Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MANAJEMEN LABA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi Keuangan
Yang diampu oleh Ibu Endang

Disusun Oleh :
Denta Wisnu 19602030201100-
Izza Maulida Santoso 196020302011001

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan hasil dari suatu proses pencatatan keseluruhan atas
transaksi keuangan perusahaan yang terjadi selama satu periode tahun buku. Fungsi laporan
keuangan sebagai kunci yang menampilkan gambaran kondisi suatu perusahaan dalam kondisi
baik atau buruk. Sehingga dari gambaran tersebut pihak eksternal bisa mendapatkan informasi
mengenai kinerja perusahaan.
Penyusunan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen kepada para
pemilik modal dan pihak yang terkait. Pihak yang terkait tersebut seperti kreditur, investor dan
yang memiliki kepentingan atas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Oleh karena
itu manajemen wajib mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada para pemiliki modal.
Dari laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen juga akan mencerminkan kinerja
manajemen tersendiri khususnya pada laporan laba rugi. Kinerja manajemen akan tercermin pada
akun laba di laporan laba rugi suatu perusahaan. Dalam penyusunan laporan keuangan terdapat
beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Sehingga biasanya
manajemen memberikan kebijakan dalam proses penyusunan laporan keuangan untuk mencapai
tujuan tertentu.
Dalam buku Scott yang berjudul “Financial Acoounting Theory” diungkapan bahwa
kebijakan akuntansi yang disusun atau dibuat untuk tujuan tertentu dalam laporan keuangan
biasa disebut dengan manajemen laba. Manajemen laba merupakan fenomena yang biasa terjadi
dalam sebuah perusahaan. Dalam praktiknya, manajemen laba biasa dilakukan oleh manajemen
untuk tujuan tertentu baik secara legal maupun illegal. Manajemen melakukan manajemen laba
secara legal berarti proses penyusunan laporan keuangan hingga mendapatkan angka laba
tersebut tidak bertentangan dengan aturan pelaporan keuangan dalam Prinsip Akuntansi
Berterima Umum (PABU), khususnya dalam Standar Akuntansi yang berlaku. Manajemen laba
secara legal ini biasa manajemen lakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan
memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, melakukan perubahan metode
akuntansi ataupun dengan menggeser periode pendapatan atau biaya.
Sedangkan manajemen laba yang dilakukan secara illegal oleh manajemen yaitu proses
penyusunan laporan keuangan hingga mendapatkan angka laba tersebut dengan cara yang
bertentangan dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), maupun Standar Akuntansi.
Manajemen laba yang dilakukan secara illegal oleh manajemen biasa dilakukan dengan cara
melaporkan transaksi pendapatan atau biaya fiktif baik dengan menambahkan atau biasa disebut
dengan mark up ataupun dengan mengurangi atau yang biasa disebut dengan mark down nilai
transaksi tersebut. Sehingga dari proses illegal tersebut akan menghasilkan laba pada tingkat
tertentu.
Dampak dari adanya manajemen laba secara illegal akan berpengaruh pada kredibilitas
laporan keuangan tersebut. Manajemen laba tidak akan merugikan perusahaan baik manajemen
maupun pemilik modal apabila dilakukan secara legal dan sesuai dengan aturan. Oleh karena itu
dalam makalah ini akan memberikan wawasan baik bagi penulis maupun pembaca terkait dengan
informasi manajemen laba.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah
ini diantaranya :
1. Apa itu manajemen laba?
2. Bagaimana pola yang dilakukan dalam praktik manajemen laba?
3. Apa motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba?
4. Bagaimana pandangan baik buruknya manajemen laba ?
5. Bagaimana implikasi manajemen laba dalam praktik akuntansi ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui konsep manajemen laba.
2. Untuk mengetahui pola yang dilakukan dalam manajemen laba.
3. Untuk mengetahui motivasi manajer dalam melakukan manajemen laba.
4. Untuk mengetahui baik buruknya manajemen laba.
5. Untuk mengetahui implikasi manajemen laba dalam praktik akuntansi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manajemen Laba

