Anda di halaman 1dari 53

BAB 1

PENGERTIAN TEORI AKUNTANSI

A p a y a n g
menengah, dan lanjutan) dewasa ini sebagian besar merupakan praktik
akuntansi yang berjalan di Amerika. Dapat dikatakan demikian karena
sumber materi pengajaran sebagian besar masih didasarkan pada buku ajar
dari Amerika. Dengan demikian, yang dibahas dan diuraikan dalam mata
kuliah tersebut banyak merefleksi standar akuntansi yang berlaku di Amerika.
Akuntansi keuangan tersebut membahas bagaimana prosedur, metoda, dan
teknik pencatatan transaksi keuangan dilakukan untuk mencapai tujuan
pelaporan keuangan yang telah ditetapkan. Standar akuntansi memberi
pedoman perlakuan akuntansi terhadap suatu, kejadian. Pedoman tersebut
terefleksi dalam pendefinisian, pengukuran, penilaian, pengakuan, dan
pengungkapan elemen-elemen atau pos-pos laporan keuangan. Bidang
akuntansi yang menitikberatkan pada masalah bagaimana melaksanakan
standar akuntansi (termasuk bagaimana mengaudit laporan keuangan)
sebenarnya masuk dalam bidang pengetahuan praktik. Akuntansi yang
dipraktikkan di dalam suatu wilayah negara sebenarnya tidak terjadi begitu
saja secara alamiah tetapi dirancang dan dikembangkan secara sengaja untuk
mencapai tujuan sosial tertentu. Praktik akuntansi dipengaruhi oleh faktor
lingkungan (sosial, ekonomik, dan politis) tempat akuntansi dijalankan.
Praktik akuntansi di suatu negara juga mengalami sejarah dan perkembang-
an yang unik sesuai dengan perkembangan ekonomi, sosial, dan politik
negara. Oleh karena itu, struktur dan praktik akuntansi akan berbeda antara
negara yang satu dan lainnya,

Untuk dapat mengembangkan suatu struktur dan praktik akuntansi di


suatu wilayah atau negara tertentu (di Indonesia misalnya), belajar praktik
akuntansi "Perkembangan prinsip dan praktik akuntansi saja jelas tidak
cukup. Di balik praktik akuntansi sebenarnya terdapat seperangkat gagasan-
gagasan yang melandasi praktik tersebut berupa asumsi-asumsi dasar,
konsep-konsep, penjelasan, deskripsi, dan penalaran yang keseluruhannya
membentuk bidang pengetahuan teori akuntansi. Teori akuntansi menjelaskan
mengapa praktik akuntansi berjalan seperti yang diamati sekarang. Praktik
akuntansi yang nyatanya berjalan di suatu negara belum tentu merefleksi
pilihan terbaik ditinjau secara konseptual dan ideal serta dari tujuan yang
ingin dicapai. Teori akuntansi membahas perlakuan-perlakuan dan model-
model alternatif yang dapat menjadi jawaban atas masalah-masalah yang
dihadapi dalam praktik.

Arti Penting Teori Akuntansi

Praktik akuntansi bersifat dinamik dan selalu menghadapi masalah-


masalah praktis dan profesional. Beberapa pertanyaan berikut merupakan
contoh masalah yang dihadapi praktik akuntansi:

o Apakah selisih kurs valuta asing dibiayakan atau dikapitalisasi?


o Manakah istilah yang tepat untuk padan kata cost of goods sold: harga
pokok penjualan, beban pokok penjualan, atau kos barang terjual?
o Apa kriteria kapitalisasi sewaguna yang seharusnya di Indonesia?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas dan berbagai masalah


praktik lainnya dapat diberikan atas dasar taktik cerdik (shrewd tact) belaka
atau atas dasar penalaran yang sehat (sound theory). Kalau praktik yang baik
dan sehat harus dicapai, pemecahan masalah atas dasar pengalaman saja
tidak cukup. Pemecahan masalah praktik harus juga dilandasi oleh teori yang
baik dan sehat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Kam (1990) berikut
ini:

Behind every practice is a rationale. whether we are aware of the


theory or not. If we can formulate "good" theory, then we will have
"good" practices if the theory is followed (hlm. 45-46).
Teori akuntansi merupakan bagian penting dari praktik. Pemahamannya
oleh praktisi dan penyusun standar akan sangat mendorong pengembangan
serta perbaikan menuju praktik yang sehat. Teori akuntansi menjadi landasan
untuk memecahkan masalah-masalah akuntansi secara beralasan atau
bernalar yang secara etis dan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Apa yang
dikatakan Kam di atas memberi isyarat bahwa kalau masalah akuntansi
dipecahkan semata-mata atas alasan pragmatik atau taktik cerdik, dapat
dipastikan bahwa hasilnya tidak akan memadai dan tidak akan menuju ke
praktik yang sehat.

Taktik cerdik memang memadai untuk menangani masalah yang


sederhana. Untuk masalah-masalah yang kompleks dan berimplikasi luas,
pemecahan masalah akan makin bergantung pada kearifan (wisdom) dan
tilikan (insights) yang terkandung dalam teori yang sehat. Pengetahuan
tentang teori akan mengimbangi keterbatasan pengalaman dan kepentingan
praktis (kepentingan jangka pendek). Dengan teori, orang akan melihat
masalah dengan perspektif yang lebih luas dan bebas dari hal-hal yang teknis
atau rinci. Wright (1984) mengibaratkan makna teori sebagaimana makna
melihat dari atas dalam suatu teater." Melihat dari atas bertujuan untuk
menemukan pola, hubungan, konsep, atau prinsip yang melandasi suatu
sistem atau keadaan yang kompleks tanpa terbawa atau terkecoh oleh
kompleksitas itu sendiri. Sebagai ilustrasi, kalau orang melihat suatu kota
dari sebuah helikopter, orang akan kehilangan pandangan terhadap hal-hal
yang kecil tetapi dia akan mampu melihat prinsip kerja (teori) tentang tata
kota itu: batas-batasnya, pengkawasannya (zoning), jaringan jalan lalu-
lintasnya, pusat-pusat kegiatan, dan keterkaitan antara unsur-unsur tersebut.

Pemecahan masalah akuntansi dengan taktik cerdik atas dasar


pengalaman saja dapat disamakan dengan pemecahan masalah dengan coba-
coba atau coba dan ralat (trial and error). Orang membatasi diri dengan
menerapkan hasil pengalamannya sampai suatu saat menemukan cara terbaik
yang sebenarnya cara tersebut dapat ditemukan secara lebih efisien kalau dia
menggunakan teori. Dengan kata lain, kemajuan profesi akan menjadi
terhambat kalau praktisi dan profesi akuntansi sudah merasa cukup puas
dengan pengalaman praktiknya. Lebih-lebih kalau praktisi tersebut
mempunyai kekuasaan untuk memutuskan sesuatu (standar akuntansi) yang
berimplikasi luas. Hal ini dinyatakan Wright sebagai berikut:

From the accountant who is content to practise a method without


knowing its theary, no progress is to be expected. His thoughts will never
rise from the detaila lo the principles of his work Progress comes tou men
of aspiring spiril; men who thirst after an ordered knouledge, and are not
satisfied until phenomena are explained bv and resolved into canses and
reasons, principles, and laws.

Praktik akuntansi yang baik dan maju tidak akan dapat dicapai tanpa
suatu teori baik yang melandasinya. Praktik dan profesi harus dikembangkan
atas dasar penalaran (causes and reasons). Dari argumen-argumen tersebut,
dapat dikatakan bahwa teori merupakan unsur yang penting dalam
mengembangkan dan memajukan praktik akuntansi. Selanjutnya dikatakan
bahwa teori merupakan obor yang menerangi praktik dengan prinsip-prinsip
yang masuk akal. Wright menggambarkan arti pentingnya teori sebagai
penerang terhadap praktik seperti berikut:

A wiser man realizes that sound practice is dependent upon sound


theory. He avails himself of the deep insight which science gives. He
applies the theory evolved from the experimentations of other men. To
him theory is a torch that casts upon practice the illumination of
principles."

Dalam kenyataannya, praktisi disibukkan dengan masalah aktual dan


mendesak yang segera harus diselesaikan sehingga tidak sempat lagi untuk
merenungkan teori-teori di balik tindakannya. Hal ini bukan merupakan
justifikasi para praktisi (profesi) untuk selalu bersikap pragmatis. Praktisi
harus bersedia untuk mengaplikasi hasil ekperimentasi atau pemikiran dan
gagasan orang lain (experimentations of other men). Orang lain di sini antara
lain adalah akademisi akuntansi dan pemikir yang mempunyai kemewahan
waktu untuk memikirkan hal-hal yang bersifat fundamental dan teoretis.
Itulah sebabnya, kemajuan profesi dan pengetahuan akuntansi hanya dapat
dicapai dengan kerja sama yang harmonis antara praktisi dan akademisi
(pendidik). Uraian berikut membahas masalah ini.

