Anda di halaman 1dari 8

Akuntansi kreatif atau creative accounting merupakan usaha sebuah

organisasi atau badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan kebijakan


akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan (Sulistiawan, 2006). Creative
accounting tumbuh dan berkembang karena adanya tekanan dari pemilik
perusahaan untuk memaksimalkan dan mengeliminasi masalah akuntansi yang
terjadi. Creative accounting, atau biasa disebut juga earning management,
dapat dikatakan sebuah praktek akuntansi yang buruk karena cenderung
mereduksi reliabilitas informasi keuangan. Dengan creative accounting
organisasi dapat menggunakan keahliannya dalam praktek akuntansi termasuk
teknik dan metoda legal maupun ilegal sehingga dapat melakukan manipulasi
informasi akuntansi. Definisi creative accounting adalah sebuah proses dimana
beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi,
termasuk standar; teknik; dan sebagainya, serta menggunakannya untuk
memanipulasi pelaporan keuangan. Dalam prakteknya, creative accounting
sering disebut sebagai seni dalam memalsukan neraca, seni dalam
perhitungan neraca, seni dalam menampilkan neraca, dan seni dalam
menyipan uang. Tujuan suatu instansi melakukan creative accounting sangat
beragam, seperti pelarian pajak, mempertahankan hutang instansi oleh para
kreditur, mencapai target instansi atau analis pasar, mencuptakan kesan
keberhasilan manajemen dalam mengelolah instansi, dan lainnya.
Creative accounting merupakan praktek yang mengesampingkan kode etik
dan moral untuk menghasilkan laporan keungan yang ilegal, sehingga tidak
jarang manfaat yang diperoleh hanya bersifat temporal dan berjangka pendek
(Tassadad & Malik, 2015). Banyak penelitian yang menyatakan bahwa creative
accounting yang dilakukan oleh beberapa perusahaan menggunakan teknik-
teknik tertentu yang telah ada pada akuntansi. Bahkan beberapa prakteknya,
creative accounting dilakukan secara jelas dan hampir dapat dikatakan legal.
Berdasarkan hal tersebut, beberapa akademisi membagi creative accounting
menjadi 2, yaitu legal dan tidak legal. Keduanya dapat digunakan perusahaan
pada waktu yang bersamaan. Creative accounting oleh beberapa peneliti
diartikan sebagai hal positif, yaitu sebagai senjata yang digunakan ketika
perusahaan dalam kondisi kritis. Creative accounting tidak berarti buruk jika
perusahaan mampu menunjukkan beberapa fleksibilitas dalam regulasi
keuangannya. Selain itu, pengartian dari creative accounting juga harus ditinjau
dari lingkungan etik perusahaan dan alasan perusahaan menggunakan teknik
tersebut sebagai senjata perusahaan (Tassadad & Malik, 2015).
Sebagai accounting manipulation, creative accounting dapat dilakukan
melalui earning management, income smoothing, dan creative accounting
itu sendiri. Berbagai bentuk creative accounting dilakukan untuk mencukupkan
laporan keuangan perusahaan sehingga mendorong pada investor untuk
membeli saham perusahaan dan meningkatkan nilai pasar perusahaan (Mulford
& Comiskey, 2002 dalam Tassadad & Malik, 2015). Terdapat beberapa motivasi
yang mendorong suatu perusahaan melakukan creative accounting, antara lain:
- Hutang
Perusaahaan biasanya melakukan kontrak bisnis dengan pihak kreditur
untuk kepentingan ekspansi dan lain sebagainya. Untuk meyakinkan pada
kreditor, beberapa manajer mengupayakan creative accounting sehingga
mampu menunjukkan performa perusahaan yang baik melalui laporan
keuangan.
- Penjualan saham
Proses penjualan saham perusahaan ke publik akan direspon oleh pasar
ketika perusahaan penerbit saham atau emiten dapat menjual kinerja
yang baik. salah satu parameter kinerja perusahaan yang di mata para
investor adalah penyajian laba pada laporan keuangan perusahaan.
