Anda di halaman 1dari 120

PERPAJAKAN ATAS PELATIHAN

PEJABAT PENANDATANGAN SURAT


PEMBAYARAN
PERINTAHBEBAN
MEMBAYAR APBN
(PPSPM)

PERPAJAKAN ATAS
PEMBAYARAN BEBAN APBN
PELATIHAN PEJABAT PENANDATANGAN
SURAT PERINTAH MEMBAYAR (PPSPM)

2
PELATIHAN PEJABAT PENANDATANGAN
SURAT PERINTAH MEMBAYAR (PPSPM)

MODUL

Perpajakan atas Pembayaran


Beban APBN

Oleh:
Dwi Ari Wibawa
Widyaiswara Ahli Madya

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN
2020
Hak Cipta
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Dilarang memperjualbelikan modul ini dengan harga melebihi biaya cetak

Diperbolehkan memperbanyak modul tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
untuk proses pembelajaran tanpa mengambil keuntungan ekonomi

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) ii


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusunan modul Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
dapat diselesaikan dengan baik. Modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN
merupakan salah satu modul yang digunakan dalam Pelatihan Pejabat Penandatangan
Surat Perintah Membayar (PPSPM). Terima kasih kami sampaikan kepada para pihak yang
telah membantu proses penyusunan modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh tim penyusunan perbaikan modul
sesuai dengan Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan Nomor: KEP-134/PP.3/2020 tentang Pembentukan Tim Penyusunan
Modul Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), terutama
kepada Penulis yaitu Dwi Ari Wibawa, Widyaiswara Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan yang telah menulis modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN.
Modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN berisi tentang bagaimana para PPSPM
meningkatkan kompetensi di bidang penganggaran, khususnya dalam Perpajakan atas
Pembayaran Beban APBN sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN telah diseminarkan sebagaimana
ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, kami nyatakan bahwa modul Perpajakan atas
Pembayaran Beban APBN telah sah dan layak digunakan pada Pelatihan Pejabat
Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM).
Modul ini tentunya masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kepada semua pihak
kami harap dapat menyampaikan kesalahan, memberikan kritik dan saran guna perbaikan
modul ini di masa mendatang.

Bogor,
Kepala Pusat,

Iqbal Islami

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) i


Daftar Isi
Contents
Daftar Isi ............................................................................................................................ ii
Daftar Gambar ..................................................................................................................iv
Daftar Tabel....................................................................................................................... v
Petunjuk Penggunaan Modul .........................................................................................vi
Peta Konsep.................................................................................................................... viii
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
Deskripsi Singkat ............................................................................................. 5
Prasyarat Kompetensi ...................................................................................... 5
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).................................... 5
Relevansi Modul............................................................................................... 7
PENGANTAR PENGUJIAN PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN
PERPAJAKAN ATAS BEBAN APBN ............................................................................ 8
Uraian dan Contoh ........................................................................................... 9
A. Ruang Lingkup Pengujian Perpajakan PPSPM...................................... 9
B. Dokumen Pengujian Pemotongan atau Pemungutan Perpajakan ........ 11
C. Penyetoran Pajak ................................................................................ 19
D. Studi Kasus Penyetoran Pajak ............................................................ 24
Latihan ........................................................................................................... 27
Rangkuman.................................................................................................... 28
PENGUJIAN PEMUNGUTAN/ PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ............ 30
Uraian dan Contoh ......................................................................................... 31
A. Pengujian Pemotongan PPh Pasal 21 ................................................. 31
B. Pengujian Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22........................... 52
C. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23........................... 54
D. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26........................... 61
E. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2) ............... 63
Latihan ........................................................................................................... 81
Rangkuman.................................................................................................... 83

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) ii


PENGUJIAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN
JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ................................... 85
Uraian dan Contoh ......................................................................................... 86
A. Ruang Lingkup Pengujian PPN dan PPn BM ....................................... 86
B. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak ........................................... 86
C. Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM ................................................. 90
D. Studi Kasus Pengujian Pemotongan atau Pemungutan Pajak Belanja
Negara........................................................................................................ 93
Latihan ........................................................................................................... 98
Rangkuman.................................................................................................... 99
PENGUJIAN PENGENAAN BEA METERAI............................................................ 101
Uraian dan Contoh ....................................................................................... 102
A. Ruang Lingkup Pengenaan Bea Meterai ........................................... 102
B. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai ..................................................... 104
C. Studi Kasus Pelunasan Bea Meterai.................................................. 108
Latihan ......................................................................................................... 109
Rangkuman.................................................................................................. 110
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 111

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) iii


Daftar Gambar

Gambar 1.1 E-Faktur 10 13

Gambar 1.2 Cetakan Kode Billing 16

Gambar 1.3 Cetakan Bukti Penerimaan Negara 17

Gambar 1.4 SPT Masa PPN 22


Gambar 2.1 Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan 38
Tetap dan Teratur
Gambar 2.2 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat 44
Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya
Gambar 2.3 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai 45

Gambar 2.4 Perhitungan PPh Pasal 21 Lainnya 50

Gambar 2.5 Perhitungan PPh Jasa Kontruksi 74

Gambar 3.1 Barang Tidak Kena Pajak 97

Gambar 4.1 Cara Pelunasan Bea Meterai 120

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) iv


Daftar Tabel
Tabel 1.1 Mata Anggaran Penerimaan/Kode Akun Pajak 18

Tabel 1.2 Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 18
21
Tabel 1.3 Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Pasal 22 19

Tabel 1.4 Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Pasal 23 19

Tabel 1.5 Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Final 20

Tabel 1.6 Kode Akun Pajak Jenis PPN Dalam Negeri 21

Tabel 2.1 Besaran PTKP 35

Tabel 2.2 PTKP bagi Wanita 35

Tabel 2.3 Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri 36

Tabel 2.4 Dasar Penghitungan PPh pasal 21 54

Tabel 2.5 Jenis-Jenis Jasa Lain 59

Tabel 3.1 Jasa Tidak Kena Pajak 98

Tabel 4.1 Dokumen yang Dikenakan Bea Meterai 117

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) v


Petunjuk Penggunaan Modul

Petunjuk Penggunaan Modul ini memuat cara penggunaan modul dan tata
cara belajar yang tepat agar peserta pelatihan dapat mencapai Kompetensi yang
diharapkan:

1. Langkah-langkah belajar yang perlu dilakukan.


Pelajari setiap kegiatan belajar (KB) dengan seksama, tanyakan kepada
widyaiswara/tenaga pengajar jika ada bagian yang kurang jelas dan langkah
terakhir adalah reviu semua materi tiap kegiatan belajar dengan menggunakan
peta konsep di bagian awal modul.

2. Target waktu dan pencapaian dalam pembelajaran menggunakan modul.


Estimasi
No. Pokok Bahasan Ket
Waktu

1. Pengantar Pengujian Pemotongan atau


-
Pemungutan Perpajakan Atas Beban APBN

2. Pengujian Pemungutan/ Pemotongan Pajak


-
Penghasilan

3. Pengujian Pemungutan Pajak Pertambahan


Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak -
Penjualan Atas Barang Mewah

4. Pengenaan Bea Meterai -

3. Hasil evaluasi self assessment.


Kerjakan Latihan di akhir kegiatan belajar pada setiap akhir pelajaran.
4. Prosedur peningkatan kompetensi materi.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) vi


Peserta dapat menambah bahan bacaan dari berbagai sumber untuk
menambah pengetahuan dan lebih dapat meng-update pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat menunjang tugas sehari-hari dikantor.
5. Peran widyaiswara/tenaga pengajar dalam proses pembelajaran.
Widyaiswara/tenaga pengajar dapat memberi bimbingan dan motivasi serta
pengalaman praktik dalam pekerjaan sehari-hari dalam mempelajari materi ini.
6. Buatlah coretan/catatan pada bagian kosong yang memungkinkan di tiap
halaman, jika diperlukan.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) vii


Peta Konsep

Pengantar Pengujian
Pemotongan atau
Pemungutan
Perpajakan Atas
Beban APBN (KB.1)

Pengujian
Pemungutan/
Pemotongan Pajak
Penghasilan (KB.2)
Perpajakan atas
Pembayaran Beban
APBN
Pengujian
Pemungutan Pajak
Pertambahan Nilai
Barang Dan Jasa Dan
Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah (KB.3)

Pengenaan Bea
Meterai (KB.4)

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) viii


PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
B. Prasyarat Kompetensi
C. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
D. Relevansi Modul

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


4
Deskripsi Singkat

Modul Perpajakan atas Pembayaran Beban APBN merupakan salah


satu modul yang akan dipelajari dalam Pelatihan PPSPM. Modul ini akan
memberikan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mencapai
kompetensi yang harus dimiliki seorang PPSPM.

Modul ini dibagi menjadi empat bagian yaitu (1) Pengantar Pengujian
Pemotongan atau Pemungutan Perpajakan Atas Beban APBN, (2)
Pengujian Pemungutan/ Pemotongan Pajak Penghasilan, (3) Pengujian
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah, (4) Pengenaan Bea Meterai.

Prasyarat Kompetensi

Prasyarat kompetensi adalah pengetahuan yang perlu dimiliki peserta


sebelum mempelajari modul ini. Pengetahuan tersebut akan terkait dengan
pembahasan dalam bagian-bagian modul, tetapi tidak diuraikan dengan
detail dalam modul. Pengetahuan yang sebaiknya dimiliki oleh peserta
sebelum membaca modul ini adalah pemahaman umum tentang
pengelolaan keuangan di satuan kerja masing-masing.

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)

Standar kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar


sepanjang hayat yang dicapai oleh peserta melalui pengalaman belajar.
Modul ini bermanfaat bagi peserta dalam memahami Perpajakan atas
Pembayaran Beban APBN.
1. Standar Kompetensi
Standar kompetensi merupakan kecakapan untuk hidup dan belajar
sepanjang hayat yang dicapai oleh peserta melalui pengalaman belajar.
Modul ini bermanfaat bagi peserta dalam memahami tugas-tugas PPSPM.
Oleh karena itu, standar kompetensi bagi peserta setelah mempelajari
modul ini adalah mampu menjelaskan Perpajakan atas Pembayaran
Beban APBN .

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


5
Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
6
2. Kompetensi Dasar

Untuk mencapai standar kompetensi tersebut diatas diharapkan setiap


tahapan dalam mempelajari modul ini akan menghasilkan kompetensi
dasar sebagai berikut:
a. menjelaskan pengertian dan ruang lingkup pemotongan dan
pemungutan pajak;
b. melakukan pengujian atas pemotongan dan pemungutan Pajak
Penghasilan (PPh);
c. melakukan pengujian atas pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM); dan
d. melakukan pengujian atas pengenaan bea meterai.

Relevansi Modul

Modul ini bermanfaat bagi peserta untuk memahami Perpajakan atas


Pembayaran Beban APBN dalam menjalankan tugas PPSPM. Modul ini
melengkapi modul-modul lainnya yang dipelajari dalam Pelatihan PPSPM.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


7
PENGANTAR PENGUJIAN
PEMOTONGAN ATAU
PEMUNGUTAN
PERPAJAKAN ATAS
KEGIATAN
BELAJAR I BEBAN APBN

INDIKATOR PEMBELAJARAN
A. Menjelaskan Ruang Lingkup Pengujian Perpajakan
PPSPM
B. Memahami Dokumen Pengujian Pemotongan atau
Pemungutan Pajak
C. Menjelaskan Penyetoran Pajak

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


8
Uraian dan Contoh
A. Ruang Lingkup Pengujian Perpajakan PPSPM
Menurut UU No.16 tahun 2009 tanggal 25 Maret 2009 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan pada pasal 1 ayat 1 disebutkan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-
undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak adalah sumber pendapatan negara yang sangat diandalkan,
berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan
pajak, salah satunya dengan melibatkan Pejabat Penandatangan SPM
(PPSPM). PPSPM mempunyai peranan penting dalam melakukan pengujian
terhadap pemotongan atau pemungutan pajak dalam setiap transaksi yang
berdasarkan ketentuan perpajakan harus dipotong atau dipungut pajak
sebagai bentuk pengamanan penerimaan negara.
Pengujian ini adalah bentuk konsekuensi penyerahan kewenangan
ordonator kepada PA/KPA. PA/KPA bertanggungjawab terhadap kebenaran
perhitungan pajak atas setiap transaksi yang menjadi obyek pajak, dan
berkewajiban menghitung, memotong dan mencantumkan nilai uangnya
pada SPM yang diterbitkan serta melampirkan faktur pajak dan bukti
setornya. Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan Nomor SE-
36/PB/2007 tanggal 24 September 2007 KPPN tidak berkewajiban
melakukan pengujian terhadap kebenaran perhitungan besaran pajak yang
tercantum pada potongan SPM.
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
147/PJ/2006 tanggal 29 September 2006 tentang bentuk, isi dan tata cara
penyampaian SPT Masa PPN bagi pemungut PPN pada pasal 1 dijelaskan
bahwa yang ditunjuk untuk melaksanakan pemungutan PPN adalah:
1. Bendahara Pengeluaran Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu pejabat
yang mengeluarkan dana dari APBN/APBD

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


9
2. Penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), yaitu pejabat yang diberi
wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan
pengeluaran anggaran, menguji tagihan kepada negara dan
menandatangani SPM yang ditunjuk oleh Pengguna Anggaran atau
Kuasa Pengguna Anggaran
Kewajiban Pejabat Penandatangan SPM terkait pengujian pajak
termaktub dalam PMK 190 /PMK.05/2012 tentang tatacara pembayaran
dalam rangka pelaksanaan APBN. Pada pasal 17 ayat 3 disebutkan tugas
pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya antara lain dilakukan
terhadap:
1. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan
dari pihak yang mempunyai hak tagih;
2. kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara
oleh pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara.

Berdasarkan uraian diatas peranan PPSPM dalam melakukan


pengujian pemotongan atau pemungutan pajak terhadap belanja negara
melalui APBN menjadi sangat penting. Ruang lingkup pengujian perpajakan
belanja negara oleh PPSPM meliputi:
1. Pengujian Pemotongan PPh pasal 21
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran yang diberikan kepada wajib
pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang diterima
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan
bentuk apapun.
2. Pengujian Pemungutan PPh Pasal 22
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran yang diberikan kepada
rekanan/penyedia barang/jasa sehubungan dengan penyerahan barang
yang dibeli dari sumber dana APBN/APBD.
3. Pengujian Pemotongan PPh pasal 23
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta kecuali sewa tanah dan
bangunan serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa
manajemen, jasa lain, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


10
4. Pengujian Pemotongan PPh 26
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran yang diberikan kepada
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) baik orang pribadi maupun badan,
selain Bentuk Usaha tetap (BUT) atas penghasilan yang diterima dari
Indonesia
5. Pengujian Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran yang diberikan atas
persewaan tanah dan/atau bangunan, pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan, pembayaran pekerjaan kontruksi dan hadiah
undian.
6. Pengujian Pemungutan PPN
Pengujian dilakukan terhadap pembayaran atas penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak Rekanan

B. Dokumen Pengujian Pemotongan atau Pemungutan


Perpajakan
Berikut adalah beberapa dokumen perpajakan yang wajib diketahui
oleh PPSPM dalam melakukan pengujian pemotongan atau pemungutan
perpajakan
1. E-Faktur
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau
sistem elektronik yang ditentukan dan atau disediakan oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan
keputusan Direktur Jenderal Pajak wajib membuat E-Faktur untuk
setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak
(JKP).
Pembuatan E-Faktur ini tidak wajib dilakukan terhadap:
a. Penyerahan BKP atau JKP oleh Pengusaha Kena Pajak yang
termasuk pedagang eceran, dimana:

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


11
1) Penyerahan BKP/JKP dilakukan melalui suatu tempat
penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2) Dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung
kepada konsumen akhir tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang;
3) Pada umumnya penyerahan BKP/JKP dilakukan seara tunai
dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau
membawa BKP/JKP nya.

Walaupun tidak membuat E-Faktur, pedagang eceran


tetap wajib membuat faktur untuk setiap penyerahan BKP dan
JKP. Adapun faktur pajak tersebut paling sedikit memuat hal
berikut:
1) Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP;
2) Jenis BKP yang diserahkan;
3) Jumlah harga jual yang sudah termasuk PPN atau besarnya
PPN dicantumkan terpisah;
4) PPn BM atas barang mewah yang dipungut;
5) Kode, nomor seri, tanggal pembuatan faktur pajak.
Faktur pajak yang dapat berupa bon kontan, faktur
penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi atau tanda bukti
penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

b. Penyerahan BKP/JKP oleh Pengusaha Kena Pajak dimana bukti


pungut PPN nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak, antara lain:
1) Faktur penjualan yang digunakan oleh pengusaha telah
dikenal oleh masyarakat luas, seperti: kuitansi pembayaran
telepon dan tiket pesawat udara;
2) Pihak yang seharusnya membuat faktur pajak, yaitu pihak
yang menyerahkan BKP/JKP berada di luar daerah pabean.
Dalam hal ini Surat Setoran Pajak dapat ditetapkan sebagai
faktur pajak;

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


12
3) Terdapat dokumen tertentu yang digunakan dalam hal impor
atau ekspor BKP berwujud.