Dalam buku Scott yang berjudul “Financial Accounting Theory” mendefinisikan earning
management sebagai opsi yang dilakukan oleh manajer dalam menentukan kebijakan akuntansi
untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Konsep manajemen laba menggunakan pendekatan
teori keagenan (agency theory) yang menyatakan bahwa praktek manajemen laba dipengaruhi
oleh konflik antara kepentingan manajemen (agent) dan  pemilik (principal) yang timbul  karena
setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang
dikehendakinya. Dengan demikian, manajemen laba memiliki makna sebagai tindakan
manajemen dalam mempengaruhi laba yang dilaporkan dan dapat memberikan manfaat ekonomi
yang keliru pada perusahaan, sehingga apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan
membahayakan perusahaan tersebut.
Praktik manajemen laba tercemin dalam suatu teori yaitu Agency theory yang memiliki
asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri
sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pihak pemilik
(principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya dengan profitabilitas
yang selalu meningkat. Agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak
kompensasi. Konflik kepentingan semakin meningkat temtama karena pemilik (principal) tidak
dapat memonitor aktivitas manajemen sehari-hari untuk memastikan bahwa manajemen bekerja
sesuai dengan keinginan pemegang saham (pemilik).
Fenomena asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara principal dan
agent mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada principal*
terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Salah satu bentuk
tindakan agent tersebut adalah yang disebut sebagai earning management.
Berdasarkan teori dan fenomena yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa earning
management adalah suatu usaha atau upaya mengatur pendapatan atau keuntungan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu yang dilandasi oleh faktor-faktor ekonomi tertentu. Ada dua
cara memahami earning management yaitu sebagai berikut:
1. Manajemen laba dipandang sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimalkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, utang, dan kos politik.
2. Manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, artinya earning management memberi
fleksibilitas bagi manajer untuk melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.

B. Pola Dalam Manajemen Laba


Berbagai cara yang dapat dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi waktu, jumlah,
atau makna transaksi dalam pelaporan keuangan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi
dan accounting judgment. Dalam buku Scott yang berjudul “Financial Accounting Theory”
berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:
1. Taking a Bath
Pola manajemen laba taking a bath terjadi pada periode yang menjenuhkan atau
reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Ketika kondisi perusahaan harus
melaporkan laba yang tinggi, manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi,
konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang
dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya biaya pada periode yang akan datang sebagai
kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat
dihindari pada periode tersebut. Untuk itu manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan
membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada saat ini serta melakukan clear the
desk sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.
2. Income Minimization
Pola manajemen laba ini mirip dengan "taking a bath", tetapi lebih sedikit ekstrim,
yakni dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat
penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran
sebagai biaya. Kondisi perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa
penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk
penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.
3. Income Maximization
Pola manajemen laba ini bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi
mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba untuk
meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada saat laba
menurun. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang mungkin akan
memaksimalkan pendapatan.
4. Income Smoothing
Pola manajemen lana ini yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan
laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada
umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. Perataan laba dapat dihasilkan
dari hal-lah berikut ini:
a) Natural income smoothing, yaitu proses pembentukan laba secara inheren menghasilkan
suatu stream earnings yang relatif merata, seperti yang terjadi pada utilitas publik
(Eckel, 1981).
b) Intentional income smoothing, yaitu yang disebabkan oleh tindakan manajemen. yang
dapat digolongkan ke dalam dua hal di bawah ini.
c) Real income smoothing (RIS), yang merupakan respons manajer terhadap perubahan
kondisi perekonomian. Hasil investigasinya menunjukkan hasil bahwa RIS
mempengaruhi aliran kas perusahaan.
d) Artificial income smoothing (AIS), yaitu upaya manajer untuk secara "artifisial"
mengurangi variabilitas laba. Hasil investigasinya menunjukkan hasil bahwa AIS tidak
memiliki dampak langsung terhadap aliran kas perusahaan.