Kondisi ini sering kali mendorong manajer untuk berprilaku kreatif untuk
dapat menerbitkan hasil kinerja keuangan yang lebih baik dari
sesungguhnya.
- Bonus
Pengukuran kinerja berdasaarkan laba dan skema bonus mendorong
manajer untuk memberikan performa terbaik pada pelaporan keuangan
sehingga tidak menutupi peluang mereka melakukan tindakan manipulasi
akuntansi.
- Pergantian direksi
Creative accounting biasanya banyak terjadi pada sekitar periode
pergantian direksi atau CEO (Chief Executive Officer) untuk meninggalkan
kesan baik terhadap pencapaian perusahaan.
- Politis
Manajer cenderung malkukan creative accounting untuk menyajikan laba
yang lebih rendah dari nilai sebenarnya, terutama selama periose
kemakmuran tinggi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas
perusahaan sehingga tidak menarik perhatian pemerintah, media, dan
konsumen yang dapat menyebabkan peningkatan biaya politis
perusahaan. Rendahnya biaya politis perusahaan merupakan sebuah
keuntungan tersendiri bagi manajemen dan perusahaan.
- Pajak
Perilaku creative accounting tidak hanya terjadi pada perusahaan go
public dan selalu untuk kepentigan harga saham, tetapi juga untuk
kepentingan perpajakan. Kepentingan ini didominasi oleh perusahaan
yang belum go public. Perusahaan tersebut cenderung melaporkan
laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai sebenarnya.
Selain motivasi di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suata
perusahaan terlibat dalam kecurangan dan skandal keuangan, antar lain perilaku
yang kurang pantas, sikap tidak profesional, dan permasalahan agensi. Perilaku
yang kurang pantas dalam perusahaan dapat disebabkan kurangnya nilai moral
para individu, sama halnya dengan sikap tidak profesional. Permasalahan agensi
dapat menyebabkan pelanggaran batasan peraturan dan regulasi, misalnya
manajer yang tidak memperoleh penghargaan yang semestinya dapat
mendorong penggunaan creative accounting untuk mendapat keuntungan
pribadi. Amat & Gowthorpe (2004) menjabarkan bahwa potensi praktek creative
accounting dapat muncul pada 6 cakupan utama, yaitu:
1. Regulasi yang fleksibel
Regulasi dalam keuangan umumnya memiliki peraturan yang memberikan
pilihan kebijakan, misalnya International Accounting Standard sebagai
regulator dalam keuangan memperbolehkan untuk memilih antara
mengikutsertakan aset jangka panjang dengan nilai hasil penetapan harga
baru atau menyusutkan biaya historikal.
2. Regulasi yang kurang. Di sebagian besar negara, seperti Spanyol, regulasi
keuangan sangat minim pada beberapa daerah, misalnya pada pengakuan
dan pengukuran liabilitas pensiun dan beberapa aspek keuangan untuk
insutrumen finansial
3. Keleluasaan manajerial pengambil keputusan mengenai asumsi masa
depan. Memeriksa kebebasan dalam menentukan ketetapan utang yang
buruk
4. Waktu dilakukan beberapa transaksi
5. Penggunaan transaksi buatan
6. Pengelompokan kembali dan penyajian angka keuangan.
Praktek creative accounting pada perusahaan secara umum memiliki
beberapa pola menurut Scott (1997), antara lain:
1. Taking a bath, yang dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan
tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah dibanding periode tahun
sebelumnya atau tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada
perusahaan yang sering mengalami masalah organisasi atau sedang
dalam proses pergantian direksi.
2. Income minimization, dilakukan dengan cara mengubah laba periode
tahun berjalan menjadi lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis,
pola ini relatif paling sering dilakukan dengan motivasi perpajakan dan
politis. Demi menjaga konsistensi bantuan, subsidi, atau risiko
diprivatisasi, manajercenderung menurunkan laba karena khawatir jika
kinerja baik, maka sahamnya akan terjual atau tidak mendapatkan
bantuan.