Terhadap dokumen E-Faktur, PPSPM harus melakukan


pengujian informasi dalam E-Faktur tersebut. Informasi dalam E-
Faktur paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP;
2. Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP/JKP;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan
potongan harga;
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
5. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan
6. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangan faktur
pajak, dimana tanda tangan dilakukan secara elektronik.
Apabila ditemukan kesalahan dalam pengisian atau penulisan,
sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar,
PPSPM harus mengembalikan E-Faktur tersebut kepada Pengusaha
Kena Pajak (PKP). PKP dapat membuat E-Faktur pengganti melalui
aplikasi atau sistem elektronik yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Faktur pajak berbentuk kertas (hardcopy) dapat dibuat
sepanjang PKP dihadapkan pada keadaan tertentu seperti
peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan,
kebakaran dan sebab lainnya di luar kuasa PKP yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


13
Gambar 1.1. E-Faktur

2. Bukti Penerimaan Negara (BPN)


Berdasarkan Perdirjen Pajak Nomor Per-26/PJ/2014 tanggal 13
Oktober 2014 dijelaskan bahwa wajib pajak dapat melakukan
pembayaran/penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak
secara elektronik. Dimana transaksi pembayaran/penyetoran pajak
tersebut dilakukan melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


14
kode billing. Pembayaran/penyetoran melalui bank/pos persepsi
tersebut dapat dilakukan melalui teller bank/pos persepsi, Anjungan
Tunai mandiri (ATM), Internet Banking dan EDC.
Atas pembayaran/penyetoran tersebut wajib pajak akan
menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) sebagai bukti setoran. BPN
adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas
transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN (Nomor Transaksi
Penerimaan Negara) dan NTB (Nomor Transaksi Bank) atau NTP
(Nomor Transaksi Pos) sebagai sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
BPN diterbitkan dalam bentuk:
a. dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi,
untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;
b. struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;
c. dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet
banking;
d. teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller
Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.
BPN termasuk cetakan, salinan dan fotokopinya
kedudukannya disamakan dengan SSP. Namun apabila terdapat
perbedaan antara data pembayaran yang tertera dalam BPN dengan
data pada Sistem Penerimaan negara maka yang dianggap sah
adalah data pada sistem Penerimaan negara secara elektronik.
PPSPM perlu melakukan pengujian terhadap informasi dalam
BPN dengan penyetoran/pembayaran pajak yang dilakukan
bendahara. Berikut adalah Informasi yang tercantum dalam BPN:
a. NTPN
b. NTB/NTP
c. Kode Billing.
d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
e. Nama Wajib Pajak
f. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui
ATM dan EDC

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


15
g. Nomor Obyek Pajak (NOP, dalam hal pembayaran pajak atas
transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali
BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC.
h. Kode Akun Pajak
i. Kode Jenis Setoran
j. Masa Pajak
k. Tahun Pajak
l. Nomor Ketetapan Pajak, bila ada
m. Tanggal bayar
n. Jumlah nominal pembayaran

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


16
Gambar 1.2. Cetakan Kode Billing

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


17
Gambar 1.3. Cetakan Bukti Penerimaan Negara

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


18
C. Penyetoran Pajak
Kewajiban pemotong/pemungut pajak adalah melakukan penyetoran
pajak secara elektronik atas pajak yang telah dipotong atau dipotong.
PPSPM perlu melakukan pengujian terhadap penyetoran yang dilakukan
bendahara. Pengujian penyetoran selain dilakukan terhadap besaran pajak
yang dipotong/dipungut, PPSPM perlu menguji kebenaran kode akun dan
batas waktu penyetoran/pembayaran pajak. Berikut ini disajikan tabel yang
berisikan beberapa mata anggaran atau kode akun untuk masing-masing
jenis pajak.
Tabel 1.1. Mata Anggaran Penerimaan/Kode Akun Pajak

Mata Anggaran Penerimaan Jenis Pajak

411121 Pajak Penghasilan Pasal 21


411122 Pajak Penghasilan Pasal 22
411124 Pajak Penghasilan Pasal 23
411127 Pajak Penghasilan Pasal 26
411128 Pajak Penghasilan Final dan Fiskal Luar Negeri
411211 Pajak Pertambahan Nilai

Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran adalah sebagai berikut:
1. Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Pasal 21
Tabel 1.2. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21
Kode Jenis
Jenis Setoran Keterangan
Setoran
100 Masa PPh Pasal 21 untuk pembayaran pajak yang masih
harus disetor yang tercantum dalam SPT
Masa PPh Pasal 21 termasuk SPT
pembetulan sebelum dilakukan
pemeriksaan.
402 PPh Final Pasal 21 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal 21
honorarium atau imbalan lain atas honorarium atau imbalan lain yang
yang diterima Pejabat Negara, diterima Pejabat Negara, PNS, anggota
PNS, anggota TNI/POLRI dan TNI/POLRI dan para pensiunnya.
para pensiunnya.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


19
2. Kode Akun Pajak 411122 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 22
Tabel 1.3. Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Pasal 22

Kode Jenis
Jenis Setoran Keterangan
Setoran

100 Masa PPh Pasal 22 untuk pembayaran pajak yang harus disetor
yang tercantum dalam SPT Masa PPh Pasal
22 termasuk SPT pembetulan sebelum
dilakukan pemeriksaan.

900 Pemungut PPh Pasal untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang


22 non bendahara dipungut oleh Pemungut selain bendahara

910 Pemungut PPh pasal untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang


22 Bendahara APBN dipungut oleh Pemungut bendahara APBN

920 Pemungut PPh pasal untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang


22 Bendahara APBD dipungut oleh Pemungut bendahara APBD

930 Pemungut PPh pasal untuk pembayaran PPh Pasal 22 yang


22 Bendahara Dana dipungut oleh Pemungut bendahara dana
Desa desa
3. Kode Akun Pajak 411124 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 23
Tabel 1.4. Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Pasal 23

Kode Jenis
Jenis Setoran Keterangan
Setoran

100 Masa PPh Pasal 23 untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus
disetor (selain PPh Pasal 23 atas dividen,
bunga, royalti, dan jasa) yang tercantum
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 termasuk
SPT pembetulan sebelum dilakukan
pemeriksaan.

104 PPh Pasal 23 atas untuk pembayaran PPh Pasal 23 yang harus
Jasa disetor atas jasa yang dibayarkan kepada
Wajib Pajak dalam negeri yang tercantum
dalam SPT Masa PPh Pasal 23.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


20
4. Kode Akun Pajak 411128 Untuk Jenis Pajak PPh Final
Tabel 1.5. Kode Akun Pajak Jenis Pajak PPh Final
Kode Jenis
Jenis Setoran Keterangan
Setoran

402 PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran PPh Final Pasal 4
atas Pengalihan Hak atas ayat (2) atas Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan Tanah dan/atau Bangunan

403 PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran PPh Final Pasal 4
atas Persewaan Tanah ayat (2) atas Persewaan Tanah
dan/atau Bangunan dan/atau Bangunan.

409 PPh Final Pasal 4 ayat (2) untuk pembayaran PPh Final Pasal 4
atas Jasa Konstruksi ayat (2) atas jasa konstruksi.

410 PPh Final Pasal 15 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal
Jasa Pelayaran Dalam 15 atas jasa pelayaran dalam negeri.
Negeri

411 PPh Final Pasal 15 atas untuk pembayaran PPh Final Pasal
Jasa Pelayaran dan/atau 15 atas jasa pelayaran dan/atau
Penerbangan Luar Negeri penerbangan luar negeri.

499 PPh Final Lainnya untuk pembayaran PPh Final lainnya

420 PPh final ps 4 (2) atas WP Untuk pembayaran PPh final atas
yg memiliki peredaran bruto penghasilan dari usaha yg diterima
tertentu atau diperoleh WP yg memliki
peredaran bruto tertentu

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


21
5. Kode Akun Pajak 411211 Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri
Tabel 1.6. Kode Akun Pajak Jenis PPN Dalam Negeri

Kode Jenis
Jenis Setoran Keterangan
Setoran

100 Pemungut PPN Dalam Negeri untuk penyetoran PPN dalam negeri
non Bendahara yang dipungut oleh pemungut selain
bendahara

910 Pemungut PPN Dalam Negeri untuk penyetoran PPN dalam negeri
bendahara APBN yang dipungut oleh pemungut bendahara
APBN

920 Pemungut PPN Dalam Negeri untuk pembayaran PPN dalam Negeri
Bendahara APBD yang dipungut oleh Pemungut
bendahara APBD

930 Pemungut PPN dalam Negeri untuk pembayaran PPN dalam Negeri
Bendahara Dana Desa yang dipungut oleh Pemungut
bendahara dana desa

Sesuai PMK 231/PMK.03/2019 instansi pemerintah pusat wajib


menyetorkan PPh dan PPN atau PPnBM yang telah dipotong dan/atau
dipungut dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran
dengan mekanisme uang persediaan
2. Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran dengan
mekanisme Langsung.
Kewajiban akhir dari pemotong/pemungut pajak adalah melaporkan
pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran pajak yang dilakukan
dalam satu masa pajak ke KPP tempat instansi pemerintah terdaftar.
Pelaporan dilakukan dengan menggunakan:
a. Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, untuk
kewajiban pemotongan PPh pasal 21 dan PPh pasal 26 atas penghasilan
WP Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap berupa
● Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
● Hadiah dan penghargaan.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


22
b. Surat Pemberitahuan Masa unifikasi bagi instansi pemerintah, yaitu Surat
Pemberitahuan Masa pemotongan dan/atau pemungutan pajak atas
belanja pemerintah untuk kewajiban pemungutan PPN, pemotongan PPh
pasal 4 ayat (2), pemotongan PPh pasal 15, pemungutan PPh pasal 22,
pemotongan PPh pasal 23, pemotongan PPh pasal 26 atas penghasilan
WP Luar negeri berupa
● Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
● Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
Pelaporan SPT masa diatas dilakukan paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir. Untuk memudahkan penyampaian SPT Masa
bagi instansi pemerintah maka Ditjen Pajak telah mengembangkan aplikasi
eBupot IP. Aplikasi eBupot IP dapat diakses melalui url
https://ebupotip.pajak.go.id/ dan https://subunitip.pajak.go.id/. Secara
sederhana alur penggunaan eBupot IP adalah

Sumber : panduan ebupot IP; DJP

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan


bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


23
penyetoran dan pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari
libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaran pemilihan
umum yang ditetapkan pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
ditetapkan pemerintah.
Dalam hal pembayaran dilakukan dengan mekanisme langsung (LS)
maka pemindahbukuan pajak yang dilakukan oleh KPPN merupakan
pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang dengan menggunakan
bukti setor berupa Surat Setoran Pajak yang harus dipersiapkan oleh
bendahara pengeluaran.
Penyetoran dan pelaporan yang tidak dilakukan pada waktunya bisa
berakibat sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan terdiri dari sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda,
bunga dan kenaikan.
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, yaitu sebesar:
1. Rp500.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Unifikasi instansi
pemerintah jenis pajak PPN dan/atau PPnBM; dan
2. Rp100.000,00 untuk Surat Pemberitahuan Masa Unifikasi Instansi
pemerintah jenis pajak PPh, yang dikenakan sebagai satu kesatuan
dan tidak dihitung bagi tiap tiap jenis PPh
Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda adalah untuk
kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat
Pemberitahuan.
Sanksi Administrasi juga bisa berupa bunga atas setiap
keterlambatan penyetoran. Besaran denda administrasi ditetapkan
berdasarkan keputusan menteri keuangan yang diterbitkan setiap bulan

D. Studi Kasus Penyetoran Pajak


PPSPM Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharan menerima dokumen SPP
GUP dari PPK dengan rincian transaksi sebagai berikut:

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


24
1. Pada tanggal 4 Mei 2020 membayar kepada CV Bangun Pagi (PKP, ber-
NPWP, memiliki SIUJK kualifikasi kecil) sebesar Rp10.500.000,- guna
perbaikan pos satpam.
2. Pada tanggal 11 Mei 2020 membayar honor narasumber kepada dosen PTS
Prof. Randy Amsyari (non PNS, tidak ber-NPWP) sebesar Rp4.800.000,-
3. Pada tanggal 18 Mei 2020 membayar kepada Toko Ateka (PKP ber-NPWP)
sebesar Rp 8.000.000 untuk pembelian ATK;
4. Pada tanggal 25 Mei 2020 membayar kepada CV Roy Bercahaya (PKP ber-
NPWP) sebesar Rp 4.000.000,- untuk pemeliharaan mesin fotokopi.
PPSPM melakukan pengujian terhadap kebenaran penyetoran pajak terkait.
Berdasarkan transaksi pada SPP GUP tersebut akun, kode jenis setoran, kode
NPWP dan waktu penyetoran yang benar adalah?

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


25
Penyelesaian:
Kode
Kode NPWP Batas waktu
No Transaksi Jenis Pajak Jenis
Akun atas nama Penyetoran
Setoran
1 Perbaikan pos PPN 411211 910 CV Bangun
satpam CV Pagi 11 Mei 2020
Bangun Pagi PPh pasal 4 411128 409 Bendahara
(2)
2 Honor PPh Pasal 411121 100 Bendahara
Narasumber 21 18 Mei 2020
Prof Randy
Amsyari
3 Pembelian PPN 411211 910 Toko Ateka 25 Mei 2020
ATK ke Toko PPh pasal 411122 910 Toko Ateka
Ateka 22
4 Perbaikan PPN 411211 910 CV Roy
mesin fotocopy Bercahaya 1 Juni 2020
CV Roy PPh pasal 411124 104 Bendahara
Bercahaya 23

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


26
Latihan
Agar peserta dapat memahami materi Kegiatan Belajar 1 tentang Pengantar
pemotongan atau pemungutan Perpajakan atas belanja APBN, maka kepada
peserta diminta untuk mengerjakan latihan di bawah ini. Apabila peserta dalam
mengerjakan menemukan hambatan, maka peserta dapat membuka kembali
pembahasan terkait dengan latihan pada kegiatan belajar dari latihan tersebut.
1. Jelaskan ruang lingkup pengujian perpajakan PPSPM?
2. Jelaskan kewajiban perpajakan pejabat penandatangan SPM?
3. Jelaskan apa yang dimaksud E-Faktur dan BPN?
4. Jelaskan batas waktu penyetoran perpajakan?
5. Sebutkan akun yang dipakai untuk melakukan penyetoran pemungutan dan
pemotongan pajak

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


27
Rangkuman
Kewajiban Pejabat Penandatangan SPM terkait pengujian pajak termaktub
dalam PMK 190 /PMK.05/2012 tentang tatacara pembayaran dalam rangka
pelaksanaan APBN. Pada pasal 17 ayat 3 disebutkan tugas pengujian SPP
beserta dokumen pendukungnya antara lain dilakukan terhadap:
1. kebenaran perhitungan tagihan serta kewajiban di bidang perpajakan dari
pihak yang mempunyai hak tagih;
2. kepastian telah terpenuhinya kewajiban pembayaran kepada negara oleh
pihak yang mempunyai hak tagih kepada negara
Ruang lingkup pengujian perpajakan belanja negara oleh PPSPM meliputi
Pengujian Pemotongan PPh pasal 21, Pengujian Pemungutan PPh Pasal 22,
Pengujian Pemotongan PPh pasal 23, Pengujian Pemotongan PPh 26, Pengujian
Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2), Pengujian Pemungutan PPN berdasarkan
tagihan yang disampaikan dari oleh PPK.
E-Faktur adalah faktur pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem
elektronik yang ditentukan dan atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal
Pajak wajib membuat E-Faktur untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa Kena Pajak (JKP).
BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas
transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan
Negara) dan NTB (Nomor Transaksi Bank) atau NTP (Nomor Transaksi Pos)
sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat
setoran.
Kewajiban pemotong/pemungut pajak adalah melakukan penyetoran pajak
secara elektronik atas pajak yang telah dipungut atau dipotong. Penyetoran pajak
dilakukan dengan kode akun pajak untuk masing masing jenis pajak.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


28
Berikut adalah kode akun yang digunakan untuk melakukan penyetoran
pajak:

Kode Akun Jenis Pajak

411121 Pajak Penghasilan Pasal 21


411122 Pajak Penghasilan Pasal 22
411124 Pajak Penghasilan Pasal 23
411127 Pajak Penghasilan Pasal 26
411128 Pajak Penghasilan Final dan Fiskal Luar Negeri
411211 Pajak Pertambahan Nilai