Pengembangan Akuntansi

Seperangkat pengetahuan akuntansi (accounting body of knowledge)


dapat dipandang dari dua sisi pengertian yaitu sebagai pengetahuan profesi
(keahlian) yang dipraktikkan di dunia nyata dan sekaligus sebagai suatu
disiplin pengetahuan yang diajarkan di perguruan tinggi. Dari segi profesi,
akuntansi sering dipandang semata-mata sebagai serangkaian prosedur,
metoda, dan teknik tanpa memperhatikan teori di balik praktik tersebut.
Akuntansi dipandang sebagai pelaksanaan dan penerapan standar untuk
menyusun seperangkat laporan keuangan. Dari sudut profesi/praktisi ini,
akuntansi berkepentingan dengan aspek bagaimana (how to account), Prinsip
akuntansi berterima umum/PABU (generally accepted accounting
principles/GAAP) dianggap sebagai sesuatu yang berian (given). PABU
merupakan pedoman yang lebih luas daripada standar akuntansi karena tidak
semua perlakuan akuntansi secara eksplisit diatur dalam standar akuntansi.
PABU berisi standar akuntansi ditambah dengan sumber-sumber acuan lain
yang didukung berlakunya (mempunyai authoritative support).

Di lain pihak, sebagai objek pengetahuan di perguruan tinggi, akademisi


memandang akuntansi sebagai dua bidang kajian yaitu bidang praktik dan
teori. Bidang praktik berkepentingan dengan masalah bagaimana praktik
dijalankan sesuai dengan PABU. Bidang teori berkepentingan dengan
penjelasan, deskripsi, dan argumen yang dianggap melandasi praktik
akuntansi yang semuanya dicakup dalam suatu pengetahuan yang disebut
teori akuntansi. Teori akuntansi lebih memusatkan perhatian pada aspek
mengapa (why to account the way it is or the way it should be). Misalnya,
akademisi berkepentingan untuk menjelaskan mengapa sekelompok
perusahaan memilih metoda akuntansi tertentu sementara kelompok
perusahann yang lain memilih metoda akuntansi alternatif atau mengapa
perusahaan seharusnya mengkapitalisasi sewaguna. Kebutuhan untuk
menjelaskan (to explain) dan membenarkan (to justify) praktik dan fenomena
akuntansi yang berjalan telah menumbuhkan berbagai gagasan akademik,
teori, dan riset ilmiah di bidang akuntansi yang dimaksudkan untuk
mengembangkan dan memperbaiki praktik akuntansi.

Pengetahuan teknis akuntansi tetap merupakan pengetahuan dasar


yang diajarkan kepada dan harus dikuasai oleh peserta didik di perguruan
tinggi. Pengetahuan yang sama bahkan dapat ditawarkan dan diajarkan oleh
lembagn-lembaga kursus keterampilan yang menekankan aspek teknis.
Sebagai agen pengembangan dan perubahan, perguruan tinggi diharapkan
lebih banyak berperan dalam pengembangan akuntansi. Dengan demikian,
pendidikan akuntansi di perguruan tinggi harus mampu mengubah praktik
akuntansi yang berjalan menjadi lebih baik. Pendidik akuntansi berperan
untuk menjembatani praktik dengan teori akuntansi sehingga praktik
akuntansi selalu berkembang menuju ke keadaan yang lebih baik. Ini berarti
bahwa pendidikan dan pengajaran akuntansi tidak hanya membatasi pada
apa yang nyatanya dipraktikkan (aspek teknis) tetapi juga memasukkan
alternatif-alternatif dan penalarannya sehingga peserta didik nantinya dapat
menerapkan gagasan alternatif yang menuju ke perbaikan praktik. Dalam
kenyataannya, proses pengajaran yang ideal ini tidak selalu dapat terlaksana
karena berbagai faktor. Keadaan yang menggambarkan proses pengajaran
yang bersifat menguatkan praktik tetapi tidak akan mengembangkan praktik
dilukiskan oleh Sterling dalam Gamhar 1.1 berikut.
Proses seperti dilukiskan dalam gambar di atas jelas akan menghambat
perubahan yang menuju ke perbaikan. Para praktisi menciptakan dan
menerapkan praktik tertentu (dengan taktik cerdik atau karena alasan politis
dan vested interest). Pengajar mengamati praktik tersebut (melalui standar
akuntansi) dan mengidentifikasi praktik yang berterima (accepted). Kemudian
pengajar mengkodifikasi praktik yang nyatanya dijalankan sebagni praktik
yang paling benar atau terbaik dan mengajarkannya tanpa memasukkan
gagasan alternatif. Lulusan perguruan tinggi akhirnya mempraktikkan apa
yang diajarkan dan menganggap praktik tersebut merupakan praktik yang
benar.

Sterling menegaskan bahwa hubungan antara praktik dan pendidikan


adalah harmonis tetapi antara pendidikan-praktik dan riset adalah terisolasi.
Pendidik akuntansi hanya mengajarkan apa yang nyatanya dipraktikkan
karena kecenderungan mereka untuk menyiapkan peserta didik agar segera
memperoleh pekerjaan. Masukan yang digunakan dalam pengajaran
akuntansi hanyalah praktik yang berterima (nyatanya dipraktikkan) dan
bukan gagasan-gagasan alternatif hasil pemikiran akademik. Gagasan-
gagasan alternatif (termasuk hasil riset) secara sengaja diisolasi dari
pengajaran karena tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan peserta didik
untuk mendapatkan pekerjaan. Pengajar cenderung untuk menghindari
konflik antara apa yang nyatanya dipraktikkan (the current state) dan apa
yang seharusnya dipraktikkan (the desired state). Dengan kondisi semacam
ini, perguruan tinggi tunduk kepada (atau sekadar menyebarkan) praktik dan
bukan sebaliknya mengembangkan atau memperbaiki praktik.

Kalau keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia, dapat dibayangkan


bahwa praktik akuntansi tidak akan mengalami kemajuan dan perbaikan yang
berarti. Keengganan staf pengajar untuk mengenalkan alternatif-alternatif
baru sebagai hasil pemikiran akademik (misalnya masalah penggunaan istilah)
barangkali disebabkan oleh kekhawatiran bahwa mahasiswa akan bingung
bila menghadapi ujian negara (bagi perguruan tinggi swasta) termasuk ujian
negara akuntansi (UNA) atau ujian sertifikasi akuntan publik (USAP).
Pandangan para pengajar akuntansi bahwa badan penyusun standar (di
bawah Ikatan Akuntan Indonesia) merupakan autoritas final juga
menyebabkan resistensi mereka untuk mengenalkan gagasan-gagasan
alternatif hasil pemikiran akademik. Resistensi akan menjadi lebih kuat lagi
manakala pendidik juga menganggap bahwa proses penyusunan standar
merupakan proses penalaran logis, objektif, dan intelektual. Dalam ke-
nyataannya proses penyusunan standar merupakan proses politis yang
diwarnai berbagai kepentingan (vested interest). Dalam banyak hal, keputusan
politis tidak selalu merefleksi keputusan ideal yang didasarkan pada alternatif
yang terbaik. Oleh karena itu, tidak selayaknyalah bahwa dalam berteori
dewan penyusun standar dianggap satu-satunya autoritas penalaran.

Peran Riset Akuntansi Dalam dua dasawarsa terakhir, ada


kecenderungan bahwa akademisi berusaha lebih jauh untuk membawa
akuntansi menjadi suatu ilmu pengetahuan ilmiah atau sains (science) yang
makin menjauhkan antara dunia praktik dan dunia akademik. Penempatan
akuntansi sebagai sains membawa konsekuensi bahwa teori akuntansi harus
bebas dari pertimbangan nilai (value-judgment) dan bersifat deskriptif. Atas
dasar argumen ini, subjek/fenomena bahasan di tingkat akademik cenderung
bergeser dari apa dan bagaimana suatu kejadian/transaksi harus dica-
tat/dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial tertentu (teori
normatif) ke apa yang nyatanya dilakukan para pelaku ekonomi (termasuk
akuntan) dan mengapa mereka berbuat demikian (teori positif atau deskripti).

Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya penelitian di bidang akuntansi


yang topiknya tidak berkaitan secara langsung dengan (bahkan jauh dari)
praktik atau standar akuntansi yang nyatanya dipraktikkan. Di sini teori
akuntansi dikembangkan agar pengetahuan akuntansi menjadi sejajar dengan
pengetahuan ilmiah yang lain (misalnya ilmu alam). Teori akuntansi di sini
akan berisi hipotesis-hipotesis (baik yang secara empiris telah teruji atau
belum) tentang variabel-variabel yang berkaitan dengan pelaku ekonomi
(termasuk manajer dan akuntan) dan perilaku pasar modal yang diteorikan.
Kecenderungan semacam ini makin menjauhkan dunia praktik dengan
pendidikan karena peneliti di bidang akuntansi tidak berminat lagi untuk
membahas masalah bagaimana memperlakukan suatu transaksi dan mengapa
demikian. Sementara itu, praktisi selalu dihadapkan pada masalah aktual
yang memerlukan keputusan mendesak sehingga praktisi tidak sempat lagi
untuk memikirkan teori di balik keputusannya. Kadangkala, keputusan lebih
banyak didasarkan pada kepraktisan dan manfaat jangka pendek.

Tidak berarti bahwa penelitian-penelitian semacam itu tidak ada


manfaatnya. Yang sering dimasalahkan adalah bahwa hasil-hasil penelitian
para akademisi kebanyakan tidak diarahkan untuk menjawab atau
memecahkan masalah-masalah aktual yang langsung dihadapi oleh para
praktisi. Berkaitan dengan apa yang diungkapkan Sterling di atas, Kinney
menggambarkan tiga aspek penting yang saling berkaitan yang melandasi
pengembangan akuntansi yaitu: riset (research), pengajaran/pendidikan
(teaching), dan praktik (practice). Hubungan tersebut dilukiskan dalam
Gambar 1.2 di halaman berikut ini.

