Anda di halaman 1dari 14

TEORI AKUNTANSI

“Riset Manajemen Laba”

Disusun Oleh :
Kelompok 6

Ni Putu Dian Lestari Krisnadewi (11/2007531027)


Komang Reza Angelina (12/2007531032)
Anak Agung Istri Agung Maha Dewi (13/2007531035)

Dosen Pengampu :
Dr. Ida Bagus Putra Astika, SE, M.Si., Ak. CA

SARJANA AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
PEMBAHASAN

1. Pengertian Manajemen Laba


Menurut Wirakusuma (2016) Manajemen laba adalah suatu proses yang disengaja,
dengan batasan standar akuntansi keuangan untuk mengarahkan pelaporan laba pada
tingkat tertentu. Menurut Schipper dalam Riske dan Basuki (2013) manajemen laba
merupakan suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam proses
penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat menaikkan,
meratakan, dan menurunkan laba. Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat
mengurangi kredibilitas laporan keuangan, dan menambah bias dalam laporan keuangan
serta dapat menggangu pemakai laporan keuangan yang percaya pada angka hasil
rekayasa tersebut sebagai angka real atau tanpa rekayasa. Manajemen laba merupakan
sifat akuntansi yang banyak mengandung taksiran (estimasi), pertimbangan (judgment)
dan sifat accrual membuka peluang untuk bisa mengatur laba (Sofyan Harahap, 2011).
Manajemen laba (earning management) dilakukan dengan mempermainkan komponen
akrual dalam laporan keuangan atau memanipulasi, karena akrual adalah komponen yang
mudah untuk dipermainkan sesuai keinginan ataupun tujuan orang yang melakukan
pecatatan laporan keuangan.

2. Faktor Pendorong Manajemen Laba


Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi
terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), antara lain:
a. Bonus Plan Hypothesis
Bonus Plan Hypothesis diakibatkan karena adanya dorongan manajer perusahaan
untuk mendapatkan bonus berdasarkan laba yang dilaporkan oleh manajer. Dengan
motivasi bonus menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk
memaksimalkan nilai sekarang dari pembayaran bonus (Holthausen, 1995).
b. Debt Covenant Hypothesis
Motivasi debt covenant diakibatkan karena adanya perjanjian kontrak antara
manajer dan perusahaan yang berbasis kompensasi manajerial.

1
c. Political Cost Hypothesis
Political Cost Hypothesis diakibatkan karena manajemen memanfaatkan kelemahan
akuntansi yang menggunakan estimasi akrual serta pemilihan metode akuntansi
dalam rangka menghadapi berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

3. Motivasi Manajemen Laba


Manajemen laba dilakukan dengan memanipulasi besaran laba yang dilaporkan
kepada para pemegang saham yang nantinya dapat mempengaruhi hasil perjanjian yang
tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Menurut Sulistyanto (2008)
dan Sanjaya (2008), manajemen laba dilakukan dengan beberapa motivasi sebagai
berikut:
a. Motivasi Bonus.
Adanya asimetri informasi mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak
manajemen dapat mengatur laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka.
b. Motivasi Kontraktual Lainnya.
Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan utang, manajemen akan cenderung
memilih prosedur akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke
periode berjalan, yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan perusahaan
mengalami technical default (kegagalan dalam pelunasan utang).
c. Motivasi Politik.
Perusahaan besar dan industri yang strategis akan menjadi perusahaan monopoli.
Dalam hal demikian, perusahaan ini akan menggunakan manajemen laba untuk
meningkatkan visibilitasnya dengan cara menggunakan prosedur akuntansi untuk
menurunkan laba yang diperoleh.
d. Motivasi Pajak.
Manajer termotivasi untuk melakukan manajemen laba karena pajak penghasilan.
Praktik manajemen laba dilakukan untuk menurunkan pajak penghasilan.
e. Perpindahan CEO
Hipotesis rencana bonus menyatakan bahwa manajemen yang akan diganti akan
melakukan manajemen laba untuk memaksimalkan bonus yang akan diperolehnya.
f. Motivasi Pasar Modal
Motivasi pasar modal muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh
para investor dan analis untuk menilai saham. Dalam hal demikian, kondisi ini dapat
kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara mempengaruhi

2
harga saham jangka pendek.