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


29
PENGUJIAN
PEMUNGUTAN/
PEMOTONGAN PAJAK
PENGHASILAN
KEGIATAN
BELAJAR II

INDIKATOR PEMBELAJARAN
A. Melakukan Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21
B. Melakukan Pengujian Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22
C. Melakukan Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 23
D. Melakukan Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 26
E. Melakukan Pengujian Pemotongan PPh Pasal 4 (2)

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


30
Uraian dan Contoh
A. Pengujian Pemotongan PPh Pasal 21
1. Ruang Lingkup Pengujian Pemotongan PPh pasal 21
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 21 terhadap pembayaran kepada wajib pajak
orang pribadi dalam negeri atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun.
Belanja negara yang dipungut PPh Pasal 21 tersebut antara lain
pembayaran gaji dan tunjangan, upah, honorarium dan pembayaran
sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dilakukan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Honorer,
anggota TNI atau Polri, Pejabat Negara atau Pegawai Tidak Tetap.
Tidak termasuk subjek pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakukan timbal balik
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan WNI dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Merujuk pada UU No 7 Tahun 2021 tentang himpunan peraturan
perpajakan, wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto
tertentu tidak dikenai pajak penghasilan atas bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1
tahun pajak.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


31
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pemotongan PPh pasal 21 dikenakan atas penghasilan kena
pajak. Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk orang pribadi
dalam negeri adalah penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan PMK 101/PMK.010/2016
PTKP dalam satu tahun pajak yang berlaku saat ini adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.1. Besaran PTKP


Jumlah PTKP Diperuntukkan
Rp54.000.000,00 Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi
Rp4.500.000,00 Tambahan untuk wajib pajak yang kawin
Rp4.500.000,00 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga

Besarnya PTKP bagi wanita berlaku ketentuan sebagaimana


tabel berikut:

Tabel 2.2. PTKP bagi Wanita


Status Diri sendiri Tambahan Keterangan
Kawin PTKP untuk - -
dirinya sendiri
Tidak PTKP untuk PTKP untuk keluarga sedarah Menunjukkan
Kawin dirinya sendiri dan keluarga semenda dalam keterangan tertulis
garis keturunan lurus serta dari pemerintah
anak angkat, yang menjadi daerah serendah-
tanggungan sepenuhnya rendahnya camat
paling banyak 3 (tiga) orang

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


32
Contoh cara menghitung PTKP
Bintang Pamungkas status sudah menikah dan mempunyai dua anak
(K/2). Maka perhitungan PTKP dari Bintang Pamungkas adalah
PTKP satu tahun
• Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000
• Tambahan wajib pajak kawin Rp 4.500.000
• Tambahan dua anak (2 x Rp4.500.000) Rp 9.000.000
Jumlah Rp 67.500.000

3. Tarif Pajak
Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3. Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp60.000.000,00 5%


Di atas Rp60.000.000,00 sampai dengan Rp250.000.000,00 15%
Di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan Rp500.000.000,00 25%
Di atas Rp500.000.000,00 sampai dengan Rp5.000.000.000 30%
Di atas Rp5.000.000.000 35%

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


33
Contoh pengenaan tarif pajak
a. Joko Mulyono, SH, MH mempunyai penghasilan kena pajak
sebesar Rp750.000.000, maka perhitungan PPh pasal 21
adalah
Lapisan Penghasilan Tarif Besaran PPh
Rp 60.000.000 X 5% = Rp 3.000.000
Rp 190.000.000 X 15% = Rp 28.500.000
Rp 250.000.000 X 25% = Rp 62.500.000
Rp 250.000.000 X 30% = Rp 75.000.000
Total PPh = Rp 169.000.000
b. Berdasarkan perhitungan diatas pajak terutang Joko Mulyono,
SH, MH adalah Rp170.000.000,-
c. Indah Kusuma, SH mempunyai penghasilan kena pajak
sebesar Rp30.451.700,00 maka perhitungan PPh pasal 21
adalah
• Penghasilan kena pajak dibulatkan menjadi
Rp30.451.000,00
• Jadi Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan Intan
Pratiwi adalah
Rp30.451.000 x 5% = Rp1.522.550,-
Berdasarkan perhitungan diatas pajak terutang Intan
Pratiwi sebesar Rp 1.522.550
4. Pengujian Pemotongan PPh pasal 21
Untuk memudahkan pembahasan pengujian pemotongan PPh
pasal 21, maka penerima penghasilan yang wajib dipotong PPh pasal
21 dikategorikan menjadi:

a. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pejabat Negara, Pegawai


Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
pensiunannya;
b. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada selain Pejabat Negara/
Pegawai Negeri Sipil (PNS)/Anggota Tentara Nasional Indonesia,
dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


34
Penjelasan lebih lanjut tentang pemotongan PPh pasal 21
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pejabat Negara, Pegawai
Negeri Sipil (PNS), Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
pensiunannya.
1) Sumber Penghasilan
Sumber penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh
Pasal 21 adalah sumber penghasilan yang diperoleh dari
penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
Penghasilan tersebut dapat dibayarkan secara tetap
dan teratur setiap bulan dan penghasilan lain yang berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang
menjadi beban APBN/APBD. Penghasilan yang bersifat tetap
dan teratur, antara lain:
a) Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur
setiap bulan; atau
b) Imbalan tetap lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang undangan yang berlaku, yang diterima oleh
Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya.

Penghasilan tersebut tidak termasuk biaya perjalanan


dinas.
2) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Bersifat
Tetap dan Teratur
Tata cara perhitungan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan tetap dan teratur, disajikan dalam tahapan seperti
gambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21 atas
penghasilan Tetap dan Teratur

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


35
PENGHASILAN
BRUTO

- GAJI KEHORMATAN DIKURANGI:


- GAJI - BIAYA JABATAN, 5% DARI
- TUNJANGAN YANG PENGH.
TERKAIT BRUTO MAKS
Rp 6.000.000,-/ THN ATAU
Rp 500.000,-/BLN
- IURAN YG TERIKAT DGN
PENGHASILAN
PENGH. TETAP (IURAN PENSIUN,
NETO IURAN THT)

PENGHASILAN
NETO X 12

DIKURANGI
PENGHASILAN KENA
PTKP PAJAK
Berdasarkan Pasal 21 ayat (5) Undang-Undang Nomor
PAJAK TERUTANG
DITANGGUNG OLEHterhadap
36 Tahun 2008, PEMERINTAH TARIF
Pejabat Negara, PNS, TNI, PS.17
POLRIUU PPh
dan pensiunannya yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), atas penghasilan yang diperoleh secara tetap
dan teratur setiap bulan dikenakan tarif PPh Pasal 21 lebih
tinggi sebesar 20% dari tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang
seharusnya. Tarif lebih tinggi sebesar 20% tersebut, dipotong
dari penghasilan yang seharusnya diterima setiap bulan
dibayarkan.
PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang
dibayarkan secara tetap dan teratur kepada PNS, Pejabat
Negara, TNI, POLRI, dan pensiunannya berdasarkan PP 80
tahun 2010 ditanggung pemerintah. Apabila PNS, TNI, POLRI
dan pensiunannya diangkat sebagai pimpinan dan/atau
anggota pada lembaga yang tidak termasuk dalam kriteria
Pejabat Negara, maka atas penghasilan yang menjadi beban
APBN/APBD. Terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


36
dan/atau anggota pada lembaga tersebut, tetap dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan Pajak
penghasilan yang berlaku dan PPh Pasal 21 yang terutang
tidak ditanggung pemerintah.
CONTOH:
Drs.Imam Arifin merupakan PNS golongan III/d yang
menduduki jabatan struktural sebagai eselon IV. Dia telah
menikah dan memiliki 1 orang anak. Dia telah memiliki NPWP
dan menerima penghasilan yang sifatnya tetap dan teratur,
maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut:

1 Gaji pokok 4.294.000


2 Tunjangan istri = 10% x 4.294.000,- 429.400
3 Tunjangan anak = 1 x 2% x 4.294.000,- 85.880
Jumlah 4.809.280
4 Tunjangan jabatan 1.260.000
5 Tunjangan beras 217.260
6 Pembulatan 88

7 Gaji kotor/Penghasilan Bruto 6.286.628


(Jumlah baris 1 sd baris 6)
8 Pengurangan : 542.772
a. Biaya jabatan = 5% x Rp6.286.628
= Rp314.331
b. Iuran pension = 4,75% x Rp4.809.280
= Rp228.441
9 Penghasilan bersih (netto) sebulan (baris 7) – 5.743.856
(baris 8)
10 Penghasilan bersih (netto) setahun 12 x (baris 9) 68.926.270

11 PTKP (diri sendiri + istri + 1 anak) 63.000.000


12 Penghasilan kena pajak setahun (baris 10) – 5.926.270
(barsi 11)

13 Penghasilan kena pajak setahun dibulatkan 5.926.000

14 PPh terutang dalam setahun : 5% x Rp5.926.000 296.300

15 PPh terutang dalam sebulan = 296.300 : 12 24.692

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


37
PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp24.692,00
ditanggung pemerintah, namun apabila Drs. Imam Arifin tidak
memiliki NPWP, maka dari dikenakan tambahan tarif 20% dari
Rp 24.692 yakni sebesar Rp4.938,00, tarif lebih tinggi sebesar
Rp4.938,00 (20%) tersebut, tidak dibayarkan oleh pemerintah,
melainkan dipotong oleh bendahara dari penghasilan yang
dibayarkan (gaji dan tunjangan).
3) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang Bersifat
Tidak Tetap dan Tidak Teratur
Penghasilan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS,
TNI, POLRI dan pensiunannya yang berupa honorarium atau
imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN/APBD, dipotong PPh Pasal 21. Pemotongan yang
dilakukan tersebut bersifat final.
Tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain
yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan
pensiunannya ditetapkan sebagai berikut:
No Tarif Golongan
1 15% • Pejabat Negara
• PNS Golongan IV (Empat)
• TNI dan Polri golongan/pangkat Perwira
Menengah dan Perwira Tinggi
Dan pensiunannya
2 5% • PNS Golongan III (Tiga)
• TNI dan Polri golongan/pangkat Perwira
Pertama
Dan pensiunannya
3 0% • PNS Golongan I (satu) dan Golongan II (dua)
• TNI dan Polri pangkat tamtama dan bintara
Dan pensiunannya

Contoh:

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


38
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
membayar kepada Saudara Brigjend (purn) Irman Maulana,
seorang pensiunan TNI, selaku penceramah bela negara pada
diklat Kuasa Pengguna Anggaran. Pembayaran dilakukan
sebesar Rp 1.000.000,00.
Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara sebesar
15% x Rp1.000.000,00 = Rp150.000,00

b. Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, TNI,


POLRI, dan Pensiunannya
1) Subjek Pajak
a) Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi
kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak
tetap/tenaga lepas, yang bekerja berdasarkan perjanjian
atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak
tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam
jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh
imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu,
penyelesaian pekerjaan atau ketentuan lain yang
ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang
melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan
Usaha Milik Negara/Daerah. Pegawai dapat dikategorikan
pegawai tetap apabila memenuhi kriteria:
- Memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai
pegawai atau pegawai honorer
- Biasanya surat keputusan tersebut memiliki jangka
waktu lebih dari setahun
- Menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara
teratur.
Sedangkan kriteria pegawai tidak tetap adalah
- Memiliki perjanjian atau kontrak pelaksanaan
pekerjaan tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


39
- Menerima penghasilan apabila yang bersangkutan
bekerja berdasarkan jumlah hari kerja, jumlah unit
hasil pekerjaan.

Berdasarkan kriteria tersebut, yang dimaksud pegawai


tetap tidak hanya terbatas pegawai yang berstatus PNS,
anggota TNI/Polri dan pejabat negara, termasuk CPNS,
pegawai yang diusulkan menjadi CPNS (magang) dan
pegawai honorer.
Sedangkan contoh pegawai tidak tetap misalnya orang
pribadi yang dikontrak BPS sebagai petugas sensus.
b) Bukan pegawai, adalah orang pribadi selain pegawai
tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan
tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau
permintaan dari pemberi penghasilan meliputi:
- tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
- pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,
bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,
kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman
lainnya;
- olahragawan, penasihat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh, dan moderator;
- pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik
komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
- agen iklan;

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


40
- pengawas atau pengelola proyek;
- pembawa pesanan atau yang menemukan langganan
atau yang menjadi perantara;
- petugas penjaja barang dagangan;
- petugas dinas luar asuransi;
- distributor perusahaan multilevel marketing atau direct
selling dan kegiatan sejenis lainnya;
Dari susunan di atas dapat dikatakan bahwa daftar
tersebut berbentuk positive list yang berarti sudah jelas
siapa yang dimaksud Bukan Pegawai. Pemberi jasa yang
tidak termasuk dalam daftar tersebut berarti bukan Bukan
Pegawai.
c) Peserta kegiatan termasuk penerima penghasilan yang
tidak dapat digolongkan ke dalam golongan pegawai dan
bukan pegawai. Hal tersebut dikarenakan, peserta
kegiatan tidak memiliki karakteristik seperti yang telah
dikemukakan pada bagian sebelumnya. Peserta kegiatan
adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar,
lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga,
atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh
imbalan sehubungan keikutsertaannya dalam kegiatan.

Bukan Peserta
Pegawai
Pegawai Kegiatan

Subjek Pajak

Gambar 2.2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain


Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


41
2) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi
Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang
Bersifat Tetap dan Teratur
Perhitungan PPh pasal 21 untuk Bukan Pegawai dapat dilihat
pada gambar berikut.

Gambar 2.3. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Bukan Pegawai

Bukan Pegawai

Tidak Berkesinambungan Berkesinambungan


1. Tidak mendapat penghasilan di
tempat lain
Tarif Ps 17 X 50% x Jmlh 2. Ber-NPWP
Bruto

Tidak Memenuhi Memenuhi syarat


syarat

50% Jml bruto x (50% Jml bruto-


Tarif Pasal 17 PTKP) x Tarif
(lapisan tarif Pasal 17
berdasar 50%x (lapisan tarif
Jumlah bruto berdasar Jumlah
kumulatif) PKP kumulatif)

Yang dimaksud dengan “bersifat berkesinambungan”


adalah pembayaran yang dilakukan secara bulanan atau
berkala lebih dari satu kali pembayaran yang sesuai dengan
maksud perikatan/pemberian kerja.
Contoh:
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan
Pegawai yang hanya menerima penghasilan hanya dari
satu pemberi kerja dan bersifat berkesinambungan
Satker Rumah Sakit Bagas Waras mengadakan kontrak
selama setahun dengan dr. Sylvia (memiliki NPWP, bukan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


42
PNS), spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter
kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan sebesar Rp
20.000.000,00. Dr. Sylvia hanya menerima penghasilan dari
Rumah Sakit Bagas Waras. Hitunglah PPh pasal 21 atas
transaki tersebut
Penyelesaian
Dalam hal ini, dr. Sylvia termasuk Bukan Pegawai yang
menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat
berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan dari satu
pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang
adalah sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPh Pasal 21 per bulan
= 50% x Rp 20.000.000,00 – PTKP sebulan
= Rp 10.000.000,00 - (Rp 54.000.000,00:12)
= Rp 10.000.000,00 - Rp 4.500.000,00
= Rp 5.500.000,00
Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan
dibuat perhitungan sebagai berikut:

DPP DPP Kumulatif


Bulan Tarif
Rp Rp
Januari 5.500.000 5.500.000 5%
Februari 5.500.000 11.000.000 5%
Maret 5.500.000 16.500.000 5%
April 5.500.000 22.000.000 5%
Mei 5.500.000 27.500.000 5%
Juni 5.500.000 33.000.000 5%
Juli 5.500.000 38.500.000 5%
Agustus 5.500.000 44.000.000 5%
September 5.500.000 49.500.000 5%
Oktober 5.500.000 55.000.000 5%
Nopember 5.000.000 60.000.000 5%
500.000 60.500.000 15%
Desember 5.500.000 66.000.000 15%

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


43
Contoh:
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan
Pegawai yang menerima penghasilan lebih dari satu
Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambungan
Satker Rumah Sakit Bagas Waras mengadakan kontrak
selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (bukan PNS,
memiliki NPWP), spesialis penyakit Kandungan, (status TK)
sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan
sebesar Rp 20.000.000,00. Dr. Dewi Warartuti tidak hanya
menerima penghasilan dari RS Bagas Waras
Penyelesaian
Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai
yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat
berkesinambungan dan tidak hanya menerima penghasilan
dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21
terutang adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 20.000.000,00
= Rp 10.000.000,00

Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan


dibuat perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal
DPP DPP Kumulatif
Bulan Tarif 21
Rp Rp Rp
Januari 10,000,000 10,000,000 5% 500,000

