Anda di halaman 1dari 14

AKUNTANSI KEUANGAN

MANAJEMEN LABA

Disusun Oleh:

ANDAR KLEMEN PENUAM (19071000027)

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini perusahaan baru bermuculan dengan cepat. Hal ini tentu menjadi salah
satu sumber modal bagi negara melalui pajak tahunan, menjadi peluang untuk investor
karena banyak opsi perusahaan untuk menanamkan modalnya dan sebagainya sehingga
setiap perusahaan perlu bahkan wajib untuk mengeluarkan laporan keuangan setiap
tahunnya.
Pentingnya informasi dalam laporan keuangan perusahaan yang nantinya akan
berguna bagi pihak eksternal, menjadi alasan bagi perusahaan untuk melakukan
manajemen laba walaupun informasi itu tidak berkualitas sehingga berdampak negatif.
Selain itu, manajemen laba juga terjadi akibat perbedaan kepentingan antara pemilik
perusahaan sebagai pemakai laporan keuangan dan manajemen sebagai penyusun laporan
keuangan. Perbedaan ini disebut agency conflict dalam agency theory.
Manajemen laba dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang
mempercayai angka hasil rekayasa yang disesuaikan dengan keinginan manajer sehingga
dapat dikatakan laporan keuangan dapat tergantung kepada pemakai laporan keuangan itu
sendiri sehingga rentan untuk disalahgunakan oleh agent untuk mencapai tujuan tertentu.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
bagaimana praktik manajemen laba dalam sebuah perusahaan dan bagaimana cara
mengetahuinya serta apa dampak positif dan negatif bagi perusahaan dan pihak lainnya
apabila melakukan manajemen laba?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen
Secara umum manajemen merupakan seni untuk mengatur sumber daya agar
terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang optimal. Dalam manajemen terdapat beberapa
unsur yaitu, manusia, uang, material, mesin, maupun pasar. Untuk memaksimalkan
unsur-unsur tersebut, maka harus ada manajemen yang di dalamnya terdapat fungsi-
fungsinya yaitu Planning, Organizing, Actuating, and Controlling.
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu.
Hasibuan (2011;2) Manajemen Sumber Daya Manusia.

B. Pengertian Manajemen Laba


Menurut Schipper (1989) dalam buku Rahmawati dkk. (2006), menyatakan
bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses
pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat.
Sedangkan menurut Asih dan Gudono (2000), manajemen laba adalah suatu proses yang
dilakukan dengan sengaja dalam batasan GAAP (General Addopted Accounting
Principles) untuk mengarahkan tingkatan laba yang dilaporkan. Sehingga kesimpulannya,
manajemen laba adalah kegiatan atau proses yang dilakukan dengan sengaja agar dapat
memperoleh keuntungan untuk kepentingan perusahaan.

C. Alasan Dilakukannya Manajemen Laba


Beberapa faktor yang dapat menjadi alasan bagi manajer untuk melakukan
manajemen laba menurut (Scott dalam Jurnal Akuntansi, M. Dinul Khaiyat):

1. Rencana Bonus (Bonus Scheme)


Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus memotivasi para manajer
untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup peluang mereka

2
melakukan tindakan creative accounting agar dapat menampilkan kinerja
(performance) yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal.

2. Kontrak Jangka Panjang (Debt Convenant)


Agar kreditor mau menginvestasikan dananya di perusahaannya, tentunya manajer
harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk memperoleh
hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, prilaku kreatif dari manajer
untuk menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya pun seringkali
muncul. Selain untuk mendapatkan pinjaman, kasus seperti itu juga berlaku untuk
menjaga perjanjian utang.jika suatu perusahaan mendapatkan dana dari kreditor,
perusahaan berkewajiban menjaga rasio keuangannya agar berada pada batas bawah
tertentu. Jika hal ini dilanggar, maka perjanjian utang dibatalkan.

3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation)


Perusahaaan yang belum go public cederung melaporkan dan menginginkan untuk
menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai sebenarnya.
Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk bertindak kreatif melakukan tindakan
manajemen laba agar laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa
melanggar aturan dan kebujakan akuntansi perpajakan.

4. Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering)


Proses penjualan saham perusahaan ke publik akan direspon positif oleh pasar ketika
perusahaan penerbit saham (emiten) dapat “menjual” kinerja yang baik. salah satu
ukuran kinerja yang dilihat oleh calon investor adalah penyajian laba pada laporan
keuangan perusahaan. Kondisi ini seringkali memotivasi manajer untuk berprilaku
kreatif dengan berusaha menampilkan kinerja keuangan yang lebih baik dari
biasanya.

5. Pergantian Chief Executive Officer


Perilaku manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau
chief executive officer (CEO). Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi

3
cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya
tetap terlihat baik pada tahun terakhirnya ia menjabat.

6. Motivasi Politik (Political Motivation)


Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak
menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan-perusahaan industri strategis
perminyakan, gas, listrik, dan air. Demi menjaga tetap mendapatkan subsidi,
perusahaan-perusahaan tersebut cenderung menjaga posisi keuangannya dalam
keadaan tertentu sehingga prestasi atau kinerjanya tidak terlalu baik.

D. Teknik Manajemen Laba


Scott (1997) merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik manajemen
laba, yaitu:
1. Taking a Bath
Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi
sangat tinggi atau rendah dibandingkan dengan laba periode tahun sebelumnya atau
tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang sedang mengalami
masalah organisasi (organizational stress) atau sedang dalam proses pergantian
pimpinan manajemen perusahaan.
2. Income Minimization
Pola ini dilakukan pada saat perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi
sehingga jika laba pada masa mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi
dengan mengambil laba periode sebelumnya. Pola ini relatif sering dilakukan dengan
motivasi perpajakan dan politis.
3. Income Maximization
Pola ini merupakan kebalikan dari pola income minimization. Dilakukan pada saat
laba menurun yang bertujuan untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan
oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang maupun oleh
perusahaan yang akan melakukan IPO agar mendapat kepercayaan dari kreditor.

4
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkaan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih
menyukai laba yang relatif stabil.
5. Timing Revenue dan Expenses Recognation
Teknik ini dilakukan dengan cara membuat kebijakan yang berkaitan dengan timing
suatu transaksi, contohnya seperti pengakuan premature atas pendapatan.

Menurut Sulistyanto (2008), terdapat empat cara yang digunakan manajer untuk
melakukan manajemen laba, yaitu:
1. Mengakui dan mencatat pendapatan lebih cepat satu periode atau lebih. Upaya ini
dilakukan manajer dengan mengakui dan mencatat pendapatan periode-periode yang
akan datang atau pendapatan yang secara pasti belum dapat ditentukan kapan dapat
terealisir sebagai pendapatan periode berjalan. 
2. Mencatat pendapatan palsu. Upaya ini dilakukan manajer dengan mencatat pendapatan
dari suatu transaksi yang sebenarnya tidak pernah terjadi sehingga pendapatan ini juga
tidak akan pernah terealisir sampai kapan pun.
3. Mengakui dan mencatat biaya lebih cepat dan lambat. Upaya ini dapat dilakukan manajer
dengan mengakui dan mencatat biaya periode-periode yang akan datang sebagai biaya
periode berjalan.
4. Tidak mengungkapkan semua kewajiban. Upaya ini dilakukan manajer dengan
menyembunyikan seluruh atau sebagian kewajibannya sehingga kewajiban periode
berjalan menjadi lebih kecil daripada kewajiban sesungguhnya.

Sedangkan menurut Asyik (2000), teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga
cara sebagai berikut:

1. Perubahan metode akuntansi. Manajemen mengubah metode akuntansi yang berbeda


dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba.
Metode akuntansi memberikan peluang bagi manajemen untuk mencatat suatu fakta
tertentu dengan cara yang berbeda.

5
2. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Manajemen mempengaruhi laporan keuangan
dengan cara memainkan judgment (kebijakan) perkiraan akuntansi. Hal tersebut
memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subyektivitas dalam menyusun
estimasi.
3. Menggeser periode biaya atau pendapatan. Manajemen menggeser periode biaya atau
pendapatan (sering disebut manipulasi keputusan operasional).