3
4. Teknik Manajemen Laba
Setiawati dan Na’im (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga teknik dan pola dalam
melakukan manajemen laba, antara lain:
a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara suatu manajemen mempengaruhi laba melalui perkiraan (judgement) terhadap
estimasi akuntansi adalah dengan:
- Estimasi tingkat piutang tak tertagih;
- Estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud;
- Estimasi biaya garansi;
- Lainnya.
b. Mengubah metode akuntansi
Perubahan ini digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Misalnya merubah metode
depresiasi aktiva tetap dari metode garis lurus ke metode turun berganda.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Contoh dari pengimplementasian teknik ini adalah adanya rekayasa periode biaya
seperti:
- Mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian atau pengembangan
sampai periode akuntansi selanjutnya;
- Mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya;
- Mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan;
- Mengatur saat penjualan aktiva tetap sudah tidak dipakai.

5. Kondisi Praktik Manajemen Laba


Trueman dan Titman (1988) menyatakan bahwa hanya manajer yang mampu
mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Untuk pihak lain
mungkin dapat menarik kesimpulan terkait laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh
perusahaan, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh manajer. Dalam menyiapkan
laporan mungkin manajer dapat memindah antarperiode, pada saat sebagian laba
ekonomi diketahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Perpindahan tersebut
dapat dicapai melalui beberapa cara seperti misalnya pengakuan biaya pensiun,
penyesuaian penaksiran umur ekonomis, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika
manajer tidak

4
dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama
dengan laba ekonomi perusahaan pada setiap perioda.

6. Pola Manajemen Laba


Menurut Scott (2000) dalam Wahyono, dkk (2013), pola manajemen laba dapat
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi perusahaan. Taking a bath mengakui adanya
biaya-biaya pada perioda yang akan dating dan kerugian pada periode berjalan
sehingga manajemen perlu membebankan perkiraan biaya mendatang. Hal ini akan
membuat laba periode berikutnya menjadi lebih tinggi.
b. Income Minimazation
Income Minimazation dilakukan saat perusahaan mencapai tingkat profitabilitas
yang tinggi sehingga bila laba periode mendatang diperkirakan akan turun drastis,
hal tersebut akan dapat diatasi dengan mengambil laba pada periode sebelumnya.
c. Income Maximization
Pola ini dilakukan ketika laba menurun dan bertujuan untuk melaporkan net
pendapatan yang tinggi dengan tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan
oleh perusahaan untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka
panjang.
d. Income Smoothing
Pola ini dilakukan perusahaan dengan menyamaratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar. Mengingat bahwa
seorang investor cenderung menyukai fluktuasi laba yang stabil.
e. Offsetting Extraordinary/Unusual Gains
Pola ini dilakukan dengan memindahkan efek-efek laba yang yang tidak biasa atau
temporal yang berlawanan dengan trend laba.
f. Aggresive Accounting Applications
Ini dapat diartikan sebagai salah saji (misstatement) dan dipakai untuk membagi laba
antar periode.
g. Timing Revenue dan Expense Recognition
Pola yang terakhir adalah pola yang menggunakan teknik tertentu. Untuk teknik
yang akan dilakukan tersebut dapat dengan cara dalam membuat suatu kebijakan.
Adapun kebijakan ini tentunya akan berkaitan dengan waktu yang dilakukan pada
saat
5
transaksi berlangsung. Hal ini dapat diberikan contoh seperti pengakuan premature
berdasarkan pendapatan.