Praktik akuntansi akan mengalami perkembangan yang pesat dan


memuaskan apabila terjadi interaksi yang baik antara ketiga aspek di atas.
Aliran yang berlawanan dengan arah jarum jam (aliran luar) menunjukkan
kontribusi riset terhadap pengajaran/pendidikan yang pada gilirannya
pengajaran menambah pengetahuan profesional untuk meningkatkan kualitas
praktik. Aliran panah searah jarum jam (aliran dalam) menunjukkan
kemampuan pengajar untuk mengevaluasi apa yang nyatanya dipraktikkan
dan apa yang secara normatif atau ideal harus dipraktikkan sehingga timbul
gagasan-gagasan baru untuk pengembangan praktik. Gagasan-gagasan baru
ini harus merupakan bahan penelitian dan pembahasan di tingkat akademik
sehingga dihasilkan praktik-praktik alternatif yang dapat menjadi solusi bila
ditemukan masalah dalam praktik atau bila solusi tersebut lebih baik
daripada apa yang nyatanya dipraktikkan.
Pendidik (dosen) pada umumnya juga periset sehingga kedua fungsi
tersebut tidak terpisah tetapi saling mendukung. Seperti yang dibahas Sterling
di atas, pengajaran harus memasukkan gagasan-gagasan alternatif bukan
malahan mengisolasinya. Pengajar diharapkan mampu menjabarkan hasil
riset dan gagasan akademik (penelitian positif dan normatif) ke dalam aplikasi
praktis. Sebaliknya praktisi juga harus terus meningkatkan kemampuannya
untuk dapat menangkap manfant praktis hasil penelitian positif dan normatif
tersebut. Berkaitan dengan manfaat penelitian, Kinney selanjutnya
menegaskan:

... study of extant rules and descriptive theories ahout how real world
accounting works .. provides a means of evaluating accounting choices
and a means that does not go out of date for an entire professional career
By understanding the whys of real world nccounting practices, a student
will be better prepared to eval- uale alternatives in the face of inevitable
changes in the social, economic, and political environment (hlm. 122).
Curiously, we don't teach our students about accounting research. We
don't prepare students to be producers and consumers or even
"appreciators" of research as other practicing professions do. ... By
withholding education about research we have cheated generations of
practitioners of accounting (hlm. 123).

Jadi, riset merupakan bagian penting dalam pengajaran akuntansi.


Walaupun demikian, riset tersebut hendaknya diartikan secara luas tidak
hanya mencakup penelitian empiris (positif) tetapi juga meliputi penelitian
analitis dalam bentuk artikel atau makalah akademik (normatif). Untuk tujuan
mengembangkan akuntansi di Indonesia, buku ini akan lebih banyak
membahas teori yang bersifat normatif. Buku ini membahas konsep-konsep di
balik praktik akuntansi sehingga mahasiswa dapai lebih memahami
karakteristik dan luas lingkup disiplin yang dipelajarinya. Pendekatan ini
didasarkan atas pertimbangan subjektif penulis bahwa pemahaman teori
semacam ini akan meningkatkan apresiasi dan perhatian mahasiswa
akuntansi (khususnya tingkat S1) terhadap praktik akuntansi. Pada
gilirannya, apresiasi dan perhatian ini (beserta penalaran serta cara
pandangnya) akan mendorong mereka untuk dapat memberi kontribusi untuk
selalu membawa praktik menuju ke keadaan yang lebih baik dan bermanfaat.
Buku ini juga menawarkan berbagai gagasan alternatif khususnya yang
berkaitan dengan praktik akuntansi Indonesia yang terrefleksi dalam standar
profesional (misalnya masalah istilah)." Gagasan-gagasan tersebut harus
dibahas di kelas dan diuji validitasnya dengan argumen atau penalaran
logis/akademik serta penelitian empiris bila perlu. Mengisolasi gagasan-
gagasan alternatif dari rerangka pikir mahasiswa akuntansi sama saja dengan
memasangi mereka dengan kaca mata kuda.

Pengertian Akuntansi

Teori akuntansi sangat erat kaitannya dengan akuntansi keuangan


bahkan teori akuntansi dijumpai khususnya dalam konteks akuntansi
keuangan. Pengertian teori akuntansi sangat bergantung pada pengertian atau
pendefinisian akuntansi sebagai suatu bidang pengetahuan. Artinya,
kedudukan akuntansi dalam tatanan (taksonomi) pengetahuan juga akan
menentukan pengertian dan lingkup teori akuntansi. Perdebatan di tingkat
akademik yang belum mencapai titik temu adalah jawaban atas pertanyaan
apakah pengetahuan akuntansi dapat dikategori sebagai seni, sains, atau
teknologi. Status yang jelas memudahkan pengembangan pengetahuan
akuntansi untuk pencapaian tujuan sosial dan ekonomik tertentu. Lagi pula,
kejelasan status akuntansi mempunyai implikasi terhadap arah studi dan
praktik akuntansi.

Tidak ada definisi autoritatif yang cukup umum untuk dapat


menjelaskan apa sebenarnya akuntansi itu. Oleh karena itu, banyak definisi
yang diajukan oleh para ahli atau buku teks tentang pengertian akuntansi.
Sebagai titik tolak pembahasan dalam buku ini, perlu dipilih definisi agar
rerangka (framework) teori akuntansi dapat dikenali dengan jelas isi dan
lingkupnya. Definisi-definisi berikut dijadikan basis untuk mengenali
karakteristik akuntansi.

Accounting is the body of hnowledge and functions concerned with


systematic originating, authenticating, recording, classifying, processing,
aummarizing. analyzing, interpreting, and supplying of dependable and
significant informa- tion covering transactions and events which are, in
part at least, of a financial character, required for the management and
operation of an entity and for reports that have to be submitted thereon to
meet fiduciary and other responsibil- ities.

Accounting is a service activity. Its function is to prouide quantitative


infor- mation, primarily financial in nature, about econonic entities that is
intended to be useful in making economic decisions.

Akuntansi didefinisi sebagai seperangkat pengetahuan karena wilayah


materi dan kegiatan cukup luas dan dalam serta telah membentuk kesatuan
pengetahuan yang terdokumentasi secara sistematis dalam bentuk literatur
akuntansi. Kesatuan pengetahuan tersebut dapat diajarkan dan dipelajari
untuk mendapatkan kompetensi yang menjadi basis atau persyaratan suatu
profesi. Kesatuan pengetahuan akuntansi juga menantang secara intelektual
sehingga pengetahuan tersebut menjadi bidang studi yang dapat diajarkan
secara formal di perguruan tinggi sampai pada tingkat doktor. Akuntansi
sebagai kegiatan penyediaan jasa (service activity) mengisyaratkan bahwa
akuntansi yang akhirnya harus diterapkan untuk merancang dan
menyediakan jasa berupa informasi keuangan harus bermanfaat untuk
kepentingan sosial dan ekonomik negara tempat akuntansi diterapkan (to be
useful in making economic decisions).

Karena karakteristik informasi yang dihasilkan akuntansi akan sangat


bergantung pada lingkungan tempat akuntansi akan diterapkan, akuntansi
sebagai seperangkat pengetahuan tentunya akan membahas berbagai konsep
dan alternatif serta implikasinya dalam berbagai kondisi lingkungan. Konsep
yang dipilih dan diaplikasi dalam lingkungan tertentu akan menjadi suatu
model akuntansi untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Untuk dapat memilih
konsep yang relevan harus dipertimbangkan faktor lingkungan (sosial, politik,
ekonomi, dan budaya). Tiap konsep atau alternatif tentunya dikembangkan
dengan penalaran tertentu sehingga apabila konsep atau alternatif tersebut
dipilih maka implikasinya terhadap kehidupan nyata dapat diprediksi.

Definisi di atas belum memisahkan pengertian seperangkat pengetahuan


(a body of hnowledge) dan fungsi (function). Pengertian pertama akan
menentukan status akuntansi sedangkan pengertian kedua akan menentukan
karaktetistik praktik atau proses akuntansi dalam wilayah tertentu. Oleh
karena itu, perlu diajukan definisi akuntansi yang membedakan kedua aspek
tersebut. Sebagai seperangkat pengetahuan, akuntansi dapat didefinisi
sebagai:

“seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyedia


berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu
lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian (pelaporan) informasi
tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar
dalam pengambilan keputusan ekonomik.”

Dalam arti sempit sebagai proses, fungsi, atau praktik, akuntansi dapat
didefinisi sebagai:

“proses pengidentifikasian, pengesahan, pengukuran, pengakuan,


pengklasifikasian, penggabungan, peringkasan, dan penyajian data keuangan
dasar (bahan olah akuntansi) yang terjadi dari kejadian-kejadian, transaksi-
transaksi, atau kegiatan operasi suatu unit organisasi dengan cara tertentu
untuk menghasilkan informasi yang relevan bagi pihak yang berkepentingan.”