C. Tujuan Earnings Management


1. Pola Manajemen Laba Untuk Mendapatkan Bonus
Dalam catatan yang diungkapkan oleh Healy (1985) yang berjudul “The Effect of
Bonus Schemes on Accounting Decisions,” is a seminal investigation of a contractual
motivation for earnings management. Efek skema bonus keputusan akuntansi adalah
investigasi motivasi kontrak pengelolaan pendapatan. Healy mengamati bahwa manajer
memiliki informasi dari dalam pada pendapatan bersih perusahaan sebelum pengelolaan
pendapatan atau laba. Dalam penelitian Healy (1985) menggunakan pendekatan program
bonus manajemen, yaitu bahwa manajer akan memperoleh bonus secara positif ketika laba
berada di antara batas bawah (bogey) dan batas atas (cap). Ketika laba berada di bawah
bogey manajer tidak mendapatkan bonus, dan ketika laba berada diatas cap manajer hanya
mendapatkan bonus tetap.
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa terjadinya asimetri informasi
mengenai keuangan perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba
bersih untuk memaksimalkan bonus mereka. Motivasi bonus merupakan dorongan
manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya untuk memperoleh bonus
yang dihitung atas dasar laba tersebut. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih
mungkin menggunakan metode-metode akuntansi yang meningkatkan income yang
dilaporkan pada periode berjalan.
Bagaimana manajer mengolah laba bersih? Healy mengasumsikan bahwa
manajer menggunakan metode akrual. Dengan formula:
Net Income=Cash flow ¿ operation± Net accruals
Yang dapat dipecah seperti :
Net Income=Cash flow ¿ operation± Net non discretionary accruals ± Net discretionary accruals
Dari hal tersebut di atas mengasumsi penjelasan untuk empat poin akrual, sebagai
berikut :
a. Beban Amortisasi beban amortisasi tahunan yang ditetapkan oleh kebijakan amortisasi
perusahaan dan mengestimasikan manfaat ekonomis asset.
b. Kenaikan pada Piutang Usaha Bersih berasumsi bahwa ini berasal dari penurunan
penyisihan piutang tak tertagih, yang dihasilkan dari perkiraan konservatif dikurang
dari tahun-tahun sebelumnya.
c. Kenaikan pada Persediaan berasumsi bahwa ini berasal dari perusahaan manufaktur
yang kuat pada saham selama periode kapasitas produksi yang berlebih. Hasilnya
adalah termasuk biaya overhead dalam persediaan tetap daripada sebagai penambahan
beban volume yang bervariasi yang menguntungkan.
d. Penurunan pada Utang Usaha dan Kewajiban Akrual berasumsi bahwa ini berasal dari
perusahaan yang lebih optimis tentang klaim garansi pada produk-produknya dari
yang telah di tahun-tahun sebelumnya.

2. Pola Manajemen Laba yang didasari Motivasi Kontrak


Motivasi kontrak atas terjadinya manajemen laba dikaitkan dengan penggunaan data
akuntansi dalam memonitor dan meregulasi kontrak atas perusahaan dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan (stakeholders). Secara eksplisit maupun implisit, kontrak-kontrak yang
berjenis kompensasi manajemen banyak dikaitkan dengan kinerja keuangan perusahaan.
Ada alasan khusus yang menyebabkan mengapa manajemen laba terjadi dalam konteks
kontrak yaitu baik kreditor maupun komite kompensasi yaitu komite yang menyiapkan
berkas kontrak antara manajer perusahaan, merasa bahwa upaya mengungkapkan ada
tidaknya manajemen laba adalah upaya yang mahal dan membutuhkan waktu. Kondisi ini
seakan menjadi pendorong bagi manajer untuk melakukan manajemen laba. Ada 2 tujuan
untuk menggambarkan earning management dari sisi kontrak, yaitu:
a. Kontrak antara manajer dengan perusahaan
Dalam   hal   ini   perusahaan   memberi   kebebasan   bagi   manajer untuk
melakukan earning management dengan tujuan agar target perusahaan dapat tercapai.
Untuk mencapai tujuannya perusahaan menawarkan bonus bagi prestasi manajer yang
dapat mencapai target perusahaan.
b. Kontrak antara perusahaan dengan kreditur
Kontrak hutang antara perusahaan dengan kreditur pada awal kontrak telah
ditentukan adanya persyaratan-persyaratan tertentu antara perusahaan dengan kreditur.
Adanya pelanggaran pada persyaratan kontrak akan menyebabkan perusahaan lerkena
penalties. Oleh sebab itu untuk menghindari adanya penalties perusahaan cenderung
meningkatkan pendapatan.