Februari 10,000,000 20,000,000 5% 500,000

Maret 10,000,000 30,000,000 5% 500,000

April 10,000,000 40,000,000 5% 500,000

Mei 10,000,000 50,000,000 5% 500,000

Juni 10,000,000 60,000,000 5% 500,000

Juli 10,000,000 70,000,000 15% 1,500,000

Agustus 10,000,000 80,000,000 15% 1,500,000

September 10,000,000 90,000,000 15% 1,500,000

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


44
PPh Pasal
DPP DPP Kumulatif
Bulan Tarif 21
Rp Rp Rp
Oktober 10,000,000 100,000,000 15% 1,500,000

November 10,000,000 110,000,000 15% 1,500,000

Desember 10,000,000 120,000,000 15% 1,500,000

3) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi


Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI, dan Pensiunannya yang
Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur
Selain penghasilan yang berkesinambungan seperti
yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula penghasilan tidak
berkesinambungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak bukan
pegawai. Yang dimaksud dengan penghasilan tidak
berkesinambungan yakni honorarium, uang saku, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi,
dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan
atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas
dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan
jasa atau kegiatan yang diberikan. PPh Pasal 21 yang
dikenakan terhadap golongan ini adalah:

PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17ayat 1 huruf a x 50% dari


penghasilan bruto.
Contoh :
Dalam acara Capacity Building, Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan mengundang seorang motivator dengan
pembayaran honor sebesar Rp120.000.000,00. Maka PPh
Pasal 21 yang dipotong kepada motivator tersebut sebesar :
- Dasar Pengenaan Pajak = 50 % x Rp 120.000.000,00 = Rp
60.000.000
- Pajak terutang:
5% x Rp 50.000.000,- = Rp2.500.000,-
15% x Rp10.000.000,- = Rp 1.500.000,-
Rp4.000.000,-

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


45
Sehingga PPh 21 yang harus dipotong terhadap motivator
tersebut adalah Rp4.000.000,-. Namun Apabila motivator
tersebut tidak mempunyai NPWP maka dikenakan 20% lebih
tinggi 120% x Rp4.000.000,- = Rp4.800.000,-
4) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang
Dibayarkan Bulanan, Satuan, Harian, Mingguan, dan Borongan
Pemotongan PPh Pasal 21 yang terkait dengan
pekerjaan jasa, dan kegiatan orang pribadi yang menerima
upah harian, mingguan dan borongan, seperti penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah
berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah
borongan dan tidak dibayarkan bulanan, maka sesuai Perdirjen
Pajak Nomor Per-16/PJ/2016 tanggal 29 September 2016
berlaku sebagai berikut :
a) Apabila penghasilan bruto tidak melebihi Rp450.000,-
maka tidak dipotong PPh pasal 21
b) Apabila penghasilan bruto melebihi Rp450.000,- dan
masih dibawah Rp4.500.000,- maka
PPh pasal 21 = 5% x (Upah sehari – Rp450.000,-)
c) Apabila penghasilan bruto melebihi Rp4.500.000,- dan
masih dibawah Rp10.200.000,- maka
PPh pasal 21 = 5% x (Upah sehari – PTKP/360)
d) Apabila penghasilan melebihi Rp10.200.000,00 dalam 1
bulan maka
PPh pasal 21 = (disetahunkan – PTKP) /12
Secara ringkas penghitungan PPh pasal 21
penghasilan secara bulanan, mingguan, satuan, borongan,
harian dapat dilihat pada gambar berikut.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


46
Gambar 2.4. Perhitungan PPh Pasal 21 Lainnya

PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 LAINNYA

Penerima Upah Peserta


Pegawai tdk tetap, harian, mingguan, Kegiatan
tenaga lepas,honorer, satuan, borongan.
yang dibayar bulanan
Tarif Ps
gaji, uang pensiun, ≤Rp 450.000/hari 17 X Jmlh
tunjangan, dan TIDAK DIPOTONG Bruto
sejenisnya
>Rp 450.000/hari;
Dikali 12 ≤4.500.000=
5
Dikurangi PTKP
Saat >Rp 4.500.000;
≤10.200.000
kali Tarif Pasal 17 dlm 1 bln
= 5% x (upah sehari–
dibagi 12 PTKP/360)

=PPh Psl 21 sebulan


Saat > 10.200.000
dlm 1 bln
= (disetahunkan –
PTKP) / 12

Contoh 1
Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah dan tidak
ber NPWP, pada bulan November bekerja sebagai buruh
harian di kegiatan pembersihan halaman kantor Balai Diklat
Keuangan, pekerjaan tersebut dilakukan selama 6 (enam) hari
dengan upah per hari Rp 500.000,00, (Lima ratus ribu rupiah),
maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut:
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:
Upah sehari Rp500.000,00
Upah harian tidak dikenakan PPh Rp450.000,00
Penghasilan Kena Pajak per hari Rp50.000,00
PPh Pasal 21 (5% x Rp 50.000,00 x 120%) Rp3.000,00

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


47
Karena tidak punya NPWP maka dikenakan 120% lebih
tinggi
PPh Pasal 21 yang harus dipotong
selama 6 hari = 6 hari x Rp3.000.00 = Rp 18.000.00
Contoh 2
Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah dan ber
NPWP, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di
Kegiatan Pemeliharaan Halaman Gedung Balai Diklat
Keuangan. Seto bekerja selama 12 hari dan menerima upah
harian sebesar Rp450.000,00, maka perhitungan PPh 21 bagi
Seto adalah sebagai berikut:
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang:

Upah sehari Rp 450.000,00


Upah s.d. hari ke 10 Rp 4.500.000,00
Sampai hari ke 10 karena jumlah kumulatif upah yang diterima
belum melebihi Rp4.500.000,00 maka tidak ada PPh pasal 21
yang dipotong
Upah s.d. hari ke 11(450.000 x 11) Rp 4.950.000
PTKP Sebenarnya
11 x (54.000.000 / 360) Rp 1.650.000
Rp 3.300.000
PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 11
5% x 3.300.000 Rp 165.000
PPh pasal 21 yang telah dipotong s.d. Rp 0
hari ke 10
PPh pasal 21 yang harus dipotong pada
hari ke 11 Rp 165.000
Sehingga pada hari ke 11, upah bersih yang diterima Seto
adalah Rp450.000 – Rp165.000 = Rp285.000,00

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


48
Penghitungan PPh pasal 21yang harus dipotong pada hari ke
12 :
Upah sehari Rp 450.000,00
PTKP Sehari (Rp54.000.000 / 360) Rp 150.000,00
Rp 300.000,00
PPh pasal 21 terutang s.d. hari ke 12
5% x Rp300.000,00 Rp 15.000,00
Sehingga upah bersih seto pada hari ke 12 adalah
Rp450.000,00 – Rp15.000,00 = Rp435.000

Contoh 3
Seto bekerja sebagai pegawai tidak tetap pada Pusdiklat
Anggaran dan Perbendaharaan. Seto sudah menikah tetapi
belum mempunyai anak. Seto mendapat upah yang
dibayarkan secara bulanan sebesar Rp5.000.000,00
Perhitungan PPh pasal 21
Penghasilan neto setahun =
Rp5.000.000,00 x 12 Rp60.000.000,00
PTKP (K/0) adalah
- Untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- Tambahan kawin Rp 4.500.000,00
Rp58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp1.500.000,00
PPh pasal 21 setahun adalah sebesar
5% x Rp1.500.000,00 = Rp15.000,00

Contoh 4
Seto bekerja memasang gebalan rumput. Upah dibayar
sebesar Rp150.000,00 setiap 1 meter. Dalam seminggu (6 hari
kerja) Seto memasang sebanyak 24 meter. Sehingga upah
yang dibayarkan sebesar Rp 3.600.000,00. Seto tidak ber
NPWP.
Maka perhitungan PPh pasal 21:

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


49
Upah sehari:
- Rp3.600.000,00 : 6 = Rp600.000,00
Upah diatas Rp 450.000,00, sehingga penghasilan kena pajak
- Rp600.000,00 – Rp450.000,00 = Rp150.000,00
- 6 hari x Rp150.000,00 = Rp900.000,00
PPh pasal 21
- (5% x Rp900.000,00 x 120%) =Rp54.000,00 (selama
seminggu)
Karena tidak punya NPWP maka dikenakan 20% lebih tinggi.

5) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang


Diterima Peserta Kegiatan
Penghasilan yang diterima peserta kegiatan dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 dengan perhitungan sebagai
berikut:
Tarif PPh Pasal 21 = Pasal 17 ayat 1 huruf a x penghasilan
bruto.
Yang dimaksud peserta kegiatan adalah :
a) Peserta Perlombaan dalam segala bidang
b) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan atau
kunjungan kerja
c) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu
d) Peserta Pendidikan dan pelatihan
e) Peserta Kegiatan lainnya

Contoh
Saudara Retno mengikuti kegiatan bimbingan teknis merangkai
bunga yang diselenggarakan oleh Badan Latihan Kerja
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dia menerima
upah sebesar Rp700.000,00. Saudara Retno telah memiliki
NPWP. Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara
adalah
PPh Pasal 21 = 5% x Rp 700.000,00 = Rp 35.000,00.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


50
Berikut disajikan tabel dasar perhitungan Dasar Pengenaan
Pajak untuk menghitung PPh pasal 21
Tabel 2.4. Dasar Penghitungan PPh pasal 21

Yang Dipotong Dasar Pengenaan Pajak


Pegawai tetap Penghasilan kena pajak =
jumlah seluruh penghasilan bruto
setelah dikurangi dengan:
a. biaya jabatan, sebesar 5% dari
penghasilan bruto, setinggi-
tingginya Rp 500.000,00
sebulan atau Rp 6.000.000,00
setahun;
b. iuran yang terkait dengan gaji
yang dibayar oleh pegawai
kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan atau
badan penyelenggara
tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
Dikurangi PTKP
Pegawai tidak tetap yang Penghasilan Kena Pajak =
penghasilannya dibayar secara
bulanan atau jumlah kumulatif Penghasilan bruto Dikurangi
penghasilan yang diterima PTKP
dalam 1 bulan kalender telah
melebihi Rp 4.500.000
Pegawai tidak tetap yang Penghasilan Kena Pajak
menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan atau = Penghasilan bruto dikurangi Rp
upah borongan, sepanjang 450.000
penghasilan kumulatif yang
diterima dalam 1 bulan
kalender belum melebihi Rp
4.500.000
Pegawai tidak tetap yang Penghasilan Kena Pajak
menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan atau = Penghasilan bruto dikurangi
upah borongan, sepanjang PTKP sebenarnya (PTKP yang
penghasilan kumulatif yang sebenarnya

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


51
Yang Dipotong Dasar Pengenaan Pajak
diterima dalam 1 bulan adalah adalah sebesar PTKP
kalender telah melebihi Rp
4.500.000 belum melebihi Rp untuk jumlah hari kerja yang
10.200.000 sebenarnya.)

Pegawai tidak tetap yang Penghasilan Kena Pajak


menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan atau = Penghasilan bruto
upah borongan, sepanjang (disetahunkan)
penghasilan kumulatif yang dikurangi PTKP
diterima dalam 1 bulan
kalender telah melebihi Rp
10.200.000
Bukan pegawai yang menerima Penghasilan Kena Pajak
imbalan yang bersifat
berkesinambungan dan = 50% dari jumlah penghasilan
memenuhi syarat bruto
Dikurangi PTKP perbulan
Bukan pegawai yang menerima 50% dari jumlah penghasilan
imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan Bruto

Selain di atas Jumlah penghasilan bruto

B. Pengujian Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22


1. Ruang Lingkup Pengujian Pemotongan PPh pasal 22
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemungutan PPh pasal 22 terhadap pembayaran atas penyerahan
barang yang dibeli dari APBN/APBD dan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.
Pembayaran terhadap pembelian barang oleh Bendahara
Pengeluaran/Pejabat penandatangan SPM tidak perlu dipungut PPh
pasal 22 atas transaksi:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua
juta rupiah) tidak termasuk PPN dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


52
b. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja instansi
pemerintah pusat
c. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar
gas, pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik;
d. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan
penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
e. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras
f. Pembayaran kepada wajib pajak yang memiliki dan menyerahkan
fotokopi surat keterangan atas WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu.
g. Pembayaran untuk pembelian barang kepada WP yang
menyerahkan fotokopi surat keterangan bebas
pemotongan/pemungutan PPh yang telah dilegalisasi KPP

2. Tarif Pemungutan PPh Pasal 22


Tarif PPh pasal 22 yang dipungut adalah:

Tarif PPh Pasal 22


1,5% X Harga Pembelian Barang (harga tidak termasuk PPN)
Besarnya pungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak PPh
Pasal 22 yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif lebih tinggi sebesar
100%. Dengan demikian, tarif PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah
1,5% ditambah 1,5% = 3%.
Penyetoran PPh pasal 22 menggunakan Surat Setoran Pajak atau
sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP yang telah diisi
atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak dan/atau
bukti penerimaan negara yang telah diisi atas nama rekanan.
Apabila rekanan/penyedia barang/jasa tidak memiliki NPWP,
maka penulisan NPWP dalam SSP dapat dilakukan dengan cara:
a. 01.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak badan Usaha; dan
b. 04.000.000.0-xxx.000 untuk Wajib Pajak orang pribadi.
xxx diisi dengan Nomor Kode Kantor Pelayanan Pajak domisili
bendahara terdaftar.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


53
Contoh
Bendahara pusdiklat anggaran melakukan pembayaran atas pembelian
Alat Tulis Kantor sebesar Rp2.200.000,00 (harga termasuk PPN) kepada
Toko Bobo yang tidak ber NPWP. Atas transaksi tersebut bendahara
wajib memungut PPh pasal 22 sebesar?

Nilai Kuitansi : Rp2.200.000,00


Dasar pengenaan pajak : Rp2.200.000,00 x 100/110
: Rp2.000.000,00

PPh pasal 22 : (Rp2.000.000,00 x 1,5% x 200%)


: Rp60.000,00
(Karena tidak memiliki NPWP maka dikenakan 100% lebih tinggi)

C. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23


1. Ruang Lingkup Pengujian Pemotongan PPh pasal 23
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 23 atas pembayaran kepada wajib pajak dalam
negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang
bersumber dari pemanfaatan modal, penggunaan harta dan Jasa.
Pembayaran tersebut dapat berupa:
a. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
b. Royalti
c. Hadiah, pebghargaan, bonus dan sejenisnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21
d. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa tanah dan bangunan;
e. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah
dipotong PPh Pasal 21.
Yang dimaksud dengan sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta adalah:

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


54
a. Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan
dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta
selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun
tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh
penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati.
b. Saat terutangnya adalah pada saat pembayaran dan jatuh tempo.
Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan sehubungan dengan
Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan,
berdasarkan SE Dirjen pajak No SE-35/PJ/2010 dijelaskan sebagai
berikut:
a. Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian
informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang
industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi:
1) pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu,
seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan
gelombang seismik;
2) pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk
tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-
gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan
sebagainya; atau
3) pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di
bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui
pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah
ditentukan oleh pengguna jasa.
b. Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta
secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.
c. Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk,
pertimbangan, atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha,
kegiatan, atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau
perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan
langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


55
Sedangkan kriteria jasa lain disebutkan di PMK
141/PMK.03/2015. Jenis jasa lain tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5. Jenis-Jenis Jasa Lain


1. Jasa penilai (appraisal); 28.Jasa maklon;
2. Jasa aktuaris; 29.Jasa penyelidikan dan keamanan;
3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan 30. Jasa penyelenggara kegiatan atau
atestasi laporan keuangan; event organizer;
4. Jasa hukum 31. Jasa penyediaan tempat dan/atau
5. Jasa arsitektur waktu dalam media masa, media
6. Jasa perencanaan kota dan luar ruang atau media lain untuk
arsitektur landscape penyampaian informasi;
7. Jasa perancang (design); 32. Jasa pembasmian hama;
8. Jasa pengeboran (drilling) dibidang 33. Jasa kebersihan/Cleaning Service;
penambangan minyak dan gas bumi, 34. Jasa sedot septic tank
kecuali yang dilakukan oleh bentuk 35. Jasa pemeliharaan kolam;
usaha tetap (BUT); 36. Jasa katering atau tata boga;
9. Jasa penunjang di bidang usaha 37. Jasa freight faro, jarding;
panas bumi dan penambangan 38. J asa logistik;
minyak dan gas bumi (migas) 39. Jasa pengurusan dokumen;
10.Jasa penambangan dan jasa 40. Jasa pengepakan;
penunjang di bidang penambangan 41. Jasa loading dan unloading;
selain migas; 42. Jasa laboratorium dan/ atau
11.Jasa penunjang di bidang dilakukan oleh lembaga atau rangka
penerbangan dan bandar udara; perielitian akademis;
12.Jasa penebangan hutan; 43. Jasa pengelolaan parkir;
13.Jasa pengolahan limbah ; 44. Jasa penyondiran tanah;
14.Jasa penyedia tenaga kerja dan/atau 45. Jasa penyiapan dan/ atau
tenaga hli (outsourcing services) pengolahan lahan;
15.Jasa perantara dan/atau keagenan; 46. Jasa pembibitan dan/ atau
16.Jasa di bidang perdagangan surat penanaman bibit;
berharga (kecuali Bursa efek, KSEI 47. Jasa pemeliharaan tanaman;
dan KPEI) 48. Jasa pemanenan;
17.Jasa 49. Jasa pengolahan hasil pertanian,
kustodian/penyimpanan/penitipan, perkebunan, perikanan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI peternakan, dan/ atau perhutanan;
18.Jasa pengisian suara (dubing); 50. Jasa dekorasi;

