Anda di halaman 1dari 13

Pajak Bagi Yayasan dan Organisasi Nirlaba Lainnya

Oleh Dony Hasibuan / Kamis 26 September 2013 / 4 Komentar


Menurut undang-undang, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Pajak Bagi Yayasan dan Organisasi Nirlaba Lainnya


Di Indonesia juga banyak ditemukan yayasan dan organisasi nirlaba yang bersifat sosial.
Apakah mereka juga harus membayar pajak, padahal tidak bersifat profit? Kita simak
penjelasan berikut ini.
Memahami definisi Yayasan dibentuk berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004.Menurut
undang-undang, Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan
dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Hal-hal prinsip yang perlu dipahami tentang Yayasan adalah sebagai berikut.

Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
tujuannnya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu
badan usaha, dengan syarat sebagai berikut.

1. Sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan.


2. Bentuk usaha tempat investasi bersifat perspektif dengan ketentuan seluruh
penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai
kekayaan Yayasan.
3. Anggota pembina, pengurus, dan pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai
anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisaris atau pengawas dari
badan usaha.

Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus,
dan pengawas.

Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh
Yayasan berdasarkan undang-undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas,
kecuali:

1. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas.
2. Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.

Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk
uang atau barang. Selain itu kekayaan yayasan dapat diperoleh dari hal-hal berikut ini.

1. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat.


2. Wakaf.
3. Hibah.
4. Hibah wasiat.
5. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar Yayasan dan atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan
berdasarkan undang-undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak
langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat
dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas.

Aspek dan Teknis Perpajakan


Menurut UU PPh, Yayasan adalah subjek pajak. Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima
atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak
menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak, Yyasan tetap menjadi
wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak. Sebagai contoh, Yayasan
bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah,
tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum
pelaksanaan hak dan kewajiban Yayasan sama dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal
khusus yang diatur tersendiri. Hal umum yang perlu diperhatikan yayasan dan organisasi
nirlaba adalah sebagai berikut.

Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang tujuan, kegiatan
utama, karakteristik yayasan. Hal ini untuk memastikan jenis pajak yang menjadi
kewajiban kita.

Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan ini
dijalankan apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau
jasa kena pajak sesuai UU PPN.

Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang berlaku. Dalam


menghitung penghasilan netto diperkenankan mengurangkan biaya-biaya yang
berhubungan langsung dengan usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU
PPh). Penyusutan/amortisasi juga bisa menjadi faktor pengurang (perhatikan pasal 11
dan 11A UU PPh).

Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati berbagai fasilitas
pengecualian oleh undang-undang perpajakn jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai
contoh, sebuah Yayasan yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan
tentu saja berdampak bahwa Yayasan menjadi sekadar nama bukan sebagai bentuk
usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya.

PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk melayani
kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan
nasional, serta yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Hal-hal Khusus yang Perlu Diperhatikan oleh Yayasan

Bidang pendidikan dan atau penelitian dan pengembangan.

1. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali
dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada
pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya,
dalam jangka waktu paling lama empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
2. Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya
pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau
penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib
pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 2 disampaikan bersamaan dengan
penyampaian SPT tahunan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling
lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu empat (4) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut.
4. Apabila nyata-nyata nirlaba, atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima
bukan merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Badan sosial termasuk Yayasan dan Koperasi yang kegiatannya semata-mata


menyelenggarakan kegiatan berikut ini.

1. Pemeliharaan kesehatan.
2. Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).
3. Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat.
4. Santunan dan atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya.
5. Pemberian beasiswa.
6. Pelestarian lingkungan hidup.
7. Kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.
Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Disarikan dari buku: Buku Pintar Menghitung Pajak, penulis: Yustinus Prastowo, halaman:
178-182.

Bukan Subjek Pajak


Sesuai dengan kelaziman diplomasi antar negara bahwa ada organisasi
Internasional dan pejabat organisasi tersebut yang ditetapkan sebagai
bukan subjek Pajak. Bahkan khusus kantor perwakilan negara seperti
kantor kedutaan besar dianggap sebagai negara lain. Misalkan Kantor
Kedutaan Besar Malaysia di Jalan Rasuna Said Jakarta dianggap sebagai
wilayah hukum Malaysia sehingga berlaku peraturan perundangundangan Malaysia, bukan peraturan Indonesia. Karena itu sangat wajar
jika para pejabat Kedutaan Besar tersebut bukan subjek pajak Indonesia
tapi subjek pajak Malaysia.
Berkaitan dengan organisasi Internasional, maka tidak semua organisasi
tersebut otomatis dikecualikan sebagai subjek pajak PPh. Organisasi
internasional mana yang dikecualikan, ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penetapan Menteri Keuangan terbaru dikeluarkan pada bulan Desember
2008 kemarin dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK. 03/2008.

