lebih penting
pada suatu perekonomian yang terbuka dimana, terjadinya liberalisasi financial akan
memudahkan aliran modal masuk ataupun keluar (net capital inflows). Jalur nilai
tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang mendorong peningkatan suku
bunga, dimana deposito mata uang domestik menjadi lebih menarik disbanding
deposito mata uang asing, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena
pemasukan aliran modal dari luar negeri.
Kenaikan BI 7-Day Repo Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih
antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga di luar negeri. Dengan
melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan
modal ke dalam instrumen – instrumen keuangan di Indonesia seperti Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih
tinggi. Aliran masuk modal asing ini pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai
tukar rupiah. Apresiasi rupiah mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan
barang ekspor menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong
impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada
menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
c. Sektor Riil ( X, M, C, I )
Pertumbuhan ekonomi domestik secara perlahan juga membaik, terutama
didorong stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Perkembangan Agustus-September
2020 menunjukkan belanja Pemerintah meningkat didorong stimulus fiskal terkait
perlindungan sosial dan dukungan UMKM. Ekspor lebih baik dari prakiraan ditopang
berlanjutnya permintaan global, terutama dari AS dan Tiongkok, untuk beberapa
komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil
(TPT). Secara spasial, perbaikan ekspor juga didorong oleh beberapa daerah luar
Jawa, seperti Sumatera, Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi-Maluku-Papua. Peran
positif stimulus fiskal dan kenaikan ekspor serta investasi bangunan yang tetap baik
sejalan berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN), menyangga
pemulihan ekonomi, di tengah konsumsi rumah tangga yang masih terbatas.
Perbaikan ekonomi Indonesia tercermin pada kenaikan sejumlah indikator dini seperti
penjualan eceran dan online, job vacancy, serta pendapatan masyarakat. Ke depan,
pemulihan ekonomi domestik diprakirakan berlanjut dipengaruhi oleh membaiknya
perekonomian global serta meningkatnya realisasi anggaran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, dan berlanjutnya
stimulus moneter dan makroprudensial Bank Indonesia. Bank Indonesia melalui
bauran kebijakannya akan terus memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan otoritas
terkait agar berbagai kebijakan yang ditempuh semakin efektif mendorong pemulihan
ekonomi.
Ketahanan sektor eksternal Indonesia pada triwulan III 2020 tetap terjaga, di
tengah dinamika penyesuaian aliran modal global. Transaksi berjalan triwulan III
2020 diprakirakan mencatat surplus dipengaruhi perbaikan ekspor dan penyesuaian
impor sejalan permintaan domestik yang belum kuat. Prakiraan ini didorong potensi
kenaikan surplus neraca perdagangan triwulan III 2020 yang relatif besar
dibandingkan dengan surplus pada triwulan sebelumnya. Pada Juli-Agustus 2020,
neraca perdagangan mencatat surplus 5,57 miliar dolar AS. Dengan prospek surplus
neraca transaksi berjalan tersebut dan surplus neraca finansial, secara keseluruhan
neraca pembayaran pada triwulan III 2020 diprakirakan mengalami surplus, meskipun
terdapat aliran keluar investasi portofolio asing (net outflows) sebesar 1,24 miliar
dolar AS. Pada awal Oktober 2020, aliran masuk modal asing secara berangsur
membaik sehingga per 9 Oktober 2020 tercatat net inflows sebesar 0,33 miliar dolar
AS. Posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2020 tetap tinggi, yakni 135,2
miliar dolar AS, setara pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan
internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, defisit transaksi berjalan keseluruhan
tahun 2020 diprakirakan tetap rendah, di bawah 1,5% dari PDB, sehingga terus
mendukung ketahanan sektor eksternal.
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung langkah-langkah stabilisasi Bank
Indonesia. Pada September 2020, Rupiah tercatat melemah 2,13% (ptp) dipengaruhi
tingginya ketidakpastian pasar keuangan, baik karena faktor global maupun faktor
domestik. Pada awal Oktober 2020, nilai tukar Rupiah per 12 Oktober kembali
menguat 1,22% (ptp) atau 0,34% secara rerata dibandingkan dengan level September
2020. Penguatan Rupiah pada Oktober 2020 didorong kembali masuknya aliran
modal asing ke pasar keuangan domestik dipengaruhi meningkatnya likuiditas global
dan tetap terjaganya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik.
Dengan perkembangan ini, Rupiah sampai dengan 12 Oktober 2020 mencatat
depresiasi sekitar 5,56% dibandingkan dengan level akhir 2019. Ke depan, Bank
Indonesia memandang penguatan nilai tukar Rupiah berpotensi berlanjut seiring
levelnya yang secara fundamental masih undervalued. Hal ini didukung defisit
transaksi berjalan yang rendah, inflasi yang rendah dan terkendali, daya tarik aset
keuangan domestik yang tinggi, dan premi risiko Indonesia yang menurun, serta
likuiditas global yang besar. Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi
nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya dan bekerjanya mekanisme pasar,
melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.