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


56
19.Jasa mixing film; 51. Jasa pencetakan/penerbitan;
20.Jasa pembuatan sarana promosi 52. Jasa penerjemahan;
film, iklan, poster, photo, slide, klise, 53. Jasa pengangkutan/ekspedisi
banner, pamflet, baliho dan folder kecuali yang telah diatur dalam
21.Jasa sehubungan dengan software Pasal 15 Undang-Undang Pajak
komputer (termasuk perawatan, Penghasilan;
pemeliharaan dan perbaikan); 54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
22.Jasa pembuatan dan atau 55. Jasa pengangkutan melalui jalur
pengelolaan website; pipa;
23.Jasa internet termasuk 56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
sambungannya; 57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus;
24.Jasa penyimpanan, pengolahan dan 58. Jasa pengiriman dan pengisian
atau penyaluran data, informasi dan uang ke ATM;
atau program 59. Jasa sertifikasi;
25.Jasa instalasi/pemasangan AC, 60. Jasa survey;
mesin, peralatan, listrik, telepon, TV 61. Jasa tester, dan
kabel, selain yang dilakukan oleh 62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di
Wajib Pajak yang ruang lingkupnya atas yang pembayarannya
di bidang konstruksi; dibebankan pada Anggaran
26.Jasa perawatan/ perbaikan/ Pendapatan dan Belanja Negara
pemeliharaan mesin, peralatan, atau Anggaran Pendapatan dan
listrik, telepon, air, gas, AC. TV Belanja Daerah
kabel, alat transportasi/ kendaraan
dan atau bangunan, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang Lingkupnya di bidang
Konstruksi;
27.Jasa perawatan kendaraan dan atau
transportasi darat laut dan udara

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


57
Selain pembayaran-pembayaran tersebut di atas terdapat
beberapa pembayaran yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal
23, yaitu penghasilan yang diterima oleh badan/lembaga pemerintah
dalam melaksanakan tugas pokoknya. Badan/lembaga pemerintah
tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Badan/lembaga pemerintah yang pendiriannya berdasarkan


peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU, PP, PerPres,
KepPres);
b. Badan/lembaga pemerintah yang sumber dananya berasal dari
APBN/APBD;
c. Pemeriksa badan/lembaga tersebut dilakukan oleh BPK, BPKP,
ITJEN, atau BAWASDA; dan
d. Sumber penerimaan yang diterima badan/lembaga tersebut
merupakan penerimaan negara.

2. Tarif PPh Pasal 23


Instansi pemerintah memotong PPh pasal 23 sebesar:

a. 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas penghasilan berupa
bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang, royalty dan hadiah, penghargaan, bonus dan
sejenisnya selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
b. 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas penghasilan berupa sewa
dan penghasilan lain kecuali sewa tanah dan bangunan, imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan
dan jasa lain yang pembayarannya dibebankan pada APBN selain
jasa yang telah dipotong PPh pasal 21.

Yang dimaksud dengan jumlah bruto atas penghasilan


sehubungan dengan:

a. jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan


dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh Instansi
Pemerintah kepada Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk
usaha tetap.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


58
b. jasa selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
Instansi Pemerintah kepada Wajib Pajak badan dalam negeri atau
bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
1) Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga
kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan,
berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa. Dibuktikan
dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
2) Pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian
barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan.
Dibuktikan dengan faktur pembelian atas
pengadaanjpembelian barang atau material
3) Pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui
penyedia jasa, terkait Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa.
Dibuktikan dengan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai
dengan perjanjian tertulis
4) Pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan
penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan
penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian
jasa bersangkutan. Dibuktikan dengan faktur tagihan dan/ atau
bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa
kepada pihak ketiga

Apabila tidak terdapat bukti pembayaran, jumlah bruto sebagai


dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar keseluruhan
pembayaran kepada penyedia jasa, tidak termasuk PPN

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


59
Contoh Perhitungan PPh pasal 23
1. Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar
jasa service kendaraan pada bengkel mobil “Niaga Jaya” (tidak ber
NPWP) untuk memperbaiki kendaraan dinas. Besarnya biaya
yang dikeluarkan Rp 1.200.000,00 (belum termasuk PPN)
pembayaran tersebut sudah termasuk penggantian suku
cadangnya. Terhadap transaksi tersebut Bendahara memungut
PPh Pasal 23 sebesar:
Nilai Transaksi : Rp1.200.000,00 (tidak termasuk
PPN)
Dasar Pengenaan Pajak : Rp1.200.000,00
PPh pasal 23 : Rp 1.200.000,00 × 2% x 200%
: Rp 48.000,00

2. Dalam rangka penyelenggaraan diklat, Pejabat Pembuat


Komitmen Pusat Pendidikan Anggaran dan Perbendaharaan
menerbitkan SPP LS untuk pembayaran atas penyediaan
konsumsi kepada pengusaha jasa catering“ CV Lido Catering” (ber
NPWP) dengan nilai Rp 25.000.000,00. PPh Pasal 23 yang
terutang dan harus dipotong melalui SPM LS tersebut adalah:

Nilai Kuitansi : Rp25.000.000,00


Dasar Pengenaan Pajak : Rp25.000.000,00
PPh Pasal 23 : Rp25.000.000,00 x 2%
: Rp500.000,00
Catatan : Jasa catering termasuk jenis jasa yang tidak dipungut
PPN, sehingga dasar pengenaan pajak sama dengan nilai kuitansi

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


60
D. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26
1. Ruang Lingkup Pengujian Pemotongan PPh pasal 26
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 26 atas pembayaran kepada wajib pajak luar
negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT).
2. Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto yang diterima
oleh Wajib Pajak luar negeri. Penghasilan yang menjadi obyek PPh Pasal
26 dapat berupa:
a. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang
b. royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
c. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan: dan/atau
d. hadiah dan penghargaan

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Bruto


Pemotongan pajak penghasilan Pasal 26 tersebut bersifat final.
Besarnya tarif tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda sebagai lex specialis.
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian
internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari
pemajakan ganda agar tidak menghambat perekonomian kedua negara
dengan prinsip saling menguntungkan antar kedua negara dan
dilaksanakan oleh penduduk antar kedua negara yang terlibat dalam
perjanjian tersebut. Pemotongan PPh Pasal 26 berdasarkan ketentuan
P3B dilakukan sepanjang WP Luar Negeri menyampaikan Surat
Keterangan Domisili Wajib pajak Luar Negeri (SKD WPLN) yang berisi
informasi:
1. penerima penghasilan bukan subyek pajak dalam negeri Indonesia
c. penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang
merupakan subyek pajak dalam negeri dari negara mitra atau
yurisdiksi mitra P3B

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


61
d. tidak terjadi penyalahgunaan P3B, dan
e. penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal
dipersyaratkan dalam P3B

Contoh

1. Bendahara Satker Pusdiklat PSDM membayarkan honorarium


kepada Mr. Francois seorang narasumber yang berasal dari Perancis
dalam pelaksanaan Diklat Motivasi kerja sebesar 3000 EUR (catatan
kurs 1 EUR = 15.000,00).
Catatan: Diasumsikan antara Indonesia dan Perancis ada perjanjian
P3B yang membolehkan dikenakan pajak di negara lainnya.
Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong
PPh pasal 26 = (3000 EUR x Rp15.000,00) x 20%

= Rp9.000.000,00.

2. Bendahara Satker Pusdiklat Keuangan Umum membayarkan


honorarium kepada Mr. Van de Berg seorang narasumber yang
berasal dari Belanda sebesar 2.000 EUR
Catatan: antara Indonesia dan Belanda ada perjanjian P3B yang
menyatakan:
Penghasilan yang diperoleh penduduk salah satu Negara
sehubungan dengan jasa-jasa profesional atau pekerjaan bebas
lainnya hanya akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali dia
mempunyai tempat usaha tetap yang tersedia baginya secara teratur
di Negara lainnya guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya atau ia
berada di Negara lainnya tersebut untuk masa-masa yang melebihi
91 (sembilan puluh satu) hari dalam suatu masa 12 (dua belas) bulan.
Jika dia mempunyai tempat usaha tetap atau berada di Negara
lainnya selama masa-masa tersebut di atas, maka atas penghasilan
tersebut dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tersebut tetapi
hanya sebatas penghasilan yang berkaitan dengan tempat usaha
tetap tersebut atau yang diperoleh di Negara lainnya tersebut selama
masa-masa tersebut di atas.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


62
Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong
PPh pasal 26 = (2000 EUR x Rp15.000,00) x 0%

= Rp0,00

E. Pengujian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)


Ruang Lingkup Pengujian Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat (2)
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) atas pembayaran :
1. sewa tanah dan/atau bangunan,
2. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
3. pembayaran atas usaha jasa kontruksi.
4. hadiah undian
5. pembelian barang atau penggunaan jasa dari wajib pajak yang memiliki
persedaran bruto tertentu
Instansi pemerintah tidak perlu melakukan pemotongan PPh Pasal 4
ayat 2 dalam hal:
1. pembayaran atau pengakuan utang persewaan tanah dan/ atau bangunan
kepada penyedia jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya;
2. sebagian atau seluruh pembayaran pengalihan hak atas tanah dan atau
bangunan antara lain kepada:
a. orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan
Tidak Kena Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihan kurang dari
Rp60.000.000,00 (enam puluhjuta rupiah) dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah;
b. orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa
bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna
serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara
berupa tanah dan/ atau bangunan; atau
c. orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang
melakukan pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


63
Penjelasan lebih lanjut terkait pengujian pemotongan PPh pasal 4 ayat
(2) adalah sebagai berikut:
1. Pengujian pemotongan PPh atas pembayaran sewa tanah dan/atau
bangunan
a. Obyek
Persewaan tanah dan/atau bangunan adalah sewa berupa
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, pertokoan, gedung pertemuan termasuk bagian-
bagiannya, gedung dan bangunan industri termasuk areal baik di
dalam maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung
tersebut.
Pemotongan pajak atas pembayaran yang sumber dananya
dari APBN/APBD, dilakukan terhadap semua nilai pembayaran atau
jumlah bruto nilai persewaan yaitu semua jumlah yang dibayarkan
atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apa
pun juga yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang
disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanan, biaya fasilitas lainnya dan ”service charge” baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Pemotongan PPh Pasal 4 (2) termasuk pembayaran kepada
orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah terkait dengan
pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:
1. pembayaran berkala selama masa perjanjian Bangun Guna
Serah;
2. penyerahan bangunan sebelum perjanjian Bangun Guna
Serah berakhir;
3. penyerahan bangunan yang diserahkan atau seharusnya
diserahkan pada saat perjanjian Bangun Guna Serah
berakhir;
4. pembayaran lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah,
termasuk bagi hasil penggunaan bangunan dan denda
perjanjian Bangun guna serah.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


64
b. Tarif
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa
sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang bersifat final.
Besarnya PPh yang dipotong adalah 10% baik atas penghasilan
yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan
merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai
utang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang
berkaitan dengan tanah danjatau bangunan yang disewa termasuk
biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya
layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat
secara terpisah maupun yang disatukan.
Jumlah bruto pelaksanaan nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan atas penghasilan penyerahan bangunan sebagimana
obyek 2 dan 3 adalah nilai bangunan yang diterima pemegang hak
atas tanah dari instansi pemerintah. Nilai bangunan ditentukan
berdasarkan nilai tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual obyek
pajak bangunan.
Penyetoran PPh menggunakan SSP atau saran administrasi
lain yang dipersamakan atas nama orang pribadi atau badan yang
menerima pembayaran.

PPh (final) = 10% x Bruto

Contoh
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran kepada CV Usaha Sewa untuk sewa gedung dalam
rangka penyelenggaraan Diklat Teknis Umum dengan harga Rp
6.600.000,00. (termasuk PPN) pada tanggal 18 Mei 2020.
Bagaimana kewajiban perpajakan atas transaksi tersebut?

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


65
Pemotongan PPh Pasal 4 (2)
Terhadap pembayaran tersebut bendahara memotong PPh final
sebesar :
Dasar Pengenaan Pajak
Rp 6.600.000,00 x 100/110 = Rp 6.000.000,00
PPh pasal 4 (2) = Rp6.000.000,00 x 10%
= Rp600.000,00
Pemungutan PPN
Atas pembayaran sewa wajib dipungut PPN dengan tarif 10%
PPN = Rp6.000.000,00 x 10%
= Rp600.000,00
Kewajiban PPSPM
1) melakukan pengujian keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi
dengan data Wajib Pajak CV Usaha Sewa;
2) melakukan pengujian pemungutan besarnya PPN dan besarnya
pemotongan PPh pasal 4 (2) serta pengisian SSP atas nama CV
Usaha Sewa
3) melakukan pengujian pengisian informasi dalam Bukti
Penerimaan Negara
4) melakukan pengujian batas waktu penyetoran pemungutan PPN
yaitu paling lambat tanggal 25 Mei 2020, dan batas waktu
penyetoran pemotongan PPh pasal 4 (2) tanggal 25 Mei 2020;

2. Pengujian pemotongan PPh Final atas Penghasilan dari


Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Obyek
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah:
1) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan meliputi penjualan, tukar menukar, perjanjian
pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang,
hibah, waris atau cara lain yang disepakati;
2) Perjanjian pengikatan jual beliatas tanah dan/atau bangunan
beserta perubahannya

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


66
Pembayaran ini meliputi pembayaran kepada pihak
penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan
jual beli pada saat pertama kali ditandatangani; atau pihak
pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan
jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian
pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli
dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

b. Tarif
Pemotongan PPh pasal 4 (2) pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan atas beban APBN/APBD dilakukan sesuai
dengan nilai yang disepakati atau jumlah bruto nilai penjualan
atau pengalihan hak. Jumlah bruto nilai penjualan atau
pengalihan hak adalah nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta
pengalihan hak termasuk bunga, pungutan dan pembayaran
tambahan lainnya yang dipenuhi pembeli dibandingkan dengan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan/atau bangunan yang
bersangkutan.
Jumlah bruto nilai pengalihan hak kepada pemerintah adalah
nilai berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan. Apabila
pelaksanaannya melalui lelang, maka jumlah bruto nilai pengalihan
hak sesuai dengan peraturan lelang adalah nilai menurut risalah
lelang tersebut.
Sesuai PP 34 Tahun 2016 besarnya pajak penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah sebesar:
1) 2,5 % dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
berupa Rumah sederhana atau Rusun sederhana yang
dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
2) 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunanberupa rumah sederhana dan rumah susun sederhana
yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


67
3) 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat
penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik
daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah,
sebagaimana dimaksud dalam undang- undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum

Ketentuan pengadaan tanah untuk kepentingan sesuai


dengan UU No.2 Tahun 2012 adalah pengadaan tanah dalam
rangka :
1) Pertahanan dan keamanan nasional
2) Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur KA, Stasiun KA dan
fasilitas operasi KA
3) Waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air, sanitasi dan bangunan pengairan lainnya
4) Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
5) Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
6) Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga
listrik;
7) Jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
8) Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
9) Rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
10) Fasilitas keselamatan umum;
11) Tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
12) Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
13) Cagar alam dan cagar budaya;
14) Kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
15) Penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi
tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan
rendah dengan status sewa;
Nilai pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah
nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang dalam hal
pengalihan hak kepada pemerintah. Sedangkan kriteria rumah

