Anda di halaman 1dari 8

STABILITAS SISTEM KEUANGAN

4. Sebelum saya paparkan lebih jauh mengenai upaya-upaya menjaga stabilitas


sistem keuangan, terlebih dahulu saya jelaskan mengenai definisinya. Stabilitas
sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana lembaga-lembaga keuangan dan
pasar keuangan dalam keadaan stabil.1 Lembaga keuangan yang stabil tercermin
dari tingginya tingkat kepercayaan masyarakat bahwa lembaga-lembaga tersebut
mampu secara kontinyu memenuhi kontrak-kontrak finansial yang telah
disepakati. Sedangkan pasar keuangan yang stabil ditunjukkan oleh adanya
kepercayaan para pelaku pasar dalam melakukan transaksi finansial dengan
harga yang mencerminkan faktor-faktor fundamentalnya. Fokus dari stabilitas
sistem keuangan adalah upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan sistem
keuangan yang bersifat sistemik, bukan individual institusi. Kegagalan individu
institusi keuangan sepanjang tidak berdampak sistemik adalah sesuatu yang
normal yang menjadi bagian dari bekerjanya sistem keuangan. Hal ini justru
mengingatkan kepada para pelaku pasar akan kewajibannya menjaga disiplin
dan melakukan prinsip kehati-hatian dalam melakukan bisnis keuangan.
5. Mengapa stabilitas sistem keuangan begitu penting bagi pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan? Sistem keuangan yang stabil memberi kepercayaan kepada
penabung
dan
investor
untuk
melakukan
kontrak-kontrak
keuangan,
1
Crockett (1999).
2
meningkatkan efisiensi intermediasi keuangan, dan meningkatkan alokasi
sumberdaya riil.
Sistem keuangan yang stabil juga menjadi prasyarat bagi
terlaksananya kebijakan makroekonomi secara efektif.
Sebaliknya sistem
keuangan yang tidak stabil dapat memberikan konsekuensi negatif pada
perekonomian, mulai dari beban fiskal dalam menyelamatkan sistem keuangan
sampai dengan dampak negatif pada kontraksi perekonomian riil.
6. Stabilitas sistem keuangan menjadi tema sentral dari para pengambil kebijakan di
bidang keuangan dewasa ini. Sejumlah perkembangan yang terjadi dalam
beberapa tahun terakhir telah menempatkan stabilitas keuangan sebagai agenda
prioritas dari bank sentral, otoritas pengawas dan pemerintah.
Pertama,
globalisasi keuangan mendorong transaksi keuangan lintas negara dalam jumlah
besar dengan dinamika aliran modal yang sangat cepat.
Globalisasi dan
liberalisasi pasar keuangan, walaupun secara umum telah memberikan manfaat
pada efisiensi alokasi
sumber-sumber keuangan dan investasi, juga telah
membuka peluang bagi terjadinya krisis keuangan yang bersifat sistemik dan
contagious antar satu negara dengan negara lainnya.
Kedua, inovasi keuangan
dan meningkatnya kompleksitas kegiatan lembaga keuangan telah meningkatkan
risiko yang seringkali sulit dipahami dan diantisipasi baik oleh para pelaku pasar
keuangan itu sendiri maupun oleh otoritas pengawas. Ketiga, semakin besarnya
volume transaksi keuangan menyebabkan krisis keuangan yang terjadi dewasa
ini bukan saja telah menyebabkan dampak negatif pada perekonomian makro
secara signifikan namun juga telah menyebabkan beban fiskal yang sangat besar.
Krisis keuangan di Indonesia, sebagai contoh, telah menyebabkan kontraksi
perekonomian sebesar 13% pada tahun 1998 dan beban fiskal lebih dari 50% PDB.
PERAN BANK SENTRAL DALAM MENJAGA STABILITAS SISTEM
KEUANGAN
7. Memelihara stabilitas sistem keuangan merupakan salah satu fungsi utama dari
sebuah bank sentral modern. Bahkan secara histories keberadaan bank sentral
pada awalnya memang diciptakan sebagai sebuah institusi yang berperanan
sebagai lender of last resort untuk mencegah runtuhnya sistem keuangan secara
keseluruhan. Walaupun tugas utama Bank Indonesia sesuai dengan UU 23/1999
adalah menjaga kestabilan harga, namun tujuan ini tidak dapat tercapai jika
3
kestabilan sistem keuangan tidak terjamin. Kedua tugas tersebut terkait erat dan
saling mempengaruhi satu sama lain.
8. Kebijakan moneter dalam menjaga stabilitas harga akan berjalan dengan efektif
apabila sistem keuangan yang berperan dalam transmisi kebijakan moneter
berkerja dengan baik.
Tanpa itu, kebijakan moneter hanya berpengaruh pada
sektor keuangan tanpa memberikan dampak yang signifikan pada sektor riil dan
akhirnya pada inflasi. Kerentanan (fragility) yang terjadi pada sistem keuangan