Manajemen laba dapat dilakukan melalui tiga pola, income increasing, income
decreasing dan income smooting. Masing-masing pola tersebut mempunyai tujuan
tertentu yang lebih spesifik. Scott (2000) dalam Nasution dan Setiawan (2007)
menyatakan bahwa manajemen laba dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
menurunkan laba (income decreasing earnings management). Salah satu tujuan
penurunan laba ini adalah untuk menghindari pembayaran pajak yang terlalu besar.
Dengan laba bersih yang yang rendah, maka pajak yang dikenakan kepada
perusahaan juga rendah. Income increasing bertujuan untuk menghindari kerugian,
menghindari pelaporan penurunan laba dan menghindari kegagalan dalam beat
analyst forecast. Sedangkan income smooting atau perataan laba biasanya dilakukan
oleh para manajer untuk menstabilkan tingkat laba mereka dalam rangka menjaga harga
pasar saham.

7. Model Empiris Manajemen Laba


Sulistyanto (2008) menyebutkan secara umum terdapat tiga kelompok model empiris
manajemen laba yang diklasifikasikan atas dasar basis pengukuran yang digunakan yaitu
model yang berbasis akrual agregat (aggregate accruals), akrual khusus (specific
accruals) dan distribusi laba (distribution of earnings).
1. Model berbasis akrual agregat (aggregate accruals) merupakan model yang
digunakan untuk mendeteksi aktivitas rekayasa dengan menggunakan discretionary
accruals sebagai proksi manajemen laba. Model ini pertama kali dikembangkan oleh
Healy, DeAngelo dan Jones. Selanjutnya Dechow, Sloan dan Sweeney
mengembangkan model Jones menjadi model yang dimodifikasi (modified Jones
Model). Model ini menggunakan total akrual dan model regresi untuk menghitung
akrual yang diharapkan (expected accruals) dan akrual yang tidak diharapkan
(unexpected accruals).
Model Jones menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan
dan property, plant and equipment sebagai proksi manajemen laba. Model Healy
merupakan model yang relatif sederhana karena menggunakan total akrual (total
accruals) sebagai proksi manajemen laba. Total akrual disini merupakan
penjumlahan discretionary accruals dan nondiscretionary accruals. Discretionary
accruals merupakan komponen akrual yang dapat diatur dan direkayasa sesuai
6
dengan

7
kebijakan (discretion) manajerial, sementara undiscretionary accruals merupakan
komponen akrual yang tidak dapat diatur dan direkayasa sesuai dengan kebijakan
manajer perusahaan.
Model Angelo dikembangkan dengan menggunakan perubahan dalam total
akrual (change in total accruals) sebagai proksi manajemen laba. Model Jones
dimodifikasi (Modified Jones Model) menggunakan sisa regresi total akrual dari
perubahan penjualan dan property, plant and equipment, dimana pendapatan
disesuaikan dengan perubahan piutang yang terjadi pada periode bersangkutan.

2. Model akrual khusus (specific accruals), yaitu pendekatan yang menghitung akrual
sebagai proksi manajemen laba dengan menggunakan item atau komponen laporan
keuangan tertentu dari industri tertentu. Misalnya piutang tak tertagih dari sektor
industri tertentu atau cadangan kerugian piutang dari industri asuransi.
Model ini dikembangkan oleh McNichols dan Wilson, Petroni, Beaver dan
Engel, Beaver dan McNichols. McNichols dan Wilson mengembangka model yang
menggunakan sisa provisi untuk piutang tak tertagih, yang diestimasi sebagai sisa
regresi provisi untuk piutang tak tertagih pada saldo awal, serta penghapusan piutang
periode berjalan dan periode yang akan datang sebagai proksi manajemen laba.
Petroni menggunakan klaim terhadap estimasi cadanga kesalahan yang diukur
selama lima tahun perkembangan cadangan kerugian penjaminan kerusakan properti
sebagai proksi manajemen laba.
Model Beaver dan Engel menggunakan biaya yang tersisa dari kerugian
pinjaman, yang diestimasi sebagai sisa regresi biaya dari kerugian pinjaman pada
charge-of bersih, pinjaman yang beredar, aktiva yang tidak bermanfaat dan melebihi
satu tahun perubahan aktiva tidak bermanfaat sebagai proksi manajemen laba.
Sementara Beneish mengembangkan model yang menggunakan hari-hari
dalam indeks piutang, indeks laba kotor (gross margin), indeks kualitas aktiva,
indeks depresiasi, indeks biaya administrasi umum dan penjualan, indeks total akrual
terhadap total aktiva sebagai proksi manajemen laba. Model Beaver dan McNichols
menggunakan korelasi serial dari satu tahun perkembangan cadangan kerugian
penjaminan kerusakan properti sebagai proksi manajemen laba.