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


68
sederhana dan rumah susun sederhana sesuai dengan kriteria
rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang mendapat
fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN sesuai ketentuan
perpajakan.
Penyetoran menggunakan SSP atau sarana administrasi lain
atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran
atau yang melakukan tukar menukar. Namun apabila pemotongan
PPh dikenakan tariff 0%, tidak perlu mengisi SSP. Kewajiban
bendahara adalah membuat dan menyampaikan laporan mengenai
pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah bulan dilakukannya pengalihan hak ke KPP
setempat. Laporan ini merupakan bukti pemenuhan kewajiban PPh
atas pengenaan tariff 0 %.
Pengecualian pemotongan PPh pasal 4 (2) juga dapat
dilakukan sepanjang pihak yang menerima pembayaran dapat
menyerahkan foto kopi Surat Keterangan Bebas pajak Penghasilan.
CONTOH:
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran atas pembebasan tanah yang akan digunakan untuk
membangun gedung kantor baru. Pembayaran dilakukan
terhadap bapak Nasrun untuk pembebasan lahan seluas 800
meter sebesar Rp400.000,00/m2 pada tanggal 25 September
2019 dari dana Uang Persediaan. Bagaimana kewajiban
perpajakan bendahara?
a. Pemotongan PPh pasal 4 (2)
Atas pembayaran pembebasan tanah untuk pembangunan
kantor tersebut dikenai PPh final pasal 4 ayat 2 atas
pengalihan ha katas tanah dan/atau bangunan sebesar 0%
dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan karena merupakan pengalihan ha katas tanah
dan/atau bangunan kepada pemerintah dalam rangka
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum (800 m x Rp400.000,00) x 0% = Rp0,00
b. Pemungutan PPN

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


69
PPN tidak dipungut oleh bendahara pemerintah dalam hal
pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali atas
pengadaan tanah dari real estate atau industrial estate

3. Usaha Jasa Konstruksi


a. Obyek
Berikut ini beberapa pengertian yang terkait dengan jasa
konstruksi, antara lain:
1) Jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultasi
perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan
konstruksi;
2) Pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian
rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan
beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur,
sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing
beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan
atau bentuk fisik lain;
3) Perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh pribadi
atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan
fisik lain;
4) Pelaksana konstruksi adalah pemberian jasa oleh pribadi atau
badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan
menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di
dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu
penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan
perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering,
procurement and construction) serta model penggabungan
perencanaan dan pembangunan (design and build);
5) Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


70
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal
pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan
diserahterimakan.

b. Tarif
Berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi, dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final. Besarnya tarif pajak final tersebut
adalah:
Gambar 2.5. Perhitungan PPh Jasa Kontruksi

JASA KONSTRUKSI

PPh Bersifat Final

Pelaksana Perencana/Pengawas
Kontruksi Kontruksi

Mempunyai Tidak Dengan Tanpa


kualifikasi Mempunyai kualifikasi kualifikasi
usaha kualifikasi usaha usaha usaha

Kecil Non Kecil

2% 3% 4% 4% 6%

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


71
Dasar pengenaan pajak untuk jasa kontruksi adalah jumlah
pembayaran yang dilakukan oleh bendahara, tidak/belum termasuk
Pajak Pertambahan Nilai. Perhitungannya dapat dilakukan dengan
cara:
Instansi
PPh =pemerintah wajib menyetor
Jumlah Pembayaran PPh yang telah
(tidak/belum dipotong
termasuk PPN)dan
x
memberikan bukti pemotongan Tarif
kepada penyedia jasa yang
dipotong.
Contoh :
Pada Tanggal 18 Mei 2020 dilakukan pembayaran termin I melalui
penerbitan SPP atas kegiatan pembangunan Asrama Melati Barat
kepada rekanan PT. Karya Persada, NPWP 01.399.222.1-
396.000, Tanggal Pengukuhan PKP 20 Juni 1998, Alamat Jl.
Puncak No.27 Bogor sebesar Rp 2.200.000.000,00. (termasuk
PPN) PT. Karya Persada merupakan pelaksana konstruksi yang
tergolong usaha kecil dan memiliki kualifikasi. PT Karya Persada
menerbitkan Faktur Pajak bernomor seri 000.000.09.00000036
tertanggal 18 Mei 2020. Bagaimana perhitungan pajak yang harus
dikenakan?
Pemungutan PPN
Nilai Pembayaran Termin I = Rp 2.200.000.000,00 (termasuk
PPN)
Dasar Pengenaan Pajak :
Rp 2.200.000.000,00 x 100/110 = Rp 2.000.000.000,00
Pemungutan PPh pasal 4 ayat (2) = 2% x (Rp 2.000.000.000,00)
= Rp 40.000.000,00
Nilai PPN = Rp 2.000.000.000,00 x 10%
= Rp 200.000.000,00
Kewajiban PPSPM
1) melakukan pengujian keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi
dengan data Wajib Pajak PT Karya Persada;
2) melakukan pengujian atas kebenaran pemungutan dan
pemotongan pajak atas transaki tersebut
3) Melakukan pengujian pengisian informasi dalam bukti setor
berkenaan;

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


72
4. Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu
a. Pengertian dan tarif
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai
PPh yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu. Besaran tariff
PPh yang bersifat final tersebut adalah 0,5%. Wajib pajak harus
memiliki Surat Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas
nama Dirjen Pajak yang menerangkan bahwa WP dikenai PPh atas
penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang
memiliki peredaran bruto tertentu
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai PPh
yang bersifat final adalah:
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang
pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang
pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri;
3) Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersendiri; atau
4) Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
dikenai Pajak Penghasilan final merupakan Wajib Pajak orang
pribadi dan Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, firma, atau perseroan terbatas, yang menerima atau
memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam
1 (satu) Tahun Pajak.
Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang
bersifat final yaitu paling lama:
1) 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
2) 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk
koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


73
3) 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk
perseroan terbatas.

b. Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan


Pajak Penghasilan yang bersifat final terutang dilunasi
dengan cara:
1) disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu; atau
2) dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak
dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi
dengan pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut
Pajak.
Pemotongan oleh pemotong/pemungut pajak dilakukan
setiap transaksi dan wajib pajak harus menyerahkan foto copy surat
keterangan. Terhadap pemotongan tersebut harus disetorkan
paling lambat tanggal 7 (tujuh) hari dengan menggunakan SSP a.n
WP yang dipotong. Bendahara tidak perlu membuat bukti potong
karena SSP sebagai bukti potong dan wajib diberikan kepada WP.
Pelaporan atas pemotongan PPh yang bersifat final tersebut
dilakukan dengan SPT Masa Pasal 4 (2) paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya.
Contoh:
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran pembelian ATK senilai Rp4.000.000,00 belum
termasuk PPN kepada Toko ATEKA. Bagaimana pemotongan
PPh atas transaksi tersebut.
1. Apabila toko ATEKA menyerahkan fotokopi surat keterangan,
maka bendahara memotong PPh pasal 4 ayat 2 sebesar
0.5% x Rp4.000.000,00 = Rp20.000,00
2. Apabila toko Ateka tidak menyerahkan fotokopi surat
keterangan, maka bendahara memotong PPh pasal 22
sebesar 1,5% x Rp4.000.000,00 = Rp60.000,00

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


74
5. Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian
a. Pengertian dan tarif
Instansi pemerintah memotong PPh pasal 4 ayat 2 atas
pembayaran dan/atau penyerahan hadiah yang diberikan melalui
undian dengan nama dan dalam bnetuk apapun. Besarnya
pemotongan PPh pasal 4 ayat 2 tersebut adalah sebesar 25% dari
jumlah bruto hadiah undian. Nilai hadiah adalah nilai uang atau nilai
pasar apabila hadiah diserahkan dalam bentuk natura dan/atau
barang.
b. Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Atas Pemotongan oleh pemotong/pemungut pajak harus
disetorkan paling lambat tanggal 7 (tujuh) hari dengan
menggunakan SSP a.n WP bendahara. Pelaporan atas
pemotongan PPh yang bersifat final tersebut dilakukan dengan SPT
Masa Pasal 4 (2) paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Contoh
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran undian berhadiah dengan hadiah utama Laptop
senilai Rp10.000.000,00 kepada Andi Ansar. Bagaimana
pemotongan PPh atas transaksi tersebut?
Bendahara memotong PPh pasal 4 ayat 2 atas hadiah undian
senilai 25% x Rp10.000.000 = Rp2.500.000,00

A. Studi Kasus Pengujian Pemotongan/Pemungutan Pajak


Penghasilan
1. Belanja Honorarium
a. Simulasi Transaksi
PPSPM Pusdiklat anggaran menerima SPP GUP tagihan
pembayaran honorarium kelompok kerja Paket Pekerjaan
Renovasi Gedung Anggrek. Pembayaran honor dilakukan
bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan pada
tanggal 11 Mei 2020, dengan rincian sebagai berikut :

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


75
Nama Golongan Jabatan Honorarium
Hendra IV / a Ketua Rp1.200.000,00
Zain
Dodi III / c Sekretaris Rp1.000.000,00
Santoso
Heri II / d Anggota Rp 900.000,00

Bagaimana pengujian yang harus dilakukan PPSPM terhadap


pembayaran honorarium tersebut ?
b. Pengujian PPSPM
1) Menguji kebenaran perhitungan PPh pasal 21
Penghitungan PPh pasal 21 atas honor tersebut
didasarkan pada golongan dari penerima honor sebagai
berikut.
Nama Golongan Honorarium Tarif PPh terutang
Hendra IV / a Rp1.200.000,00 15% Rp180.000,00
Z
Dodi S III / c Rp1.000.000,00 5% Rp 50.000,00
Heri II / d Rp 900.000,00 0% Rp 0,00

2) Menguji kebenaran bukti setor pajak

NPWP 00.030.485.6.404.0

Nama Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan

Alamat Jalan raya Puncak KM 72 Gadog

Kota Bogor

Jenis Pajak PPh pasal 21 (411121)

Jenis Setoran Final / 402

Masa Pajak Mei s.d. Mei

Tahun Pajak 2020

Mata Uang Rupiah (Rp)

Jumlah Setor 230.000

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


76
Pembayaran/penyetoran pajak oleh bendahara paling lambat
dilakukan pada tanggal 18 Mei 2020

2. Belanja Barang
a. Simulasi Transaksi
PPSPM Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan menerima SPP
GUP atas transaksi pembayaran pembelian brankas dari UD
Sarana Kantor yang beralamat di Jl. Soleh Iskandar No.5 Bogor
dengan NPWP No.01.432.356.2-404.000. Atas transaksi tersebut
diterbitkan faktur bernomor seri 010.000.11.00000215 senilai
Rp25.000.000,00 (harga termasuk PPN) pada tanggal 18 Mei
2020. PPSPM melakukan pengujian atas lampiran SPP GUP
tersebut
1) Bagaimana perlakuan pajak apabila pembayaran dilakukan
dengan UP Tunai?
2) Bagaimana perlakuan pajak apabila pembayaran dilakukan
dengan UP KKP?
3) Bagaimana perlakuan pajak apabila UD Sarana Kantor
memberikan fotokopi Surat Keterangan WP dengan Bruto
tertentu?
b. Pengujian PPSPM
1). Menguji kebenaran perhitungan Pajak terkait
a) Pembayaran dilakukan dengan UP tunai
Terhadap transaksi tersebut harus dipungut :
• PPN karena brankas merupakan barang kena pajak
dimana nilai transaksinya diatas 2 juta rupiah,
diserahkan oleh pengusaha kena pajak, dan diserahkan
di daerah pabean.
• PPh pasal 22, karena nilai transaksinya jumlahnya lebih
dari 2 juta rupiah tidak termasuk PPN
Penghitungan Pemungutan PPN dan PPh pasal 22 adalah
sebagai berikut
Dasar Pengenaan Pajak
Nilai Kuitansi : Rp25.000.000,00

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


77
Dasar Pengenaan Pajak (100/110 x Rp25.000.000):
Rp22.727.273,00
PPN
10% x Rp22.727.273,00 : Rp 2.272.727,00
PPh pasal 22
1,5% x Rp22.727.273,00 : Rp 340.909,00

b) Pembayaran dilakukan dengan UP KKP


• Sesuai PMK 231/PMK.03/2019 pasal 18, Instansi
pemerintah tidak memungut PPN atas transaksi
pembayaran dengan kartu kredit pemerintah
• Sesuai PMK 231/PMK.03/2019 Pasal 12, instansi
pemerintah tidak melakukan pemungutan PPh Pasal
22 atas transaksi pembayaran dengan kartu kredit
pemerintah
c) Penyedia menyerahkan Fotokopi Surat Keterangan
peredaran bruto tertentu
Terhadap transaksi tersebut dipungut PPN dan PPh
Pasal 4 (2) sebesar
Dasar Pengenaan Pajak
Nilai Kuitansi : Rp25.000.000,00
Dasar Pengenaan Pajak (100/110 x Rp25.000.000):
Rp22.727.273,00
PPN
10% x Rp22.727.273,00 : Rp 2.272.727,00
PPh pasal 4 (2)
0,5% x Rp22.727.273,00 : Rp 113.636,00
Terhadap pemotongan PPh pasal 4 (2) tersebut
bendahara harus melampirkan fotokopi surat
keterangan dari penyedia yang sudah dilegalisir oleh
KPP dimana Surat Keterangan dikeluarkan

2). Menguji kebenaran pengisian E-Faktur


- Nama, alamat dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


78
Nama : UD Sarana Kantor
Alamat : Jl. Soleh Iskandar No.5 Bogor
NPWP : 01.432.356.2-404.000
- Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP/JKP
Nama : Bendahara Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan
Alamat : Jalan Raya Puncak KM.72, Gadog, Ciawi
NPWP : 00.321.765.8-401.000
- Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian
dan potongan harga
Nama Barang : Pembelian 1 buah brankas
Harga jual : Rp25.000.000,00
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut
Dasar Pengenaan Pajak : Rp22.727.273,00
PPN : Rp 2.272.727,00
- Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak dan
Kode dan Nomor Seri : 010.000.11.00000215, Tanggal 18
Mei 2020
- Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangan faktur
pajak, dimana tanda tangan dilakukan secara elektronik.
3). Menguji kebenaran penyetoran
NPWP 01.432.356.2-404.000

Nama UD Sarana Kantor

Alamat Jl. Soleh Iskandar No.5 Bogor

Kota Bogor

Jenis Pajak PPN Dalam Negeri (411211)

Jenis Setoran 910

Masa Pajak Mei s.d. Mei

Tahun Pajak 2020

Mata Uang Rupiah (Rp)

Jumlah Setor 2.272.727,00

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


79
NPWP 01.432.356.2-404.000

Nama UD Sarana Kantor

Alamat Jl. Soleh Iskandar No.5 Bogor

Kota Bogor

Jenis Pajak PPh Pasal 22 (411122)

Jenis Setoran 910

Masa Pajak Mei s.d. Mei

Tahun Pajak 2020

Mata Uang Rupiah (Rp)

Jumlah Setor 340.909,00

NPWP 01.432.356.2-404.000

Nama UD Sarana Kantor

Alamat Jl. Soleh Iskandar No.5 Bogor

Kota Bogor

Jenis Pajak PPh Pasal 4 (2) (411128)

Jenis Setoran 420

Masa Pajak Mei s.d. Mei

Tahun Pajak 2020

Mata Uang Rupiah (Rp)

Jumlah Setor 113.636,00

4). Menguji Kebenaran Bea Meterai


Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, satker sebagai
pihak penerima kuitansi terutang bea meterai.
• Untuk transaksi senilai Rp25.000.000,00 terutang bea
meterai senilai Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran
yang nilai transaksinya di atas Rp1.000.000,00.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


80
Latihan
Agar peserta dapat memahami materi Kegiatan Belajar 2 tentang pengujian
pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan, maka kepada peserta diminta
untuk mengerjakan latihan di bawah ini. Apabila peserta dalam mengerjakan
menemukan hambatan, maka peserta dapat membuka kembali pembahasan
terkait dengan latihan pada kegiatan belajar dari latihan tersebut.
PPSPM menerima SPP atas beberapa transaksi sebagaimana di bawah ini. Atas
transaksi tersebut lakukan pengujian terhadap pemotongan/pemungutan pajak
terkait:
1. Dalam daftar gaji satker Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan pegawai
atas nama Evan Dimas dengan status K/1, dengan gaji pokok sebesar
Rp2.696.200,00. Tercantum PPh 21 yang dipotong atas penghasilan Evan
Dimas sebesar Rp25.696,00. Apakah besaran pemotongan tersebut sudah
sesuai dengan ketentuan pemotongan PPh 21?
2. Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran atas pembelian ATK kepada CV Bobo senilai Rp 21.000.000,00
(harga termasuk PPN). Bendahara memungut PPh pasal 22 sebesar Rp
315.000,00, apakah besaran pemungutan tersebut sudah sesuai ketentuan?
3. PPK Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembayaran
pemeliharaan AC kepada CV Service dengan SPP LS sebesar Rp
25.000.000 (harga termasuk PPN). Atas transaksi tersebut PPK seharusnya
memotong PPh pasal berapa dan berapa besaran pajaknya?
4. PPK Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan menerbitkan SPP LS untuk
melakukan pembayaran sewa gedung untuk dijadikan tempat diklat kepada
PT Ayudya. Harga sewa gedung tersebut adalah Rp 30.000.000,00 (empat
puluh juta rupiah). Berapa PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh
atas transaksi tersebut?
5. PPK Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membangun gedung untuk
asrama. Berdasarkan kontrak yang dilakukan bersama konsultan perencana
yang telah memiliki kualifikasi usaha sebagai pengusaha jasa konstruksi,
disepakati nilai kontrak sebesar Rp 45.000.000,00 (termasuk PPN). Berapa
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong atas transaksi tersebut?