E. Apakah Manajemen Laba dan Fraud Berbeda?


Ditinjau dari pengertian dan unsur-unsur fraud dan dari sudut pandang peraturan
perundangan maka tindakan manajemen laba dapat dikategorikan sebagai suatu
perbuatan fraud. Apabila hal tersebut terjadi pada organisasi sektor publik maka
perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi yang dapat diancam dengan sanksi
hukum pidana.
Secara konseptual, berbeda. Fraud dilakukan melalui kecurangan praktik
akuntansi dengan maksud untuk menipu. Sedangkan manajemen laba dilakukan atas
keinginan manajemen melalui aturan atau prinsip akuntansi.

F. Cara Mengetahui/Mendeteksi Terjadinya Manajemen Laba


Secara umum ada beberapa teknik atau model untuk mendeteksi terjadinya manajemen
laba, yaitu:

1. The Healy Model


Healy (1985), menguji adanya earnings management dengan membandingkan
rata- rata total accruals (menggunakan skala selisih total assets) terhadap variabel
pemisah (partitioning variable) earnings management. Studi yang dilakukan oleh
Healy ini sangat berbeda dengan studi terhadap earnings management lainnya dalam
memprediksi systematic earnings management yang terjadi dalam suatu periode.
Variabel pemisah yang digunakannya membagi sampel ke dalam tiga kelompok,
yaitu earnings yang diprediksi besarnya dinaikkan (upward) satu kelompok, dan
earnings yang besarnya diturunkan (downward) pada kelompok keduanya, dan
kelompok ketiga adalah kelompok rata-rata earnings. Tahapan selanjutnya adalah

6
membandingkan pasangan-pasangan dengan rata-rata total accruals kepada kelompok
earnings yang besarnya dinaikkan dan kelompok earnings yang besarnya diturunkan.
Langkah-langkah model Healy yaitu:
 Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih pendapatan
bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap tahun pengamatan.
 Menghitung nilai nondiscretionary accruals (NDA) yang merupakan rata-rata
total akrual (TAC) dibagi dengan total aktiva periode sebelumnya. 
 Menghitung nilai (TAC) dengan nondiscretionary
accruals (NDA). Discretionary accruals merupakan proksi manajemen laba.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung non-discretionary accruals
adalah sebagai berikut:
∑ TAτ
t
NDA τ=
T

Di mana:
NDAτ = Non-discretionary accruals yang diestimasi.
TAτ = Total accruals yang dibagi dengan selisih total assets
T = 1,2, ….. T, tahun yang masuk dalam periode estimasi.
T = tahun pada event period.

2. The Angelo Model


DeAngelo (1986), menguji adanya earnings management dengan menghitung
perbedaan pada total accruals dan dengan mengasumsikan bahwa jika perbedaan
diharapkan tidak ada, berarti tidak terdapat earnings management. Model ini
menggunakan total accruals periode sebelumnya (last period’s total accruals) yang
dibagi dengan selisih total assets sebagai ukuran non-discretionary accruals.
Persamaan yang digunakan oleh DeAngelo adalah sebagai berikut:
NDA τ=TAτ −1

Langkah-langkah model Healy yaitu:

7
 Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih pendapatan
bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap tahun pengamatan.
 Menghitung nilai nondiscretionary accruals (NDA) yang merupakan rata-rata
total akrual (TAC) dibagi dengan total aktiva periode sebelumnya. 
 Menghitung nilai (TAC) dengan nondiscretionary
accruals (NDA). Discretionary accruals merupakan proksi manajemen laba.

3. The Jones Model


Jones (1991) mengusulkan sebuah model yang menggunakan asumsi bahwa
nondiscretionary accruals bersifat konstan. Model Jones mengontrol pengaruh
perubahan lingkungan ekonomi perusahaan pada non-discretionary accruals. Model
Jones untuk non-discretionary accruals menggunakan persamaan sebagai berikut:
NDA τ=α 1 τ−1 ¿+α 2(6 REVτ )+α 3 (PPEτ )

Di mana:

 6REVτ = Pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 dibagi


total aset tahun t-1.
 PPEτ = Gross properti plant dan perlengkapan pada tahun t dibagi total
aset tahun t-1.
 Aτ-1 = Total aset tahun t-1.
 α1α2, α3 = Parameter perusahaan tertentu

Langkah-langkah model Jones yaitu:

 Menghitung niali total akrual (TAC) yang merupakan selisih dari pendapatan
bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap perusahaan dan setiap
tahun pengamatan. 
 Menghitung nilai nondiscretionary accruals. 

8
 Menghitung nilai discretionary accruals (DA), yaitu selisih antara total akrual
(TAC) dengan nondiscretionary accruals (NDA). Discretionanry
accruals merupakan proksi manajemen laba.

4. The Modified Jones Model


Modifikasi model yang dilakukan oleh Jones didesain untuk mengurangi
adanya dugaan pada model Jones dalam kesalahan mengukur discretionary accruals,
ketika discretionary dilakukan terhadap pendapatan. Dalam model yang dimodifikasi
ini, nondiscretionary accruals adalah estimasi pada periode kejadian (event period),
yaitu selama periode earnings management diperkirakan terjadi. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung non-discretionary adalah sebagai berikut:

TA τ =∂ 1 ( Aτ1 −1)+ ∂2 ¿ 6 REVτ−6 RECτ ¿+ ∂3 ( PPEτ)


Di mana:

 6REC = net receivable pada tahun t dikurangi net receivable pada tahun
t-1 dibagi total aset pada tahun t-1.

Langkah-langkah model Jones Modifikasi yaitu:

 Menghitung nilai total akrual (TAC) yang merupakan selisih dari pendapatan
bersih (net income) dengan arus kas operasi untuk setiap perusahaan dan
setiap tahun pengamatan. 
 Mengitung nilai current accruals yang merupakan selisih antara perubahan
aktiva lancar (current assets) dikurangi kas dengan perubahan utang lancar
(current liabilities) dikurangi utang jangka panjang yang akan jatuh tempo
(current maturity of long-term debt). 
 Menghitung nilai nondiscretionary accruals.
 Menghitung nilai disrectionary current accruals, yaitu disrectionary
accrual yang terjadi dari komponen-komponen aktiva lancar yang dimiliki
perusahaan. 

9
 Menghitung nilai disrectionary accruals, disrectionary longterm
accruals dan nondisrectionary long-term accruals. Disrectionary
accruals (DTA) merupakan selisih total akrual (TAC)
dengan nondisrectionary accruals (NDTA). Disrectionary long-term
accruals (DLTA) merupakan selisih disrectionary accruals (DTA)
dengan disrectionary current accruals (DCA), sedangkan nondisrectionary
longterm accruals (NDLTA) merupakan selisih nondisrectionary
accruals (NDTA) dengan nondisrectionary current accruals (NDCA).

5. The Industry Model


Model yang terakhir adalah industry model yang digunakan oleh Dechow danSloan
(1991), sama halnya dengan model Jones, Industry model melonggarkan asumsi
bahwa non-discretionary accruals nilainya selalu konstan. Akan tetapi, upaya utama
industry model diarahkan pada penentuan non-discretionary accruals. Industry model
mengasumsikan bahwa variasi dalam faktor-faktor penentu non-discretionary
accruals umumnya terjadi pada jenis industri perusahaan yang sama. Industry model
untuk nondiscretionary accruals adalah ;

NDA τ=Υ 1+Υ 2median 1(TAτ )

Di mana:
median1(TAt) = nilai median dari total accruals yang dibagi oleh selisih aset
dari seluruh sampel perusahaan dengan kode SIC pada dua
digit.