Dua kata kunci penting dalam definisi tersebut adalah perekayasaan


(engineering) dan cara tertentu (in a certain manner)." Akuntansi akan
mempunyai peran yang nyata kalau informasi yang dihasilkan oleh akuntansi
dapat mengendalikan perilaku pengambil keputusan ekonomik untuk
bertindak menuju ke suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomik negara.
Salah satu tujuan ekonomik negara adalah alokasi sumber daya ekonomi
secara efisien. Pelaporan keuangan (financial reporting) sebagai sistem nasional
harus direkayasa dengan saksama untuk pengendalian alokasi tersebut secara
automatis melalui mekanisme pasar yang berlaku. Kebijakan pemerintah yang
secara langsung mempengaruhi perilaku pengambil keputusan ekonomik jelas
merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam alokasi sumber daya
ekonomik. Pengendalian secara automatis dapat dicapai melalui standar
akuntansi yang merupakan cara tertentu sebagai hasil akhir dari proses
perekayasaan.

Seni, Sains, atau Teknologi pada awal perkembangannya, akuntansi


dapat dikatakan sebagai kerajinan (art) karena orang yang akan memperoleh
pengetahuan dan keterampilan akuntansi harus terjun langsung dalam dunia
praktik dan mengerjakan magang (apprenticeship) pada praktisi. Dalam
perkembangan selanjutnya, pengetahuan dan keterampilan akuntansi dapat
diidentifikasi dengan jelas sehingga membentuk seperangkat pengetahuan
utuh yang dapat diajarkan melalui institusi pendidikan. Mereka yang
menguasai seperangkat pengetahuan tersebut bahkan dapat menyebut dirinya
profesional. Dengan argumen tersebut dan perkembangan akuntansi dewasa
ini, tidaklah tepat kalau akuntansi dimasukkan sebagai bidang kerajinan
apalagi kalau art dikaitkan dengan masalah estetika. Penyebutan akuntansi
sebagai seni sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa dalam
praktiknya akuntansi melibatkan banyak pertimbangan nilai (value-judgment)
yang menuntut keahlian dan pengalaman untuk memilih perlakuan yang
terbaik. Rubenstein mendeskripsi pertimbangan subjektif dalam akuntansi
berikut ini:"

The practitioners of our profession apply a skill acquired by long


experience. They independently observe the facts, display uncanny sense
of the relevant, interpret and apply general conventions to specific client
situations and make overall judgments concerning the fairness of economic
information (hlm. 23).

Jadi, kalau akuntansi dikatakan sebagai seni maka yang dimaksud


adalah cara menerapkannya bukan sifatnya sebagai seperangkat
pengetahuan. Sebagai seperangkat pengetahuan, akuntansi lebih dari sekadar
seni."

Kalau akuntansi bukan merupakan seni, apakah akuntansi itu


merupakan ilmu atau sains (science)? Untuk menjawab pertanyann ini tentu
saja harus dijawab dahulu apakah sains itu. Sangat sulit untuk mendefinisi
pengertian sains dengan tuntas dan memuaskan. Meskipun demikian, sifat-
sifat sains dapat diidentifikasi untuk dijadikan kriteria apakah seperangkat
pengetahuan dapat dimasukkan sebagai sains. Pengertian sains atau ilmu
oleh Suriasumantri berikut ini dijadikan titik tolak pembahasan.

Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia


alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi menjadi misteri. Penjelasan ini
akan memungkinkan kita untuk meramalkan apa yang akan terjadi.
Dengan demikian penjelasan ini memungkinkan kita untuk mengontrol
gejala tersebut (hlm. 4).

Untuk menjelaskan rahasia alam, ilmu menafsirkan realitas objek penjela-


jahan sebagaimana adanya (das sein) yang terbatas pada segenap nilai
yang bersifat praduga apakah nilai itu bersumber dari moral, ideologi, atau
kepercayaan. Atau dengan perkataan Inin, secara metafisis ilmu harus
bebas nilai (hlm. 5).

Sterling mengutip Torgerson untuk menjelaskan arti sains sebagai berikut:"

The principle objective of a science, other than the description of empirical phe-
nomena, is to establish, through laws and theories, general principles by
mean of which empirical phenomena can be explained, accounted for, and
predicted.
Pengertian-pengertian di atas memberi isyarat bahwa ilmu adalah
pengetahuan yang berisi penjelasan (explanation) tentang gejala alam atau
sosial yang bebas dari pertimbangan nilai karena ilmu harus mendeskripsi
gejala tersebut seperti apa adanya. Jadi nilai moral, ideologi, atau kepercayaan
menjadi sesuatu yang berian (given). Arti bebas nilai di sini adalah bahwa
sains tidak dibangun untuk mencapai tujuan ekonomik atau sosial tertentu
sehingga sains tidak diarahkan untuk menghasilkan kebijakan (policy).
Meskipun demikian, prediksi-prediksi yang dihasilkan oleh penjelasan tentang
suatu fenomena dapat dijadikan dasar untuk mengendalikan gejala alam atau
sosial yang diinginkan melalui kebijakan politik atau ekonomik.

Penjelasan biasanya dinyatakan dalam pernyataan-pernyataan logis


dalam bentuk aksioma, proposisi, prinsip umum (general principles), atau
hipotesis yang validitasnya harus diuji secara empiris melalui metoda ilmiah.
Kumpulan pernyataan-pernyataan tersebut beserta argumen-argumen sebagai
penalaran akan membentuk teori dalam bidang pengetahuan bersangkutan.
Oleh karena itu, kegiatan dan tujuan ilmiah dalam membangun ilmu
diarahkan untuk menguji dan menetapkan kebenaran (to test and establish
the truth) suatu penjelasan (pernyataan)." Dengan demikian, untuk
memasukkan seperangkat pengetahuan sebagai sains, beberapa syarat atau
sifat harus dipenuhi. Eichner mengajukan salah satu sifat sains sebagai
berikut:"

Science, unlike metaphysics, applies rules to test the truth of ideas...


represent- ing a body of knowledge which grows cumulatively over time
and which has something of value to teach men and women of practical
affairs (hlm. 4).

Selain syarat bebas nilai, Surinsumantri (juga Eichner) menyebutkan


kriteria penting untuk menguji validitas pernyataan-pernyataan sebagai
seperangkat pengetahuan agar pengetahuan tersebut dapat disebut sebagai
sains. Kriteria tersebut adalah koherensi (coherence), korespondensi
(correspondence), keterujian (testability atau verifiability), dan keuniversalan
(universality). Koherensi menuntut bahwa seperangkat pernyataan-pernyataan
diturunkan secara logis atau bernalar dari asumsi atau premis yang
mendasarinya. Korespondensi menentukan apakah konklusi yang diturunkan
dari teori yang melandasinya didukung oleh fakta empiris di dunia nyata.
Keterujian menghendaki terdapatnya metoda yang cukup meyakinkan untuk
menguji teori. Keuniversalan atau kekomprehensifan adalah kriteria untuk
menentukan apakah pernyataan-pernyataan (teori) mampu untuk mencakupi
dan menjelaskan semua fakta yang berkaitan dengan fenomena yang dibahas.
Proses evaluasi untuk menentukan apakah kriteria tersebut dipenuhi disebut
dengan proses validasi atau konfirmasi. Proses validasi ini juga melibatkan
pertimbangan (judgment) tetapi dalam sains pertimbangan tersebut
dikendalikan oleh metoda atau kaidah ilmiah (rules of science).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sains adalah salah satu
cabang pengetahuan (seperangkat pengetahuan) yang bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran atau validitas penjelasan tentang suatu fenomena
dengan menerapkan metoda ilmiah. Hasil akhir sains adalah penjelasan
berupa kumpulan pernyataan- pernyataan beserta argumen-argumen sebagai
penjelasan yang telah tervalidasi yang secara keseluruhan membentuk teori.
Teori diajukan semata-mata untuk mendapatkan penjelasan yang valid
tentang suatu fenomena dan bukan untuk mencapai tujuan sosial, ekonomik,
atau politik tertentu atau untuk menjustifikasi suatu kebijakan (policy) atau
untuk mempengaruhi perilaku. Karena sains harus bebas nilai,
kebermanfaatan (usefulness) bukan menjadi pertimbangan utama sains. Sains
tidak menghasilkan kebijakan atau preskripsi.

Bila akuntansi dipandang sebagai sains, akuntansi akan banyak


membahas gejala akuntansi seperti mengapa perusahaan memilih metoda
akuntansi tertentu, faktor-faktor apa yang mendorong manajemen
memanipulasi laba, dan apakah partisipasi dalam penyusunan anggaran
mempengaruhi kinerja manajer divisi. Akuntansi tidak lagi membahas
bagaimana tujuan pelaporan dicapai dan bagaimana memperlakukan
(mengukur, mengakui, menyajikan, dan mengungkapkan) suatu objek
transaksi yang baik dan efektif. Akuntansi juga tidak lagi membahas
bagaimana menciptakan teknik, metoda, prinsip, atau perlakuan akuntansi
baru yang lebih baik.

Dengan pengertian di atas, seperangkat pengetahuan akuntansi


sebagaimana kita pahami dewasa ini jelas tidak tepat kalau diklasifikasi
sebagai sains. Tujuan akuntansi adalah menghasilkan atau menemukan
prinsip-prinsip umum (general principles) untuk menjustifikasi kebijakan
dalam rangka mencapai tujuan tertentu (tujuan pelaporan keuangan) bukan
untuk mendapatkan kebenaran penjelasan (teori). Prinsip-prinsip umum
tersebut dicari untuk menjadi dasar penentuan standar, metoda, atau teknik
yang diharapkan bermanfaat untuk mempengaruhi atau memperbaiki praktik.
Karena kebermanfaatan menjadi pertimbangan utama, akuntansi tidak dapat
bebas nilai karena faktor lingkungan harus dipertimbangkan. Pertimbangan
dalam sains dibimbing oleh metoda ilmiah sementara pertimbangan akuntansi
dibimbing oleh kebermanfaatan dalam mencapai tujuan ekonomik sehingga
prinsip umum dalam akuntansi (termasuk asumsi) tidak harus dapat diuji
validitasnya atau bahkan tidak memerlukan pengujian validitas." Meskipun
demikian, penurunan prinsip umum tersebut harus tetap memenuhi kriteria
koherensi. Artinya prinsip tersebut harus diturunkan secara logis atas dasar
asumsi atau premis yang disepakati sebagai basis penalaran.