3. Model distribusi laba (distribution of earnings). Pendekatan ini dikembangkan


dengan melakukan pengujian secara statistik terhadap komponen-komponen laba

8
untuk

9
mendeteksi faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan laba. Model ini terfokus
pada pergerakan laba disekitar benchmack yang dipakai, misalkan laba kuartal
sebelumnya untuk menguji apakah incidence jumlah yang berada di atas maupun di
bawah benchmark telah didistribusikan secara merata atau merefleksikan ketidak
berlanjutan kewajiban untuk menjalankan kebijakan yang telah dibuat.
Model ini dikembangkan oleh Burgtahler dan Dichev, Degeorge, Patel dan
Zeckhauser serta Myers dan Skinners. Model Burgtahler dan Dichev merupakan
model yang menguji apakah frekuensi realisasi laba tahunan yang merupakan bagian
atas (bawah) laba yang besarnya nol dan laba akhir tahun adalah lebih besar (kecil)
daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajemen laba.
Degeorge, Patel dan Zeckhauser mengembangkan model yang menguji apakah
frekuensi realisasi laba kuartalan yang merupakan bagian atas (bawah) laba yang
besarnya nol, laba akhir kuartal dan forecast investor adalah lebih besar (kecil)
daripada yang diharapkan untuk mendeteksi manajeman laba. Model Myers dan
Skinners merupakan model yang menguji apakah angka-angka laba meningkat yang
berurutan adalah lebih besar dibandingkan angka-angka jika tanpa manajemen laba
untuk mendeteksi manajemen laba.

10
STUDI KASUS MANAJEMEN LABA
“PENGARUH KOMITE AUDIT DAN KUALITAS AUDITOR TERHADAP
MANAJEMEN LABA DENGAN KEPEMILIKAN KELUARGA SEBAGAI
VARIABEL PEMODERASI”
Oleh :
Mohammad Natsir, I Dewa Nyoman Badera
Universitas Udayana