Berikut ini adalah dasar hukum pengecualian subjek pajak dan lampiran
Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK. 03/2008 :
Pasal 3 ayat (1) UU PPh 1984

Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan
tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU PPh 1984
Sesuai dengan kelaziman internasional, kantor perwakilan negara asing
beserta pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabatpejabat lainnya, dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka
mewakili negaranya.
Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak
berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya
atau mereka adalah Warga Negara Indonesia.
Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing
memperoleh penghasilan lain di Indonesia di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenai
pajak atas penghasilan lain tersebut.
Pasal 3 ayat (2) UU PPh 1984
Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 yang dirubah dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2010 dijelaskan tetang penetapan Organisasi
Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek
PPh di Indonesia. Dalam penjelasan tersebut dijelaskan Organisasi Internasional mana saja
yang tidak termasuk subjek PPh di Indonesia.
Berikut ini nama-nama dari Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek PPh di
Indonesia:
e. Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa:

ADB (Asian Development Bank)

IBRD (International Bank for Reconstruction and Development)

IFC (lnternational Finance Corporation)

IMF (International Monetary Fund)

UNDP (United Nations Development Programme), meliputi:

1. IAEA (International Atomic Energy Agency)


2. ICAO (International Civil Aviation Organization)
3. ITU (lnternational Telecommunication Union)
4. UNIDO (United Nations lndustrial Development Organizations)
5. UPU (Universal Postal Union)
6. WMO (World Meteorological Organization)

7. UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development)


8. UNEP (United Nations Environment Programme)
9. ........
17. WTO (World Trade Organization)
* Kerjasama Teknik
* Kerjasama Kebudayaan.

Jenis/Macam Sistem Pemungutan Pajak Proporsional,


Progresif, Regresif Dan Degresif - Ilmu Pengetahuan
Perpajakan
Dalam melakukan pungutan pajak terdapat beberapa macam cara atau
sistem pemungutan pajak, yaitu :
1. Sistem Pemungutan Proporsional
Sistem pemungutan proporsional adalah pukul rata prosentase pajak yang
dikenakan untuk semua objek pajak. Contohnya adalah Pajak
Pertambahan Nilai / PPN di mana semua harga barang di tingkat akhir
dikenakan pajak PPN adalah sama sebesar 10%. (10 - 10 - 10 - 10)
2. Sistem Pemungutan Progresif
Sistem pemungutan progresif adalah menaikkan persentase pajak yang
kena dan harus dibayar sesuai kenaikan objek pajak. Kenaikan
prosentasenya sesuai dengan kenaikan objek pajak yang kena pajak. (10 20 - 30 - 40)
3. Sistem Pemungutan Regresif
Sistem pemungutan regresif adalah menurunkan persentase pajak yang
kena dan harus dibayar sesuai penurunan objek pajak. Jenis pemungutan
pajak ini kebalikan dari sistem pemungutan pajak progresif. (10 - 8 - 6 - 4)
4. Sistem Pemungutan Degresif
Sistem pemungutan degresif adalah menaikkan persentase pajak yang
kena dan harus dibayar sesuai kenaikan objek pajak, namun besarnya
persentase kenaikan pajak semakin menurun dari tingkat ke tingkat.

Sistem ini mirip dengan sistem progresif, namun kenaikan prosentase


akan semakin kecil walaupun prosentasenya naik. (10 - 18 - 24 - 28)

Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang
dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan
adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya,
setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga
dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang
atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Semoga menambah wawasan kita. Amien

Jenis Jenis Pajak


Berdasarkan Sistem Pemungutannya
1. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada pihak lain atau orang lain
Contoh Pajak Langsung :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak Langsung adalah pajak yang pembayarannya bisa dilimpahkan kepada pihak lain.
Contoh Pajak Tidak langsung:
1. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

3. Bea Materai
4. Cukai
5. Bea Impor
6. Ekspor
Berdasarkan Lembaga Pemungutan
1. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pemungutan didaerah
dilakukan oleh kantor pelayanan pajak.
Pajak yang termasuk pajak Pusat;
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
4. Bea Materai
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
7. Pajak Migas
8. Pajak Ekspor
9. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan dilakukan pemerintah daerah.
Contoh Pajak Daerah:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Pajak Reklame
3. Pajak Tontonan
4. Pajak Radio
5. Pajak Hiburan

6. Pajak Hotel
7. Bea Balik nama
Menurut Subjek Pajak
1. Pajak Perseorangan, yaitu pajak yang harus diabayar oleh diri wajib
pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Badan, yaitu pajak yang harus dibayar oleh badan atau
organisasi. Contohnya pajak atas laba perusahaan.
Menurut Asalnya
1. Pajak Dalam Negeri
Pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap warga Negara Indonesia) yang tinggal di
Indonesia
1. Pajak Luar Negeri
Pajak yag dipungut terhadap orang orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia
Tarif Pajak
Tarif Pajak Proporsional (Sebanding)
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%) yang tetap, berapapun jumlah
yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
Tarif Pajak Proporsional
No Jumlah Nilai Penyerahan Barang/Jasa

Tarif Pajak (%) Besarnya Pajak

200,000

10%

20,000

300,000

10%

30,000

1,000,000

10%

100,000

Tarif Pajak Degresif (Tarif Pajak dengan Presentase semakin Menurun)


Tarif pajak dengan menggunakan presentase (%) yang menurun dengan semakin besarnya
jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak
Tarif pajak Degresif

No Jumlah Nilai Penyerahan Barang/Jasa

Tarif Pajak (%) Besarnya Pajak

100,000

10%

10,000

300,000

8%

24,000

500,000

6%

30,000

700,000

5%

35,000

Tarif pajak Progresif


Tarif pajak dengan presentase yang semakin naik dengan semakin besarnya jumlah yang
dikenakan pajak.
Tarif Pajak Progresif
No

Lapisan Kena Pajak

Tarif Pajak (%)

Sampai dengan Rp25 juta

5%

Diatas Rp25 Juta s/d Rp50 Juta

10%

Diatas Rp50 Juta s/d Rp100 juta

15%

Diatas Rp100 juta s/d Rp200 juta

25%

Diatas Rp200 Juta

35%

PERBEDAAN ORGANISASI NON PROFIT DAN ORGANISASI PROFIT


Berdasarkan penjelasan diatas, terdapat 2 organisasi yang
dibedakan berdasarkan tujuannya, yaitu organisasi profit dan organisasi
nonprofit. Organisasi profit adalah suatu organisasi bertujuan untuk
mencari keuntungan atau laba, organisasi laba yang telah memiliki
sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya.
Contohnya perusahaan besar atau kecil,perusahaan manufaktur,bank
umum,perusahaan asuransi,koperasi. Sedangkan organisasi non profit
adalah suatu organisasi yang bertujuan pokok untuk mendukung suatu isu
atau perihal didalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang
tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba (moneter). Organisasi nirlaba meliputi gereja,yayasan sosial,
sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi
politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi
jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional, institut riset,
museum, dan beberapa para petugas pemerintah. Sejak awal tahun 1980-

an, literatur tentang organisasi nonprofit semakin bertambah banyak dan


sangat bervariasi jenisnya. Bermacam-macam istilah muncul untuk
mengidentifikasi organisasi serupa sebagai organisasi sukarela, nonbisnis, kolektif, hadiah atau sumbangan, dermawan, nonpasar (Salusu,
2005). Sedangkan organisasi profit atau bisnis muncul lebih awal dari
organisasi nonprofit.
Banyak hal yang membedakan antara organisasi nirlaba dengan organisasi lainnya (laba).
Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya pemilik organisasi nirlaba, apakah
anggota, klien, atau donatur . Pada organisasi laba, pemilik jelas memperoleh untung dari
hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai
sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi laba yang telah memiliki sumber pendanaan
yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada
organisasi laba telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih
seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah
dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah pemilik organisasi.
CIRI-CIRI ORGANISASI NON PROFIT
1. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapakan pembayaran
kembali atas manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang
diberikan.
2. Menghasilkan barang dan/ atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas
menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik
entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan
dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan
tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuiditas
atau pembubaran entitas.
PAJAK BAGI ORGANISASI NON PROFIT
Banyak yang bertanya, apakah organisasi nirlaba, yang mana mereka tidak mengambil
keuntungan dari apapun, akan dikenakan pajak? Sebagai entitas atau lembaga, maka
organisasi nirlaba merupakan subyek pajak. Artinya, seluruh kewajiban subyek pajak harus
dilakukan tanpa terkecuali. Akan tetapi, tidak semua penghasilan yang diperoleh yayasan
merupakan obyek pajak. Pemerintah Indonesia memperhatikan bahwa badan sosial bukan
bergerak untuk mencari laba, sehingga pendapatannya diklasifikasikan atas pendapatan yang
obyek pajak dan bukan obyek pajak. Namun di banyak negara, organisasi nirlaba boleh
melamar status sebagai bebas pajak, sehingga dengan demikian mereka akan terbebas dari
pajak penghasilan dan jenis pajak lainnya.

Anda mungkin juga menyukai