Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MANAJEMEN PERBANKAN

“ REFORMASI PERBANKAN INDONESIA DARI REPRESI HINGGA


DEREGULASI”

Kelas Manajemen Keuangan C (Malam)

Dosen Pengampu : Dominicus Djoko Budi Susilo, SE.,MM

Penyusun:

Ni Made Priska Setiawati (03)


Ni Ketut Santi Febrianingsih (21)
Susi Santini (26)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2021/2022
REFORMASI PERBANKAN INDONESIA

Deregulasi perbankan 1983 dikenal sebagai starting point bagi sederetan panjang paket
deregulasi di bidang moneter (finansial), fiskal perdagangan dan investasi. Bila diamati,
deregulasi di Indonesia dimulai di sektor finansial, diikuti dengan reformasi di sektor riil, namun
laju kecepatan deregulasi terlihat lebih cepat dilakukan di sektor finansial. Aspek kunci dalam
sebagian besar reformasi keuangan yang dilakukan di Indonesia (dan negara berkembang pada
umumnya) adalah:

1. Pergeseran menuju alokasi kredit yang berorientasi pasar melalui kemudahan atau
dihapuskannya kewajiban portofolio, program kredit selektif, plafon kredit, dan pagu suku
bunga.
2. Memperbaiki sistem kontrol moneter, stabilisasi dan mobilisasi tabungan domestik.

Represi adalah mekanisme pertahanan yang paling dasar, karena muncul juga pada bentuk-
bentuk mekanisme pertahanan lain. Makna lain dari Represi adalah usaha psikologis seseorang
yang bertujuan untuk meredam keinginan, hasrat, atau instingnya sendiri.
Keinginan, harapan, fantasi, atau perasaan dapat direpresentasikan dalam pikiran sebagai
pemikiran, bayangan, dan ingatan. Represi terjadi ketika dorongan dari luar, yang berlawanan
dengan keinginan seseorang, mulai mengancam seolah-olah akan terjadi penderitaan bila
keinginan itu tercapai, yang dengan demikian membuat seseorang terlibat konflik dengan dirinya
sendiri

Deregulasi bermakna ‘tindakan atau proses menghilangkan atau mengurangi segala aturan’.
Perlu diingat bahwa pada kedua bentuk itu sudah terkandung makna tindakan. Makna lain dari
deregulasi menunjuk ke bijakan pemerintah untuk mengurangi/meniadakan aturan administrasi
yang mengekang kebebasan gerak modal, barang, dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi,
distribusi, dan konsumsi modal, barang, serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan
melonjak.

A. Respirasi Menuju Liberalisasi Finansial


Para pendukungya mengemukakan argumentasi bahwa kurang berkembangnya sistem
finansial akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi. McKinnon (1973) dan Shaw (1973),
yang menitik beratkan analisis pada represi finansial. Represi finansial bermula dari kondisi
dimana pasar modal tidak efisien atau berada dalam keseimbangan.
Menurut Fry (1989) pagu dan plafon suku bunga dapat mendistorsi perekonomian melalui
tiga jalur:
1) Rendahnya suku bunga deposito akan menimbulkan bias dalam mendorong konsumsi
saat ini dengan mengorbankan konsumsi masa depan, yang pada gilirannya akan
menyebabkan tabungan dan investasi berada di bawah tingkat optimum.
2) Para penabung potensial akan lebih menyukai investasi yang relatif low-
yielding dibanding mendepositokan uangnya di bank agar dipinjamkan untuk membiayai
proyek-proyek yang higher-yielding.
3) Bank-Bank pinjaman akan dapat memperoleh semua dana yang mereka inginkan pada
tingkat bungan pinjaman yang rendah dan cenderung memilih proyek yang lebih padat
modal

Liberalisasi eksternal umumnya ditandai dengan dibukanya pasar finansial domestik


terhadap aliran uang internasional, ditiadakannya kontrol devisa, dihapusnya hambatan masuk
bagi bank asing, dan sebagainya.

Liberalisasi finansial internal diartikan sebagai reformasi yang mengarah kepada semakin
bebasnya pasar finansial domestik yang mencakup ditiadakannya kontrol terhadap kredit
domestik yang berkaitan dengan pembatasan kredit, plafon suku bunga dan
diskriminasi reserve reqruitment.

B. Deregulasi Finansial Indonesia


Sebelum 1983 Indonesia merupakan contoh kasus negara yang mengalami represi
finansial. Salah satu indikasi utama perekonomian yang sistem finansialnya ”ditindas” adalah
berkurangnya tingkat bunga riil (yaitu tingkat bunga nominal yang dideflasi dengan inflasi).
Fungsi yang pertama terbukti mampu membuat angka inflasi rata-rata antara 1974 dan
1983 sebesar 15,2% per tahun. Fungsi kedua secara nyata membantu mewujudkan
implementasi program dan sector yang menjadi prioritas pembangunan.
Tujuan utama deregulasi adalah mendorong pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi
sistem keuangan Indonesia. Terlihat bahwa aspek kunci reformasi keuangan Indonesia adalah
meliberalisasikan suku bunga, menurunkan kontrol terhadap kredit domestik, meningkatkan
persaingan dan efisisensi sistem keuangan, memperkuat pengawasan, meningkatkan
pertumbuhan dan memperluas pasar keuangan.

C. Dampak Deregulasi Sektor Keuangan


Salah satu faktor penting yang melatar belakangi fenomena tersebut adalah deregulasi suku
bunga. Oleh karena itu, adalah menarik untuk diamati apakah peningkatan suku bunga riil,
sebagai indikator deregulasi suku bunga, akan mempengaruhi sektor keuangan khususnya dan
perekonomian pada umumnya.
Deregulasi perbankan sudah digulirkan sejak 14 tahun yang lalu. Kesan bongkar pasang
itu tak terhindarkan. Bahkan, dari dampak yang kini terasa yaitu goyahnya sejumlah bank
swasta, sangat terasa bahwa aturan-aturan perbankan Indonesia memang tak didasari
pengalaman negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur tentang bank. Deregulasi
perbankan yang dikeluarkan pada 1 Juni 1983 mencatat beberapa hal. Di antaranya:
memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menentukan suku bunga deposito.
Kemudian dihapusnya campur tangan Bank Indonesia terhadap penyaluran kredit. Deregulasi
ini juga yang pertama memperkenalkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga
Pasar Uang (SPBU). Aturan ini dimaksudkan untuk merangsang minat berusaha di bidang
perbankan Indonesia di masa mendatang Lima tahun kemudian ada Paket Kebijakan 27
Oktober 1988 (Pakto 88) yang terkenal itu. Pakto 88 boleh dibilang adalah aturan paling
liberal sepanjang sejarah Republik Indonesia di bidang perbankan.

Anda mungkin juga menyukai