Bahwa akuntansi tidak dapat diklasifikasi sebagai sains bukan berarti


bahwa akuntansi tidak ilmiah. Dalam proses pemahaman, pembelajaran, dan
pengembangan akuntansi, pendekatan atau sikap ilmiah (scientific approach
atau attitude) tetap dapat diterapkan karena pendekatan dan sikap tersebut
akan memberi keyakinan yang tinggi terhadap apa yang dihasilkan akuntansi.
Keyakinan yang tinggi dapat diperoleh karena argumen-argumen atau
pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menurunkan prinsip,
metoda, dan teknik dapat dipertanggungjelaskan (to be accounted for) secara
ilmiah.

Konsep dan prinsip umum (accounting concepts and principles) yang


dihasilkan akuntansi biasanya dikembangkan dalam kajian khusus yang
disebut teori akuntansi. Apakah subpengetahuan ini dapat diklasifikasi
sebagai sains? Jawaban atas pertanyaan ini bergantung pada pengertian yang
dilekatkan pada teori akuntansi. Hal ini dibahas di bagian lain dalam bab ini.

Akuntansi Sebagai Teknologi

Kalau akuntansi tidak dapat dikarakterisasi sebagai kerajinan tetapi


juga bukan sebagai sains, lalu apakah status seperangkat pengetahuan
akuntansi itu? Berkaitan dengan hal ini, Sudibyo menegaskan bahwa seni dan
sains bukan merupakan dua kutub yang kontinum." Kutub yang dimaksud di
sini adalah status atau klasifikasi (kelas) seperangkat pengetahuan dalam
taksonomi atau pohon pengetahuan. Karena kedua kutub tersebut bukan
suatu kontinum, tidak selayaknyalah akuntansi dipandang sebagai gabungan
antara seni dan sains. Kutub atau kelas yang masih terbuka untuk
mengklasifikasi status akuntansi adalah teknologi. Teknologi didefinisi sebagai
berikut:

The body of knowledge that is applicable to the production of goods. In its


use, the term technology has a broader meaning and its use is not limited in
physical enginecring While technology is generally embodied in tangible
products, it may be also manifested in the form of a skill, a practice or even
a 'technology culture which finally hecomes so diffuse that it is no longer
noticed. Technology is, in fact, the use of scientific knowledge by a given
society at a given moment to resolve concrete problems facing its
development, drawing mainly on the means at its disposal, in accordance
with its culture and scale of value" (hlm. 17-18).

Teknologi merupakan seperangkat pengetahuan untuk menghasilkan sesuatu


(goods) yang bermanfaat dan pengertian teknologi tidak terbatas pada
teknologi fisik (hard technology) tetapi juga teknologi lunak (soft technology)."
Teknologi merupakan sarana untuk memecahkan masalah nyata dalam
lingkungan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu,
teknologi bermuatan budaya dan nilai tempat teknologi berkembang atau
diterapkan.

Sudibyo menegaskan bahwa dengan mengenali karakteristik akuntansi, se-


perangkat pengetahuan akuntansi sebenarnya lebih merupakan suatu
teknologi (paling tidak teknologi lunak) dan oleh karenanya harus
dikembangkan sesuai dengan sifat teknologi tersebut agar lebih bermanfaat
dan mempunyai pengaruh nyata dalam kehidupan sosial tertentu. Teknologi
digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel alam dan sosial untuk
mencapai kehidupan tertentu yang lebih baik. Selanjutnya ditegaskan bahwa
pada kenyataannya akuntansi tidak mempunyai sifat-sifat sebagai sains.
Karena akuntansi masuk dalam bidang pengetahuan teknologi, akuntansi
dapat didefinisi sebagai "rekayasa informasi dan pengendalian keuangan."
Sebagai teknologi, akuntansi dapat memanfaatkan teori-teori dan pengetahuan
yang dikembangkan dalam disiplin ilmu yang lain untuk mencapai tujuan
tertentu tanpa harus mengembangkan teori tersendiri.

Bahwa akuntansi sebenarnya masuk dalam bidang teknologi telah


banyak dikemukakan dalam literatur akuntansi. Littleton memberi ciri
akuntansi seperti berikut ini."

Accounting as a technology, after a slow start, has finally become a much


improved instrument for managerial control in the interest of efficiency and
profit (hlm. 7).

Accounting is a technology, a modified statistical technology. The details of


a technical methodology are prescribed by and at the same time are limited
by its objectives, major or minor. Those who use accounting intimately and
those who leach its intricacies develop a keen awareness of the service this
technology can be made to render, and experience an increasing
appreciation of the interrelation of objective and methods (hlm. 74).

Gaffikin sangat mendukung gagasan bahwa akuntansi merupakan


suatu teknologi yang sangat berbeda dengan sains. Walaupun akuntansi itu
sendiri tidak harus merupakan sains tetapi sains dapat dimanfaatkan dalam
akuntansi untuk menciptakan sesuatu dalam rangka mencapai kemakmuran
ekonomik. Akuntansi dirancang untuk memperlancar kegiatan ekonomik dan
oleh karenanya akuntansi berfungsi sebagai teknologi untuk kepentingan
(kebijakan) politik. Hal ini dikemukakannya sebagai berikut:

" Science itself has become subordinated to politica. Science has become
inextrica- bly linked to technology, technologo to economic welfare. .
Accounting is designed to facilitate economic activity It too serves as a
"technology" which will be used for political advantage (hlm. 299).

Dengan nada yang sama, Dillard menyatakan bahwa "technology is some


aystem of axioms, laws, rules andior relationships, which are applied in order to
affect some transformation having practical significance." Karakteristik yang
melekat pada pengertian akuntansi mengandung komponen teknologi yang
cukup besar. Selanjutnya Dillard menyatakan bahwa "accounting is a
technology but it is a technology that is not ideologically sterile."

Argumen lain yang diajukan untuk tidak mengklasifikasi akuntansi sebagai


sains adalah adanya keberbiasan kebudayaan (cultural-biasedness) dalam
pengetahuan akuntansi. Budaya merupakan salah satu faktor lingkungan
yang sangat kuat dalam mempengaruhi sistem akuntansi suatu negara. Perera
menggambarkan sifat akuntansi sebagai berikut:

" Accounting is a socio-technical activity involving both human and non-


human resources or techniques as well as interaction betuween the two.
Althaugh the technical aspect of accounting is less culture dependent than
the hunuan aspect, because the two interact, accounting cannot be culture
free.
Kalau akuntansi harus masuk dalam sains, paling jauh dapat dikatakan
bahwa akuntansi adalah sains terapan (applied science). Teknologi itulah
merupakan sains terapan."" Penerapan teknologi tidak dapat lepas dari nilai
budaya tempat akuntansi akan diterapkan. Perera menyatakan bahwa sains
bersifat univeraal dan bebas nilai tetapi akuntansi tetap dapat menggunakan
teknik-teknik ilmiah (scientific know-how) untuk kepentingan
pengembangannya.

Buku ini dikembangkan atas dasar pemikiran bahwa akuntansi


merupakan teknologi. Definisi akuntansi sebagai seperangkat pengetahuan
perekayasaan yang diajukan sebelumnya (halaman 10) didasarkan atas
pemikiran ini. Akuntansi dipandang sebagai alat institusi sosial untuk
menyediakan pedoman pengukuran dan metoda untuk mengendalikan
kegiatan dan perilaku pengambil keputusan ekonomik yang dominan dalam
lingkup perusahaan ataupun negara. Oleh karena itu, akuntansi harus
responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan juga harus merefleksi kondisi
sosial, politis, hukum, budaya, dan ekonomik tempat akuntansi beroperasi
atau diterapkan.

Perekayasaan Pelaporan Keuangan

Melekat dalam tiap teknologi adalah masalah penentuan cara yang


terbaik untuk mengerjakan atau mencapai sesuatu. Proses untuk menentukan
cara yang terbaik untuk mendapatkan produk (hasil) terbaik dalam penerapan
suatu teknologi disebut perekayasaan (engineering)." Perekayasaan adalah
proses terencana dan sistematis yang melibatkan pemikiran, penalaran, dan
pertimbangan (exercise of judgment) untuk memilih dan menentukan teori,
pengetahuan yang tersedia (available knowledge), konsep, metoda, teknik,
serta pendekatan untuk menghasilkan suatu produk (konkret atau
konseptual). Perekayasaan akuntansi meengikuti proses yang sama baik pada
tingkat makro (nasional) maupun pada tingkat mikro (perusahaan). Yang
dimaksud akuntansi dalam perekayasaan ini adalah akuntansi dalam arti luas
yaitu sebagai suatu sistem pelaporan keuangan umum yang melibatkan
kebijakan umum akuntansi (tentang struktur, mekanisma, pihak yang terlibat,
dan standar pelaporan) dalam suatu wilayah negara tertentu. Pelaporan
keuangan adalah struktur dan proses tentang bagaimana informasi keuangan
untuk semua unit usaha dan pemerintahan harus disediakan dan dilaporkan
dalam suatu negara untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomik." Sebagai
teknologi, Sudibyo menggambarkan proses ini dalam bentuk struktur rekayasa
akuntansi yang disajikan dalam Gambar 1.3. di bawah ini."