3. Income maximization, yang merupakan pola kebaalikan dari income
minimization. Creative accounting atau earning management dilakukan
dengan cara menjadikan laba periode tahun berjalan lebih tinggi dari laba
sebenarnya. Pola ini biasanya dilakukan perusahaan yang akan melakukan
IPO agar mendapatkan kepercayaan dari kreditur dan investor.
4. Income smoothing, pola yang dilakukan dengan cara mengurangi fluktuasi
laba sehingga laba yang dilaporkan relatif stabil. Pola ini dilakukan untuk
mengantisipasi kreditur atau investor yang memilik sifat risk adverse yang
menjadikan kestabilan laba sebagai patokan dalam pengambilan
keputusan.

Untuk mengurangi praktek creative accounting pada suatu perusahaan,


peran manajer dan auditor sangat dibutuhkan. Auditor eksternal harus mampu
menemukan dan membedakan dengan tepat antara kecurangan pelaporan
keuangan atau kesalahan pelaporan yang menyebabkan kerugian perusahaan.
Tugas auditor adalah mencari metode terbaik untuk mencegah terjadinya
kecurangan oleh perusahaan di masa mendatang. Kinerja auditor tersebut juga
harus disertai dengan kerjasama internal perusahaan dalam menyediakan
berbagai informasi dan data terkait keuangan. Pelibatan direktur dari luar
perusahaan mampu mengurangi creative accounting. Semakin banyak pelibatan
pihak luar dalam perusahaan maka semakin kecil pula peluang terjadinya
creative accounting (Yadav, 2013 dalam Tassadad & Malik, 2015). Selain itu,
pengambilan keputusan finansial oleh tenaga ahli profesional juga mampu
membangun kepercayaan pemegang saham perusahaan. Akuntan berkualifikasi
dapat membantu perusahaan dalam pengaplikasian teknik creative accounting
secara positif.
Standar akuntansi digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan
keuangan. Bagi auditor yang memeriksa laporan keuangan, standar laporan
keuangan digunakan sebagai dasar untuk memberikan opini auditor. Laporan
auditor menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajian sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dituangkan dalam standar akuntansi.
Standar memuat asumsi, prinsip pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan. Standar akuntansi yang saat ini digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan di Indonesia ada 4, yaitu:
1. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
2. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK Syariah)
3. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK ETAP)
4. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP)
Standar akuntansi digunakan untuk menyusun laporan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan umum sebagian pemakai dalam pengambilan keputusan.
Pemakai yang dimaksud meliputi kreditur, investor, manajemen, dan pihak yang
berkaitan lainnya. Entitas dapat menyusun laporan keuangan untuk tujuan
khusus, misalnya laporan keuangan yang disusun dalam rangka pembubaran
usaha, akuisisi perusahaan, dan ekspansi bisnis. Laporan keuangan untuk tujuan
khusus ini tidak perlu disusun berdasarkan standar akuntansi keungan, namun
dapat disusun berdasarkan asumsi dan cara penilaian, pengukuran, dan
penyajian yang berbeda sesuai dengan kebutuhan informasi pemakai. Selain itu,
menurut Tassadad dan Malik (2015) menyatakan bahwa regulasi pemerintah
atau badan standar internasional mengenai keuangan memiliki peran positif dan
signifikan terhadap fleksibilitas pelaporan keuangan.
Penyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disusun dengan
mengadopsi International Financial Reporting Strandard (IFRS). Proses adopsi
IFRS menjadi PSAK dilakukan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
mulai sejak tahun 1994. Pengadopsian ini terjadi secara tidak konsisten dan
telah mengalami revisi untuk penyesuaian dengan IFRS. Beberapa standar mulai
berlaku secara efektif pada tahun 2008, seperti PSAK 16 aset tetap, PSAK 13
properti investasi, dan PSAK 30 sewa. PSAK memiliki 3 ciri yang pada satu sisi
dianggao sebagai kelebihan namun di sisi lain siri tersebut justru menyulitkan
dalam penerapannya. PSAK banyak menggunakan nilai wajar dalam penilaian
aset dan kewajiban dalam neraca. Aset tetap dan properti investasi
diperkenankan menggunakan nilai wajar sebagai pilihan penilaian selain
menggunakan harga perolehan. Piutang dan utang diperhitungkan dengan
mnggunakan bunga efektif pada saat penerbitan dengan memperhitungkan
biaya penerbitan. Penggunaan nilai wajar mengatasi kelemahan akuntansi yang
banyak menggunakan harga perolehan sebagai nilai sebenarnya. Namun
penggunaan nilai wajar untuk aset yang tidak memiliki harga pasar aktif juga
akan menyu;itkan dalam perhitungan penilaian dan dapat menimbulkan bias
dalam penilaian.
Kasus creative accounting sudah banyak terjadi pada beberapa perusahaan
ternama, seperti Xerox, Enron, Worldcom, dan lainnya. Perusaahaan Xerox
diketahui memalsukan data keuangan sehingga laba terdongkrak hingga US $
1,5 miliar dan terungkap pada tahun 2002. Akibatnya Xerox dikenai denda
sebesar US $ 10 juta dan me-restate laporan keuangan sejak tahun 1997. Enron
terungkap melakukan creative accounting pada tahun 2001, yang menyebabkan
laba naik serta menyembunyikan utang lebih dari US $ 1 miliar dengan
menggunakan perusahan di luar pembukuan (off-the-books partnership);
memanipulasi pasar listrik di Texas, menyogok pejabat asing untuk
memenangkan kontrak di luar Amerika, memanipulasi pasar energi di Kalifornia.
Enron akhirnya menghadapi tuntutan sebesar US $ 100 miliar dan mengajukan
kebangkrutan karena dianggap tidak kooperatif dengan menghancurkan
dokumen perusahaan. Kasus Worldcom memanipulas laporan keuangan
sehingga mendongkrak cahflow menjadi US $ 3,8 miliar dengan mencatat
operating expenses sebagai capital expenses. Dari hasil creative accounting
tersebut, sang pendiri perusahaan mendapatkan dana sebesar US $ 400 juta
dalam bentuk pinjaman di luar buku. Sanksi yang diberikan pada perusahaan
yaitu dengan penghapusan goodwill sebesar US $ 50 miliar dan penahanan
terhadap mantan CFO dan controller perusaahaan (Tuanakotta, 2010).
Pada tahun 2015 lalu, kasus creative accounting juga terjadi pada salah
satu perusahaan asal Jepang yang notabene merupakan negara yang sangat
menjunjung tinggi nilai moralitas dan etika, yaitu Toshiba. Toshiba merupakan
perusahaan yang memproduksi dan memasarkan berbagai peralatan listrik dan
produk elektronika yang canggih sejak tahun 1875. Toshiba dinilai sebagai
perusahaan nomor 7 dunia sebagai produsen terintegrasi untuk peralatan listrik,
elektronik, pembuat chip, dan sebagainya. Selain itu, produk-produk Toshiba
memiliki brand image sebagai produk berkualitas, tangguh, dan pelayanan
pelanggan yang excellent. Motivasi creative accounting pada Toshiba didasari
oleh tekanan yang sangat tinggi untuk memenuhi target performasi unit
perusahaan. Inisiatif Pemerintahan Perdana Menteri Abe yang mendorong
transparansi yang lebih besar di perusahaan-perusahaan Jepang untuk menarik
lebih banyak investasi asing mendorong Toshiba untuk menyewa panel
independen yang terdiri dari para akuntan dan pengacara untuk menyelidiki
masalah transparansi di perusahaannya. Hasil penyelidikan yang diterbitkan
panel independen tersebut dalam laporan 300 halaman menyatakan bahwa tiga
direksi Toshiba telah berperan aktif dalam menggelembungkan laba usaha
Toshiba sebesar 151,8 miliar, setara dengan US $ 1,2 miliar atau Rp 15,85
triliun, sejak tahun 2008. Pihak eksekutif Toshiba dinyatakan telah menekan unit
bisnis perusahaan, mulai dari unit personal computer hingga ke unit
semikonduktor dan reaktor nuklir untuk mencapai target laba yang tidak
realistis. Manajemen biasanya mengeluarkan tantangan target yang besar
tersebut sebelum akhir kuartal atau tahun fiskal. Hal ini mendorong para kepala
unit bisnis untuk melakukan creative accounting pada catatan akuntansinya.