Manajemen laba muncul sebagai akibat dari adanya agency conflicts, di mana kinerja
manajemen yang diukur berdasarkan laba perusahaan yang dihasilkannya dapat mendorong
manajemen melakukan perilaku menyimpang yang berupa manajemen laba. Praktik
manajemen laba yang terjadi pada perusahaan dapat dicegah dengan menciptakan suatu
sistem tata kelola perusahaan yang baik. Salah satu bentuk tata kelola perusahaan yang baik
adalah dengan membentuk komite audit yang salah satu tugasnya adalah melakukan
penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik
kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan
lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Kinerja komite
audit dalam mengawasi praktik manajemen laba akan menjadi lebih efektif jika para
anggotanya memiliki independensi dalam menyatakan sikap dan pendapat (Pamudji &
Trihartati, 2010). Faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba pada perusahaan
adalah kualitas auditor eksternal (Partono & Purwanto, 2015) yang mana bertujuan untuk
menentukan apakah laporan keuangan auditee telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (PABU).
Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur, khususnya perusahaan
manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2016 sebagai
jenis perusahaan yang diteliti (sampel dan populasi), yang mana dikarenakan tingginya
kemungkinan pelaksanaan manajemen laba pada perusahaan jenis ini. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya aset perusahaan manufaktur yang berupa persediaan. Selain persediaan
perushaaan yang banyak, perusahaan manufaktur juga memiliki jumlah aset tetap yang cukup
banyak. Perusahaan manufaktur dapat merubah estimasi umur aktiva tetap yang dimilikinya
yang akan meningkatkan atau menurunkan beban depresiasi aktiva tetap tersebut yang
nantinya akan berpengaruh pada laba yang akan dihasilkan perusahaan. Teknik pemilihan
perusahaan manufaktur di BEI ini menggunakan teknik purposive sampling atau sampel
dengan pertimbangan tertentu. Sementara, teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan uji Moderate Regression Analysis (MRA).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa komite audit berpengaruh secara negatif
terhadap praktik manajemen laba perusahaan. Hal ini berarti dengan semakin tingginya
proporsi anggota komite audit yang independen akan dapat menurunkan praktik manajemen
laba yang terjadi pada perusahaan. Keberadaan komite audit pada perusahaan dapat
mengurangi praktik manajemen laba yang merupakan akibat dari tindakan opportunistik yang
dilakukan oleh manajer. Hal ini disebabkan oleh anggota komite audit yang independen akan
dapat lebih leluasa dalam menyatakan sikap dan pendapatnya dalam menangkal praktik
manajemen laba karena anggota komite audit tersebut tidak akan mendapatkan tekanan yang

11
kuat dari pihak manajemen. Kualitas auditor eksternal berpengaruh secara negatif terhadap
praktik manajemen laba perusahaan. Hal ini berarti dengan semakin tingginya kualitas
auditor eksternal yang digunakan oleh suatu perusahaan akan dapat menurunkan praktik
manajemen laba yang terjadi pada perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi kualitas kantor akuntan publik yang digunakan perusahaan akan dapat
menurunkan praktik manajemen laba yang terjadi pada perusahaan. Hal ini disebabkan
karena KAP kecil memiliki insentif yang lebih besar untuk tidak melaporkan kesalahan
akuntansi yang material dengan tujuan menjalin relasi yang baik dengan klien tersebut.
Sebaliknya, KAP berukuran besar memiliki ketergantungan yang lebih kecil terhadap
kliennya yang dapat membuatnya lebih leluasa dalam menemukan kesalahan akuntansi yang
bersifat material. Kepemilikan keluarga berpengaruh positif signifikan pada manajemen laba,
kepemilikan keluarga tidak mampu memoderasi pengaruh komite audit pada praktik
manajemen laba perusahaan, dan kepemilikan keluarga memperlemah pengaruh kualitas
auditor eksternal pada manajemen laba.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, P. W. (2018). PENGARUH FAMILY FIRM, PROFITABILITAS, DAN FINANCIAL


LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA (STUDI PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2015-2016) (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo.

Egi. 2018. Teori Akuntansi SAP 13. Diakses Rabu, 16 November 2022 dari
https://id.scribd.com/document/372346215/Teori-Akuntansi-SAP-13

Hestanto. (2002). Pola Manajemen Laba. https://www.hestanto.web.id/pola-manajemen-


laba/#:~:text=Manajemen%20laba%20dapat%20dilakukan%20melalui,tujuan%20tert
entu%20yang%20lebih%20spesifik. Diakses pada 27 November 2022

Ibnu. (2020). Manajemen Laba: Pengertian, Fungsi, Faktor Penyebab, Pola dan Cara
Melakukan. https://accurate.id/akuntansi/pengertian-lengkap-manajemen-
laba/#Pola_Manajemen_Laba. Diakses pada 28 November 2022.

Natsir, M., & Badera, I. N. (2020). Pengaruh Komite Audit dan Kualitas Auditor terhadap
Manajemen Laba dengan Kepemilikan Keluarga sebagai Variabel Pemoderasi. E-
Jurnal Akuntansi, 114-129.

13

Anda mungkin juga menyukai