Dalam perekayasaan pelaporan keuangan, akuntansi memanfaatkan penge-


tahuan dan sains dari berbagai disiplin ilmu. Tujuan akuntansi akan menjadi
kekuatan pengarah dalam merekayasa akuntansi karena tujuan tersebut akan
digunakan untuk mengevaluasi kebermanfaatan dan keefektifan produk yang
dihasilkan. Pada tingkat makro, produk perekayasaan akuntansi adalah
semacam konstitusi yang disebut rerangka konseptual (conceptual framework)
yang akan dibahas lebih lanjut di bab lain buku ini. Bila akuntansi
diperlakukan sebagai teknologi, akan mudahlah untuk mendefinisi apa yang
disebut teori akuntansi.
Teori Akuntansi Sebagai Sains

Untuk memahami pengertian teori akuntansi, perlu dibahas dahulu


pengertian teori. Banyak buku akuntansi yang judulnya memuat kata teori
akuntansi mendefinisi teori akuntansi sesuai dengan tujuan pembahasan
dalam buku tersebut. Oleh karena itu, pengertian teori dalam buku yang satu
dapat berbeda dengan pengertian teori dalam buku yang lain. Pengertian teori
akuntansi juga bervariasi bergantung pada pengertian teori dan' sifat disiplin
pengetahuan yang ditumpu.

Teori sering diartikan sebagai sesuatu yang tidak operasional atau


sesuatu bersifat abstrak atau sesuatu yang ideal sebagai lawan dari sesuatu
yang nyata dan dikerjakan dalam dunia nyata. Makna teori diasosiasi dengan
apa yang diharapkan atau apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan
senyatanya dan tidak bersifat praktis. Teori di sini diartikan tidak lebih dari
peraturan, ketentuan, tata-tertib, tata-cara, atau pedoman tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu yang ideal (bersifat normatif). Dengan pengertian ini,
teori akuntansi sering diartikan sebagai sekumpulan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku dan harus dianut dalam lingkungan tertentu. Karena itu,
mempelajari teori akuntansi sering disalahartikan sebagai mempelajari
standar akuntansi (misalnya buku Standar Akuntansi Keuangan) dan cara
penerapannya. Teori akuntansi mempunyai pengertian lebih dari sekadar
standar akuntansi.

Untuk basis pembahasan dan pemahaman teori, diajukan pengertian


teori dari Cooper dan Schindler sebagai berikut:

a set of systematieally interrelated concepts, definitions, and propositions


that are advanced to explain and predict phenomena or facts (hlm. 51).

Watts dan Zimmerman mengidentifikasi komponen yang membentuk


teori untuk tujuan riset akuntansi sebagai berikut:
A theory consists of two parts: the assumptions, including the definitions
of vari- ables and the logic that relates them, and the set of substantive
hypoiheses. The assumptions, definitions, and logic are used to organize,
analyze, and under- stand the empirical phenomena of intereat, while
hypotheses are the predictions generated from the analysis. The
development of a theory begins with the researcher thinking of an
explanation for some phenomena (hlm. 9).

Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang saling


berkaitan secara sistematis yang diajukan untuk menjelaskan dan
memprediksi fenomena atau fakta. Teori akan berisi pernyataan-pernyataan
asumsi dan hipotesis (proposisi). Proposisi adalah pernyataan tentang
hubungan teoretis konsep-konsep (variabel-variabel) yang diteorikan. Konsep
adalah makna atau karakteristik yang berkaitan dengan kejadian, objek,
kondisi, atau perilaku. Suatu proposisi misalnya berbunyi: "Asas akrual lebih
bermanfaat daripada asas tunai." Dalam hal ini "asas akrual" dan "asas tunai"
merupakan konsep sedangkan "lebih bermanfant daripada" merupakan
hubungan teoretis konsep-konsep tersebut. Agar menjadi teori yang kuat
proposisi harus dimungkinkan untuk diuji secara ilmiah dan didukung oleh
apa yang nyatanya diamati (data empiris). Sebagai sains, kegiatan
penjelajahan dan riset akuntansi lebih diarahkan untuk menguji secara ilmiah
teori-teori tersebut yang diajukan sebagai penjelasan fenomena akuntansi,
alam, atau sosial.

Dari pengertian diatas, tujuan teori adalah menjelaskan dan


memprediksi. Menjelaskan berarti menganalisis dan memberi alasan mengapa
fenomena atau fakta seperti yang diamati. Teori permintaan (dalam
ekonomika) misalnya menjelaskan mengapa kalau harga naik, kuantitas
barang yang diminta akan menurun. Memprediksi berarti memberi keyakinan
bahwa kalau asumsi-asumsi atau syarat-syarat yang diteorikan dipenuhi
besar kemungkinan suatu fenomena atau fakta (peristiwa) tertentu akan
terjadi. Hipotesis bahwa kuantitas yang diminta turun kalau harga naik
adalah prediksi yang diturunkan dari analisis. Keseluruhan analisis
membentuk teori dalam bidang pengetahuan tertentu.

Bila pengertian di atas diterapkan untuk akuntansi, teori akuntansi


(general theory of accounting) sering dimaksudkan sebagai sains yang berdiri
sendiri yang menjadi sumber atau induk pengetahuan dan praktik akuntansi.
Teori akuntansi merupakan seperangkat hipotesis-hipotesis yang bersifat
deskriptif sebagai hasil penelitian dengan menggunakan metoda ilmiah
tertentu. Oleh karena itu, teori akuntansi berisi keseluruhan analisis dan
komponen-komponennya (asumsi, definisi, dan hipotesis) yang menjadi
sumber acuan untuk menjelaskan dan memprediksi gejala-gejala atau
peristiwa dalam akuntansi. Dengan demikian, status teori akuntansi akan
menjadi sains setara dengan pengertian teori dalam astronomi, ekonomika,
fisika, biologi, dan sebagainya. Para teoris akuntansi (accounting teoritis)
mengemulasi atau meniru metoda ilmiah (scienctific method) untuk
mengembangkan teori akuntansi. Mereka berusaha untuk membawa dan
mengartikan teori akuntansi menuju ke status teori seperti itu. Teori
akuntansi sebagai sains seperti inilah yang disebut dengan teori akuntansi
positif (positive accounting theory). Pengertian seperti ini sesuai dengan
pemasukan seperangkat pengetahuan akuntansi sebagai sains bukan sebagai
teknologi.

Karena teori akuntansi disetarakan dengan sains, apa yang dibahas dan
dihasilkan oleh teori ini harus memenuhi kriteria sains yaitu bebas nilai (tidak
untuk mencapai tujuan sosial atau ekonomik tertentu), koheren, universal,
dan dapat diuji/diverifikasi secara empiris. Kebutuhan untuk memenuhi
kriteria ini menjadikan arah teori akuntansi bergeser dari menghasilkan
prinsip dan praktik akuntansi baru yang lebih baik menuju ke menguji
validitas penjelasan suatu fenomena atau fakta akuntansi. Demikian juga,
bahan kajian akuntansi (the subject matter of accounting) bergeser dari
akuntansi sebagai objek ke manusia di belakang akuntansi (akuntan,
manajemen, investor, dan pelaku pasar modal). Sebagai contoh, akuntansi
tidak lagi berkepentingan dengan masalah bagaimana menemukan atau
menciptakan perlakuan atau prinsip akuntansi yang lebih baik tetapi lebih
berkepentingan dengan masalah mengapa dalam suatu kantor akuntan publik
seorang akuntan lebih suka bekerja di divisi pajak daripada di divisi
pengauditan.

Sterling mengkritik pergeseran tersebut sebagai sesuatu kesalahan yang


substantif dalam pengembangan akuntansi, pengetahuan dianalogi dengan
kartografi, teori akuntansi positif lebih tertarik untuk menguji mengapa
kartografer lebih suka menggunakan alat merek Mutoh dibanding Rotring
daripada tertarik untuk mengembangkan cara-cara untuk membuat peta yang
baik. Hal ini merupakan penyimpangan yang sangat menye- satkan dan dapat
menghambat pengembangan praktik akuntansi baru. Dengan pergeseran
objek bahasan seperti itu, Christenson mengemukakan bahwa teori akuntansi
positif bukan lagi merupakan pengetahuan akuntansi tetapi lebih merupakan
sosiologi akuntan karena fenomena atau bahasa pokoknya adalah perilaku
akuntan bukan lagi seperangkat pengetahuan akuntansi sebagai suatu ke-
satuan pengetahuan tentang sistem pelaporan (entitas pengetahuan)."

Pergeseran bahasan pokok terpaksa dilakukan oleh pendukung teori


akuntansi positif karena keperluan untuk memenuhi metoda ilmiah yang
diartikan metoda ilmiah dalam ilmu alam (natural science). Dengan kata Inin,
teori akuntansi sebagai sains mengemulasi metoda ilmiah dalam ilmu alam.
Dalam kaitanhya dengan hal ini, Wahyudi (1999) mengkritik aliran teori
akuntansi semacam ini (disebut mainstream accounting) karena dalam
kenyataannya akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda
dengan ilmu alam. Upaya pengembangan akuntansi dengan pendekatan ini
tidak akan menghasilkan jawaban (berupa teknik-teknik atau prinsip-prinsip
baru) untuk memecahkan masalah akuntansi.