3. Pola Manajemen Laba untuk Memenuhi Motivasi Ekspektasi Laba Investor dan
Mempertahankan Reputasi
Pengharapan dari investor bisa dalam berbagai bentuk dan cara. Sebagai contohnya,
kemungkinan bisa didasarkan kepada laba dari periode yang sama pada tahun sebelumnya
atau analisa terkini atau perkiraan yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan yang
menawarkan laba lebih besar dari nilai yang diharapkan secara tipikal akan menikmati
peningkatan share price secara signifikan, sejalan dengan revisi investor pada probabilitas
mereka dari performa baik di masa mendatang.

4. Pola Manajemen Laba untuk Initial Public Offerings


Berdasarkan definisinya, perusahaan yang melakukan IPO masih belum mempunyai
harga pasar. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana menilai saham dari
perusahaan tersebut. Oleh karena itu, informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan
kedalam prospektus menjadi sumber informasi yang berguna.

5. Pola Manajemen Laba untuk Motivasi Politis


Kondisi manajemen laba ini terjadi ketika perusahaan besar yang menguasai hajat
hidup orang banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya,
seperti halnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama
periode kemakmuran tinggi.

6. Pola Manajemen Laba untuk Motivasi Pajak


Pola manajemen ini merupakan salah satu Salah satu insentif yang dapat memicu
manajer untuk melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau
total pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan
untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu manajer.

7. Pola Manajemen Laba ketika adanya Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Pola ini bisa terjadi ketika terdapat Banyak motivasi yng timbul disekitar waktu
penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas akhirnya) akan
melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonusnya.

D. Pandangan terhadap Earning Management


1. Sisi Baik Earning Management
a. Membuka Komunikasi yang Diblok/Terhambat
Konsep komunikasi yang terhambat/diblokir berasal dari Demski dan Sappington
(1987a) (DSa).  Secara frekuen, maka agen yang memperoleh informasi yang
dispesialiasikan sebagai bagian dari keahlian mereka, dan jenis informasi ini
kemungkinan besar akan bernilai untuk berkomunikasi kepada pelaku utama, yakni
membuka komunikasi yang di terhambat diantara perusahaan/manajer dengan pemilik
perusahaan atau investor.
DSa menunjukkan kehadiran dari komunikasi yang diblokir yang bisa
menurunkan efisiensi dari kontrak agen, karena agen kemungkinan akan kekurangan
perolehan informasi dan berkompensasi dengan bertindak. Jika hal ini terjadi, maka
pelaku utama akan menerima insentif untuk mencoba mengeliminasi atau menurunkan
blockade informasi.
b. Bukti Empiris Sisi Baik Earnings Management
Dalam buku Subramanyam (1996) mengungkapkan bahwa ketersediaan beberapa bukti
pada isu ini. Dia membagi akrual kedalam komponen diskresioner dan komponen non-
diskresioner, menggunakan model Jones. Subramanyam menemukan, setelah
pengendalian terhadap efek arus kas operasi dan akrual non-diskresioner pada
pengembalian saham, konsisten dengan para manajer, rata-rata, menggunakan earnings
management secara bertanggungjawab untuk mengungkapkan informasi bagian dalam
tentang laba masa depan.
2. Sisi Buruk Earning Management
a. Manajemen Laba Oportunistik
Meskipun teori dan bukti bertanggung jawab dalam mempergunakan manajemen
laba, ada juga bukti manajemen laba yang buruk. Dari perspektif kontrak, ini merupakan
hasil dari tingkah laku oportunistik manajer. Kecenderungan manajer untuk
menggunakan manajemen laba agar memaksimalkan bonus mereka.
Investigasi mengungkapkan sejumlah motivasi untuk manajemen laba tersebut.
Yang umum adalah kedekatan dengan pelanggaran perjanjian utang. Motif lain untuk
melakukan manajemen laba yang buruk muncul ketika manajer bermaksud untuk
meningkatkan modal saham baru dan ingin memaksimalkan hasil dari penerbitan saham
baru.
Akrual diskresioner dapat digunakan untuk meningkatkan laba bersih yang
dilaporkan dalam jangka waktu pendek, seperti mempercepat pengakuan pendapatan,
memperpanjang masa manfaat aset modal, menyediakan untuk biaya lingkungan dan
pemulihan. Selama manajemen laba digunakan untuk menaikkan harga yang tak terduga,
pemilik yang sekarang dapat memanfaatkannya sampai ada yang terbaru. Perusahaan
yang melakukan manajemen laba memiliki rata-rata leverage yang lebih besar dan secara
signifikan memiliki lebih banyak pelanggaran kontrak hutang daripada pengendalian.
E. Implikasi bagi Akuntansi
Implikasi bagi akuntan yang ingin mengurangi manajemen laba yang buruk,
bagaimanapun tidak menolak efisiensi pasar, tetapi untuk meningkatkan keterbukaan.
Pengungkapan penuh membantu para investor untuk mengevaluasi laporan keuangan, sehingga
mengurangi kerentanan mereka terhadap bias perilaku dan mengurangi kemampuan manajer
untuk mengeksploitasi tata kelola perusahaan yang buruk dan inefisiensi pasar.
Cara lain untuk meningkatkan pengungkapan mencakup pelaporkan dampak pada
pendapatan inti yang secara umum, membantu investor dan komite kompensasi untuk
mendiagnosis kelemahan item.
BAB III

