Anda di halaman 1dari 118

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii PETA KONSEP ....................................................................................................... v PENDAHULUAN .................................................................................................... 41 1. Diskripsi Singkat ............................................................................. 41 2. Persyaratan Kompetensi .................................................................. 2 3. Standar Kompetensi ......................................................................... 2 4. Kompetensi Dasar ............................................................................ 2 5. Relevansi Modul. 2 KEGIATAN BELAJAR 1: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 21 ................................................................................. 3 a. Uraian dan Contoh ........................................................................... 3 b. Latihan ............................................................................................ 34 c. Rangkuman .................................................................................... 34 d. Tes Formatif 1 ................................................................................ 37 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 37 KEGIATAN BELAJAR 2: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 22 ............................................................................... 41 a. Uraian dan Contoh ......................................................................... 41 b. Latihan ............................................................................................ 51 c. Rangkuman .................................................................................... 51 d. Tes Formatif 2 ................................................................................ 53 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 56 KEGIATAN BELAJAR 3: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23 ............................................................................... 57
iii
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a. Uraian dan Contoh ......................................................................... 57 b. Latihan ............................................................................................ 65 c. Rangkuman .................................................................................... 65 d. Tes Formatif 3 ................................................................................ 66 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 68 KEGIATAN BELAJAR 4: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 26 ............................................................................... 69 a. Uraian dan Contoh ......................................................................... 69 b. Latihan ............................................................................................ 74 c. Rangkuman .................................................................................... 75 d. Tes Formatif 4 ................................................................................ 75 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 79 KEGIATAN BELAJAR 5: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 4 (2) ............................................................................ 80 a. Uraian dan Contoh ......................................................................... 80 b. Latihan ............................................................................................ 93 c. Rangkuman .................................................................................... 93 d. Tes Formatif 5 ................................................................................ 94 e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut 97 KEGIATAN BELAJAR 6: TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 15 ............................................................................... 98 a. Uraian dan Contoh ......................................................................... 98 b. Tes Formatif 6 .............................................................................. 100 c. Rangkuman .................................................................................. 102 PENUTUP............................................................................................................ 104 KUNCI JAWABAN ............................................................................................... 105 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 109
iv
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

PETAKONSEP
Penerimaan pajak dalamsatutahunpajak

Pajak yang di bayar sendiri oleh WP

Pajakyangdipotong melaluifihakketiga

Angsuran bulanan

PPh Pasal 21

PPh Pasal 22

Pelunasan akhir tahun PPh Pasal 23

PPh Pasal 26

PPh Pasal 15

PPh Pasal 4 (2)

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat

Pajak penghasilan Pemotongan dan Pemotongan atau yang dikenal dengan sebutan PPh Potput merupakan satu sisi dari sistem

pembayaran/pelunasan pajak (taxpayment system). Sisi lainnya adalah self payment system yaitu pembayaran atau pelunasan pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak. PPh Potput dikenal pula dengan sebutan non self payment system atau witholding tax system. Istilah pemotongan dimaksudkan untuk

menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pembayar atas jumlah yang sudah pasti merupakan penghasilan bagi penerima pembayaran yang menyebabkan berkurangnya jumlah pembayaran yang diterima. sebaliknya yang dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh penerima pembayaran atas jumlah yang berpotensi menimbulkan penghasilan. Modul Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan membahas berbagai jenis penghasilan yang pajak-pajaknya langsung dipotong atau dipungut oleh pihak yang membayarkan atau pihak yang ditunjuk untuk memotong atau memungut pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pembahasan materi meliputi : a. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21; b. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22; c. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 d. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26 e. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 4 (2); dan f. Tata cara pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 15

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Metode pembelajaran yang digunakan mengacu pada prisnsip-prinsip pembelajaran orang dewasa dengan cara presentasi, diskusi, tanya jawab dan latihan.

2. Persyaratan Kompetensi Peserta didik pada umumnya telah memiliki pengetahuan dasar perpajakan. Modul ini disusun dengan tujuan agar peserta didik memiliki pemahaman yang lebih luas mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak-pajak penghasilan. 3. Standar Kompetensi (SK) Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan tata cara pajak-pajak penghasilan. 4. Kompetensi Dasar (KD) Secara lebih spesifik standar kompetensi yang diharapkan adalah ... 1) Peserta dapat memahami pengertian PPh Potput 2) Peserta 3) Peserta 4) Peserta 5) Peserta 6) Peserta 7) Peserta dapat dapat dapat dapat dapat dapat memahami memahami memahami memahami memahami memahami Tata Tata Tata Tata Tata Tata cara cara cara cara cara cara pemotongan/pemungutan, pemotongan/pemungutan, pemotongan/pemungutan, pemotongan/pemungutan, pemotongan/pemungutan, pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21; penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22; penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 26 penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 4 (2); dan penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 15 5. Relevansi Modul Dengan memahami materi modul ini, peserta diklat telah memenuhi salah satu komptensi yang diperlukan untuk menjadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Kompetensi lainnya secara simultan diperoleh dari penyajian mata pelajaran mata pelajaran dalam kurikulum Diklat Teknis Substantif Dasar I Pajak.
2
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

pemotongan/pemungutan, penyetoran, dan pelaporan

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2. Kegiatan Belajar 1 TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 21
IndikatorKeberhasilan Peserta diklat memahami cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21serta hak dan kewajiban pemotong dan penerimapenghasilan a. 1. Uraian dan Contoh Pengertian Penghasilan: Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. (UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat (1))

2. Jenis-Jenis Penghasilan: a. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi : 1) Penghasilan pekerja (labor income) yaitu penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,

pengacara, dan sebagainya. 2) penghasilan dari usaha dan kegiatan (business income); 3) penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha (passive income) ; dan 4) penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah (other income) b. Dilihat dari penggunaannya, 1) penghasilan yang dapat dipakai untuk konsumsi dan

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2) penghasilan yang ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak. c. Dilihat dari sifat penerimaannya: 1). Penghasilan bersifat teratur seperti penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur. 2). Penghasilan bersifat tidak teratur, seperti penghasilan yang diterima oleh pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun

3. Pengertian PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri , yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri. PPh Pasal 21 merupakan salah satu jenis pelunasan pajak dalam tahun berjalan yang dilakukan melalui pemotongan oleh fihak ketiga yang

membayarkan/memberikan penghasilan. Fihak ketiga dalam hal ini adalah mereka yang diwajibkan oleh undang-undang untuk memotong/memungut pajak yang terutang oleh wajib pajak dan menyetorkannya ke kas negara. 4. Dasar Hukum a) Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK./2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

c) Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21/Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi jo. PER-57/PJ/2009 dan peraturan-peraturan terkait. 5. Pemotong PPh Pasal 21 Pemotong PPh Pasal 21 adalah... a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas kepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badanbadan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar : 1) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. 2) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

3) honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan. 6. Tidak Termasuk Pemotong PPh Pasal 21/26 Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ/2009 pasal 2 ayat (2) dan (3) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah: a) kantor perwakilan Negara asing; b) organisasi-organisasi internasional, dengan syarat (1) Indonesia menjadi

anggota organisasi tersebut, dan (2) tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; c) pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud huruf b, organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak. 7. Subjek PPh Pasal 21 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi: a) pegawai; b) penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya; c) bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

1) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; 2) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,

peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 3) olahragawan 4) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5) pengarang, peneliti, dan penerjemah; 6) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; 7) agen iklan; 8) pengawas atau pengelola proyek; 9) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; 10) petugas penjaja barang dagangan; 11) petugas dinas luar asuransi; 12) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; d) peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi : e) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; f) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

g) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu; h) peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; i) peserta kegiatan lainnya.

8. Bukan Subjek PPh Pasal 21 Tidak termasuk subjek pajak PPh Pasal 21 adalah:

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 57/PJ/2009

menegaskan bahwa Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai official pada dan hanya memperoleh penghasilan dari badan-badan internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mendapat perlakuan perpajakan yang sama sebagaimana dinikmati oleh official dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu atas penghasilan yang diterima bukan merupakan objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan. b) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 9. Objek PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah: a) penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; b) penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; c) penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; d) penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

e) imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; f) imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. g) penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh: 1) bukan Wajib pajak; 2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau 3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). 10. Bukan Objek PPh Pasal 21 Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah: a) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; b) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud angka 8 huruf g); c) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja; d) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

e) Beasiswa , meliputi : (1) biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), (2) biaya ujian, (3) biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, (4) biaya untuk pembelian buku, (5) biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf b). 11. Dasar Pengenaan dan Pemotongan (DPP) Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: a) Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi : 1) pegawai tetap; 2) penerima pensiun berkala; 3) pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah); 4) bukan pegawai menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan. b) jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah); c) 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat

berkesinambungan; d) Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c. 12. Penghasilan Bruto Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.

10

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

13. Penghasilan Neto a) Pegawai Tetap Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan: 1) biaya jabatan, sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggitingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun; 2) iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan b) Penerima Pensiun Berkala Besarnya penghasilan netto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggitingginya Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun. c) Pegawai Tidak Tetap Besarnya penghasilan netto bagi pegawai tidak tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP; d) Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan Besarnya penghasilan netto bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan, adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan. Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26: 1) mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;

11

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2) melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut termasuk

pemberian jasa dan material atau barang Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik. 14. Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasian Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang

penghasilan yang diperkenankan oleh Undang-undang. PTKP mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan ekonomi dan sosial. Ketentuan PTKP sebagaimana diatur pasal 7 UU No. 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : a) Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar: 1) Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; 2) Rp 1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)

tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 3) Rp 15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan 4) Rp 1.320.000,00 tambahan untuk (satu setiap juta tiga ratus dua puluh ribu dan rupiah) keluarga

anggota keluarga

sedarah

semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga. b) Penerapan ketentuan tersebut pada huruf a) ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

12

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

c) Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan

Perwakilan Rakyat. 15. Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan yang dijadikan dasar

pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, yaitu sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);

16. Tarif Pajak PPh Pasal 21 Terdapat berbagai tarif yang diterapkan atas penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, yaitu : 1). Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta 5% (lima persen) rupiah) diatas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 15% sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima persen) puluh juta rupiah) diatas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta 25% (dua puluh lima rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima persen) (lima belas

ratus juta rupiah) di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30% persen) (tiga puluh

a) Diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari : Pegawai tetap; Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan; Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan. dengan ketentuan :

13

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

(1) Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan : (a) Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak atas penghasilan yang bersifat teratur adalah PPh terutang satu tahun dibagi 12; Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan (b) Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan yang bersifat teertur ditambah dengan penghasilan yang berifaat tidak teratur dengan PPh atas penghasilan yang bersifat teratrur. (2) Dalam hal pegawai tetap mempunyai kewajiban pajak subjektif terhitung sejak awal tahun kalender dan mulai bekerja setelah bulan Januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali atau faktor pembagi adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja. (3) Dalam hal pegawai tetap kewajiban pajak subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.
14
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

(4) Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja. 5) Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dibulatkan ke bawah sehingga ribuan penuh. b) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah kumulatif dalam satu tahun kalender dari: (1) Penghasilan Kena Pajakbagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh

Pasal 21 dan tidak memperoleh penghasilan lainnya.; (2) 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan bagi bukan pegawai yang bersifat

berkesinambungan namun tidak memiliki NPWP atau mempunyai penghasilan dari pemberi kerja lain. (3) jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama; (4) jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi , tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;atau (5) jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. c) Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas :

15

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

(1) 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan; (2) jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan. 2) Tarif atas penghasilan berupa uang pesangon Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus Pengenaan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus diatur dalam PMK Nomor 16/PMK.03/2010 (berlaku sejak 16 November 2009) sebagai berikut. a) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final. b) dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagaimana diatur dalam PP 68 Tahun 2009 sebagai berikut: o o sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000 sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000, s.d.

Rp100.000.000); o sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000 s.d.

Rp500.000.000 o sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000 c) Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi: (1) Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia;

16

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

(2) Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus; (3) pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut: o sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); o sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. 3) Tarif atas penghasilan yang bersifat tidak teratur yang diterima oleh PNS yang dananya berasal dari APBN/APBD. Peratruran Pemerintah Nomor 80 tahun 2010 mengatur antara lain :. 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut dan bersifat final dengan tarif: sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya; sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya; sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan

17

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya. 2. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI Anggota POLRI, dan Pensiunannya, menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat final di luar penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau APBD, penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan.
3. Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkat

sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagai Pejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh Pemerintah. 17. Skema Penghitungan PPh Pasal 21 Berdasarkan uraian-uraian di atas, penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dapat dirumuskan sebagai berikut

18

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

SKEMA DASAR PENGENAAN PPh PASAL 21


TETAP PEGAWAI TIDAK TETAP HARIAN BULANAN Ph NETO - PTKP Ph BRUTO - PTKP Ph BRUTO 150 RIBU Ph BRUTO(>1,32jt s.d.6jt) PTKP Harian Ph BRUTO(>6jt) PTKP PENSIUNAN SEKALIGUS BERKALA PP 68 Th 2010 Ph NETO - PTKP 50% X (Ph Bruto) - PTKP bulanan Kumulatif 50% X Ph Bruto Kumulatif 50 % x Ph Bruto Ph Bruto Kumulatif Ph Bruto

BERKESINAMBUNGAN, berNPWP BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN, tidak ber NPWP TIDAK BERKESINAMBUNGAN KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI PESERTA KEGIATAN

: Rincian lebih lanjut mengenai skema penghitungan untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala adalah sbagai berikut: PENGHASILANBRUTOPENGURANG=PENGHSILANNETO PENGHASILANNETOPTKP=PENGHASILANKENAPAJAK PPhPASAL21TERUTANG=TARIFPASAL17axPKP

18. Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 a) Pegawai Tetap 1. Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp100.000,00. Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Pengurangan : 1.Biaya Jabatan : Rp 2.500.000,00

19

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

5% x Rp 2.500.000,00 2. Iuran pensiun Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 2.275.000,00 PTKP setahun untuk WP sendiri tambahan WP kawin Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 10.140.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp 507.000,00 : 12 = Rp 42.250,00 = Rp 507.000,00 Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp Rp 17.160.000,00 10.140.000,00 Rp 27.300.000,00 Rp Rp 125.000,00 100.000,00 Rp Rp 225.000,00 2.275.000,00

Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar : 120% x Rp 42.250,00 = Rp 50.700.000 Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

2. Bambang Yuliawan pegawai pada perusahaan PT Yasa Buana, menikah


tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 2.000.000,00. PT Yasa Buana mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Yasa Buana menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Yasa Buana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Yasa Buana membayar iuran pensiun untuk Bambang Yuliawan ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebeasr Rp 100.000,00, sedangkan Bambang Yuliawan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.

20

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Penghitungan PPh Pasal 21 Gaji sebulan Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Premi Jaminan Kematian Penghasilan broto Pengurangan : 1. Biaya jabatan 5% x Rp 2.016.000,00 2. Iuran Pensiun 3. Iuran Jaminan Hari Tua Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun 12 x Rp. 1.825.200,00 PTKP - untuk WP sendiri - tambahan WP kawin Penghasilan Kena Pajak setahun Pembulatan PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 4.742.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp 237.100,00 : 12 Rp 19.758,00 Rp 237.100,00 Rp 15.840.000,00 Rp 1.320.000,00 Rp 17.160.000,00 Rp Rp 4.742.400,00 4.742.000,00 Rp Rp Rp 100.800,00 50.000,00 40.000,00 Rp Rp 190.800,00 1.825.200,00 Rp Rp Rp Rp 2.000.000,00 10.000,00 6.000,00 2.016.000,00

Rp 21.902.400,00

3. Firma Utami karyawati dengan status menikah tetapi belum mempunyai anak bekerja pada PT Unggul Farmindo. Firma Utami menerima gaji

Rp3.000.000,00 sebulan. PT Unggul Farmindo mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp40.000,00sebulan.Firma Utami juga membayar iuran pensiun sebeasr Rp30.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dar gaji, sedangkan Firma Utami membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebasar 2,00% dari gaji. Berdasarkan surat keterangan Pemda tempat Firma Utami bertempat tinggal diketahui bahwa suami Firma Utami tidak
21
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

mempunyai penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar1,00% dan 0,30% dari gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 : Penghasilan bruto sebulan: 1. Gaji sebulan 2. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 3. Premi Jaminan Kematian Pengurangan : 1. Biaya Jabatan - (5% x Rp 3.039.000,00) 2. Iuran Pensiun 3. Iuran Jaminan Hari Tua Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun (12x Rp 2.797.050,00) PTKP - untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 1.320.000,00 Rp 17.160.000,00 Penghasilan Kena Pajak adalah Pembulatan Rp 16.404.600,00 Rp 16.404.000,00 Rp 151.950,00 Rp Rp 30.000,00 60.000,00 Rp Rp 241.950,00 2.797.050,00 Rp Rp Rp Rp 3.000.000,00 30.000,00 9.000,00 3.039.000,00

Rp 33.564.600,00

- tambahan karena menikah Rp

PPh Pasal 21 setahun (5% x Rp 16.404.000,00) = Rp820.200,00 PPh Pasal 21 sebulan (Rp 820.000,00 : 12)= Rp 68.350,00 Catatan : Apabila suami Firma Utami bekerja, besarnya PTKP Firma Utami adalah PTKP untuk diri sendiri sebesar Rp 15.840.000,00

4) Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin) bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji.
22
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan. Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp 4.000.000,00 Penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan secara bertahap untuk mengetahui besarnya PPh Pasal 21 atas bonus. a. Dihitung PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus (penghasilan setahun) sebagai berikut: Penghasilan bruto setahun 1. Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00) 2. Bonus 3. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (12xRp 27.500,00) 4. Premi Jaminan Kematian (12 x Rp 8.250,00) Rp 33.000.000,00 Rp Rp Rp 4.000.000,00 330.000,00 99.000,00

Rp 37.429.000,00 Pengurangan : 1. Biaya Jabatan (5% x Rp 37.429.000,00) Rp1.871.450,00

2. Iuran pensiun setahun (12 x Rp 50.000,00) Rp 600.000,00 3.Iuran Jaminan Hari Tua (12 x Rp 55.000,00) Rp 660.000,00Rp Penghasilan neto setahun PTKP - untuk WP sendiri Penghasilan Kena Pajak Dibulatkan Rp Rp Rp 15.840.000,00 18.457.550,00 18.457.000,00 Rp 3.131.450,00 34.297.550,00

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp 18.457.000,00) = Rp 922.850,00

PPh Pasal 21 atas Gaji Setahun Penghasilan Bruto: Gaji setahun (12xRp 2.750.000,00) Premi Jaminan Kematian (12 x Rp 8.250,00) Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (12 x Rp 27.500,00) Jumlah
Pengurangan : 1. Biaya Jabatan (5% x Rp 3.429.000,00) Rp 1.671.450,00 600.000,00

Rp 33.000.000,00 Rp Rp 330.000,00 99.000,00

Rp 33.429.000,00

2.Iuran pensiun setahun(12 x Rp 50.000,00) Rp

23

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

3.Iuran Jaminan Hari Tua (12 x Rp55.000,00) Rp 660.000,00

Rp Penghasilan neto setahun PTKP - untuk WP sendiri Penghasilan Kena Pajak. Pembulatan Rp Rp Rp Rp

2.931.450,00 30.497.550,00

15.840.000,00 14.657.550,00 14.657.000,00

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp 14.657.000,00) = Rp732.850,00

PPh Pasal 21 atas Bonus PPh Pasal 21 atas Bonus adalah : Rp 922.850,00 - Rp 732.850,00 = Rp 190.000,00 b) Pegawai Tidak Tetap

Contoh Penghitungan Pemotongan Pph Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Harian, Tenaga Harian Lepas, Penerima Upah Satuan, Dan Penerima Upah Borongan
1) Sentot dengan status belum menikah pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian PT Harapan Sentosa. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang: Upah sehari Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 150.000,00 Rp150.000,00

Penghasilan Kena Pajak sehari PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari:

Rp Rp

0,00 0,00

Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong. Pada hari ke-9 jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya. Upah s.d hari ke-9 (Rp 15.000,00 x 9) PTKP sebenarnya:9 x (Rp 15.840.000,00 / 360) Rp Rp 1.350.000,00 396.000,00

24

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-9 Rp 954.000,00

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9 5% x Rp 954.000,00 PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp Rp 47.700,00 0,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9

Rp

47.700,00

Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima Sentot sebesar: Rp 150.000,00 - Rp 47.700,00 = Rp 102.300,00 Misalkan Sentot bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke - 10 adalah sebagai berikut : Pada hari kerja ke-10, jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong adalah:

Upah sehari PTKP sehari - untuk WP sendiri (Rp 15.840.000,00 : 360) Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 terutang :5% x Rp 106.000,00

Rp

150.000,00

Rp Rp Rp

44.000,00 106.000,00 5.300,00

Sehingga pada hari ke-10, Sentot menerima upah bersih sebesar: Rp 150.000,00 - Rp 5.300,00 = Rp 144.700,00

2) Teguh Gunanto (belum menikah) pada bulan Maret 2009 bekerja pada perusahaan PT Gerbang Transindo, menerima upah sebesar Rp 200.000,00 per hari Penghitungan PPh Pasal 21 Upah sehari Rp 200.000,00 Upah sehari di atas Rp 150.000,00 adalah: Rp 200.000,00 - Rp 150.000,00 = Rp 50.000,00

PPh Pasal 21 = 5% x Rp 50.000,00 = Rp 2.500,00 (harian) Pada hari ke-7 dalam bulan kalender yang bersangkutan, Teguh Gunanto telah menerima penghasilan sebesar Rp 1.400.000,00, sehingga telah melebihi Rp1.320.000,00. Dengan demikian PPh Pasal 21 atas penghasilan

25

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Teguh Gunanto pada bulan Maret 2009 dihitung sebagai berikut: Upah 7 hari kerja PTKP:7 x (Rp 15.840.000,00/360) Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 = 5% X Rp 1.092.000,00 Rp 1.400.000,00 Rp 308.000,00

Rp 1.092.000,00 Rp 54.600,00

PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-6: 6 x Rp 2.500,00

Rp

15.000,00

PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-7 Rp

39.600,00

Jumlah sebesar Rp 39.600,00 ini dipotongkan dari upah harian sebesar Rp 200.000,00 sehingga upah yang diterima Teguh Gunanto pada hari kerja ke-7 adalah:Rp 200.000,00 - Rp 39.600,00 = Rp 160.400,00 Pada hari kerja ke-8 dan seterusnya dalam bulan kalender yang bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah: Upah sehari PTKP - untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00 : 360 Penghasilan Kena Pajak PPh Pasal 21 terutang adalah 5% x Rp 156.000,00 = Rp Rp Rp 44.000,00 156.000,00 7.800,00 Rp 200.000,00

3) Urip Firmanto (belum menikah) adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 50.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 24 buah TV dengan upah Rp 1.200.000,00 Penghitungan PPh Pasal 21 : Upah sehari adalah : Rp 1.200.000,00 : 6 Upah diatas Rp 150.000,00 sehari Rp 200.000,00 - Rp 150.000,00

Rp Rp

200.000,00 50.000,00 300.000,00

Upah seminggu terutang pajak 6 x Rp 50.000,00 Rp PPh Pasal 21 : 5% x Rp 300.000,00 =

Rp15.000,00(Mingguan)

26

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

c) Bukan Pegawai 1) Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Bukan Pegawai yang menerima imbalan secara berkesinambungan. (jasa dokter yang praktik di rumah sakit dan/atau klinik) dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut: Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah) 45,000,000.00 49,000,000.00 47,000,000.00 40,000,000.00 44,000,000.00 52,000,000.00 40,000,000.00 35,000,000.00 45,000,000.00 44,000,000.00 43,000,000.00 40,000,000.00 524,000,000.00

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

27

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2009:
Jasa Doketr yang dibayar Pasien (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21

Dasar Pemotongan
PPh Pasal 21

Bulan

(Rupiah)

Kumulatif (Rupiah) (4) 22,500,000 47,000,000

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh

PPh Pasal 21 terutang (Rupiah)

(1) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

(2) 45,000,000 49,000,000

(3)=50% x (2)

(5) 5% 5%

(6)=(3) x (5)

22,500,000 24,500,000

1,125,000 1,225,000 150,000 ------------3,075,000 3,000,000 3,300,000 3,900,000 3,000,000 2,625,000 3,375,000 3,300,000 3,225,000

3,000,000 47,000,000 ----------------20,500,000 40,000,000 44,000,000 52,000,000 40,000,000 35,000,000 45,000,000 44,000,000 43,000,000 20,000,000 22,000,000 26,000,000

50,000,000 5% ----------------- --------70,500,000 15% 90,500,000 112,500,000 138,500,000 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15%

20,000,000 158,500,000 17,500,000 22,500,000 22,000,000 21,500,000 176,000,000 198,500,000 220,500,000 242,000,000

8,000,000 40,000,000 ----------------12,000,000 524,000,000 262,000,000

250,000,000 15% 1,200,000 ----------------- --------- --------------262,000,000 25% 3,000,000 35,500,000

Jumlah

Apabila dr. Abdul Gopar Sp.JP tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.

2) Contoh perhitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada petugas dinas luar asuransi (bukan sebagai pegawai perusahaan asuransi) Neneng Hasanah adalah petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabarru Life. Suami Neneng Hasanah telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan mempunyai

28

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

NPWP, dan yang bersangkutan bekerja pada PT. Kersamanah. Neneng Hasanah telah menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong pajak. Neneng Hasanah hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada PT Tabarru Life. Pada tahun 2009, penghasilan yang diterima oleh Neneng Hasanah sebagai petugas dinas luar asuransi dari PT. Tabarru Life adalah sebagai berikut:

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah

Komisi agen (Rupiah) 38.000.000,00 38.000.000,00 41.000.000,00 42.000.000,00 44.000.000,00 45.000.000,00 45.000.000,00 48.000.000,00 50.000.000,00 52.000.000,00 55.000.000,00 56.000.000,00 554.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Desember 2009 adalah:
Penghasilan Bruto(Rupia h) 50% dari Penghasilan Bruto PTKP (Rupiah) Penghasila n Kena Pajak (Rupiah) Penghasilan Kena Pajak Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) Huruf a UU PPh PPh Pasal 21 terutang(Ru piah)

Bulan

(1)

(2)

(3)=50%x(2)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)=(4)x(6)

29

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Jan Feb Maret 38.000.000 38.000.000 41.000.000 19.000.000 19.000.000 20.500.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 17.680.000 17.680.000 14.640.000 4.540.000 April Mei Juni Juli Agst Sept Okto Nov Des 42.000.000 44.000.000 45.000.000 45.000.000 48.000.000 50.000.000 52.000.000 55.000.000 56.000.000 21.000.000 22.000.000 22.500.000 22.500.000 24.000.000 25.000.000 26.000.000 27.500.000 28.000.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 1.320.000 19.680.000 20.680.000 17.680.000 35.360.000 50.000.000 ------------54.540.000 74.220.000 94.900.000 5% 5% 5% -----15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% -----25% 884.000 884.000 732.000 --------------681.000 2.952.000 3.102.000 3.177.000 3.177.000 3.402.000 3.552.000 3.702.000 3.927.000 2.328.000 ---------------2.790.000 35.290.000

21.180.000 116.080.000 21.180.000 137.260.000 22.680.000 159.940.000 23.680.000 183.620.000 24.680.000 208.300.000 26.180.000 234.480.000 15.520.000 250.000.000 --------------------------11.160.000 261.160.000

Jumlah

554.000.000

277.000.000

Dalam hal Neneng Hasanah tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Neneng Hasanah sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana contoh di atas namun tidak memperoleh pengurangan PTKP setiap bulan, dan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP

sebagaimana penghitungan berikut ini:


Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal21 Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) Huruf a UU PPh Tarif tidak memiliki NPWP

Bulan

Penghasilan Bruto (Rupiah)

PPh Pasal 21 terutang (Rupiah)

(1) Jan Feb Maret

(2) 38.000.000 38.000.000 41.000.000

(3)=50%x( 2) 19.000.000 19.000.000 12.000.000 --------------8.500.000 21.000.000

(4)

(5)

(6) 120% 120%

(7)=(3)x(5)x(7)

19.000.000 5% 38.000.000 5% 50.000.000 5% ---------------- --------58.500.0000 5% 79.500.000 5%

1.140.000 1.140.000

720.000 120% --------- -----------------510.000 120% 120% 1.260.000

April

42.000.000

30

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Mei Juni Juli Agst Sept Okto Nov Des 44.000.000 45.000.000 45.000.000 48.000.000 50.000.000 52.000.000 55.000.000 56.000.000 22.000.000 22.500.000 22.500.000 24.000.000 25.000.000 26.000.000 27.500.000 1.000.000 --------------27.000.000 101.500.000 124.000.000 146.500.000 170.500.000 195.500.000 221.500.000 249.000.000 250.000.000 ---------------277.000.000 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 120% 120% 120% 120% 120% 120% 120% 3.960.000 4.050.000 4.050.000 4.320.000 4.500.000 4.680.000 4.950.000

15% 120% 180.000 --------- ---------- -----------------25% 120% 8.100.000 43.560.000

Jumlah

554.000.000 277.000.000

Dalam hal suami Neneng Hasanah atau Neneng Hasanah sendiri telah memiliki NPWP, tetapi Neneng Hasanah mempunyai penghasilan lain di luar kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagaimana contoh di atas, namun tidak dikenakan tarif 20% lebih tinggi karena yang bersangkutan atau suaminya telah memiliki NPWP.
d)

Penghitungan Pemotongan Pph Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Diterima Peserta Kegiatan. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 Taufik Aprianto adalah seorang pemain bulutangkis professional yang bertempat tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen Indonesia Terbuka dan memperoleh hadiah sebesar Rp200.000.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Terbuka tersebut adalah: 5% x Rp 50.000.000,00 15% x Rp 150.000.000,00 = = Rp 2.500.000,00 Rp 22.500.000,00 Rp 25.000.000,00

19. Saat Terutang Pph Pasal 21 o Bagi Penerima Penghasilan : PPh Pasal 21 terutang pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

31

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

o Bagi Pemotong : PPh Pasal 21 terutang untuk setiap masa pajak, yaitu pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. 20. Hak Dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan Yang Dipotong Pajak a) Pemotong PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b) Pegawai, Penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun. c) Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
d)

Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e) Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun berkala paling lama 1(satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. f) Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja g) Pemotong PPh Pasal 21 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas pemotongan PPh Pasal 21 selain pegawai tetap dan penerima pensiun berkala setiap kali melakukan pemotongan PPh Pasal 21..

32

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

h) Dalam hal dalam 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan kalender. 21. Penyetoran dan Pelaporan
a)

Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan (untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir) dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

b)

Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil

c) Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 yang terutang oleh Pemotong PPh Pasal 21, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26. d) Pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong PPh Pasal 21 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. e) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

22. Ketentuan lainnya a) Jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.

33

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b) Jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas selisih penerapan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebelum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan selanjutnya pada tahun kalender berikutnya, tidak termasuk kredit pajak c) Dalam hal Wajib Pajak yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi, mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak maka PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak yang bersangkutan. d) Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang menyatakan jumlah lebih bayar maka penyampaiannya harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. e) Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang menyatakan jumlah lebih bayar, disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis, tidak dianggap sebagai Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. b. Latihan 1) Uraikanlah beberapa jenis penghasilan ditinjau dari segi penerima penghasilan 2) Jelaskanlah dan berikan conrtoh apa yang dimaksud dengan

penghasilan teratur 3) Jelaskanlah dan berikan contoh apa yaang dimaksud dengan

penghasilan tidak teratur 4) Jelaskan dan berikan contoh apa yang dimaksud dengan bukan pegawai 5) Jelaskanlah unsur-unsur apa saja yang diperhitungkan dalam menghitung besarnya PPh Pasal 21. c. Rangkuman PPh Pasal 21 adalah Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri , yaitu penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
34
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri. PPh Pasal 21 merupakan salah satu jenis pelunasan pajak dalam tahun berjalan yang dilakukan melalui pemotongan oleh fihak ketiga yang

membayarkan/memberikan penghasilan. Fihak ketiga dalam hal ini adalah mereka yang diwajibkan oleh undang-undang untuk memotong/memungut pajak yang terutang oleh wajib pajak dan menyetorkannya ke kas negara, yaitu : a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan-badan lain d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada WPOP DN, WPOP LN, peserta diklat, dan magang. e. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yg bersifat nasional dan internasional, perkumpulan. Orang pribadi serta lembga lainnya Objek PPh Pasal 21 meliputi : Penghasilan Pegawai Tetap baik teratur maupun tidak teratur Penghasilan Penerima Pensiun secara teratur Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan sehubungan pensiun yang diterima sekaligus Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas Imbalan kepada bukan pegawai dan Imbalan kepada peserta kegiatan

Adapun besarnya PPh Pasal 21 tergantung dari dasar pengenaan pajak sebagai berikut : a. Penghasilan kena pajak (PKP) , yang berlaku bagi : 1. Pegawai tetap; 2. Penerima pensiun berkala;

35

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya di bayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 1.320.000,00 4. Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat

berkesinambungan. b. Jumlah penghasilan yang melebihi Rp 150.000,00 sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp 1.320.000,00 c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat

berkesinambungan; d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana di maksud pada huruf a, b dan huruf c. Skema penghitungan PPh Pasal 21

SKEMA DASAR PENGENAAN PPh PASAL 21


TETAP PEGAWAI TIDAK TETAP HARIAN BULANAN Ph NETO - PTKP Ph BRUTO - PTKP Ph BRUTO 150 RIBU Ph BRUTO(>1,32jt s.d.6jt) PTKP Harian Ph BRUTO(>6jt) PTKP PENSIUNAN SEKALIGUS BERKALA PP 68 Th 2010 Ph NETO - PTKP 50% X (Ph Bruto) - PTKP bulanan Kumulatif 50% X Ph Bruto Kumulatif 50 % x Ph Bruto Ph Bruto Kumulatif Ph Bruto

BERKESINAMBUNGAN, berNPWP BUKAN PEGAWAI BERKESINAMBUNGAN, tidak ber NPWP TIDAK BERKESINAMBUNGAN KOMISARIS, MANTAN PEGAWAI, PENARIKAN DAPEN O/ PEGAWAI PESERTA KEGIATAN

36

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

d. Tes Formatif 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat 1. Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pengenaan pajak atas ... a. penghasilan pekerja b. penghasilan usaha c. penghasilan atas jasa badan usaha d. penghasilan atas kegiatan usaha wajib pajak orang pribadi 2. Yang tidak termasuk pemotong PPh Pasal 21 antara lain ... a. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial b. Perwakilan Negara Asing c. Pemberi kerja d. Event Organizer 3. Tidak termasuk penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 ,,,,, a. Penghasilan penjaja barang dagangan b. Penghasilan pejabat PBB c. Hadiah perlombaan karya ilmiah d. Honorarium yang dibayarkan kepada PNS 4. Jumlah PTKP wajib pajak kawin dan memiliki tanggungan 1 anak angkat dan 2 anak asuh adalah sebesar ... a. Rp 15.840.000 b. Rp 17.160.000 c. Rp 18.480.000 d. Rp 21.120.000

5. Tn. Zulkarnaen (NPWP 00.111.234.5-678.000), pemilik kios jasa service barang elelktronik, mempekerjakan 3 orang pegawai dengan status pegawai harian lepas. ... a. b. c. d. Tn. Zulkanaen termasuk pemotong PPh Pasal 21 Tn. Zulkarnaen tidak termasuk pemotong PPh Pasal 21 Para buruh tidak dipotong PPh Pasal 21 para buruh tidak perlu memiliki NPWP

37

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

6. Ikhlas Amali (belum menikah) pada bulan Maret 2010 bekerja pada perusahaan PT. Gelap Malam sebagai pegawai tidak tetap dan menerima upah sebesar Rp 250.000,00 per hari. PPh Pasal 21 harian yang harus dipotong oleh PT. Gelap Malam sebesar ... a. Rp. 12.500,00 b. NIHIL c. Rp 15.000,00 d. Rp. 5.000,00 7. Berdasarkan soal pada no. 6, apabila Ikhlas Amali masih meneruskan pekerjaannya sampai 6 hari, PPh Pasal 21 harian yang harus dipotong oleh PT. Gelap Malam pada hari ke-6 tersebut adalah ... a. b. c. d. Rp. 12.500,00 NIHIL Rp 5.000,00 Rp. 36.800,00

8. PPh pasal 21 atas gaji PNS, berdasarkan PP No. 80 Tahun 2010 ... a. b. c. d. ditanggung sendiri oleh PNS ditanggung Pemerintah ditanggung instansi tempat bekerja tidak dipotong bagi PNS Golongan I dan II

9. Penentuan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk subjek pajak dalam negeri yang bekerja sejak awal tahun ... a. Berdasarkan status dan susunan keluarga pada saat pemotongan PPh Pasal 21 b. Berdasarkan status dan susunan keluarga pada awal tahun diterimanya penghasilan c. Berdasarkan status dan susunan keluarga pada awal bulan diterimanya penghasilan d. Berdasarkan status dan susunan keluarga pada tahun pajak sebelumnya

Soal berikut untuk pertanyaan no. 9 s.d 13 Burhan status menikah dengan satu anak, pegawai pada PT. ABC, memperoleh gaji sebulan Rp 3.000.000,00. PT. ABC mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. ABC menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Burhan membayar iuran Jaminan Hari Tua

38

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. ABC juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. ABC membayar iuran pensiun untuk Burhan ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp 100.000,00, sedangkan Burhan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00.

10. Berdasarkan soal diatas maka besarnya penghasilan bruto Bejo Junianto setiap bulan adalah: a. Rp. 3.135.000,00 b. Rp 3.024.000,00 c. Rp. 3.315.000,00 d. Rp. 3.204.000,00 11. Berdasarkan soal diatas maka besarnya biaya jabatan setiap bulan adalah: a. Rp 151.200,00 b. Rp 156.750,00 c. Rp 165.750,00 d. Rp 160.200,00 12. Berdasarkan soal diatas maka besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun adalah ... a. Rp 14.880.000,00 b. Rp 18.840.000,00 c. Rp 18.480.000,00 d. Rp 18.320.000,00 13. Berdasarkan soal diatas maka besarnya Penghasilan Kena Pajak setahun adalah ... a. Rp 14.673.600,00 b. Rp 14.763.000,00 c. Rp 15.480.000,00 d. Rp 15.840.000,00 14. Berdasarkan soal diatas maka besarnya PPh. Pasal 21 terutang setiap bulan adalah ... a. Rp 56.750,00 b. Rp 65.140,00 c. Rp 64.110,00 d. Rp 61.140,00

39

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

15. Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto berlaku bagi ... a. Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian atau upah mingguan dengan upah harian diatas Rp 150.000 per hari. b. Pegawai tidak tetap yang menerima upah satuan, atau upah borongan c. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan d. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan e.UmpanBalikdanTindakLanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia pada bagian akhir modul ini. Apabila jawaban anda benar 80% atau lebih, maka Anda boleh melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya, namun apabila jawaban anda belum mencapai 80% benar maka sebaiknya mengulang kembali kegiatan belajar ini.

40

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

3. Kegiatan Belajar 2. TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 22
Indikator Keberhasilan Peserta diklat memahami cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22

a.

Uraian dan Contoh

1. Pengertian PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 merupakan Pajak Penghasilan terkait dengan

pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. 2. Dasar Hukum a) Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan b) PMK Nomor : 154/PMK.03/2010 Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain c) PMK Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah d) PER Dirjen Pajak Nomor PER - 57/PJ/2010 tentang Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain jo Per Dirjen Pajak Nomor : PER-15/PJ/2011.

3. Pemungut PPh Pasal 22 Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, jo. Peraturan Menteri Keuangan nomor 154/PMK.03/2010, adalah: a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;

41

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; c. bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan

mekanisme uang persediaan (UP); d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS); e. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. 4. Tarif dan Objek Pemungutan Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut: a. Atas impor: 1. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl): Sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor, sebesar 0,5% (setengah persen) dari nilai impor kedelai, gandum dan tepung terigu . 2. Yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor

3. Barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

Nilai Impor digunakan sebagai dasar pengenaan PPh Pasal 22 atas impor. Yang dimaksud dengan Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF)
42
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor b. Atas pembelian barang melalui bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), bendahara pengeluaran , Kuasa Pengguna Anggaran

(KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA , sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.

c. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas : 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan Bahan Bakar Minyak sebesar tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina; 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan Bahan Bakar Minyak tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU; 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan Bahan Bakar Gas tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan Pelumas tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. d. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif: penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai; penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai; penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai ; penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari dasar pengenaan pajak Pajak Pertambahan Nilai.

43

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

e. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. f. Atas penjualan Barang Sangat Mewah PPh Pasal 22 atas penjualan Barang yang tergolong Sangat Mewah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

253/PMK.03/2008 sebagai berikut : Barang Yang Tergolong Sangat Mewah meliputi : 1) pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah); 2) kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah); 3) rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter persegi); 4) apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi); 5) kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, spart utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari

Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Tarif Besarnya Pajak Penghasilan atas penjualan Barang yang tergolong Sangat Mewah adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM). Pajak Penghasilan penjualan barang yang tergolong sangat mewah dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan..

44

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP. Ketentuan ini berlaku tidak final. 5. Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Keuangan nomor untuk pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat

154/PMK.03/2010, Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan SE DJP Nomor: PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-15/PJ/22011. Pasar 3B menyebutkan pemungutan PPh Pasal 22 : a. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai, yaitu: 1) barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik; 2) barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia; 3) barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana; 4) barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum; 5) barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; 6) barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya; 7) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah; 8) barang pindahan; 9) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan; dikecualikan dari

45

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

10) barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum; 11) persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; 12) barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara; 13) vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN); 14) buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama; 15) kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional; 16) pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional; 17) kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia; 18) peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau 19) Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama. Pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk impor barang tersebut diatas dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22.

b. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk impor barang dan impor sementara dan barang impor yang dikenakan tarif bea masuk sebesar
46
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

0%(nol persen)) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak c. impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 untuk . impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dengan menggunakan formulir

sebagaimana ditetapkan. 6. Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 a) CV Sinar Terang (memiliki API) melakukan impor lampu kristal dari Itali dengan jumlah harga USD12.000, ongkos angkut 4% dan membayar premi asuransi 2% dari harga barang. Bea Masuk sebesar 10% dan Pajak Penjualan barang Mewah 40%. Kurs yang berlaku ketika importir melakukan penyelesaian dokumen impor adalah : Kurs Tengah BI Rp 9.200,00 dan Kurs berdasarkan PMK Rp 9.150 Perhitungan PPh Pasal 22 Terutang adalah sebagai berikut. Jumlah Harga Barang Impor (C) = USD 12.000,00 480,00 240,00

Ongkos angkut 4% (F) = USD Asuransi 2% (I) Harga Pabean CIF Bea Masuk 10% PPn BM 40% Nilai Impor = USD

= USD 12. 720,00 x Rp 9.150 = Rp 116.388.000 = Rp 11.638 800 = Rp 46.555.200 = Rp 174.582.000 = Rp 4.364.550

PPh Pasal 22 Terutang = 2,5% X Rp 174.582.000,00

b) Bendahara Pusdiklat Pajak membayar tagihan CV Manda Stationary atas pembelian alat tulis kantor dengan harga pembelian Rp 5.500.000,00 termasuk PPN 10%. Perhitungan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut sbb.:
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

47

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Harga Pembelian Dikurangi PPN 10% = 10/110 x Rp 5.500.000,00 Haarga Barang PPh Pasal 22 terutang : 1,5% x Rp 5.000.000,00 = Rp 5.500.000,00 = Rp 500.000.00

= Rp 5.000.000,00 = Rp 75.000,00

7. Saat Terutang PPh Pasal 22 a. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. b. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). c. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf b, huruf c dan, huruf d terutang dan dipungut pada saat pembayaran. d. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan. e. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil bahan bakar minyak, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order). f. Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian. 8. Tatacara pemungutan dan penyetoran a. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh: 1) importir yang bersangkutan; atau 2) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan SSP. SSP tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan. b. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 3huruf b, huruf c dan, huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank

48

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.SSP tersebut berfungsi sebagai bukti pemungutan. c. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Disamping SSP, pemungut pajak juga harus membuat bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : 1) lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul); 2) lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak (dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan 3) lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

d. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Disamping itu, pemungut juga pemungutan sebagaimana tersebut pada c. harus memberikan bukti

9. Jatuh tempo penyetoran dan pelaporan Jatuh tempo penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 diatur terakhir dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.3/2010 yang berlaku mulai 1 April 2010, sebagai berikut: a. Jatuh Tempo Penyetoran PPh Pasal 22 impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.

49

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor. PPh Pasal 22 atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendahara harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan

barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama rekanan dan ditandatangani oleh bendahara. PPh Pasal 22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai Pemungut Pajak harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional (termasuk hari yang diliburkan untuk Pemilu dan cuti bersama), pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. b. Jatuh Tempo Pelaporan Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut

PPh, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. kecuali : Pemungut PPh Pasal 22 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, wajib melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya.

50

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Pemungut Pajak PPh Pasal 22 Bendaaharawan wajib melaporkan hasil pemungutannya paling lama 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional (termasuk hari yang diliburkan untuk Pemilu dan cuti bersama), pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. 10. Sifat Pemungutan Pemungutan PPh Pasal 22 pada umumnya tidak final, kecuali Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas kepada:penyalur/agen bersifat final. b. Latihan 1. Jelaskan pengetian PPh Pasal 22 2. Jelaskan dalam hal apa PPh pasal 22 impor dipungut oleh Bank Devisa dan dalam hal apa PPh Pasal 22 impor dipungut oleh Ditjen Bea dan Cukai 3. Jelaskan dalam hal apa pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan oleh bendahara pemerintah, apa perbedaannya dengan PPh Pasal 22 yang dipungut oleh kuasa pengguna anggaran (KPA), dan pejabat penerbit SPM? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 industri 5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 22 pedagang pengumpul c. Rangkuman PPh Pasal 22 merupakan Pajak Penghasilan terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Ikihtisar Pemotong, objek Pengenaan PPh Ps 22, dan subjek pajak dapat di lihat pada tabel berikut Pemotong Bank Devisa/ Ditjen Bea dan Cukai, bendahara pemerintah Ojek impor barang; Subjek importir pemilik barang

pembayaran atas

Penjual barang

51

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

dan KPA sbg pemungut pembelian barang; bendahara pengeluaran KPA atau pejabat penerbit SPM delegasi oleh KPA, Badan usaha dalam Penjualan hasil produksi bidang usaha: pemungut industri semen, industri kertas, Industri baja*) Industri otomotif Produsen atau importir Penjualan hasil produksi bahan bakar minyak, pemungut gas, dan pelumas Barang WP Badan yg. Penjualan Melakukan Penjualan Sangat Mewah Barang Sangat Mewah Industri dan eksportir Pembelian bahan-bahan yang bergerak dalam untuk keperluan industri sektor: atau ekspor - perhutanan, - perkebunan, - pertanian, dan - perikanan

Pembeli Hasil Produksi

Pedagang

Pengumpul

Penjual komoditi

Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 22 PPh Pasal 22 Impor 2,5% (dg. API), 7,5% (tanpa API), 0,5%(kedelai,gandum,terigu dg. API) 7,5% (barang yg. tidak dikuasai) PPh Pasal 22 Bendaharawan PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul PPh Pasal 22 Migas 0,25% (Premium,Solar,Premix) bagiSPBU Pertamina, 0,3% SPBU Swasta & Non SPBU 0,3% M.tnh, lpg,&pelumas Penjualan/ DPP PPN/ Harga Jual 0,25% 1,5% Nilai Lelang Harga Beli Nilai Impor

52

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

PPh Pasal 22 Industri 0,25% (Semen) 0,1% (Kertas) 0,3% (Baja) 0,45% (Otomotif) 5%

PPh Pasal 22 Barang Sangat Mewah

d.

Tes Formatif 2 Pilih satu Jawaban yang paling tepat

1. Yang paling mungkin menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22 adalah : a. Kegiatan ekspor barang b. Kegiatan penjualan barang c. Kegiatan pemberian jasa d. Pembayaran gaji

2. Wajib Pajak Badan Tertentu Pemungut PPh Pasal 22 tersebut di bawah ini , kecuali : a. Penjual pesawat udara pribadi dengan harga jual > Rp 20 Milyar b. Penjual pesawat udara pribadi dengan harga jual > Rp 10 Milyar c. Penjual Kapal Pesiar yang sejenisnya dengan harga jual > Rp 10 Milyar d. Penjual Rumah beserta tanahnya dengan harga jual > Rp 10 Milyar

3. Yang bukan pemungut PPh Pasal 22 adalah : a. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang b. Industri perikanan atas pembelian dari pedagang pengumpul c. BUMN atas pembelian barang d. Pertamina atas penjualan BBM

4. Bendahara Kementerian Keuangan melakukan pembelian alat tulis kantor senilai Rp. 1.100.000,00 (termasuk PPN) kepada toko Ananda yang telah mempunyai NPWP dan NPPKP. Berapa besarnya PPh. Pasal 22 yang harus dipungut oleh bendahara? a. Rp. 16.500,00

53

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b. NIHIL c. Rp 15.000,00

d. Rp. 150.000,00

Soal berikut untuk pertanyaan nomor 5 da 6

PT Aman Nyaman, pengusaha kena pajak, dan telah memiliki API, pada bulan Januari 2011 melakukan impor alat pendingin dari Korea selatan dengan harga USD 20.000. asuransi 2% dan ongkos angkut sebesar 6%. Bea masuk 1%. Catatan kurs pada saat impor adalah sebagai berikut : Kurs tengah BI = Rp 9,200/ 1USD; kurs Menteri Keuangan = Rp 9,150 / 1 USD.: 5. Berdasarkan soal di atas, Nilai Impor alat pendingin tersebut adalah ... a. Rp 199.616.400 b. Rp 200.107.200 c. Rp 199.470.000 d. Rp 200.560.000

6. berdasarkan soal di atas, PPh Pasal 22 terutang adalah sebesar ... a. Rp 4.880.400 b. Rp 4.990.410 c. Rp 1.830.000 d. Rp 1.840.000

Soal berikut untuk pertanyaan nomor 7 dan 8 PT Guna Revinary, sudah dikukuhkan menjadi PKP, menerima pembayaran dari Bendahara PDAM DKI untuk pembelian pipa besi dengan nilai kontrak sebesar Rp 110.000.000,00 (termasuk PPN) .Dana untuk pembelian pipa besi tersebut sebagian dibiayai dari APBD DKI sebesar Rp 55.000.000. 7. Berdasarkan soal di atas, PPh Pasal 22 terutang adalah sebesar ... 1. Rp 1.500.000,00 2. Rp 1,250,000,00 3. Rp 1,000.000,00 4. Rp 750.000,00.

54

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

8. Berdasarkan soal di atas, Pemotong PPh Pasal 22 adalah ... a. PT Guna Revinary b. Bendahara Pemda DKI c. Bendahara PDAM DKI d. Bendahara Pemda DKI dan Bendahara PDAM DKI

Soal berikut untuk pertanyaan nomor 9 dan 10 PT Gudang Gambir produsen rokok kretek membeli dari CV Asal Asap (pedagang pengumpul) daun tembakau dengan nilai pembelian Rp 20.000.000 franco gudang. 9. Berdasarkan soal di atas, PPh pasal 22 terutang sebesar ... a. 1,5% x Rp 20.000.000 = Rp 300.000,00 b. 0,25% x Rp 20.000.000=Rp 50.000,00 c. 0,30% x Rp 20.000.000=Rp 60.000,00 d. 0,5% x Rp 20.000.000 =Rp 100.000,00 10. Berdasar soal di atas, a. PPh Pasal 22 dipungut oleh PT Gudang Gambir bersifat final b. PPh Pasal 22 dipungut oleh PT Gudang Gambir bersifat tidak final c. PPh Pasal 22 dipungut oleh CV Asal asap bersifat final d. PPh Pasal 22 dipungut oleh CV Asal asap bersifat tidak final 11. CV Bangun Jaya agen minyak tanah pada 12 April 2011 membeli 5000 liter minyak tanah dari Pertamina di Jakarta dengan harga pembelian

15.000.000,00. Delivery Order diterbitkan tgl 15 April 2011. PPh Pasal 22 terutang adalah sebesar... a. Rp 45.000,00 b. Rp 37.500,00 c. Rp 225.000,00 d. Rp 750.000,00 Soal berikut untuk pertanyaan no. 12 dan 13 PT Putra Petro pemilik SPBU Pertamina menerima DO BBM jenis Pertamax dengan nilai Rp 45.000.000,00 untuk pengambilan dari depot Pertamina

pada tgl 28 Agustus 2011.

55

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

12. PPh Pasal 22 terutang sebesar... a. Rp 112.500,00 dipungut oleh Pertamina b. Rp 135.000,00 dipungut oleh Pertamina c. Rp 225.000,00 dipungut oleh PT Putra Petro d. Rp 175.000,00 dipungut oleh Putra Petro 13. PPh yang telah dipungut harus disetor ke Kas Negara ... a. Paling lambat tanngal 1 September 2011 b. Paling lambat tanggal 10 September 2011 c. Paling lambat tanggal 29 Agustus 2011 d. Paling lambat tanggal 7 september 2011 14. PPh yang telah disetor harus dilaporkan ke KPP setempat a. Paling lambat tanggal 10 September 2011 b. Paling lambat tanggal 20 September 2011 c. Paling lambat tanggal 14 September 2011 d. Paling lambat tanggal 15 September 2011 15. Apabila saat jatuh tempo pelaporan pajak jatuh pada hari libur, maka ... a. Pelaporan dilakukan satu hari sebelumnya b. Pelaporan dilakukan pada hari kerja berikutnya c. Pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya d. Pelaporan dilakukan kapan saja dalam bulan September 2011 e. UmpanBalikdanTindakLanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia

pada bagian akhir modul ini. Apabila jawaban anda benar 80% atau lebih, maka Anda boleh melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya, namun apabila jawaban anda belum mencapai 80% benar maka sebaiknya mengulang kembali kegiatan belajar ini.

56

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

4. Kegiatan Belajar 3. TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 23
Indikator Keberhasilan Peserta Diklat dapat memahami cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23

a.

Uraian dan Contoh

1. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang

berasal dari pemanfaatan modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21.. 2. Dasar Hukum a. Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan b. PMK Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c Nomor 36 Tahun 2008 c. PMK Nomor 251/PMK.03/2008 tentang Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 d. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-33/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Sinematografi e. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan f. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan atas Penghasilan berupa Royalti dari Hasil Karya angka 2 Undang-Undang

Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultan

57

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008; g. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2009 tentang Jumlah Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c angka 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 3. Pemotong PPh Pasal 23 a. Badan Pemerintah termasuk BUMN/BUMD; b. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri; c. Penyelenggara Kegiatan; d. Bentuk Usaha Tetap; e. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya; f. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk

Sebagai Pemotong (dengan SK Kepala KPP), yaitu : 1) akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas 2) Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan pembukuan.

4. Objek dan Tarif PPh Pasal 23 Besarnya Tarif Pajak dan objek PPh Pasal 23 dapat dilihat pada tabel berikut: No. 1 2. 3. 4. Objek Pajak Dividen Bunga Royalti hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Sewa Imbalan Jasa
58

Tarif Pajak 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto

tidak ber NPWP

kenaikan

100

% dari yang dikenakan thd penghasilan yang memiliki

5. 6.

2% x jumlah bruto 2% x jumlah bruto

NPWP

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Penjelasan-penjelasan : 1) Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah: a) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; b) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; c) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; d) pembagian laba dalam bentuk saham;

e) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; f) Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; g) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut; h) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; i) j) k) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. 2) Bunga Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang. 3) Royalti Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:
59
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a) penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya; b) penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah; c) pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; d) pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa: (1) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; (2) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; (3) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi; e) penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan f) pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hakhak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 1) Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah : penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya

60

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati. 2) Jasa Teknik adalah: pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi : a) pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik; b) pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau c) pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa. 4) Jasa Manajemen adalah: pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen. 5) Jasa Konsultan adalah: Pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu didang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya. 6) Jasa lain a) Jasa penilai (appraisal); b) Jasa aktuaris; c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d) Jasa perancang (design); e) Jasa pengeboran di bidang penambangan migas, kecuali yang dilakukan oleh BUT; f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

61

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i) j) Jasa penebangan hutan; Jasa pengolahan limbah;

k) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) l) Jasa perantara dan/atau keagenan;

m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; n) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p) Jasa mixing film; q) Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; s) Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/ atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t) Jasa maklon;

u) Jasa penyelidikan dan keamanan; v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w) Jasa pengepakan; x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y) Jasa pembasmian hama; z) Jasa kebersihan atau cleaning service; aa) Jasa katering atau tata boga. 5. Bukan Objek PPh Pasal 23 Pemotongan pajak tidak dilakukan atas:

62

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a) penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; b) sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi; c) dividen (1) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; (2) dividen yang diterima oleh WP orang pribadi dalam negeri d) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari komanditer yang modalnya tidak terbagi perseroan

atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; e) sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya; dan f) penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 6. Contoh Perhitungan a) Tn. Abdul Manaf meminjam uang dari perusahaannnya sebesar Rp 20.000.000. Pada saat jatuh tempo tn abdul Manaf mengembalikan pinjaman berikut bunga sebesar Rp 20.400.000,00 Atas imbalan bunga tersebut perusahaan memungut PPh sebesar 15% x Rp 400.000,00 = Rp 60.000,00 b) PT Sahid, penerbit buku, membayar royalti atas penerbitan dan penjualan buku kepada Sdr. Hamami sebesar Rp 20.000.000,00

63

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Atas pembayaran royalti tersebut, PT Sahid memungut PPh sebesar 15% x Rp 20.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 c) PT ABC pada tanggal 1 Januari 2011 menyewa sebuah mobil kijang dari Bapak Muaz dengan harga sewa Rp 500.000,00 sehari. Atas pembayaran sewa tersebut dipungut PPh sebesar 2% x Rp 500.000,00 = Rp 10.000,00 7. Jatuh Tempo Penyetoran dan Pelaporan Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007

tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana teelah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan 80/PMK.03./2010, antara lain diatur : a) Jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 23 adalah berikutnya ; b) WPOP atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari liburtermasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional adalah hari libur yang berlaku secara nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah. tanggal 10 bulan

64

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b. Latihan 1. Terangkanlah kelompok sumber penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 2. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultansi sehingga jelas perbedaannya 3. Siapakah pemotong PPh PasL 23 4. Dividen ada yang menjadi objek dan ada pula yang bukan objek PPh Pasal 23, jelaskanlah. 5. Penghasilan berupa hadiah dan penghargaan menjadi objek PPh Pasal 23 dan juga menjadi objek PPh Pasal 21, Jelaskanlah perbedaannya. c. Rangkuman

Pajak Penghasilan Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari pemanfaatan modal, pemberian jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang dipotong PPh Pasal 21. Pihak-pihak yang membayarkan wajib memotong PPh Pasal 23, adapun pihakpihak dimaksud adalah : 1) Badan Pemerintah termasuk BUMN/BUMD; 2) Subjek Pajak Badan Dalam Negeri; 3) Penyelenggara Kegiatan; 4) Bentuk Usaha Tetap; 5) Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya; 6) Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri Tertentu Yang Ditunjuk Sebagai Pemotong (dengan SK Kepala KPP), yaitu : a) akuntan, arsitek, dokter, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas b) Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan

pembukuan.

Besarnya Tarif Pajak dan objek PPh Pasal 23 dapat dilihat pada tabel berikut:

65

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

No. 1 2. 3. 4. Objek Pajak Dividen Bunga Royalti hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 5. 6. Sewa Imbalan Jasa 2% x jumlah bruto 2% x jumlah bruto Tarif Pajak 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto 15% x jumlah bruto kenaikan 100 % dari yang dikenakan thd penghasilan yang memiliki NPWP tidak ber NPWP

d.

Tes Formatif 3

1. Yang tidak termasuk pemotong PPh Pasal 23 adalah a. Bendahara Pusdiklat Pajak b. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara c. PT Pertamina Persero d. UD Mustika Jaya 2. PT Gardu Teknik memberikan gambar-gambar dan rincian pekerjaan serta perhitungan biaya sehubungan dengan pembangunan pabrik kerupuk udang yang akan dibangun oleh CV Gurih Abadi. Dalam hal ini, pekerjaan yang dilakukan oleh PT Gardu Teknik termasuk... a. Jasa Teknik b. Jasa Manajemen c. Jasa Kosultan d. Jasa Industri 3. PT Sarang Teknik, berkedudukan di Jakarta memberikan pertimbanganpertimbangan secara terulis atas rencana PT Bangun Graha membangun

66

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

real estate di Surabaya. Dalam hal ini pekerjaan yang dilakukan PT Sarang Teknik termasuk ... a. Jasa Teknik b. Jasa Manajemen c. Jasa Kosultan d. Jasa Industri 4. CV Selang Kehidupan (bukan pengusaha jasa konstruksi) mengerjakan instalasi air pada proyek perumahan Serpong Damai Residence. Pekerjaan tersebut termasuk... a. Jasa Teknik b. Jasa konstruksi c. Jasa lain d. Jasa industri

5. PT ABC menerima pengembalian pinjaman dari PT Multi Jaya Madu sebesar Rp 42.500.000 dengan perincian : pokok pinjaman Rp 42.000.000,00 dan imbalan Rp 500.000,00 a. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 75.000,00 b. PT Multi Jaya Madu memotong PPh sebesar Rp 75.000,00 c. PT Multi Jaya Madu memotong PPh sebesar Rp 10.000,00 d. PT Multi Jaya Madu tidak memotong PPh

6. PT Senapati melakukan sewa mesin dengan hak opsi dengan nilai cicilan setiap bulan sebesar pokok utang Rp 60.000.000. dan bunga Rp 7.200.000. a. PPh Pasal 23 atas sewa adalah Rp 1.200.000 dan PPh atas bunga Rp 1.080.000 b. Tidak dikenakan PPh atas sewa mesin dengan hak opsi c. PPh atas bunga Rp 1.440.000 d. Tidak dikenaka PPh atas bunga 7. PT Gardu Mati, bergerak dalam usaha elektronik, membuat kontrak penyewaan truk dengan PT Angkutmaju senilai Rp 100.000.000. Dalam kontrak tersebut disepakati besarnya biaya angkutan didasarkan pada jumlah barang yang dapat diangkut, yaitu Rp 100.000 per 100 kg.

67

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a. PPh Pasal 23 terutang pada saat pembuatan perjanjian kontrak atas beban PT Gardu Mati b. PPh Pasal 23 terutang pada saat pembuatan perjanjian kontrak atas beban PT Angkutmaju c. PPh Pasal 23 terutang pada saat pembayaran atas beban PT Gardu Mati d. PPh Pasal 23 terutang pada saat pembayaran atas beban PT Angkutmaju 8. PT ABC menyewakan truk termasuk sopir kepada UD Ketimun seharga Rp 2.400.000. bagian sopir 20%. a. UD Ketimun momotong PPh sebesar 2% x Rp 2.400.000 b. UD Ketimun memotong PPh sebesar 2% x (Rp 2.400.000 Rp 480.000) c. PT ABC menyetor sendiri PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp 1.920.000 d. Tidak terutang PPh 9. PT ABC membayar royalti kepada PT Wajan Sakti sebesar Rp 55.000.000. Nilai Royalti sudah termasuk PPN 10% a. b. c. d. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 8.250.000 PT ABC memotong PPh sebesar Rp 7.500.000 PT ABC memotong PPh sebesar Rp 5.500.000 PT ABC memotong PPh sebesar Rp 5.000.000 kepada PT Tutup

10. PT ABC membayar jasa pembotolan minuman ringan Botol sebesar Rp 5.500.000 (termasuk PPN) a. b. c. d.

PT ABC memotong PPh sebesar Rp 750.000 PT ABC memotong PPh sebesar Rp 1.00.000 PT ABC tidak memotong PPh PT Tutup Botol menyetor sendiri PPh sebesar Rp 1.750.000

e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia

pada bagian akhir modul ini. Apabila jawaban anda benar 80% atau lebih, maka Anda boleh melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya, namun apabila jawaban anda belum mencapai 80% benar maka sebaiknya mengulang kembali kegiatan belajar ini.

68

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

5. Kegiatan Belajar 4. TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 26
Indikator Keberhasilan Peserta Diklat Dapat Memahami Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan PPh Pasal 26

a.

Uraian dan Contoh

1. Pengertian PPh Pasal 26 Pajak Penghasilan Pasal 26 mengatur pemajakan atas penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang bersumber dari Indonesia. Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final kecuali ditentukan lain. 2. Dasar Hukum a) Pasal 26 Undang Undang PPh b) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 Tentang

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi Dan Premi Reasuransi Yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi Di Luar Negeri c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-82/KMK.03/2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain BUT di Indonesia. d) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri

69

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

e) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap 3. Wajib Pajak PPh Pasal 26 Wajib Pajak PPh pasal 26 adalah penerima penghasilan dengan status sebagai Subjek Pajak Luar Negeri baik Orang Pribadi maupun Badan selain BUT yang menerima/ memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Indonesia. Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) UU PPh, yang dimaksud Subjek pajak luar negeri adalah: a) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan b) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan menerima dan tidak bertempat kedudukan penghasilan di Indonesia, Indonesia yang tidak dapat dari

atau

memperoleh

dari

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 4. Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 26 Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009, tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah : a) Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

70

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 5. Pemotong PPh Pasal 26 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2009

joPeraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2009, Pemotong PPh Pasal 26 adalah : a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas kepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembagalembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; d) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar : 1) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama

persekutuannya.

71

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2) honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; 3) honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; 1) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

6. Bukan Pemotong PPh Pasal 26 Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 adalah: a. kantor perwakilan Negara asing; b. organisasi-organisasi internasional sebagaiman dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf cUndang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan; c. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 7. Objek Pajak, DPP, dan Tarif PPh Pasal 26 Objek Pajak, Dasar pengenaan Pajak dan besarnya Tarif Pajak dan objek PPh Pasal 26 dapat dilihat pada tabel berikut: No. 1 2. Dividen Bunga diskonto, sehubungan (termsk dan dengan premium, imbalan jaminan Jumlah Bruto penghasilan 20% atau tarif P3B x jumlah bruto Objek Pajak DPP Tarif effektif

pengembalian utang) 3.
72

Royalti, sewa, dan penghasilan


PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

lain harta 4. imbalan sehubungan dengan sehub. dg. Penggunaan

jasa, pekerjaan, dan kegiatan; 5. pensiun dan pembayaran berkala lainnya; 6. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau 7. 8. hadiah dan penghargaan keuntungan karena pembebasan utang. 9. Penjualan Harta di Indnesia * 25% Hg. Jual 5% x Hg. jual

10

Premi Asuransi/Reasuransi Premi dibayar tertanggung kpd 50% Jml. Premi persh. Asuransi LN Premi dibyr oleh Persh. Asuransi 10% Jml.Premi di Ind kpd persh. Asuransi LN 10%x Premi 2% Premi x jml. Jml.

Premi

dibyr

oleh

Persh. 5% Jml.Premi

1% Premi

jml.

Reasuransi di Ind kpd persh. Asuransi LN 11 Penghasilan dan penjualan Atau pengalihan saham 12 PKP BUT setelah dikurangi pajak Laba Pajak 25% Hg. Jual

5% Jual

Hg.

Setelah 20% / P3B x Laba Setelah Pajak

*Tidak dikenakan pajak apabila jumlah nilai penjualan tidak lebih Rp 10 juta per transaksi Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final kecuali : a. penghasilan kantor pusat (kantor pusat BUT) dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
73
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; b. penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat (kantor pusat BUT) sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. 8. Pemanfaatan P3B Pemotong/Pemungut Pajak harus melakukan pemotongan atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B, dalam hal : a. Penerima penghasilan bukan SUbjek Pajak dalam negeri Indonesia, b. Persyaratan administratif untuk menerapkan ketentuan yang diatur dalam P3B telah dipenuhi; dan c. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B oleh WPLN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang pencegahan penyalahgunaan P3B.

Persyaratan administratif sebagaimana tersebut pada b antara lain WPLN dapat menunjukan Surat Keterangan Domisili sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per - 61/Pj/2009 Tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Jo Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Per - 24/PJ/2010. 9. Contoh Penghitungan Mr. Gho Cheng Kok, penduduk Korea Selatan, menerima dividen atas saham PT Gudang Garam Tbk yang dimilikinya. sebesar Rp 2.000.000,00. Antara Indonesia dan Korea Selatan telah memiliki tax treaty/P3B dan tarif yang berlaku untuk bunga adalah 10%). Penghitungan PPh Pasal 26 sebagai berikut: Alternatif 1 : apabila wajib pajak dapat menunjukkan SKD PPh Pasal 26 Terutang : 10% x Rp 2.000.000,00 = Rp 200.000,00 Alternatif 2 : apabila wajib pajak tidak dapat menunjukkan SKD PPh Pasal 26 : 20% x Rp 2.000.000,00 = Rp 400.000,00 b. Latihan 1) Jelaskan penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26
74
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2) Jelaskan tarif dan dasar pengenaan PPh Pasal 26 3) Jelaskanlah pengenaan PPh atas premi asuransi yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri 4) Jelaskanlah pengenaan PPh atas hadiah dan penghargaan yang dibayarkan oleh Wajib Dalam Negeri kepada wajib pajak Luar Negeri 5) Jelaskanlah pengenaan PPh atas Laba setelah Kena Pajak yang diperoleh BUT c. Rangkuman Pajak Penghasilan Pasal 26 mengatur pemajakan atas penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) atas penghasilan yang tidak berasal dari menjalankan usaha atau kegiatan melalui BUT yang bersumber dari Indonesia Pemotong PPh Pasal 26 adalah : a. Pemberi kerja. b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah c. Dana pensiun, badan penyelenggara jamsostek, dan badan-badan lain . d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan. e. Penyelenggara kegiatan. Tarif diterapkan sebesar 20% atau berdasarkan P3B dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan pajak PPh pasal 26 terdiri dari : a. Jumlah Bruto Penghasilan b. Perkiraan Penghasilan Neto, dan c. Laba Setelah Pajak / Branch Profit Tax Tarif berdasarkan P3B/tax treaty dapat diterapkan apabila penerima penghasilan wajib pajak luar negeri dapat menunjukkan surat keterangan domisili (SKD) kepada pembayar penghasilan.

d.

Tes Formatif 4 Pilih satu jawaban yang paling tepat

1. Objek PPh Pasal 26 adalah ...

75

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a. Penghasilan wajib pajak luar negeri di Indonesia berupa penghasilan dari kegiatan usaha b. Penghasilan wajib pajak luar negeri di Indonesia berupa penghasilan dari kegiatan BUT c. Penghasilan wajib pajak luar negeri di Indonesia berupa penghasilan selain dari kegiatan usaha dan BUT d. Penghasilan wajib pajak dalam negeri di luar Indonesia berupa penghasilan dari kegiatan usaha

2. Mr. Steven Barry warga negara Amerika serikat termasuk subjek pajak luar negeri Indonesia apabila... a. Berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu satu tahun kalender b. Berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan c. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu satu tahun kalender d. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) ... a. Termasuk Wajib Pajak Luar Negeri yang pengenaan pajaknya di Indonesia berdasarkan Undang-undang pajak Indonesia b. Termasuk Wajib Pajak Luar Negeri yang pengenaan pajaknya di Indonesia berdasarkan Tax Treaty/P3B c. Termasuk Wajib Pajak Dalam Negeri yang pengenaan pajaknya di Indonesia berdasarkan Undang-undang pajak Indonesia d. Termasuk Wajib Pajak Dalam Negeri yang dikenakan PPh Pasal 26

4. Mr. Steven Barry , penduduk New York Amerika Serikat, menerima pembayaran sebesar Rp 2 milyar dari penjual saham yang dimilikinya melalui Bursa Efek Indonesia. a. PPh Pasal 26 dipotong oleh Bursa Efek Indodnesia b. PPh Pasal 26 dipotong oleh Otoritas Pajak di New York c. PPh Pasal 26 tidak dipotong d. Tidak dikenakan PPh Pasal 26
76
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

5. Ibu Sumardi mempekerjakan Nn. Hufjah warga negara Nigeria sebagai pembantu rumah tangga dan membayar gaji Nn. Hufjah sebesar Rp 1.000.000,00 per bulan a. Ibu Sumardi termasuk pemotong PPh Pasal 26 b. Ibu sumardi tidak termasuk pemotong PPh Pasal 26 c. Ibu Sumardi memotong PPh sebesar Rp 200.000,00 d. Ibu Sumardi melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 6. Wajib Pajak yang paling mungkin dipotong PPh Pasal 26? a. Pedro Gonzales, seorang warga negara Portugal Warga dikontrak selama satu tahun sebagai pemain sepakbola professional oleh Perib Bandung b. Razief Umar, Warga Negara Malaysia yang bekerja di Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur c. Sinta Dewi, tinggal di Indonesia yang bekerja sebagai Sekretaris di Kedutaan Thailand di Jakarta d. David Lee, tinggal di Singapura, mendapatkan penghasilan berupa dividen dari PT Bahana yang berkedudukan di Indonesia

7. Pada bulan Juni 2011, Lee Bun Hong, seorang Warga Negara Cina yang memiliki 25% PT Cakra Domas di Indonesia, menjual seluruh sahamnya senilai Rp2.000.000.000,- kepada Lee Yong Suk, seorang Warga Negara Korea Selatan. Jika tidak ada P3B antara Indonesia dengan Cina dan Korea Selatan yang mengatur hal tersebut, besarnya PPh Pasal 26 adalah : a. Rp 200.000.000,b. Rp 100.000.000,c. Rp 50.000.000,d. Rp 2.000.000,-

8. Tarif efektif PPh Pasal 26 atas premi asuransi yang dibayarkan oleh Tertanggung kepada perusahaan asuransi luar negeri adalah : a. 20% b. 10% c. 5% d. 2%

77

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

10. Mr. Ahmed Din warga negara Nigeria menjual sebuah jam dinding antik kepada PT. Duta Antiques seharga Rp8.000.000. a. PT. PT. Duta Antiques memotong PPh pasal 26 sebesar Rp1.600.000 b. PT. Duta Antiques memotong PPh pasal 26 sebesar Rp 400.000 c. PT. Duta Antiques memotong PPh pasal 26 sesuai tarif tax treaty d. PT. Duta Antiques tidak memotong PPh

11. PT Indotel mengasuransikan wahana komunikasi kepada perusahaan asuransi PT Asuransi Jasa Indonesia dengan membayar premi asuransi sebesar Rp 5 milyar. Selanjutnya PT Asuransi Jasa indonesia melakukan reasuransi atas wahana komunikasi tersebut kepada Gooday Corp, perusahaan asuransi di Singapura dengan membayar premi sebesar Rp 4 milyar.
a. PT Indotel memotong PPh pasal 26 sebesar Rp 1.000.000.000 b. PT Jasa Asuransi Indonesia memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp 800.000.000 c. PT Jasa Asuransi Indonesia memotong PPh pasal 26 sebesar Rp 80.000.000

d. PT Jasa Asuransi Indonesia memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp 40.000.000

12. Orang asing di Indonesia yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 antara lain ... a. Orang asing yang menerima penghasilan dari Indonesia tapi tidak memiliki NPWP b. Orang asing yang melakukan pekerjaan bebas c. Diplomat negara asing d. Orang asing sebagai pedagang

13. Penghasilan wajib pajak luar negeri dari penjualan harta di Indonesia dikenakan PPh Pasal 26 dengan menerapkan Dasar Pengenaan Pajak sebesar ... a. 10% dari harga jual b. 20% dari harga jual c. 25% dari harga jual d. 50% dari harga jual

78

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

14. Pembayaran premi asuransi ke luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan asuransi di Indonesia dikenakan PPh Pasal 26 dengan menerapkan dasar pengenaan pajak a. Penghasilan bruto b. 10% dari jumlah premi c. 20% dari jumlah premi d. 25% dari jumlah premi 15. Untuk dapat dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang tercantum dalam P3B, Wajib pajak luar negeri ... a. Harus memiliki NPWP b. Harus menunjukkan paspor negara asal c. Harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili dari pejabat berwenang di negaranya d. Harus menjukkan Surat Keterangan Domisili dari kelurahan setempat. 16. Atas penghasilan berupa dividen yang diterima oleh wajib pajak luar negeri, dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif a. 5% dari jumlah bruto b. 15% dari jumlah bruto c. 0,1% dari jumlah bruto d. 20% dari jumlah bruto e. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia pada bagian akhir modul ini. Apabila jawaban anda benar 80% atau lebih, maka Anda boleh melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya, namun apabila jawaban anda belum mencapai 80% benar maka sebaiknya mengulang kembali kegiatan belajar ini.

79

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

6. Kegiatan Belajar 5 TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 4 (2)
Indikator Keberhasilan Peserta memahami cara penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2)

a.

Uraian dan Contoh

1. Pengertian PPh Pasal 4 ayat (2) PPh Pasal 4 ayat (2) mengatur pemajakan atas penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui Peraturan Pemerintah. Sering disebut PPh Final atau bersifat Rampung. 2. Penghasilan yang dipotong/dipungut PPh Pasal 4 (2) a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan/jasa giro, dan diskonto SBI b. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. c. Penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi yang dijual di pasar modal d. PPh atas Bunga Simpanan yang dibayar Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. e. Penghasilan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham /Pengalihan Penyertaan Modal Perusahaan Pasangan Usahanya f. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

g. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan h. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi i. Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)

3. PPh atas Penghasilan Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) Pemajakan atas penghasilan berupa bunga deposito, bunga

tabungan/jasa giro, dan diskonto Sertifikat bank Indonesia (SBI) mengacu

80

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001. a. Pengertian bunga deposito dan bunga tabungan Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call" baik dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank. Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank. Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Ketentuan ini tidak berlaku terhadap orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. b. Pemotong : 1. Bank dan Bank Indonesia 2. Dana pensiun dan Bank yg menjual kembali SBI kpd pihak lain bukan bank atau kpd Dana Pensiun yg tidak ada persetujuan Menkeu c. Tarif Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah sebagai berikut : o dikenakan pajak final sebesar 20%(dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. o dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri. d. Pengecualian pengenaan pemotongan pajak: 1) bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank

81

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah; 2) bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; 3) bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undangundang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; 4) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri. 4. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. Pemajakan atas Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. berdasarkan PP No. 41/1994 , PP No. 14/1997 , KMK 282/ KMK.04/1997, dan SE Dirjen Pajak Nomor: SE - 06/PJ.4/1997 a. Tarif : Besarnya Pajak Penghasilan atas Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek : a. 0,1% (satu perseribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, untuk semua transaksi penjualan saham b. Tambahan 0,5% (setengah persen) dari nilai jual saham, untuk transaksi penjualan saham pendiri. Pengertian Pendiri Orang atau badan yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham PT Tercantum dalam AD PT sebelum Pernyataan Pendaftaran diajukan ke Bapepam dalam rangka penawaran umum perdana ("initial public offering") menjadi efektif.

82

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

OP atau Badan yang menerima pengalihan saham dari pendiri (karena Warisan, hibah, atau cara lainidak dikenakan PPh pada saat peengalihan ) Pengertian Saham Pendiri Yang dimaksud dengan "saham pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori "pendiri".. Termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah: saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana ("initial public offering"); saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri. Tidak Termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah : 1) saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham; 2) saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana ("IPO") yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), warant, obligasi konversi dan efek konversi lainnya; 3) saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksadana. 5. Penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi yang dijual di pasar modal Pemajakan atas Penghasilan berupa bunga dan diskonto obligasi yang dijual di pasar modal diatur dalamPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009. a. Pengertian 1) Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 2) Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang Obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. b. Dikecualikan dari pemotongan PPh Final adalah apabila penerima

penghasilan berupa Bunga Obligasi: 1) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; dan
83
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2) Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. c. Tarif Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga dan diskonto obligasi yang dijual di pasar modal adalah sebagai berikut: 1) bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar: 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;

2) diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar: 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;

3) diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar: 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; 4) bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar: 0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;

84

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan 15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

d. Pemotong PPh atas bunga obligasi 1) Emiten atau kustodian atas penghasilan bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo bunga obligasi 2) Perusahaan Efek dealer bank selaku pedagang perantara atau

pembeli atas Bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat terjadi transaksi

6. PPh atas Bunga Simpanan yang dibayar Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. Pemajakan atas penghailn bunga yang dibayarkan oleh Koperasi

kepada anggota koperasi orang pribadi berdasarkan peraturan pemerintah nomor nomor 15 tahun 2009, dan peraturan menteri Keuangan nomor 112/PMK.03/2010 Tarif Besarnya Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang dibayar Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. adalah: a. 0% (nol persen) untuk penghasilan bunga simpanan sampai dengan Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan; atau b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan bunga simpanan lebih dari Rp. 240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan. 7. Pajak Penghasilan Atas Hadiah Dan Penghargaan Pemajakan atas penghasilan dari hadiah dan Undian diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 132 tahun 2000 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor - 395/PJ./2001 yang berlaku mulai 1 Januari 2001. a. Pengertian Hadiah dan Penghargaan 1) Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan melalui undian; untuk membedakan pengertian hadiah

85

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

undian dan hadiah-hadiah lainnya, ada baikknya diketahui pula definisi hadiah dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan perpajakan, sperti : Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau

penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan; Hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah; 2) penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu. Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsurnen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.

b. Tarif PPh atas Hadiah dan Penghargaan Atas hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final. 8. Penghasilan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham /

Pengalihan Penyertaan Modal Perusahaan Pasangan Usahanya Pemajakan atas Penghasilan Modal Ventura Dari Transaksi

Penjualan Saham/Pengalihan Penyertaan Modal Perusahaan Pasangan Usahanya berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

250/KMK.04/1995 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SEe 33/pj.4/1995 a. Pengertian. Perusahaan modal ventura merupakan sarana dalam rangka mendorong pemerataan pembangunan dan untuk lebih meningkatkan peran serta dari seluruh lapisan masyarakat, yaitu dengan melakukan penyertaan modalnya pada perusasaah pasangan usaha khususnya yang merupakan usaha kecil

86

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

dan menengah atau perusahaan yang bergerak dalam sektor-sektor usaha tertentu yang mengingat keadaan perekonomiannya perlu memperoleh prioritas untuk dikembangkan. Perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura adalah perusahaan yang pada saat perusahaan modal ventura melakukan penyertaan modalnya penjualan bersih pada tahun

pajaksebelumnya tidak melebihi Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) setahun. Dalam hal perusahaan kecil dan menengah pasangan usaha perusahaan modal ventura tersebut melakukan usaha jasa, maka yang dimaksud dengan penjualan bersih adalah penerimaan bruto.

b. Tarif : 0,1% dari Jumlah bruto nilai transaksi dikenakan dengan syarat : Pasangan Usaha merupakan perusahaan kecil, menengah atau yg melakukan kegiatan di sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia 9. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Pemajakan atas penghasilan sewa tanah dan bangunan diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2002, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002, Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep - 227/Pj./2002 a. Pengertian Penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan adalah Penghasilan Orang Pribadi atau Badan dari persewaan tanah dan / atau bangunan berupa

tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gedung, dan industri. b. Tarif Besarnya PPh yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final."

87

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan." Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa. Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan." 10. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Pemajakan atas penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunandiaturdalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994

sebagaimana telah beberapa kali dirubah terakhir dengan Peraturan pemerintah Nomor 71 tahun 2008. a. Pengertian Pengalihan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dapat berupa : 1) penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah; 2) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak

memerlukan persyaratan khusus; 3) penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus. b. Tarif Besarnya Pajak Penghasilan : 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
88
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan . Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan. kecuali: 1) dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai

berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan; 2) dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang (Staatsblad Tahun 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) adalah nilai menurut risalah lelang tersebut. NJOP adalah Nilai Jual Objek Pajakmenurut SPT PBB tahun yang bersangkutan atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah NJOP SPT terutang tahun pajak sebelumnya. Apabila tanah dan/atau bangunan tersebut belum terdaftar pada Kantor Pelayanan pajak Pratama atau Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka NJO yang dipakai adalah NJOP menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan berada.

c. Pengecualian Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak

Penghasilan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan : 1) Orang Pribadi yang berpenghasilan di bawah PTKP dan nilai pengalihan kurang dari Rp 60.000.000,00 2) Orang Pribadi atau Badan atas pengalihan kepada Pemerintah dengan ganti rugi dan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus 3) Orang Pribadi yang melakukan hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat /badan keagamaan/badan pendidikan/ badan sosial/ pengusaha kecil termasuk koperasi sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan.
89
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

4) Badan yang melakukan hibah kepada Badan keagamaan/ Badan

Pendidikan/ badan sosial/ pengusaha kecil termasuk koperasi sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan. 5) Pengalihan karena warisan 11. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi Pemajakan atas penghasilan usaha jasa konstruksi diatur dalam PP No. 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diperbaharui dengan PP No. 40 Tahun 2009. a. Pengertian Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Penyedia Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya. b. Tarif Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut: 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil; 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

90

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan. Dalam pengertian ini, nilai kontrak termasuk harga barang barang dan/ atau jasa. Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan tersebut di atas, tidak termasuk Pajak Penghasilan atas sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final (Branch Profit Tax).

12. Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Pemajakan atas Diskonto SPN diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 a. Pengertian 1) Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara 2) Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3) Diskonto SPN adalah selisih lebih antara : a) nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder; atau b) harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana atau di Pasar Sekunder, tidak termasuk Pajak Penghasilan yang dipotong.

91

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

b. Tarif Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen), bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT); dan 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri. dari Diskonto SPN. c. Pemotong Pajak Penghasilan 1) Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen pembayar, atas Diskonto SPN yangditerima pemegang SPN saat jatuh tempo; atau
2)

Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.

d. Pengecualian : Tidak dilakukan pemotongan pajak penghasislan atas Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak : 1) Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia; 2) Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; 3) Reksadana yang terdaftar pada Badan pengawas Pasar Modal dan Lembaga, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.

13. Dividen yang diterima WPOP Dalam Negeri Pemajakan atas Dividen yang diterima WPOP Dalam Negeri diatur

dalam PP 19 Tahun 2009 berlaku sejak 1 Januari 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 a) Pengertian

92

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Dividen adalah bagian laba yang diperoleh pemegang saham, dengan nama dan dalam bentuk apapun,termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b) Tarif Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat final. b. Latihan 1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan Pajak Penghasilan Final dan sebutkan jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) 2. Jelaskanlah tentang karakteristik PPh Final 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bunga dan diskonto dari deposito, tabungan, dan sertifikat SBI 4. Jelaskan perbedaan pengenaan pajak atas jasa konstruksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) dengan yang dikenakan PPh Pasal 23. 5. Jelaskan pengertian hadiah yang dikenakan PPh Pasal 21, 23, 26 dan PPh Pasal 4 ayat(2) sehingga jelas perbedaannya c. Rangkuman PPh Pasal 4 ayat (2) mengatur pemajakan atas penghasilan dengan perlakuan tersendiri yang diatur melalui Peraturan Pemerintah. Sering disebut PPh Final atau bersifat Rampung. Jenis-jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) meliputi antara lain ... 1. Penghasilan Bunga Deposito, Tabungan/Jasa Giro, dan Diskonto Sertifikat Bank Indonesia ( SBI ) 2. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek. 3. Penghasilan Berupa Bunga dan Diskonto Obligasi yang Dijual Di Pasar Modal 4. Pengfhasilan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. 5. Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan

93

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

6. Penghasilan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan Saham /Pengalihan Penyertaan Modal Perusahaan Pasangan Usahanya 7. Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 8. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 9. Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi 10. Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 11. Penghasilan berupa Dividen yang diterima WPOP Dalam Negeri d. Tes Formatif 5 Pilih satu jawaban yang paling tepat 1. Penentuan tarif pajak final atas penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) UU PPh diatur tersendiri dengan ... a. Peraturan Pemerintah b. Peraturan Presiden c. Peraturan Menteri Keuangan d. Peraturan Dirjen Pajak 2. Badu mempunyai tabungan di Bank M sebesar Rp 7.200.000,00. Pada 1 januari 2011 memperoleh bunga atas jumlah tabungan tersebut sebesar Rp 36.000,00. a. PPh dipotong Bank M sebesar Rp 7.200,00 b. PPh dipotong Bank M sebesar Rp 4.500,00 c. PPh diptong Bank M sebesar Rp 3.600,00 d. PPh tidak dikenakan 3. Pengelola dana pensiun yang pendiriannya telah disetujui oleh Menteri Keuangan pada bulan Agustus 2011 memperoleh bunga deposito, atas bunga deposito tersebut dipotong PPh sebesar ... a. 10% b. 15% c. 20% d. Nihil 4. PT ABC membeli saham PT Ekofruit Tbk melalui bursa efek dengan nilai transaksi sebesar Rp 4.000.000.000,00 terdiri dari saham biasa sebesar Rp 2.000.000.000,00 dan saham pendiri sebesar Rp 2.000.000.000,00
94
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a. PPh sebesar Rp 4.000.000,00 dipotong oleh dealer/pialang b. PPh sebesar Rp 12.000.000,00 dipotong oleh dealer/pialang c. PPh sebesar Rp 14.000.000,00 dipotong oleh dealer/pialang d. PPh sebesar Rp 20.000.000,00 dipotong oleh PT ABC 5. Penerima penghasilan berikut ini dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, kecuali : a. Orang Pribadi yang berpenghasilan di bawah PTKP dan nilai

pengalihan kurang dari Rp 60.000.000,00 b. Orang Pribadi atau Badan atas pengalihan kepada Pemerintah

dengan ganti rugi dan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus c. Orang Pribadi atau Badan atas pengalihan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. d. Pengalihan karena warisan 6. PT ABC menjual obligasi tanpa kupon melalui pasar modal, harga jual obligasi adalah Rp. 50.000.000 sedangkan nilai perolehannya Rp. 42.000.000 a. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 1.200.000 b. PPh dipotong oleh pialang sebesar Rp 1.200.000 c. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 5.000.000 d. PPh dipotong oleh pialang sebesar Rp 5.000.000 7. PT ABC memperoleh bunga obligasi dari perusahaan reksadana sejumlah Rp150.000 a. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 22.500 b. PPh dipotong oleh perusahaan reksadana sebesar Rp 22.500 c. PPh dipotong oleh perusahaan reksadana Nihil d. PPh dipotong oleh perusahaan reksadana Rp 30.000 8. PT ABC mendapat bunga deposito dari Bank Mandiri Cabang Bangkok sebesar Rp.300.000, dan mendapat bunga tabungan dari Amro BankCabang Jakarta sebesar USD 100. (catatan: kurs tengah BI = Rp.9600/ 1 USD & kurs KMK = Rp.9.500 / 1 USD)
95
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

a. PPh dipotong oleh Bank Mandiri Cabang Bangkok Rp 45.000 b. PPh dipotong oleh Amro Bank Rp 190.000 c. PPh dipotong oleh Amro Bank Rp 142.500 d. Tidak dipotong PPh oleh oleh Mandiri Cabang Bangkok 9. PT ABC menyewa kios termasuk service chargeselama dua tahun dari Tn. Parman (Bukan Wajib Pajak) dengan nilai kontrak sebesar Rp.20.000.000. (terdiri dari sewa sebesar Rp16.000.000 dan

Rp4.000.000 sewa listrik dan kebersihan) a. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 1.600.000 b. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 2.000.000 c. PPh disetor sendiri oleh Tn. Parman Rp 1.600.000 d. Atas transaksi tersebut tidak dipotong PPh dengan bukan Wajib Pajak tidkarena Tn Parman Bukan Wajib Pajak 10. PT ABC menjual,melalui pasar modal, 1000 lembar saham atas nama PT. Muda Ideal kepada PT. Muda Remaco yang merupakan perusahaan sejenis seharga Rp115.000 perlembar a. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 1.150.000 b. PPh dipotong oleh dealer sebesar Rp 115.000 c. PPh dipotong oleh PT ABC sebesar Rp 115.000 d. PPh dipotong oleh PT Muda Remaco sebesar Rp 115.000 11. PT ABC membayar harga saham sebesar Rp1.500.000.000 kepada Moris Co. Yang berkedudukan di London. a. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 1.500.000 b. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 30.000.000 c. PT ABC memotong PPh sevesar Rp 300.000.000 d. PT ABC tidak memotong PPh 12. PT ABC membeli tanah dan bangunannya di Puri Residence dari PT Puri Estate dengan nilai jual sebesar Rp 425.000.000, NJOPuntuk tanah dan bangunan tersebut sebesar Rp 385.000.000. a. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 21.250.000 b. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 19.250.000

96

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

c. PT Puri Estate memungut PPh sebesar Rp 21.250.000 d. PT Puri Estate memungut PPh sebesar Rp 19.250.000 13. PT ABC membayar tagihan PT Citra Pembangunan (perusahaan jasa konstruksi usaha kecil tidak bersertifikat) atas pelaksanaan pembangunan gedung kantor PT ABC di Bandung sebesar Rp 900.000.000,00 Serah terima gedung telah dilakukan satu minggu sebelumnya. a. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 18.000.000 b. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 27.000.000 c. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 36.000.000 d. PT ABC memotong PPh sebesar Rp 54.000.000 14. Tn. Kurtubi menerima dividen PT Kurnia Tbk sebesar Rp 3.000.000. a. Emiten memotong PPh sebesar Rp 3.000 final b. Emiten memotong PPh sebesar Rp 300.000 final c. Emiten memotong PPh sebesar Rp 30.000 final d. Tidak dikenakan PPh Final 15. Bank Mandiri membeli Surat Perbendaharaan Negara (SPN) melalui pasar modal dan memperoleh diskonto sebesar Rp 100.000.000,00 a. Kustodian /dealer memotong PPh sebesar Rp 10.000.000,00 b. Kustodian/Dealer memotong PPh sebesar Rp 20.000.000,00 c. Kustodian/dealer memotong PPh sebesar Rp 5.000.000,00 d. Kustodian/dealer tidak memotong PPh.

e.

Umpan Balik dan Tindak Lanjut Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban yang tersedia pada

bagian akhir modul ini. Apabila jawaban anda benar 80% atau lebih, maka Anda boleh melanjutkan ke kegiatan belajar berikutnya, namun apabila jawaban anda belum mencapai 80% benar maka sebaiknya mengulang kembali kegiatan belajar ini.

97

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

7. Kegiatan Belajar 6. TATA CARA PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 15

a.

Uraian dan Contoh

1. Pengertian PPh Pasal 15 Pasal 15 UU PPh mengamanatkan kepada Menteri Keuangan untuk

mengatur tentang pemajakan dengan menggunakan norma penghitungan khusus untuk golongan wajib pajak tertentu. Yang dimaksud golongan wajib pajak tertentu meliputi antara lain : 1. Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Internasional 2. Perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri 3. Perusahaan Asuransi Luar Negeri 4. Perusahaan Pengeboran Minyak, gas, dan Panas Bumi 5. Perusahaan Dagang Asing 6. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk BOT Modul ini dibatasi pada pembahasan tentang Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Internasional dan Perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri 2. Perusahaan Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri Pemajakan atas penghasilan Perusahaan Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri diatur dalam Keputrusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996. a. Pengertian 1) Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang

bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. b. Norma Penghitungan dan Pajak Terutang Besarnya Norma Penghasilan Neto adalah sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto.
98
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut di atas adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat a) dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau b) dari pelabuhan di Indonesia ke Pelabuhan di luar negeri.
c)

tidak termasuk pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

Dalam hal Wajib Pajak juga menerima atau memperoleh penghasilan lainnya selain penghasilan tersebut di atas, maka atas penghasilan lainnya tersebut dikenakan PPh berdasarkan ketentuan yang berlaku. Besarnya PPh yang wajib dilunasi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto dan bersifat final. 3. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain. Pemajakan terhadap penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

416/KMK.04/1996 jo SE Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996 dan SE 32/PJ.43/1996 Objek Pajak : Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari : pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia; pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia; pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Norma Penghitungan Khusus Penghasilan neto : 4% (empat persen) dari peredaran bruto. Pajak Terutang : 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.

99

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

4. Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri Pemajakan terhadap perusahaan penerbangan dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 35/PJ.4/1996. Objek Pajak : Penghasilan dari penganguutan orang dan/atau barang yang dimuat o o dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Inddonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di luar negeri

Norma Penghasilan Neto : 6% dari Penghasilan bruto Pajak Terutang : 1,8% dari Peredran bruto dan bersifat tidak Final. Di sini dapat dilihat adanya perbedaan sifat pemungutan dengan perusahaan penerbangan luar negeri dan perusahaan pelayaran dalam negeri dan luar negeri sebagaimana sudah uraikan pada butir 2 dan 3. b. Tes Formatif 6 Pilih satu jawaban yang paling tepat 1. Penentuan norma penghitungan khusus guna penghitungan pajak terutang bagi wajib pajak tertentu sesuai dengan amanat Pasal 15 UU PPh ... a. Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah b. Ditetapkan dengan Peraturan Presiden c. Ditetapkan dengan Peraturan / Keputusan Menteri Keuangan d. Ditetapkan dengan Peraruran Dirjen Pajak Soal berikut untuk pertanyaan no. 2 s.d. 3 PT Samudra Internusa (perusahaan pelayaran yang bergerak dalam bidang pengangkutan orang dan barang) dalam bulan Februari 2009 memperoleh penghasilan sebesar Rp 800.000.000,00 terdiri dari penerimaan carter sebesar Rp 600.000.000,00 dan non carter sebesar Rp 200.000.000,00 2. Berdasarkan soal di atas, PPh yang dipotong oleh PT Samudra Internusa adalah ... a. Rp 9.600.000,00 dan bersifat tidak final b. Rp 7.200.000,00 dan bersifat tidak final c. Rp 7.200.000,00 dan bersifat final d. Rp 2.400.000,00 dan bersifat final
100
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

3. Berdasarkan soal diatas, PPh yang dipotong fihak lain sebesar ... a. Rp 9.600.000,00 dan bersifat tidak final b. Rp 7.200.000,00 dan bersifat tidak final c. Rp 7.200.000,00 dan bersifat final d. Rp 2.400.000,00 dan bersifat final 4. Perusahaan penerbangan luar negeri menerima imbalan bunga deposito dari Bank of New York cabang Jakarta. Atas imbalan bunga tersebut ... a. Bank of New York memotong PPh dengan tarif 2,64% dari jumlah imbalan bunga b. Bank of New York memotong PPh dengan tarif 20% dari jumlah imbalan bunga c. Bank of New York memotong PPh dengan tarif 15% dari jumlah imbalan bunga. d. Bank of New York memotong PPh dengan tarif 6% dari jumlah imbalan bunga 5. Untuk perusahaan penerbangan/pelayaran luar negeri berlaku ketentuan a. PPh dipungut atas penghasilan BUT-nya di Indonesia b. PPh dipungut atas penghasilan dari Kantor Pusat (Principal) tanpa melalui BUT di Indonesia c. PPh yang dipungut bersifat tidak final d. Dikenakan tarif sebesar 1,8% dari peredaran bruto 6. Untuk Perusahaan pelayaran dalam negeri, berlaku ... a. Norma penghitungan khusus penghasilan neto 6% b. Norma penghitungan khusus penghasilan neto 4% c. Tarif efektif 15% d. Tarif Efektif 1,8% 7. Perwakilan Singapore Airlines di Jakarta dalam bulan Juli 2011 memiliki

peredaran bruto sebesar Rp 10 milyar, PPh Pasal 15 terutang sendiri adalah sebesar a. Rp 264.000.000,00 bersifat finall b. Rp 180.000.000,00 bersifat final

101

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

c. Rp 120.000.000,00 tidak final d. Rp 2.000.000.000,00 bersifat final 8. Perwakilan Yamoto Lines di Jakarta memperoleh penghasilan bruto selama bulan Juli 2011, hanya dari carter sebesar Rp 3 milyar. PPh Pasal 15 terutang adalah sebesar ... a. Rp 264.000.000,00 bersifat finall b. Rp 180.000.000,00 bersifat final c. Rp 120.000.000,00 tidak final d. Rp 2.000.000.000,00 bersifat final 9. PT Pelni membuat perjanjian kontrak pengangkutan barang dengan XYZ Ltd Singapura, dari pelabuhan di Singapura ke pelabuhan di Yokohama Jepang. Nilai kontrak Rp 900.000.000,00 Atas penghasilan tersebut... a. PPh dipotong oleh Singapura Ltd b. PPh disetor sendiri oleh PT Pelni bersifat tidak final c. PPh disetor sendiri oleh PT Pelni bersifat final d. Tidak dikenakan PPh Pasal 15

10. XYZ Lines, perusahaan pelayaran berkedudukan di Singapura melakukan kontrak pengangkutan barang dengan Australia Tech. Co, yaitu mengangkut barang dari pelabuhan di Singapura ke pelabuhan di Canbera Australia. Dalam Perjalanan akan singgah di Jakarta untuk mengisi bahan bakar. Pada saat kapal berlabuh di Jakarta ... a. Atas ongkos angkut, terutang PPh Pasal 15 atas beban XYZ Lines b. Atas ongkos angkut, terutang PPh Pasal 15 atas beban Australia Tech. Co. c. Atas ongkos angkut tidak dikenakan PPh d. Dikenakan PPh atas biaya sandar.

c.

Rangkuman Pasal 15 UU PPh mengatur tentang pemajakan dengan menggunakan

norma penghitungan khusus untuk golongan wajib pajak tertentu, antara lain : 1. Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Internasional
102
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

2. Perusahaan pelayaran atau penerbangan dalam negeri 3. Perusahaan Asuransi Luar Negeri 4. Perusahaan Pengeboran Minyak, gas, dan Panas Bumi 5. Perusahaan Dagang Asing 6. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk BOT Pemajakan atas penghasilan Perusahaan Pelayaran /Penerbangan Luar Negeri diatur dalam Keputrusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996. Pemajakan terhadap penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

416/KMK.04/1996 jo SE Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996 dan SE 32/PJ.43/1996 Pemajakan terhadap perusahaan penerbangan dalam negeri diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 35/PJ.4/1996.

103

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

PENUTUP
Setelah membahas seluruh kegiatan belajar, peserta diklat hendaknya melakukan evaluasi terhadap penyerapan materi. Tingkat keberhasilan yang diharapkan adalah peserta dapat menjelaskan tata cara penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 15 dengan titik berat pada peemahaman tata cara penghitungan. Pada halaman berikut disediakan tes sumatif guna menjajagi seberapa besar materi pelajaran yang sudah diserap. Namun perlu disadari, tes tes tersebut hanyalah suatu indikator yang masih perlu disempurnakan, mengingat terbatasnya ruang dan waktu yang tersedia. Banyaknya ketentuan-ketentuan yang harus dikuasai merupakan kendala lain dalam penyusun modul ini. Akhirul kalam, Teruslah belajar mudah-mudahan Anda sukses.

104

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

KUNCI JAWABAN
Tes Formatif 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 a b b c a d d b b b a c a d d

Tes Formatif 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 b b c b a b d b b b a a b

105

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

14 15 b b

Tes Formatif 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 d a c c b d a c c b b d d b b

Tes Formatif 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
106

c b a d a d b b d c c c
PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

13 14 15 b c d

Tes Formatif 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 a d d c c b b b b b a a c b d

Tes Formatif 6 1 1 2 3 4 5 7 8 9 10 c d c b a b a a c c

107

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Tes Sumatif 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 b b c a a b b b c b b c b a a S S B S S B S B S S

108

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

DAFTAR PUSTAKA
Budiono, B,Drs.,Msi., Perpajakan Indonesia, Diadit Media, Jakarta,2000 Gunadi, Ketentuan Perhitungan & Pelunasan Pajak Penghasilan, Salemba Empat, Jakarta, 2002 Sumitro, Rochmat, Prof, DR,H, SH., Dasar-Dasar Perpajakan,PT Eresco Bandung, 1989 Tansuria, Billy Ivan, Pajak Penghasilan pemotongan dan Pemungutan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010 Surachmat, Rachmanto, Bunga Rampai Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, 2008 Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 28 Tahun 2007 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa beberapa kali dirubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2000

tentang Pajak Penghasilan atas Bunga, Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 Atas Hadiah Undian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 Tentang Penghasilan Atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. Tentang Penghasilan

109

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah

Dan/Atau Bangunan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Diskonto Surat Perbendaharan Negara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Dividen Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 Tentang Dari

Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito Dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

282/Kmk.04/1997 Tentang

Pelaksanaan Pemungutan Pajak

Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

112/PMK.03/2010 Tentang

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Atas Bunga Simpanan Yang

Dan Pelaporan Pajak Penghasilan

Dibayarkan Oleh Koperasi Kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK./2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak

Penghasilan Pasal 21/Pajak Penghasilan Pasal 26


110

sehubungan

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi jo. PER57/PJ/2009 dan peraturan-peraturan terkait. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 154/PMK.03/2010 Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis

Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c angka 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tentang

Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan yang tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 Tentang

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Berupa Premi Asuransi Dan Premi Reasuransi Yang Dibayar Kepada Perusahaan Asuransi Di Luar Negeri. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-82/KMK.03/2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 26 atas Penghasilan dari Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali Yang Diatur Dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain BUT di Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008Tentang

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 257/PMK.03/2008 Tentang

Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak Dari Suatu Bentuk Usaha Tetap.

111

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN

PUSATPENDIDIKANDANPELATIHANPAJAK

HASANUDDINTATANG,S.E.

Peraturan Dirjen pajak Nomor PER - 57/PJ/2010 tentang Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan PPh Pasal 22 Sehubungan Dengan

Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain. Peraturan Dirjen Pajak Nomor : Per-15/Pj/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-57/Pj/2010 Tentang

Tata Cara Dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-33/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Royalti dari Hasil Karya Sinematografi. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-395/PJ./2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain sehubungan dengan Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU Nomor 36 Tahun 2008. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se - 06/Pj.4/1997 Tentang Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Transaksi Penjualan Saham Di Bursa Efek. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep - 395/Pj./2001 Tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Hadiah Dan Penghargaan .

112

PAJAKPENGHASILANPEMOTONGANDANPEMUNGUTAN@DTSDASARPAJAKI

Anda mungkin juga menyukai