Teorl Akuntansl Sebagal Penalaran Logis


Teori dapat pula diartikan sebagni suatu penalaran logis (logical
reasoning) yang melandasi praktik (berupa tindakan, kebijakan, atau
peraturan) dalam kehidupan nyata. Teori berusaha untuk memberikan
pembenaran (justification) terhadap praktik agar praktik mempunyai kekuatan
untuk dapat dipertahankan atau dipertanggungjelaskan kelayakannya.
Penalaran logis berisi asumsi, dasar pikiran, konsep, dan argumen yang saling
berkaitan dan yang membentuk suatu rerangka pikir yang logis. Hasil proses
penalaran logis dapat dituangkan dalam bentuk dokumen yang berisi prinsip-
prinsip umum (semacam konstitusi) yang menjadi landasan umum untuk
menentukan tindakan atau praktik (dalam bentuk undang-undang atau
peraturan) yang terbaik dalam mencapal suatu tujuan.

Bila diterapkan untuk akuntansi, teori akuntansi sering dimaksudkan


sebagal suatu penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan
tentang perlakuan akuntansi tertentu (baik menurut standar akuntansi atau
menurut tradisi) dan tentang struktur akuntansi yang berlaku dalam suatu
wilayah tertentu. Teori akuntansi membahas proses pemikiran atau penalaran
untuk menjelaskan kelayakan prinsip atau praktik akuntansi tertentu yang
sudah berjalan atau untuk memberi landasan konseptual dalam penentuan
standar atau praktik yang baru. Pengertian seperti ini sesuai dengan
pengertian teori yang didefinisi Hendriksen seperti berikut ini."

accounting theory may be defined as logical reasoning in the form of a


set of broad principles that (1) provide a general frame of reference by
which account- ing practice can be evaluated and (2) guide the
development of new practices and procedures (hlm. 1).

Paton dan Littleton mengemukakan bahwa tujuan teori akuntansi adalah


menyediakan gagasan-gagasan mendasar (fundamental ideas) yang menjadi
basis atau fondasi dalam proses perekayasaan pelaporan keuangan. Hasil
perekayasaan tersebut berupa seperangkat doktrin (body of doctrin) yang
berkaitan secara logis, terkoordinasi, dan konsisten yang mempunyai fungsi
sebagai landasan untuk penurunan standar akuntansi. Pengertian teori
akuntansi seperti itu dinyatakan Paton dan Littleton sebagai berikut:

We have attempted to weave together the fundamental ideas of


accounting rather than to state standards as such. The intention has
been to build a framework within which a subsequent statement of
corporate accounting standards could be erected. Accounting theory is
here conceived to be a coherent, coordinated, con- sistent body of
doctrine which may be compactly'exrpressed in the form of stan- dards
if desired.

Bila akuntansi dipandang sebagai teknologi, teori akuntansi dapat dipandang


sebagai penjelasan atau pemikiran untuk menentukan apa dan bagaimana
cara terbaik untuk memperlakukan (mendefinisi, mengukur, mengakui, dan
menyajikan) suatu objek akuntansi. Penjelasan atau pemikiran seperti itu
sangat diperlukan karena terdapat banyak cara yang tersedia baik secara
teoretis maupun praktis untuk mencapai tujuan akuntansi. Hasil pemikiran
tersebut dituangkan dalam suatu dokumen yang berisi konsep-konsep atau
gagasan-gagasan (ideas) yang saling berkaitan secara logis. Dein menjelaskan
secara rinci pengertian teori semacam itu sebagai berikut:

Accounting is a technology that has developed very recently. With


accounting, as with any technology in the proses of development, there
has been of necednity a good deal of uncertainty as to the best way to
do things, and indeed what are the precise things that accounting can
be expected to do. . The explanations which are developed in this
process of determining the "what" and the "how" become the literature of
the technology. . these explanations are called the theory of the
subject. . (hlm. 389).

.. accounting theory is a scheme of interrelated and internally


consistent ideas on the manner and the devices by which the function of
accounting can be real- ized. The formulation of accounting theory would
improve the service that accounting is prepared to render in our
business and social structure by provid- ing the structure by which to
test and improve present practices of accounting and to serve as a guide
to the solution to those new problems which are certain to intrude
themselves (hlm 400)

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa teori akuntansi meru-


pakan penalaran logis (logical reasoning), gagasan-gagasan mendasar
(fundamental ideas), atau gagasan-gagasan yang berkaitan dan konsisten
(interelated and internally consistent ideas) yang semuanya dapal disebut
sebagai penalaran logis saja. Karena akuntansi diperlakukan sebagai
teknologi, proses penalaran logis tersebut dapat disebut sebagai perekayasaan.
Hasil perekayasaan dalam hal ini dapat berupa seperangkat prinsip umum (a
set of broad principles), seperangkat doktrin (a body of doctrine), atau suatu
struktur/rerangka konsep-konsep yang terpadu (a structure or scheme of
interrelated ideas)." Prinsip umum, doktrin, atau rerangka tersebut berfungsi
untuk:

o acuan pengevaluasian praktik akuntansi yang berjalan (a frame of ref-


erence by which accounting practice can be evaluated)
o pengarah pengembangan praktik dan prosedur akuntansi baru (a guide
the development of new practices and procedures)
o basis penurunan standar akuntansi (expressed in the form of standards)
o titik tolak pengujian dan perbaikan praktik berjalan (to test and improve
present practices)
o pedoman pemecahan masalah potensial (a guide to the solution to those
new problems)

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa teori akuntansi merupakan penalaran


logis. Proses penalaran logis untuk akuntansi diwujudkan dalam bentuk
perekayasaan pelaporan keuangan. Perekayasaan akuntansi (pelaporan
keuangan) menghasilkan suatu rerangka konseptual. Fungsi rerangka
konseptual adalah untuk mengevaluasi atau membenarkan (menjustifikasi)
dan untuk mempengaruhi atau mengembangkan praktik akuntansi. Secara
diagramatis, pengertian teori akuntansi sebagai penalaran logis dan
hubungannya dengan praktik akuntansi dapat dilukiskan dalam Gambar 1.4
berikut.

Dalam gambar tersebut, pengertian mengevaluasi dan membenarkan adalah


bahwa penalaran logis dapat digunakan untuk memberi jawaban mengapa
praktik yang terjadi seperti yang sekarang berjalan dan mengapa bukan yang
lain. Mengevaluasi berarti membandingkan apakah praktik yang sedang
berjalan audah selayaknya kalau ditinjau dari tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaporan keuangan dan menentukan apakah ada alternatif yang lebih baik.
Dengan kata lain, penalaran logis dapat digunakan untuk menilai apakah
praktik yang sekarang berjalan telah mendukung atau menjamin tercapainya
tujuan pelaporan yang dicanangkan dalam rerangka konseptual. Kalau praktik
tertentu ternyata sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, praktik tersebut
dapat dikuatkan menjadi standar oleh badan penyusun standar.

Mempengaruhi dan mengembangkan berarti bahwa kalau ada suatu


masalah akuntansi dalam praktik yang perlakuannya belum diatur dalam
suatu standar resmi (misalnya masalah pengukuran dan penyajian) maka
pemecahannya dopat dilakukan oleh akuntan praktik dengan menggunakan
penalaran logis seperti di atas sehingga praktik-praktik yang kemudian terjadi
akan menjadi berdasar dan taat asas (consistent). Walaupun praktisi
akuntansi mempunyai keleluasaan untuk menggunakan pertimbangannya
dalam memecahkan masalah dalam praktik, penalaran logis dan rerangka
konseptual dapat mempengaruhi pertimbangan praktisi (exercises of judgment)
dengan memberikan landasan berpikit dan batas keleluasaan memilih (bounds
for judgment). Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh para praktisi
masih dalam batas-batas penalaran yang mengarah ke tujuan dan tidak
bersifat subjektif.

Meskipun metodanya sama, penalaran logis di sini harus dibedakan


dengan penalaran atau penjelasan ilmiah sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Teori akuntansi sebagai sains juga memerlukan penalaran logis tetapi
penalaran ilmiah tersebut bersifat universal dan objektif dan tidak dipengaruhi
oleh tujuan-tujuan dan kebijakan (policy) khusus yang berlaku dalam suatu
lingkungan. Penalaran logis dalam akuntansi justru acapkali digunakan untuk
membenarkan suatu prak- tik atau perlakuan tertentu dengan maksud untuk
"memaksakan" praktik atau perlakuan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Penalaran semacam ini tentu saja tidak dapat lepas dari
pengaruh kebijakaan politis, ekonomik, maupun sosial untuk mencapai
tujuan tertentu. Itulah sebabnya penalaran dalam akuntansi lebih tepat untuk
disebut sebagai justification daripada explanation.