Inflasi tetap rendah sejalan permintaan yang belum kuat dan pasokan yang
memadai. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2020 tercatat deflasi
0,05% (mtm) sehingga inflasi IHK sampai September 2020 tercatat 0,89% (ytd).
Secara tahunan, inflasi IHK tercatat rendah yakni sebesar 1,42% (yoy), meskipun
lebih tinggi dari inflasi Agustus 2020 sebesar 1,32% (yoy). Inflasi yang rendah
dipengaruhi turunnya inflasi inti sejalan permintaan domestik yang belum kuat serta
konsistensi Bank Indonesia mengarahkan ekspektasi inflasi dalam kisaran target dan
menjaga stabilitas nilai tukar. Inflasi kelompok volatile food tetap rendah dipengaruhi
berlanjutnya penurunan harga bahan pangan seiring permintaan domestik yang belum
kuat, pasokan yang memadai sejalan panen di beberapa sentra produksi, distribusi
yang terjaga, dan harga komoditas pangan global yang rendah. Selain itu, inflasi
kelompok administered prices melambat terutama didorong berlanjutnya penurunan
tarif angkutan udara. Bank Indonesia memprakirakan inflasi 2020 lebih rendah dari
batas bawah target inflasi dan kembali ke dalam sasarannya 3,0% ± 1% pada 2021.
Bank Indonesia konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna
mengendalikan inflasi tetap dalam kisaran targetnya.
Sejalan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial akomodatif yang
ditempuh Bank Indonesia, kondisi likuiditas tetap longgar sehingga mendorong suku
bunga terus menurun dan mendukung pembiayaan perekonomian. Hingga 9 Oktober
2020, Bank Indonesia telah menambah likuiditas (quantitative easing) di perbankan
sekitar Rp667,6 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum
(GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp496,8 triliun.
Longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana
Pihak Ketiga (AL/DPK) yakni 31,23% pada September 2020 dan rendahnya rata-rata
suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,29% pada September 2020. Kebijakan
pelonggaran likuiditas dan penurunan suku bunga kebijakan (BI7DRR) mendorong
penurunan suku bunga deposito dan kredit pada September 2020 dari 5,49% dan
9,92% pada Agustus 2020 menjadi 5,18% dan 9,88%. Imbal hasil SBN 10 tahun
turun dari 6,93% pada akhir September 2020 menjadi 6,87% per 12 Oktober 2020.
Dari besaran moneter, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada September
2020 tetap tinggi, yaitu sebesar 17,6% (yoy) dan 12,3% (yoy). Ke depan, ekspansi
moneter Bank Indonesia serta percepatan realisasi anggaran dan program
restrukturisasi kredit perbankan diharapkan dapat mendorong penyaluran kredit dan
pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Sinergi ekspansi moneter Bank Indonesia dengan akselerasi stimulus fiskal
Pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional terus diperkuat. Bank
Indonesia melanjutkan komitmen untuk pendanaan APBN Tahun 2020 melalui
pembelian SBN dari pasar perdana dalam rangka pelaksanaan UU No.2 Tahun 2020,
baik berdasarkan mekanisme pasar maupun secara langsung, sebagai bagian upaya
mendukung percepatan implementasi program PEN, dengan tetap menjaga stabilitas
makroekonomi. Sampai dengan 8 Oktober 2020, Bank Indonesia telah membeli SBN
di pasar perdana melalui mekanisme pasar sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020, sebesar Rp60,18
triliun, termasuk dengan skema lelang utama, Greenshoe Option (GSO) dan Private
Placement. Sementara itu, realisasi pendanaan dan pembagian beban untuk
pendanaan Public Goods dalam APBN oleh Bank Indonesia melalui mekanisme
pembelian SBN secara langsung sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri
Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020, berjumlah Rp229,68
triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga telah merealisasikan pembagian beban dengan
Pemerintah untuk pendanaan Non Public Goods-UMKM sebesar Rp90,88 triliun
sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia
tanggal 7 Juli 2020. Dengan sinergi ini, Pemerintah dapat lebih memfokuskan pada
upaya akselerasi realisasi APBN untuk mendorong pemulihan perekonomian
nasional.
Ketahanan sistem keuangan tetap kuat, meskipun risiko dari meluasnya dampak
COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. Rasio kecukupan
modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan Agustus 2020 tetap tinggi yakni
23,39%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah yakni
3,22% (bruto) dan 1,14% (neto). Namun demikian, fungsi intermediasi dari sektor
keuangan masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas sejalan dengan
permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat
berlanjutnya pandemi COVID-19. Pertumbuhan kredit pada September 2020 kembali
menurun dari 1,04% (yoy) pada Agustus 2020 menjadi 0,12% (yoy). Sementara itu,
pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) naik dari 11,64% (yoy) pada Agustus 2020
menjadi 12,88% (yoy) didorong ekspansi keuangan Pemerintah. Ke depan,
intermediasi perbankan diperkirakan akan membaik sejalan dengan prospek
perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik serta konsistensi
sinergi kebijakan yang ditempuh. Kinerja korporasi triwulan III 2020 terindikasi
secara perlahan membaik, tercermin dari peningkatan penjualan, kemampuan bayar,
serta penerimaan perpajakan terutama pada sektor Industri dan Perdagangan. Selain
itu, restrukturisasi kredit perbankan masih berlanjut, termasuk untuk UMKM yang
mencapai 36% dari total kredit, ditopang likuiditas yang meningkat. Bank Indonesia
terus memperkuat koordinasi kebijakan makroprudensialnya dengan kebijakan fiskal
oleh Pemerintah, pengawasan mikroprudensial oleh OJK, dan penjaminan simpanan
oleh LPS untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan serta mendorong penyaluran
kredit dan pembiayaan bagi pemulihan ekonomi nasional.
Transaksi Sistem Pembayaran baik tunai maupun nontunai menunjukkan
peningkatan sejalan dengan perbaikan ekonomi, disertai dengan percepatan
digitalisasi ekonomi dan keuangan. Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) tumbuh
meningkat dari 5,82% (yoy) pada Agustus 2020 menjadi 7,20% (yoy) sehingga pada
September 2020 tercatat Rp762,1 triliun. Transaksi pembayaran menggunakan ATM,
Kartu Debet, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik (UE) menunjukkan perbaikan
dengan lebih rendahnya kontraksi pertumbuhan dari 13,94% (yoy) pada Juli 2020
menjadi 6,86% (yoy) pada Agustus 2020. Di lain pihak, transaksi ekonomi dan
keuangan digital meningkat pesat sejalan dengan penggunaan platform dan instrumen
digital di masa pandemi, serta semakin kuatnya preferensi dan akseptasi masyarakat
akan transaksi digital. Pertumbuhan nilai transaksi UE pada Agustus 2020 tercatat
33,80% (yoy), meningkat tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan
sebelumnya sebesar 24,42% (yoy). Volume transaksi digital banking juga mencatat
pertumbuhan tinggi sebesar 52,69% (yoy) pada Agustus 2020, meningkat dari
capaian bulan sebelumnya sebesar 38,81% (yoy). Ke depan, Bank Indonesia terus
mempercepat digitalisasi pembayaran dan perluasan ekosistem digital melalui
kolaborasi dengan Pemerintah, bank, fintech, dan e-commerce untuk pemulihan
ekonomi nasional, khususnya program bansos Pemerintah, penyaluran kredit dan
digitalisasi UMKM, sejalan dengan Gernas BBI. Sejumlah langkah terus dilakukan,
termasuk perluasan ekosistem QRIS, penggunaan big data, aplikasi API (Application
Programming Interface), serta penguatan pengawasan fraud dan siber pada
pembayaran digital.
2.5 Analisis Perbandingan Implementasi BI 7 Day Reverse Repo Rate Saat Ini dengan
Yang Ideal
2.6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
https://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-RR/penjelasan/Contents/Default.aspx
https://koinworks.com/blog/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-suku-bunga-bi/
https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/7695/skripsi%20wisuda%20siap
%20burning1.pdf?sequence=2&isAllowed=y
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unj.ac.id/2069/1/BAB%2520I
%2520PENDAHULUAN.pdf&ved=2ahUKEwjNraDt-
ZDtAhXCdCsKHVofCb0QFjANegQIBRAB&usg=AOvVaw0kHlzqlONRb7K2IkyMaC
Cu
https://www.cermati.com/artikel/mengenal-perbedaan-dari-bi-rate-dan-bi-7-day-reverse-
repo-rate
https://www.researchgate.net/publication/336804069_Dampak_Kebijakan_BI_Rate_Rep
o_7_Days_terhadap_Kinerja_Bank_Pemerintah
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-
RR&ved=2ahUKEwj_xcab55DtAhVWeX0KHbCqCTQQFjACegQIKRAC&usg=AOvV
aw24-5OCNl9ZOIyMS1CnH-gj
https://www-simulasikredit-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.simulasikredit.com/amp/pengertian-dan-fungsi-bi-rate-
dan-bi-7-day-reverse-repo-rate/?
amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQZKAFQCrABIPIBDzAxMjAxMDI3MjEx
MjAwMA%3D%3D#aoh=16056467733911&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s&share=https%3A%2F
%2Fwww.simulasikredit.com%2Fpengertian-dan-fungsi-bi-rate-dan-bi-7-day-reverse-
repo-rate%2F
https://www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?
jdl=Bank_Indonesia_(BI)_memutuskan_untuk_menurunkan_suku_bunga_acuan_BI_7_
Day_Reverse_Repo_Rate_(BI7DRR)_alias_BI_rate&news_id=372480&group_news=R
ESEARCHNEWS&news_date=&taging_subtype=PG002&name=&search=y_general&q
=,&halaman=1
https://www.researchgate.net/publication/331649255_PENGARUH_PERUBAHAN_BI_
RATE_MENJADI_BI_7_DAY_REVERSE_REPO_RATE_TERHADAP_JUMLAH_K
REDIT_UMKM