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


81
6. Berdasarkan soal nomor 1 s.d. 5 diatas sebutkan akun dan kode jenis
setoran yang dipakai untuk melakukan setoran atas pajak yang dipungut
atas transaksi tersebut!

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


82
Rangkuman
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian pemotongan
PPh pasal 21 terhadap pembayaran kepada wajib pajak orang pribadi dalam
negeri atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan dengan
nama dan bentuk apapun. Belanja negara yang dipungut PPh Pasal 21 tersebut
antara lain pembayaran gaji dan tunjangan, upah, honorarium dan pembayaran
sejenis lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dilakukan kepada
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Honorer, anggota TNI atau Polri, Pejabat
Negara atau Pegawai Tidak Tetap.

Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian pemungutan


PPh pasal 22 terhadap pembayaran atas penyerahan barang yang dibeli dari
APBN/APBD dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Pengecualian pemungutan PPh pasal 22 atas pembayaran pembelian barang oleh
Bendahara Pemerintah/ KPA/Penerbit SPM/Bendahara Pengeluaran lain antara
lain
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)
tidak termasuk PPN dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
2. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja instansi pemerintah
pusat
3. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas,
pelumas, benda-benda pos; dan pemakaian air dan listrik;
4. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
5. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras
6. Pembayaran kepada wajib pajak yang memiliki dan menyerahkan fotokopi
surat keterangan atas WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.
7. Pembayaran untuk pembelian barang kepada WP yang menyerahkan fotokopi
surat keterangan bebas pemotongan/pemungutan PPh yang telah dilegalisasi
KPP.

Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian


pemotongan PPh pasal 23 atas pembayaran kepada wajib pajak dalam negeri dan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


83
Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang bersumber dari pemanfaatan
modal, penggunaan harta dan Jasa. Pembayaran tersebut dapat berupa
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta , kecuali
sewa tanah dan bangunan;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi,
jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 26 atas pembayaran kepada wajib pajak luar negeri (baik
orang pribadi maupun badan) selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) atas pembayaran :
1. sewa tanah dan/atau bangunan,
2. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
3. pembayaran atas usaha jasa kontruksi.
4. hadiah undian
5. pembelian barang atau penggunaan jasa dari wajib pajak yang memiliki
persedaran bruto tertentu

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


84
PENGUJIAN
PEMUNGUTAN PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI
BARANG DAN JASA
KEGIATAN DAN PAJAK
BELAJAR III PENJUALAN ATAS
BARANG MEWAH

INDIKATOR PEMBELAJARAN
A. Menjelaskan Ruang Lingkup Pengujian Pemungutan
PPN dan PPn BM
B. Menjelaskan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
C. Menghitung Dasar Pengenaan Pajak
D. Melaksanakan Pengujian Pemungutan dan Pemotongan
Pajak Belanja Negara

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


85
Uraian dan Contoh
A. Ruang Lingkup Pengujian PPN dan PPn BM
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian
terhadap pemungutan PPN atas pembayaran Barang/jasa sebagai berikut:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak
(JKP) yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penyedia
barang/jasa;
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean.
PPn BM hanya dipungut dalam hal PKP Penyedia Barang/Jasa
adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah.
PPn BM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP
yang tergolong mewah. Tujuan pengenaan pajak atas barang mewah
tersebut, antara lain:
1. Perlunya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. Pengendalian pola konsumsi barang mewah; dan
3. Perlunya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.
Dengan demikian, yang dimaksud barang mewah adalah:
1. Barang yang bukan kebutuhan pokok masyarakat.
2. Barang konsumsi masyarakat tertentu.
3. Pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
dan menunjukkan status.

B. Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak


Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang
menetapkan sebaliknya. Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan
PPN, antara lain:
1. Pembayaran dengan nilai paling banyak Rp 2.000.000,00 tidak

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


86
termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPnBM terutang dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
2. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah
3. Pembayaran untuk pengadaan tanah.
4. Pembayaran untuk penyerahan BBM oleh Pertamina;
5. Pembayaran atas penyerahan jasa telekomunkasi oleh perusahaan
telekomunikasi.
6. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh
perusahaan penerbangan.
7. Pembayaran atau penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan
perundang-undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN
tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Himpunan
Peraturan Perpajakan pasal 4A, jenis barang yang tidak dikenakan
PPN yakni barang tertentu dalam kelompok barang :
a. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah
makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga
atau katering.
b. Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa
negara dan surat berharga.
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang
ditentukan lain oleh Undang-Undang PPN. Berdasarkan UU Nomor 7
Tahun 2021 tentang Himpunan Peraturan Perpajakan pasal 4A, jenis
jasa yang tidak dikenakan PPN yakni barang tertentu dalam kelompok
barang :
a. jasa keagamaan;
b. jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan obyek
pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan
retribusi daerah
c. jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


87
penyewaan ruangan di hotel yang merupakan obyek pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak dan retribusi daerah.
d. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa
sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat
dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut
tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
e. jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau
penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik
tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada
pengguna tempat parkir yang meruapakan obyek pajak daerah
dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah.
f. jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan
penyediaan makanan dan minuman yang merupakan obyek pajak
daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah.
Berdasarkan PMK 18/PMK.010/2015 tentang kriteria jasa boga
atau katering yang termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN dijelaskan:
1. Jasa catering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman
yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan, penyimpanan dan penyajian untuk disajikan di lokasi yang
diinginkan oleh pemesan.
2. Penyajian makanan dan atau minuman di lokasi dapat dilakukan
dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.
3. Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu
penjualan makanan dan atau minuman yang dilakukan melalui tempat
penjualan berupa toko, kios dan sejenisnya untuk menjual makanan
dan atau minuman baik penjualan secara langsung maupun tidak
langsung/pesanan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


88
Selanjutnya pada pasal 16 B Undang-undang 7 tahun 2021 dijelaskan PPN
terutang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk
penyerahan barang kena pajak tertentu atau penyerahan jasa kena pajak
tertentu untuk tujuan :
a. mendorong ekspor dan hilirisasi industry yang merupakan prioritas
nasional
b. menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam
bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang
telah diratifikasi serta kelaziman internasional lainnya
c. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan
vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional
d. meningkatkan Pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan
membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci dan buku
pelajaran agama dengan harga relatif terjangkau masyarakat.
e. mendorong pembangunan tempat ibadah
f. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan
hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri
g. mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang
Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan bea masuk
h. membantu tersedianya Barang kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam
dan bencana non alam yang ditetapkan sebagai bencana alam
nasional dan bencana non alam nasional.
i. menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong
kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu
yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai yang
perbandingan antara volume barang dan orang yang harus
dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat
tinggi
j. mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat
strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain :
1. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


89
2. jasa pelayanan Kesehatan medis tertentu dan yang berada
dalam sistem program jaminan Kesehatan nasional
3. jasa pelayanan social
4. jasa keuangan
5. jasa asuransi
6. jasa Pendidikan
7. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan
udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari
jasa angkutan luar negeri
8. jasa tenaga kerja

Bukti pungutan PPN yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak


(PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak dibuat dalam bentuk Faktur Pajak. Faktur pajak ini wajib dibuat oleh
PKP pada saat:
- penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak
- penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan barang kena pajak dan/atau sebelum
penyerahan jasa kena pajak
- penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian
tahap pekerjaan.
Orang pribadi atau badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dilarang membuat faktur. PKP dapat dikenai sanksi
administrasi sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak apabila tidak
membuat faktur pajak, tidak mengisi faktur pajak secara lengkap dan
melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak.

C. Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM


Dasar pemungutan PPN dan PPn BM yakni berdasarkan jumlah
pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian,
maupun pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


90
kepada PKP Penyedia Barang/jasa. Jumlah pembayaran yang dilakukan
oleh pemungut PPN tersebut, termasuk PPN dan PPn BM yang terutang
tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan
pemungutan PPN dan/atau PPn BM maupun tidak. PPN yang dipungut
oleh bendahara adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran (harga yang
sudah termasuk PPN).
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan pajak yang meliputi harga Jual,
Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Nilai lain adalah nilai
berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain
sesuai PMK 38/PMK.03/2013 ditetapkan bermacam-macam antara lain
1. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen)
dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
2. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah
10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
Untuk menghitung besaran PPN terutang dilakukan dengan
mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Adapun tarif PPN dan
PPn BM adalah
1. Tarif PPN
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak. Apabila penyerahan barang
kena pajak selain terutang PPN juga terutang PPnBM, maka jumlah
PPnBM yang wajib dipungut oleh adalah sebesar tarif PPnBM yang
berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Instansi pemerintah memungut PPN adatu PPN dan PPnBM yang
terutang pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara
langsung dari tagihan PKP rekanan pemerintah. Pembayaran kepada
rekanan tidak termasuk jumlah PPN atau PPN dan PPn BM. Instansi
pemerintah kemudian menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM yang
telah dipungut ke kas negara.
Penyetoran dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal
pelaksanaan pembayaran dengan mekanisme UP, atau pada hari

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


91
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran apabila pembayaran
dilakukan dengan mekanisme Langsung.
2. Tarif PPn BM
Tarif PPn BM yang berlaku sekarang ini paling rendah 10% dan
paling tinggi 200%. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara
kepada PKP, sehubungan dengan penyerahan BKP atau JKP, maka
PPN terutang pada saat penyerahan BKP atau JKP. Pemungutan PPN
dan/atau PPn BM oleh Bendahara dilakukan pada saat dilakukan
pembayaran kepada penyedia barang/jasa Pemerintah, dengan cara
pemungutan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak
Rekanan/penyedia barang/jasa Pemerintah tersebut.
Contoh
Satker Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan perikatan
kepada PT Kiriman Kilat untuk pengiriman paket buku sebesar
Rp10.000.000,00. Terhadap perikatan itu bendahara harus memungut
PPN sebesar:
Harga jasa pengiriman : Rp 10.000.000,00

Dasar Pengenaan Pajak : 10% x Rp10.000.000,00

: Rp 1.000.000,00

PPN : 10% x Rp1.000.000,00

: Rp100.000,00

Contoh
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembelian komputer
ke CV Wijaya yang beralamat di Jalan Sewu 1 Nomor 14 Bogor, dengan
NPWP 01.029.298.0.561.000 dan NPPKP 01.562.358.3-529.000.
Pembayaran sebesar Rp11.000.000,00 (termasuk PPN) dilakukan pada
tanggal 8 April 2020. Bagaimana kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan oleh bendahara?
Pemungutan PPN
Jumlah Pembayaran termsuk PPN Rp11.000.000,00
Dasar Pengenaan Pajak

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


92
Rp11.000.000,00 x 100/110 Rp10.000.000,00
PPN yang dipungut 10 % x Rp 10.000.000,00 Rp1.000.000,00

Pemungutan PPh pasal 22


Dasar Pengenaan Pajak
Rp11.000.000,00 x 100/110 Rp10.000.000,00
PPh ps 22 dipungut 1,5 % x Rp 10.000.000,00 Rp150.000,00

D. Studi Kasus Pengujian Pemotongan atau Pemungutan


Pajak Belanja Negara
1. Belanja Barang
Simulasi Transaksi
Pada bulan Mei 2020 PPSPM Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan menerima SPP atas transaksi sebagaimana berikut:
a. Pembelian makanan dari sebuah restoran untuk keperluan rapat
sebesar Rp 900.000,00
b. Pembelian bensin untuk kendaraan dinas Rp700.000,00, tagihan
listrik sebesar Rp 800.000,00 dan pembelian benda pos sebesar
Rp400.000,00 dari kantor pos
c. Pembelian ATK pada tanggal 18 Mei 2020 sebesar Rp
33.000.000,00 (harga sudah termasuk PPN) kepada CV
Betacomp dengan NPWP 06.325.456.3-404.000. Atas pembelian
itu CV Betacomp menerbitkan faktur dengan kode nomor seri
020.000-13.00000101.
Terhadap transaksi tersebut bagaimana kewajiban perpajakan?
a. Transaksi Pembelian Makanan
1) Pemungutan PPh pasal 22
Pembelian makanan siap saji di restoran pada dasarnya harus
dipungut PPh pasal 22, akan tetapi karena nilai pembeliannya
di bawah Rp2.000.000,00 maka atas pembelian tersebut tidak
dipungut PPh pasal 22

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


93
2) Pemungutan PPN
Pembelian makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya merupakan
barang yang tidak dikenai PPN sehingga atas pembelian
tersebut tidak dipungut PPN.
b. Transaksi pembelian BBM, listrik dan benda pos
1) Pemungutan PPh
Atas pembelian BBM, Listrik dan benda pos tidak dipungut PPh
pasal 22.
2) Pemungutan PPN
Terkait dengan PPN, dalam hal bahan bakar minyak dibeli dari
Pertamina maka tidak dilakukan pemungutan PPN. Selain itu,
listrik ditetapkan sebagai barang kena pajak tertentu yang
dibebaskan dari pemungutan PPN sehingga atas pembayaran
tagihan listrik tidak perlu dipungut PPN.
Sedangkan atas pembelian benda pos karena nilai pembelian
di bawah Rp2.000.000,00 maka tidak dipungut PPN oleh
Bendaharawan.
c. Transaksi pembelian ATK
1) Pemungutan PPh pasal 22
Pembelian komputer dipungut PPh pasal 22 karena total
pembelian telah melebihi nilai Rp2.000.000,00
Besarnya PPh Pasal 22 yang harus dipungut adalah :
Karena nilai pembayaran sebesar Rp33.000.000,00 termasuk
PPN, maka harus dicari dulu nilai jual sebelum pajak atau dasar
pengenaan pajak
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Rp 33.000.000,00 x 100/110
= Rp 30.000.000,00
PPh Pasal 22 = Rp30.000.000,00 x 1,5 %
= Rp 450.000,00
Dalam hal CV Betacomp merupakan wajib pajak dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak
yang dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0,5%, dibebaskan
dari pemungutan PPh pasal 22 sepanjang dapat menyerahkan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


94
fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan atau
Pemungutan Pph pasal 22 atas nama CV Betacomp yang telah
dilegalisasi oleh KPP tempat wajib pajak terdaftar. Selanjutnya
wajib dipotong PPh Pasal 4 (2) sebesar
PPh Pasal 22 = Rp30.000.000,00 x 0,5 %
= Rp 450.000,00

2) Pemungutan PPN
Komputer pada dasarnya merupakan salah satu jenis barang
kena pajak, sehingga PPN yang dipungut sebesar :
PPN = Rp30.000.000,00 x 10 %

= Rp 150.000,00
d. Bea Meterai
Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai
pihak penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar:
1) Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00;
2) Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp1.000.000,00.
2. Belanja Jasa
Simulasi Transaksi
PPSPM Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan menerima SPPuntuk
transaksi pembayaran pembuatan seragam kantor kepada PT Valino
yang beralamat di Jl. Baru No.5 Bogor dengan NPWP No.02.425.347.2-
404.000 pada tanggal 4 Mei 2020 dengan menerbitkan faktur pajak
bernomor seri 020.000.13.00000875. Dalam perjanjian disepakati
bahwa bahan baku kain berasal dari Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan, PT Valino menyediakan bahan tambahan. Imbalan
yang disepakati sebesar Rp33.000.000,00 dengan rincian:
Biaya jasa maklon Rp 25.000.000,00
Biaya untuk bahan tambahan Rp 5.000.000,00
PPN 10% Rp 3.000.000,00
Jumlah Rp 33.000.000,00
Bagaimana kewajiban perpajakan bendahara?

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


95
a. Pemotongan/Pemungutan PPh
• Atas pembayaran ongkos pembuatan baju seragam kepada PT
Valino dipotong PPh pasal 23 atas jasa maklon sebesar
2% x Rp25.000.000,00 = Rp500.000,00
• Atas pembayaran bahan tambahan kepada PT Valino dipungut
PPh pasal 22 atas belanja barang sebesar
1,5% x Rp5.000.000,00 = Rp 75.000,00
• Namun apabila tidak ada bukti pendukung atas rincian tagihan
diatas jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh pasal 23
adalah sebesar Rp30.000.000,00, sehingga pengenaan pajak
yang dilakukan bendahara sebesar
2 % x Rp30.000.000,00 = Rp600.000,00
• Dalam hal CV Valino merupakan Wajib Pajak dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun
pajak yang dikenai PPh final dengan tarif sebesar 0,5%,
dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 23 sepanjang CV
Valino dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas
Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh atas nama CV Valino
yang telah dilegalisasi oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar.
b. Pemungutan PPN
Atas penyerahan jasa maklon dan bahan tambahan tersebut.
Bendahara memungut PPN sebesar
10% x Rp30.000.000,00 = Rp3.000.000,00

c. Bea Meterai
Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, bendahara sebagai
pihak penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar:
• Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00;
• Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp1.000.000,00.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


96
3. Belanja Modal
Simulasi Transaksi
PPSPM Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan menerima
SPP atas transaksi pembayaran rehabilitasi gedung asrama diklat
kepada PT Indoraya konsultan (ber NPWP dan sebagai PKP,
mempunyai kualifikasi usaha) dengan nilai kontrak Rp 44.000.000,00
(termasuk PPN).
Terhadap perikatan tersebut PT Indoraya Konsultan menerbitkan
faktur bernomor seri 020.000-13.00000950. Bagaimana kewajiban
terhadap perpajakan tersebut
a. Pemungutan PPh pasal 4 (2)
Terhadap pembayaran tersebut dilakukan pemotongan/
pemungutan pajak sebesar:
PT Indoraya Konsultan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Rp44.000.000,00 x 100/110
= Rp40.000.000,00

PPh pasal 4 (2) = Rp40.000.000,00 x 4%


= Rp1.600.000,00

PPh final tersebut dipotong dari pembayaran kepada PT Indoraya


Konsultan
b. Pemungutan PPN
Pemungutan PPN sebesar 10%
PPN = Rp40.000.000,00 x 10%
= Rp4.000.000,00
c. Bea Meterai
Dalam setiap pembuatan bukti pembayaran, satker sebagai pihak
penerima kuitansi terutang bea meterai sebesar:
• Rp3.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp250.000,00 s.d. Rp1.000.000,00;
• Rp6.000,00 di setiap bukti pembayaran yang nilai transaksinya
di atas Rp1.000.000,00.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


97
Latihan
Agar peserta dapat memahami materi Kegiatan Belajar 3 tentang Pengujian
pemotongan atau pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, maka kepada peserta diminta untuk
mengerjakan latihan di bawah ini. Apabila peserta dalam mengerjakan
menemukan hambatan, maka peserta dapat membuka kembali pembahasan
terkait dengan latihan pada kegiatan belajar dari latihan tersebut.
1. Jelaskan ruang lingkup pemungutan PPN oleh PPSPM?
2. Jenis barang apa saja yang dibebaskan dari pungutan PPN? Berikan contoh!
3. Jenis jasa apa saja yang dibebaskan dari pungutan PPN? Berikan contoh!
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak?
5. Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan
pembayaran pengadaan komputer kepada CV Usaha Komputer sebesar Rp
45.000.000,00. Terhadap pembayaran tersebut berapakah PPN dan PPh
yang harus dipungut oleh bendahara?
6. PPK Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembayaran
akomodasi hotel kepada Park Hotel sebesar Rp 40.000.000,00. Perhitungan
PPN dan PPh yang harus dipungut atau disetor adalah sebesar?

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


98
Rangkuman
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian terhadap
pemungutan PPN atas pembayaran Barang/jasa sebagai berikut:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dilakukan oleh PKP Penyedia barang/jasa;
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah BKP dan JKP, kecuali
undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pembayaran yang dikecualikan dari
pemungutan PPN, antara lain:
a. Pembayaran dengan nilai paling banyak Rp 2.000.000,00 tidak termasuk
jumlah PPN atau PPN dan PPnBM terutang dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah.
b. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah
c. Pembayaran untuk pengadaan tanah.
d. Pembayaran untuk penyerahan BBM oleh Pertamina;
e. Pembayaran atas penyerahan jasa telekomunkasi oleh perusahaan
telekomunikasi.
f. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan
penerbangan.
g. Pembayaran atau penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan di bidang perpajakan, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau
dibebaskan dari pengenaan PPN.
Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan
Tarif PPn BM yang berlaku sekarang ini paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.

Dasar pemungutan PPN dan PPn BM yakni berdasarkan jumlah


pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, maupun
pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


99
Penyedia Barang/jasa. Jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN
tersebut, termasuk PPN dan PPn BM yang terutang tanpa memperhatikan apakah
dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan/atau PPn BM
maupun tidak. PPN yang dipungut oleh bendahara adalah 10/110 bagian dari
jumlah pembayaran (harga yang sudah termasuk PPN).

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


100
PENGUJIAN
PENGENAAN BEA
METERAI
KEGIATAN
BELAJAR IV

INDIKATOR PEMBELAJARAN
A. Menjelaskan Ruang lingkup Pengujian Pengenaan Bea
Meterai
B. Menjelaskan Tata Cara Pelunasan Bea Meterai

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


101
Uraian dan Contoh
A. Ruang Lingkup Pengenaan Bea Meterai
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian terhadap
pengenaan bea meterai atas dokumen yang ditulis di atas kertas. Bea meterai
adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang-
Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Dasar hukum pengenaan bea
meterai adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai.
Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2021. Dokumen yang menjadi
objek pemungutan adalah dokumen yang ditulis atau tulisan dalam bentuk tulisan
tangan, cetakan atau elektronik yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau
keterangan

1. Dokumen yang Dikenakan Bea Meterai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai


menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang dikenakan tarif bea meterai antara
lain sebagaimana Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Dokumen yang Dikenakan Bea Meterai

No Objek Tarif
1 Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk
menerangkan mengenai suatu kejadian yang
bersifat perdata, meliputi
a Surat perjanjian, surat keterangan, surat
pernyataan atau surat lainnya yang sejenis
beserta rangkapnya
b Akta notaris beserta grosse, Salinan dan
kutipannya
c Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta
Salinan dan kutipannya
d Surat berharga dengan nama dan dalam
bentuk apapun
e Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Rp10.000,00
Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


102
No Objek Tarif
f Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah
lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah
lelang, dan grosse risalah lelan
G Dokumen yang menyatakan jumlah uang
dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) yang :
a Menyebutkan penerimaan uang atau
b berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau
sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan
8 Dokumen yang akan digunakan sebagai alat
pembuktiandi muka Pengadilan.

2. Dokumen yang Tidak Dikenakan Bea Meterai

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020


disebutkan bahwa terdapat dokumen-dokumen tertentu tidak
dikenakan bea meterai, antara lain sebagai berikut.
a. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang :
1) surat penyimpanan barang;
2) konosemen;
3) surat angkutan penumpang dan barang;
4) bukti pengiriman dan penerimaan barang;
5) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan
pengirim; dan
6) surat-surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan 5
tersebut.
b. Segala bentuk ijazah, yang termasuk dalam pengertian ini adalah
Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan
telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran.
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja
serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan
pembayaran tersebut.
d. Tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, kas
pemerintah daerah, dan bank dan lembaga lainnya yang ditunjuk

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


103
oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan peruandang-
undangan
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya
yang dapat disamakan dengan itu dari kas Negara, kas pemda,
bank dan lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan
ketentuan peraturan peruandang-undangan
f. Tanda terima penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan
intern organisasi.
g. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga,
pembayaran uang simpanan kepada penyimpan oleh bank,
koperasi, dan badan lainnya yang menyelenggarakan
penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh
kustodian kepada nasabah.
h. Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
j. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter
B. Tata Cara Pelunasan Bea Meterai
Pihak yang terutang bea meterai adalah pihak yang mendapat manfaat
dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan
menentukan lain. Pelunasan bea meterai terhadap dokumen yang terutang
bea meterai dapat dilakukan dengan meterai atau surat setoran pajak.
Meterai sebagai alat pelunasan bea meterai dapat berupa meterai temple,
meterai elektronik atau meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh
menteri keuangan. Pelunasan dengan menggunakan meterai bentuk lain
harus mendapat izin dari Ditjen Pajak
1. Meterai tempel
Pelunasan dengan meterai tempel/benda meterai diatur
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 122A/PJ/2000
tanggal 1 Mei tahun 2000. Pelaksanaan pelunasan dilakukan dengan
menempelkan meterai di tempat di mana tanda tangan akan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


104
dibubuhkan dan tanda tangan tersebut harus dibubuhkan sebagian di
atas meterai tempel dan sebagian di atas dokumen.

2. Meterai elektronik
Meterai elektronik memiliki kode unik dan keterangan tertentu

3. Menggunakan mesin tera bea meterai (taxograph)


Pelunasan bea meterai dengan mesin tera bea meterai dapat
dilakukan dengan izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dan hasil
pencetakan bea meterai lunas dibayar, dilaporkan ke Direktur Jenderal
Pajak (Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
133B/KMK.04/2000), dengan ketentuan pelunasan dengan
membubuhkan tanda meterai lunas dibayar.
Cara pelunasan dengan mesin tera hanya diperkenankan kepada
penerbit dokumen yang melakukan pemeteraian dengan jumlah rata-
rata setiap hari minimal 50 dokumen. Berikut ini beberapa hal yang
wajib diperhatikan dalam hal penerbitan dokumen yang menggunakan
mesin tera, antara lain:
a. penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan bea meterai
dengan mesin tera bea meterai harus mengajukan izin secara
tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat dengan
mencantumkan jenis/merek dan tahun pembuatan mesin tera
yang akan dipergunakan. Dilampiri surat pernyataan tentang
jumlah rata-rata dokumen yang harus dilunasi bea meterai setiap
hari;
b. sebelum menggunakan mesin tera bea meterai, harus melakukan
penyetoran di muka minimal sebesar Rp15.000.000,00 ke Kas
Negara (melalui bank persepsi);
c. kepada penerbit dokumen yang mendapat izin penggunaan
mesin tera bea meterai berkewajiban untuk:
1) menyampaikan laporan bulanan ke Kantor Pelayanan Pajak
setempat, paling lambat tanggal 15 setiap bulan.
2) apabila mesin tera tidak dipakai lagi, harus membuat
laporan paling lambat satu bulan setelah mesin tera tidak
dipakai.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


105
d. izin penggunaan mesin tera bea meterai berlaku 2 tahun, apabila
sudah melewati batas waktu 2 tahun dan tidak diperpanjang
izinnya, maka izin penggunaan mesin tera bea meterai tersebut
dicabut.
e. laporan ke kantor Pelayanan Pajak akan mengakibatkan
pencabutan izin penggunaan mesin tera bea meterai.

4. Menggunakan alat cetak


Pelunasan bea meterai dengan menggunakan alat cetak,
dilaksanakan oleh Perum PERURI dan/atau Perusahaan Sekuriti yang
mendapat izin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
(BASUPAL) yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro dan
efek dengan nama atau bentuk apapun;
b. harus dilakukan pembayaran di muka sejumlah dokumen yang
harus dilunasi bea meterai ke kas negara melalui bank persepsi;
c. mengajukan izin ke Direktur Jenderal Pajak;
d. Perum PERURI harus lapor bulanan ke Direktur Jenderal Pajak
paling lambat tanggal 10 di bulan berikutnya;
e. tanpa izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dapat dikenakan
sanksi pidana selama-lamanya 7 tahun.
5. Menggunakan Sistem Komputerisasi
Pelunasan dengan sistem komputerisasi dilaksanakan hanya
untuk dokumen yang berbentuk surat:
a. yang menyebutkan jumlah uang;
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening bank;
c. yang berisi pengakuan bahwa utang yang seluruhnya atau
sebagian telah dilunasi.
Pelaksanaan penggunaan sistem komputerisasi dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Pelaksanaannya harus mengajukan izin tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


106
perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi bea
meterai setiap hari.
b. Penerbit dokumen dengan membubuhkan tanda bea meterai
lunas dengan sistem komputer, harus terlebih dahulu melakukan
pembayaran bea meterai di muka, minimal sebesar perkiraan
jumlah dokumen yang harus dilunasi bea meterai setiap bulannya
ke rekening Kas Negara, yang mana penyetorannya melalui bank
persepsi.
c. Pelunasan dengan menggunakan komputerisasi harus membuat
laporan bulanan tentang realisasi penggunaan (paling lambat
tanggal 15 setiap bulannya).
d. Saldo bea meterai yang lebih dibayar pada saat mengajukan izin
masih mencukupi kebutuhan untuk pemeteraian 1 bulan.

Gambar 4.1. Cara Pelunasan Bea Meterai

Cara Pelunasan Bea Meterai

Pelunasan

Benda
Meterai
Cara Lain

Meterai Meterai Mesin Sistem


Teraan Teknologi
Tempel Elektronik Kompu
Meterai Percetakan
terisasi
Digital
Tempel

Cek Billing
Bilyet statemen
Giro tTagihan
Telepon
etc

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


107
Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi bea meterai sebagaimana
mestinya maka akan dikenakan pemeteraian kembali sebesar bea meterai yang
terutang ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 100% dari bea meterai
yang terutang.

C. Studi Kasus Pelunasan Bea Meterai


Contoh kasus :
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaanmelakukan pembayaran
kepada Toko Kue “Annisa” atas pembelian konsumsi dalam rangka rapat
koordinasi sebesar Rp.5.100.000,00. Pembayaran dilakukan berdasarkan
bukti pembelian (invoice) yang diberikan oleh toko kue “Annisa”. Atas dokumen
tersebut apakah harus dikenakan bea meterai?

Jawaban
Sesuai Perpres 54 tahun 2010 pada pasal 55 disebutkan bahwa tanda bukti
perjanjian terdiri atas bukti pembelian, kuitansi, Surat Perintah Kerja (SPK) dan
surat perjanjian. Bukti pembelian digunakan untuk pengadaan barang/jasa
yang nilainya sampai dengan Rp.10.000.000,00.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, dokumen yang
menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah) dikenakan bea meterai sebesar Rp. Rp.10.000,00.
Sesuai surat Direktur Jenderal Anggaran Nomor S-73/PJ.533/2001 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 dijelaskan bahwa faktur
penjualan (invoice) tidak dikenakan bea meterai sepanjang tidak digunakan
sebagai bukti penerimaan uang. Dalam hal faktur penjualan (invoice)
digunakan sebagai tanda bukti penerimaan uang, atas faktur penjualan
tersebut dikenakan bea meterai sesuai batasan yang ditentukan.
Berdasarkan ketentuan diatas maka bukti pembelian kepada toko kue “Annisa”
dikenakan bea meteraisebesar Rp.10.000,00 sepanjang bukti pembelian
tersebut dijadikan sebagai bukti penerimaan uang.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


108
Latihan
Agar peserta dapat memahami materi Kegiatan Belajar 4 tentang Bea
Meterai, maka kepada peserta diminta untuk mengerjakan latihan di bawah ini.
Apabila peserta dalam mengerjakan menemukan hambatan, maka peserta dapat
membuka kembali pembahasan terkait dengan latihan pada kegiatan belajar dari
latihan tersebut.
1. Jelaskan yang menjadi objek pemungutan bea meterai!
2. Sebutkan dokumen yang dikenakan tarif bea meterai Rp10.000,00!
3. Sebutkan dan jelaskan tata cara dan pelunasan bea meterai!

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


109
Rangkuman
Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM) melakukan pengujian terhadap
pengenaan bea meterai atas dokumen yang ditulis di atas kertas. Pada dasarnya,
bea meterai terutang pada saat dokumen tersebut selesai dibuat atau pada saat
dokumen tersebut selesai digunakan. Pihak yang terutang bea meterai adalah
pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang
bersangkutan menentukan lain. Pelunasan bea meterai terhadap dokumen yang
terutang bea meterai dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
menggunakan benda meterai/meterai tempel, menggunakan kertas meterai/kertas
segel, dan menggunakan mesin tera bea meterai (taxograph).

Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea meterai yang


dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea
meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya. Pelanggaran dalam pelunasan
bea meterai terjadi sebagai akibat dari pelanggaran formal dan pelanggaran
material. Sanksi terkait dengan bea meterai ini mencakup sanksi administrasi dan
sanksi pidana. Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang
terutang mempunyai daluwarsa setelah melampaui waktu 5 tahun sejak tanggal
dokumen dibuat, kecuali untuk kuitansi.

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


110
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pajak. 2016. Bendahara Mahir Pajak, Jakarta


Halim, Abdul; Icuk Rangga Bawono, Amin Dara.2014. Perpajakan, Konsep,
Aplikasi, Contoh dan Studi Kasus. Salemba Empat. Jakarta
Mardiasmo. 2009. Perpajakan Edisi Terbaru 2016. Yogyakarta: ANDI.
Supramono, Theresia Woro Damayanti.2014. Perpajakan Indonesia, Mekanisme
dan Perhitungan. Andi. Yogyakarta
Rahardjo, Budi. 2012. Perpajakan Bendahara Pengeluaran. Pusdiklat Anggaran
dan Perbendaharaan.
Tatang, Hasanudin. 2013, PPh Pemotongan/Pemungutan: dbuku
Tim Kreatif.2010. Undang-Undang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan
(KUP) (Edisi Revisi 2010): Fokus Media
Sakti, Dr.Nufransa Wira dan Asrul Hidayat, SE. E-Faktur Mudah dan Cepat:
Jakarta

Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)


111
Pelatihan Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM)
112

Anda mungkin juga menyukai