seringkali menyebabkan kebijakan moneter dihadapkan pada dilema. Di satu
sisi, tekanan inflasi mengharuskan bank sentral melakukan kebijakan moneter
yang ketat, namun disisi lain kerentanan di sektor finansial tersebut
menyebabkan kebijakan moneter yang ketat akan memperparah kondisi
perbankan. Sebaliknya, kebijakan moneter yang dapat menjamin stabilitas harga
merupakan prasyarat bagi stabilnya sistem keuangan. Inflasi yang tinggi dan
fluktuatif menyebabkan ketidakpastian investasi jangka panjang dan mendorong
masyarakat untuk lebih menanamkan pada investasi jangka pendek yang bersifat
spekulatif yang menjadi pemicu instabilitas sistem keuangan.
9. Walaupun inflasi yang rendah sangat penting dalam menciptakan stabilitas
sistem keuangan, stabilitas harga saja tidak cukup untuk menjamin stabilitas
sistem keuangan. Krisis perbankan yang terjadi pada dasawarsa terakhir terjadi
ketika stabilitas harga dalam kondisi stabil.
Krisis perbankan di Jepang adalah
contoh yang paling nyata bahwa stabilitas harga saja tidak cukup.2 Oleh sebab
itu, bank sentral tidak dapat mengabaikan stabilitas sistem keuangan walaupun
stabilitas harga telah tercapai.
10. Walaupun antara stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan saling
mendukung, dalam kondisi tertentu muncul trade-off diantara keduanya.
Kebijakan moneter yang ketat untuk mencapai stabilitas harga seringkali
berdampak negatif pada cash flow perbankan dan dunia usaha sebagaimana
terjadi ketika krisis di tahun 1998. Ketika sistem keuangan sedang berada dalam
kondisi yang masih lemah, proses disinflasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan
ketidakstabilan
sistem
keuangan
yang
pada
gilirannya
memberikan dampak negatif pada perekonomian dan efektivitas kebijakan
4
moneter itu sendiri.
Untuk mengurangi ‘trade-off’ ini, bank sentral menurut
pandangan saya harus mencapai stabilitas harga dalam suatu horizon jangka
menengah dan jangka panjang sambil memberikan ruang gerak bagi sistem
keuangan untuk melakukan konsolidasi.
11. Alasan lain mengapa bank sentral memiliki peranan yang penting terhadap
stabilitas sistem keuangan adalah karena perannya dalam penyelesaian krisis
(crisis resolution). Peran bank sentral sebagai lender of last resort mengharuskan
bank sentral untuk mengetahui risiko-risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
ketidakstabilan sistem keuangan secara menyeluruh.
PILAR-PILAR STABILITAS SISTEM KEUANGAN
12. Untuk menjamin bahwa lembaga keuangan dan pasar uang akan dapat berfungsi
dengan baik bukanlah suatu pekerjaan mudah. Diperlukan adanya upaya-upaya
yang strategis dan sistematis untuk membentuk dan menumbuhkan elemen–
elemen pendukung sistem keuangan sebagai tulang punggung dari proses
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Secara umum, elemen-elemen
pendukung tersebut dapat dikelompokkan kedalam 5 (lima) pilar yang akan saya
jelaskan sebagai berikut.
13. Pilar Pertama, kondisi makroekonomi yang kondusif
Kondisi perekonomian yang kondusif merupakan prasyarat utama bagi
terciptanya stabilitas sistem keuangan, terutama adanya kestabilan harga baik
harga asset di sektor keuangan maupun harga umum di sektor riil. Perekonomian
yang memiliki tingkat inflasi yang rendah dan stabil akan mampu bertahan dari
berbagai tekanan spekulatif yang timbul di pasar, yang seringkali menjadi
pemicu terjadinya krisis keuangan.
14. Pilar Kedua, infrastruktur keuangan yang handal
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan infrastruktur adalah sarana
pendukung dan prasarana suatu sistem keuangan. Infrastruktur keuangan yang
2
Padoa-Schioppa (2003)
5
diperlukan untuk menciptakan stabilitas keuangan antara lain sebagai berikut.
Pertama, terdapatnya sistem pembayaran yang sehat dan aman yang mampu
mencegah terjadinya permasalahan sistemik sehingga tidak berkembang menjadi
krisis keuangan; Kedua, terdapat sistem hukum (legal framework) yang
mendukung termasuk adanya law enforcement yang baik, exit policy untuk
lembaga keuangan, dan undang-undang kepailitan (bankruptcy laws) yang
memadai dan efektif. Dan ketiga, market discipline sebagai media pengendali para
pelaku pasar telah berfungsi dengan baik. Terakhir, adanya penerapan praktek
dan standar akuntasi keuangan serta transparansi yang sesuai dengan standar
internasional.
15. Pilar Ketiga, sistem pengawasan dan pengaturan yang efektif
Pengawasan dan pengaturan yang efektif terhadap lembaga dan pasar keuangan
membantu
menciptakan
stabilitas
keuangan.
Sistem
pengawasan
dan
pengaturan yang efektif lazimnya diukur melalui pemenuhan terhadap
international best practice. Sistem tersebut mencakup beberapa standar kinerja dan
kondisi tertentu yang harus dipatuhi oleh lembaga otoritas dan perumus
kebijakan di suatu negara, sebagai berikut. Pertama, adanya transparansi dalam
pemantauan sistem keuangan dan penyusunan kebijakan makro ekonomi.
Kedua, adanya regulasi yang memadai terhadap infrastruktur dan kelembagaan
pasar-pasar finansial, yaitu meliputi good corporate governance, systemically
important payment system, tindakan dan pengaturan yang tegas terhadap aktivitas
money laundering, ketentuan likuidasi yang efektif, serta penerapan standar
akunting internasional.
Ketiga, adanya pengawasan dan pengaturan sistem
keuangan yang mengaplikasikan prinsip-prinsip kehati-hatian.
16. Pilar Keempat, prinsip kehati-hatian yang dilakukan oleh lembaga keuangan
Terlepas dari adanya pengawasan terhadap lembaga keuangan, lembaga
keuangan perlu memiliki sikap prudent dalam setiap aktivitas bisnisnya. Sikap
prudent ini antara lain ditandai oleh adanya:
? Mekanisme pengelolaan risiko yang memadai;
?
? Implementasi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
?
governance);
? Praktek pengendalian internal (internal control) yang efektif;
?
6
? Keterlibatan dari manajemen puncak yang efektif dalam mengelola risiko
?
serta mencegah malpraktek serta kecurangan-kecurangan (fraud).
17. Pilar Kelima, mekanisme penyelesaian krisis yang memadai
Setiap upaya untuk stabilisasi sistem keuangan perlu dilengkapi dengan
tersedianya instrumen-instrumen penyelesaian krisis (crisis resolution) yang
memadai. Adapun instrumen-instrumen tersebut meliputi:
Pertama, instrumen yang secara tradisionil digunakan oleh bank sentral
?
?
dalam menangani krisis perbankan adalah mekanisme lender of last resort
(LOLR) atau dalam terminologi baru sering disebut dengan emergency
liquditity assistance/ELA).
Mekanisme ini meliputi penyediaan likuditas
kepada sistem keuangan secara keseluruhan melalui operasi pasar maupun
pemberian pinjaman likuditas kepada bank secara individual.
Penyediaan
likuditas dari bank sentral ini dapat menimbulkan moral hazard di sisi
perbankan. Oleh sebab itu bank sentral tetap berhati-hati dalam melakukan
pinjaman darurat seperti itu dengan keputusan yang bersifat kasus-per kasus.
Kedua, skim asuransi deposito (deposit insurance) yang terbatas namun efektif.
?
?
Pelaksanaan asuransi deposito umumnya dilakukan oleh suatu Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) yang didirikan dengan tujuan utama untuk
melindungi nasabah, terutama nasabah-nasabah kecil dari hilangnya deposito
mereka pada saat suatu bank ditutup. Sebagai komponen financial safety nets,
skim asuransi deposito ini memegang peran yang penting dalam mencegah
terjadinya krisis yang bersifat sistemik.
Seperti halnya dalam LOLR, isu
penting
dalam
mendisain
asuransi
deposito
ini
adalah
bagaimana
menyeimbangkan trade-off antara mencegah terjadinya runtuhnya sistem
keuangan dengan mencegah moral hazard yang dapat ditimbulkan dengan
adanya skim asuransi deposito ini.
Dua prinsip yang perlu diperhatikan
untuk menyeimbangkan ini adalah coverage deposito yang dijamin harus
terbatas dan premi yang dikenakan harus terkait dengan risiko yang
dilakukan oleh bank (risk related premium).
18. Kedua alat tersebut merupakan komponen financial safety net yang sangat
strategis
artinya
dalam
pencegahan
dan
penyelesaian
krisis.
Berbagai
7
permasalahan ketika kita harus menutup banyak bank di waktu krisis yang lalu
adalah karena tidak adanya kejelasan aturan mengenai kedua hal tersebut diatas.
Kondisi ini telah disadari sepenuhnya baik oleh pemerintah, Bank Indonesia
maupun para wakil rakyat. Kita tidak menginginkan terjadinya lagi kasus-kasus
terkait dengan BLBI. Ke depan kita harus siap dengan kerangka kerja yang jelas
dan tegas, dengan landasan hukum yang kuat, mengenai langkah-langkah yang
harus diambil seandainya terjadi permasalahan di sektor keuangan. Saat ini, BI
dan pemerintah tengah bekerja sama untuk mengajukan konsep Financial Safety
Net, termasuk di dalamnya RUU mengenai LPS agar dapat segera berfungsi
menggantikan BPPN yang dalam waktu dekat ini harus telah dibubarkan.
KESIMPULAN
19. Sebelum saya akhiri, perkenanlah saya untuk menyimpulkan seluruh isi pidato
saya hari ini.
Semakin kompleksnya transaksi keuangan di tengah-tengah
globalisasi keuangan menuntut sistem keuangan yang efisien, sehat dan stabil
untuk mengatasi gejolak internal dan eksternal. Untuk mewujudkan itu semua,
Bank Indonesia telah mengambil sejumlah inisiatif untuk secara proaktif menjaga
stabilitas sistem keuangan melalui serangkaian aktifitas mulai dari identifikasi
dan monitoring indikator-indikator mikro dan makro yang dapat memicu
terjadinya instabilitas sistem keuangan sampai dengan mempersiapkan jaring
pengaman keuangan serta mekanisme penyelesaian krisis. Namun disadari hal
itu saja tidaklah cukup. Diperlukan adanya koordinasi yang menyeluruh antara
berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam mengatur, mengawasi maupun
menyelesaikan permasalahan di sektor keuangan. Koordinasi dimaksud
ditujukan agar tidak terjadi benturan kepentingan serta tercipta suatu sinergi
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
20. Agar rancangan kerjasama dan koordinasi dimaksud dapat berjalan dengan baik,
diperlukan adanya formulasi ketentuan dan peraturan yang dapat melandasi
pelaksanaan hubungan kerjasama antar lembaga secara jelas dan teratur. Hal ini
amat penting artinya, terutama dalam hal penanganan permasalahan yang
membutuhkan kerjasama dan koordinasi yang intensif, seperti pada saat terjadi
krisis. Hingga saat ini, peran antar lembaga yang memiliki keterkaitan dengan
8
stabilitas keuangan belum diatur dengan jelas. Demikian pula halnya dengan
Undang Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang juga belum
menetapkan secara eksplisit peran Bank Indonesia dalam stabilitas keuangan.
Kedepan kita harapkan seluruh mekanisme dan jalinan koordinasi antar lembaga
yang selama ini terkesan langka akan dapat terwujud dengan baik.
21. Akhirul kalam, marilah kita berdoa semoga Allah SWT selalu melindungi dan
meridhoi
langkah kita dalam mensejahterakan bangsa dan membangun negeri yang tercinta ini.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

DEFINISI STABILITAS SISTEM KEUANGAN

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah
diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK
yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil
pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di
bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:

” Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap
kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor
riil dan sistem keuangan.”

” Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.”

” Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam
penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan
mendukung pertumbuhan ekonomi.”

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap
faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan
sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini
umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural
maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam
sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko
operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh


perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi
tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin
dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan
tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem
keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya
mengatasi ketidakstabilan tersebut.

Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat


forward looking (melihat kedepan). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi risiko
yang akan timbul serta akan mempengaruhi kondisi sistem keuangan mendatang. Atas
dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko
berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga
mampu melumpuhkan perekonomian.

Anda mungkin juga menyukai