G. Dampak Manajemen Laba


Pandangan tentang baik atau buruknya manajemen laba masih menjadi
perdebatan. Menilai baik atau buruknya manajemen laba tergantung teknik yang
digunakan dalam melakukan manajemen laba serta tujuan dilakukannya manajemen laba
oleh suatu perusahaan.
Praktik legal dalam manajemen laba yaitu usaha mempengaruhi angka laba yang
tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Standar Akuntansi

10
Keuangan yaitu dengan cara memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi,
merubah metode akuntansi, menggeser periode pendapatan atau biaya.
Sedangkan manajemen laba yang dilakukan secara illegal misalnya melaporkan biaya
transaksi secara fiktif dengan cara menambah atau mengurangi nilai transaksi, tidak
melaporkan biaya lainnya sehingga menghasilkan laba yang dikehendaki.
Manajemen laba akan berubah menjadi perbuatan curang jika ada kesengajaan
manajer atau akuntan melanggar standar akuntansi, misalnya dalam bentuk manipulasi
data, perhitungan dan pelaporan. Manajemen laba melalui manajemen akrual pada
dasarnya akan hanya mempengaruhi angka laba di atas kertas dengan memanfaatkan
aturan akuntansi yang fleksibel. Praktik manajemen laba hanyalah upaya
“mempermainkan” angka laba di atas kertas, dan tidak menimbulkan kerugian materi
bagi siapa pun.
Di sisi lain meskipun tidak ada pihak yang merasa dirugikan secara langsung
namun dari aspek hukum, praktik manajemen laba dapat mencurangi kepentingan pihak
lain dengan melakukan pilihan-pilihan akuntansi secara sistematis dan yang terpenting
adalah niat serta motivasi dari tindakan manajemen laba didasari atas kepentingan pribadi
atau golongan dalam rangka memperoleh manfaat lebih cepat dan menunda pemberian
manfaat bagi yang lain.
Praktek manajemen laba dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak stakeholder
dan juga bisa menurunkan kualitas dari informasi akuntansi yang disampaikan dalam
laporan keuangan karena tidak menyampaikan informasi yang sebenarnya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jika dilihat dari segi kualitatif laporan keuangan, manajemen laba tidak boleh
dilakukan karena menyebabkan informasi yang dihasilkan dari laporan keuangan tidak
dapat diandalkan. Selain itu dapat menyebabkan kerugian lain bagi pihak yang
mempunya kepentingan berlawanan.
Secara umum, manajemen laba dikatakan suatu perbuatan atau tindakan yang
menyimpang, walaupun beberapa penjelasan menyebutkan bahwa selama manajemen
laba itu tidak melanggar prinsip pelaporan keuangan, maka bukan merupakan suatu
perbuatan yang menyimpang, akan tetapi tetap saja dengan perbuatan tersebut akan
menyebabkan tidak tercapainya karakteristik kualitatif dari laporan keuangan
dan  merusak kredibilitas informasi akuntansi yang disampaikan dalam laporan
keuangan.

B. Saran

Menurut saya manajemen laba memang perlu dilakukan oleh suatau perusahaan
untuk kepentingan perusahaan itu sendiri. Namun, manajer harus tetap memperhatikan
aturan-aturan yang terdapat dalam prinsip akuntansi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. Jakarta: Grasindo.
Asyik, Nur Fadrih. 2000. Analisa Rasio Keuangan: Identifikasi Faktor-faktor Dalam
Memprediksi Laba. Kajian Bisnis, No . 19, Januari 2000.
Bambang Suripto.Manajemen Laba Dan Manajemen Impresi Dalam Laporan Tahunan:
Penelitian Strategi Pengungkapan Perusahaan. 2013. Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia. Juni 2013.
Ahim Abdurrahim. Mendeteksi Earnings Management. Jurnanl Akuntansi & Investasi. Vol. 1
No. 2
M. Dinul Khaiyat. Indikasi Manajemen Laba Melalui Akrual Diskresioner Pada Perusahaan
Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi.
Ni Putu Sandyaswari1 & Gerianta Wirawan Yasa. Indikasi Manajemen Laba Pada Perusahaan
Yang Melakukan Right Issue Dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan. 2016. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana. Vol.15.1
Lilis Setiawati & Ainun Na’im. Manajemen Laba. 2000. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.
Vol. 15, No. 4, 424 – 441
http://estehmanishangatnggakpakegula.blogspot.com/2011/03/manajemen-laba-baik-atau-buruk-
1.html
http://www.umy.ac.id/praktik-manajemen-laba-akibatkan-kerugian-bagi-stakeholders.html

13

Anda mungkin juga menyukai