Dalam laporan tersebut juga menyatakan bahwa penyalahgunaan prosedur
akuntansi secara terus-menerus dilakukan sebagai kebijakan resmi dari
manajemen yang harus dipatuhi dan menjadi budaya di perusahaan Toshiba.
Akibat dari penemuan adanya kecurangan ini CEO Toshiba, Hisao Tanaka, dan
wakil CEO, Norio Sasaki, mengundurkan diri dari jabatannya. Selain itu Atsutoshi
Nishida, chief executif Toshiba tahun 2005 2009 dan menjabat sebagai
penasehat Toshiba pada tahun kejadian, juga mengajukan pengunduran diri.
Panel menyatakan bahwa creative accounting yang telah terjadi di Toshiba
dilakukan secara sistematis dan disengaja sehingga kecil kemungkinan tidak
diketahui oleh CEO. Saham Toshiba menurun sekitar 20% ketika isu akuntansi
tersebut terungkap. Penyimpangan akuntansi ini mengakibatkan Toshiba
memperoleh pinalti dari Badan Pengawas Pasar Modal Jepang.
Kasus creative accounting juga banyak terjadi di Indonesia, salah satunya
yaitu kasus pelanggaran etika yang dilakukan PT. Great River International, Tbk.
PT. Great River International, Tbk. merupakan perusahaan yang berdiri sejak
tahun 1976 dan bergerak di bidang garments berkualitas tinggi terkemuka di
Indonesia. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan yang berkembang
pesat dan berhasil meperoleh beberapa penghargaan dan sertifikat ISO 9002
untuk quality management. Namun pada tahun 2002, PT. Great River
International, Tbk. mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan
Niaga. Permohonan tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit
yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $ 10 . Berdasarkan hasil
pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi penipuan yang dilakukan PT. Great River
International, Tbk. dalam penyajian laporan keuangan, yaitu kelebihan
pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang.
Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi
obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, PT. Great River International, Tbk.
kesulitan dalam arus kas dan perusahaan tidak mampu melakukan pembayaran
utang sebedar Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi
senilai Rp 400 miliar. Pada tahun 2007, Kemetrian Keuangan Republik Indonesia
kemudian membekukan izin selama 2 tahun kepada akuntan publik PT. Great
River International, Tbk. karena telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan audit atas
laporan keuangan konsolidasi PT. Great River International, Tbk. tahun 2003.
Referensi

Amat, O. dan Gowthorpe, C. 2004. Creative Accounting: Nature, Incidence and


Ethical Issues. Journal of Journal of Business Ethics, 57: 55-64.
Tassadaq, F. dan Malik, Q. A. 2015. Creative Accounting & Financial Reporting:
Model Development & Empirical Testing. International Journal of Economics
and Financial Issues, 5(2): 544-551.
Martani, D.I., Mewujudkan Laporan Keuangan yang Berkualitas. Mini Economica.
Sulistiawan, D. 2006. Persepsi Komunitas Akuntansi Terhadap Praktik Creative
Accounting. Akuntansi dan Teknologi Informasi, 5 (2): 115-128.
Simbolon, H. A. 2015. Toshiba Accounting Scandal: Runtuhnya Etika Bangsa
Jepang Yang Sangat Diagungkan Itu. Diakses dari
https://akuntansiterapan.com/2015/07/22/toshiba-accounting-scandal-
runtuhnya-etika-bangsa-jepang-yang-sangat-diagungkan-itu/ pada tanggal
17 November 2016.
Tuanakotta, T. M. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif, Edisi 2. Salemba
Empat: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai