Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas pembina, pengurus, dan pengawas.
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan
tujuannnya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu
badan usaha, dengan syarat sebagai berikut.
Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina, pengurus,
dan pengawas.
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh
Yayasan berdasarkan undang-undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau
bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas,
kecuali:
1. Bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina, dan pengawas.
2. Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh.
Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk
uang atau barang. Selain itu kekayaan yayasan dapat diperoleh dari hal-hal berikut ini.
Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang tujuan, kegiatan
utama, karakteristik yayasan. Hal ini untuk memastikan jenis pajak yang menjadi
kewajiban kita.
Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan ini
dijalankan apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau
jasa kena pajak sesuai UU PPN.
Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati berbagai fasilitas
pengecualian oleh undang-undang perpajakn jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai
contoh, sebuah Yayasan yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan
tentu saja berdampak bahwa Yayasan menjadi sekadar nama bukan sebagai bentuk
usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya.
PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk melayani
kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan
nasional, serta yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
1. Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali
dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada
pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang membidanginya,
dalam jangka waktu paling lama empat (4) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
2. Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya
pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau
penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib
pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud angka 2 disampaikan bersamaan dengan
penyampaian SPT tahunan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau paling
lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
atau penelitian dan pengembangan dimulai, dalam jangka waktu empat (4) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut.
4. Apabila nyata-nyata nirlaba, atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima
bukan merupakan objek PPh, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
1. Pemeliharaan kesehatan.
2. Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).
3. Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat.
4. Santunan dan atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan
sejenisnya.
5. Pemberian beasiswa.
6. Pelestarian lingkungan hidup.
7. Kegiatan sosial lainnya, yang tidak mencari keuntungan.
Atas harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima bukan merupakan objek PPh,
sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Disarikan dari buku: Buku Pintar Menghitung Pajak, penulis: Yustinus Prastowo, halaman:
178-182.
Berikut ini adalah dasar hukum pengecualian subjek pajak dan lampiran
Peraturan Menteri Keuangan No. 215/PMK. 03/2008 :
Pasal 3 ayat (1) UU PPh 1984
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 yang dirubah dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2010 dijelaskan tetang penetapan Organisasi
Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek
PPh di Indonesia. Dalam penjelasan tersebut dijelaskan Organisasi Internasional mana saja
yang tidak termasuk subjek PPh di Indonesia.
Berikut ini nama-nama dari Organisasi Internasional yang tidak termasuk subjek PPh di
Indonesia:
e. Badan-badan Internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa:
Jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang
dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan.
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan
adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat
berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya,
setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan
lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar 10%. Dalam hal
ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang udara diatasnya.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)
Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah, juga
dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu
ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang
atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
g. Pajak Parkir.
Semoga menambah wawasan kita. Amien
3. Bea Materai
4. Cukai
5. Bea Impor
6. Ekspor
Berdasarkan Lembaga Pemungutan
1. Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang pemungutan didaerah
dilakukan oleh kantor pelayanan pajak.
Pajak yang termasuk pajak Pusat;
1. Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
4. Bea Materai
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
6. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
7. Pajak Migas
8. Pajak Ekspor
9. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang kewenangan pemungutan dilakukan pemerintah daerah.
Contoh Pajak Daerah:
1. Pajak Kendaraan Bermotor
2. Pajak Reklame
3. Pajak Tontonan
4. Pajak Radio
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Hotel
7. Bea Balik nama
Menurut Subjek Pajak
1. Pajak Perseorangan, yaitu pajak yang harus diabayar oleh diri wajib
pajak. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh)
2. Pajak Badan, yaitu pajak yang harus dibayar oleh badan atau
organisasi. Contohnya pajak atas laba perusahaan.
Menurut Asalnya
1. Pajak Dalam Negeri
Pajak yang dipungut terhadap wajib pajak (setiap warga Negara Indonesia) yang tinggal di
Indonesia
1. Pajak Luar Negeri
Pajak yag dipungut terhadap orang orang asing yang mempunyai penghasilan di Indonesia
Tarif Pajak
Tarif Pajak Proporsional (Sebanding)
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan persentase (%) yang tetap, berapapun jumlah
yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak.
Tarif Pajak Proporsional
No Jumlah Nilai Penyerahan Barang/Jasa
200,000
10%
20,000
300,000
10%
30,000
1,000,000
10%
100,000
100,000
10%
10,000
300,000
8%
24,000
500,000
6%
30,000
700,000
5%
35,000
5%
10%
15%
25%
35%