KESIMPULAN

Manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai
tujuan khusus. Terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen
laba, yaitu :
1. Perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam kompensasi,
kontrak, dan kos politik.
2. Kedua, perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba dilakukan untuk menguntungkan
semua yang terlibat dalam kontrak.
Earnings management sebagai intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal
dengan tujuan memperoleh beberapa kebutuhan pribadi. Earnings management terjadi ketika
manajemen menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi-transaksi yang mengubah laporan keuangan hal ini bertujuan untuk menyesatkan para
stakeholder tentang kondisi kinerja ekonomi perusahaan, serta untuk mempengaruhi penghasilan
kontraktual yang mengendalikan angka akuntansi yang dilaporkan.
Ada tiga sasaran yang dapat dicapai oleh manajer dalam melakukan manajemen laba
meliputi:
1. Minimalisasi biaya politik (political cost minimization),
2. Maksimalisasi kesejahteraan manager (manager wealth maximization), dan
3. Minimalisasi kas pendanaan (minimization of financing cost).
Berbagai bentuk manajemen laba seperti taking a bath, perataan laba (income
smoothing), maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan dapat dilakukan oleh pihak manajemen
dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam standar akuntansi seperti penerapan kebijakan
akuntansi atau pemilihan metode akuntansi yang digunakan. Adanya kemungkinan manipulasi
ini karena adanya fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP dan karena sulit untuk menekankan
pelaporan keuangan yang fleksibel.
Meskipun pengurangan keandalan dan sensivitas yang sering muncul menyertai
manajemen laba, argument yang kuat dapat dibuat bahwa itu berguna jika masih dalam batas-
batas, dengan :
1. Pertama, memberikan manajer fleksibilitas untuk berekasi terhadap realisasi negara yang tak
terduga ketika kontrak yang tidak lengkap.
2. Kedua, manajemen laba dapat berfungsi sebagai komunikasi informasi yang kredibel untuk
investor.
3. Terakhir, argument ini konsisten dengan pasar sekuritas efisien dan bersih efisiensi teori
akuntansi positif.
Sehingga dapat disimpulkan apakah manajemen laba yang baik atau buruk tergantung
pada bagaiman penggunaannya. Akuntan dapat mengurangi tingkat manajemen laba yang buruk
dengan membuka ke public. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan pengungkapan yang
rendah.
DAFTAR PUSTAKA

Scott, William R, 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada Prentice Hall.

Subramanyam, K.R. 2005. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Kesepuluh. Buku Dua.
Penerbit Salemba Empat: Jakarta.

Healy, P.M. & Wahlen, J.M. (1999). A review of the earnings management literature and its
implications for standard setting. Accounting Horizons 13 (4): 365-383.

Anda mungkin juga menyukai