Praktik yang sedang berjalan belum tentu merupakan pilihan yang


terbaik ditinjau dari segi konseptual. Penalaran logis dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengembangkan praktik baru kalau memang tujuan tertentu
hanya dapat dicapai dengan menciptakan praktik yang baru. Praktik yang
baru dapat dikembangkan dengan penerbitan standar baru oleh badan yang
berwenang. Dengan standar baru tersebut, diharapkan praktik di masa
mendatang akan menjadi terarah dan konsisten menuju ke pencapaian tujuan
pelaporan keuangan yang diharapkan. Penalaran seperti inilah yang paling
sering dibahas dalam literatur teori akuntansi dan proses pemikiran semacam
ini dikenal dengan istilah pena- laran deduktif. Dalam penalaran ini, tujuan
merupakan komponen yang paling penting untuk ditentukan karena tujuan
yang berbeda akan menghasilkan struk- tur yang berbeda pula. Kalau
penalaran ini dapat disebut sebagai teori umum akuntansi maka penalaran
semacam ini akan membentuk apa yang sering disebut dengan teori akuntansi
normatif.

Perspektif Teori Akuntansi Pembahasan sebelum ini membedakan


pengertian teori atas dasar taksonomi akuntansi sebagai sains atau teknologi.
Bila akuntansi diperlakukan sebagai sains, teori akuntansi akan merupakan
penjelasan ilmiah. Bila akuntansi diperlakukan sebagai teknologi, teori
akunlansi diartikan sebagai penalaran logis. Manapun perlakuan yang dianut,
teori akuntansi akan berisi pernyatan-pernyataan yang berupa baik penjelasan
ataupun pembenaran (justifikasi) tentang suatu fenomena atau perlakuan
akuntansi. Contoh fenomena atau perlakuan akuntansi antara lain adalah
adanya bermacam metoda akuntansi, penggunaan sistem berpasangan (debit-
kredit), keharusan menyusun statemen aliran kas, pernyataan bahwa akun-
tansi kos sekarang lebih relevan dari akuntansi kos historis, dan adanya
reaksi pasar modal terhadap penerbitan informasi laba. Selain perspektif
(aspek) taksonomi yang membagi teori akuntansi menjadi penjelasan ilmiah
dan justifikasi, teori akuntansi juga sering dikelompokkan atas dasar
perspektif lain menurut tujuan atau penekanan pembahasan.

Aspek Sasaran Teori

Aspek sasaran (goal) teori akuntansi telah disinggung dalam beberapa uraian
sebelum ini. Aspek sasaran ini mendasari pembedaan teori akuntansi menjadi
teori akuntansi positif dan normatif. Klasifikasi ini sebenarnya merupakan
konsekuensi logis dari pendefinisian akuntansi sebagai sains atau teknologi.
Pandangan sains akan menghasilkan teori akuntansi positif dan pandangan
teknologi akan menghasilkan teori akuntansi normatif. Klasifikasi ini terjadi
karena sasaran yang berbeda yang ingin dicapai atau dihasilkan oleh teori
akuntansi.

Penjelasan positif berisi pernyataan tentang sesuatu (kejadian, tindakan,


atau perbuatan) seperti apa adanya sesuai dengan fakta atau apa yang terjadi
atas dasar pengamatan empiris. Penjelasan positif diarahkan untuk memberi
jawaban apakah sesuatu pernyataan itu benar atau salah (true or false) atas
dasar kriteria ilmiah. Penjelasan normatif berisi pernyataan dan penalaran
untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk (good or bad) atau relevan
atau takrelevan (relevant or irrelevant) dalam kaitannya dengan kebijakan
ekonomik atau sosial tertentu. Penjelasan normatif diarahkan untuk
mendukung atau menghasilkan kebijakan politik sehingga bersifat pembuatan
kebijakan (policy making).

Dengan pemikiran di atas, Blaug (1992) menjelaskan bahwa teori positif


berkepentingan dengan masalah fakta (realm of fact) sedangkan teori normatif
berkepentingan dengan masalah nilai (realm of values). Selanjutnya, Blaug
memisahkan kedua teori tersebut dengan kata-kata kunci pembeda yang
dimuat dalam gambar berikut ini.
Atas dasar perbedaan aspek di atas, sasaran teori akuntansi positif
adalah menghasilkan penjelasan tentang apa yang nyatanya terjadi secara
objektif tanpa dilandasi oleh pertimbangan nilai (value-judgment). Misalnya,
teori akuntansi positif berusaha untuk menjelaskan fakta (facts) bahwa
sekelompok peruaahaan memilih metoda MPKP (FIFO) sementara kelompok
yang lain memilih MTKP (LIFO). Teori akuntansi positif mengajukan proposisi
atau hipotesis bahwa perusahaan pemanufakturan cenderung memilih MPKP
sedangkan perusahaan perdagangan cenderung memilih MTKP. Teori
akuntansi positif berusaha menentukan apakah hipotesis tersebut benar atau
salah (true or false) dengan menggunakan metoda ilmiah (science) atas dasar
pengamatan data yang nyatanya terjadi (objective). Bila hipotesis terbukti,
penjelasan diwujudkan dalam bentuk pernyataan misalnya bahwa perusahaan
yang memilih MPKP adalah (is) perusahaan pemanufakturan. Karena tujuan
teori positif adalah untuk mendeskripsi (bersifat descriptive), teori
pertimbangan nilai) apakah metoda MPKP lebih baik atau lebih bermanfaat
daripada metoda MTKP.

Di lain pihak, sasaran teori akuntansi normatif adalah menghasilkan


penjelasan atau penalaran mengapa perlakuan akuntansi tertentu lebih baik
atau lebih efektif (good or bad) daripada perlakuan akuntansi alternatif karena
tujuan akuntansi tertentu harus dicapai. Misalnya, teori akuntansi normatif
berusaha untuk menjawab apakah akuntansi kos historis (historical cost
accounting) lebih baik daripada akuntansi kos sekarang (current cost
accounting) untuk mencapai tujuan akuntansi. Untuk menjawab masalah ini,
teori akuntansi normatif mendasarkan penjelasan atau teorinya atas dasar
tujuan yang telah disepakati untuk dicapai. Tujuan tersebut jelas memuat
nilai-nilai (values) yang harus dipertahankan. Penentuan kesesuaian dengan
tujuan merupakan proses subjektif (subjective) yang melibatkan kemampuan
menimbang (art) antara manfaat dan risiko atau keuntungan dan kerugian.
Hasil akhir teori akuntansi normatif adalah suatu pernyataan atau proposal
yang menganjurkan tindakan tertentu (prescriptive). Dalam contoh ini,
misalnya, teori akuntansi akan menghasilkan pernyataan yang berbunyi
bahwa aset tetap harus (ought atau should) dinilai dan dicantumkan dalam
neraca atas dasar kos historis. Teori akuntansi positif sering diklasifikasi
sebagai teori formal dan teori normatif sebagai teori non-formal."

Jadi, perbedaan teori akuntansi positif dan normatif timbul akibat


perbedaan sasaran teori dan bidang masalah (real) yang menjadi perhatian
masing-masing teori. Bila dikaitkan dengan dikotomi sains-teknologi, teori
akuntansi positif lebih erat kaitannya dengan akuntansi sebagai sains
sedangkan teori akuntansi normatif lebih erat kaitannya dengan akuntansi
sebagai teknologi. Gambar 1.6 di halaman berikut ini mendaftar contoh-contoh
pertanyaan yang membentuk bidang masalah untuk membedakan kedua teori
tersebut.
Aspek Tataran Semiotika

Akuntansi berkepentingan dengan penyediaan dan penyampaian


informasi sebagai sarana komunikasi bisnis sehingga akuntansi dapat disebut
sebagai bahasa bisnis (the language of business). Bahasa merupakan bagian
penting dalam komunikasi. Pesan atau makna yang ada di benak pengirim
disimbolkan dalam bentuk ungkapan bahasa yang tepat agar makna tersebut
ditafsirkan sama persis seperti yang dimaksudkan. Apa yang terkandung
dalam simbol bahasa itulah yang menjadi informasi bagi penerima (pembaca).
Efek komunikatif menjadi sasaran penyam- paian gugasan atau informasi dari
pengirim (penyedia informasi) kepada penerima (pemakai informasi). Tanda
atau simbol bahasa (gambar-gambar dan kata-kata) dan tata bahasa
membentuk ungkapan bahasa yang menjadi media komunikasi. Dalam ilmu
bahasa, sistem komunikasi dan efek komunikatif (teori komunikasi) dipelajari
dalam tiga bidang kajian yaitu semiotika, linguistika, dan logika.

Semiotika merupakan bidang kajian yang membahas teori umum


tentang tanda-tanda (signs) dan simbol-simbol dalam bidang linguistika.
Linguistika itu sendiri merupakan bidang kajian ilmu bahasa yang membahas
fonetik, gramatika, morfologi, dan makna kata atau ungkapan. Logika
membahas masalah yang berkaitan dengan validitas penalaran dan
penyimpulan. Ketiga bidang kajian ini menjadi teori yang melandasi
terciptanya komunikasi yang efektif. Sebagai teori umum dalam penyimbolan
informasi, semiotika membahas tiga pertanyaan pokok yang berkaitan dengan
simbol informasi. Ketiga pertanyaan tersebut adalah:

1. Apakah simbol tersebut logis (masuk akal)?


2. Apa makna yang dikandung oleh simbol?
3. Apakah ungkapan tersebut mempunyai efek (pengaruh) terhadap
penerima?

Pokok masalah di atas membentuk tiga tataran (level) semiotika yaitu


sintak- tika, semantika, dan pragmatika. Sintaktika menelaah logika dan
kaidah bahasa yaitu hubungan logis di antara tanda-tanda atau simbol-simbol
bahasa. Semantika menelaah hubungan antara tanda atau simbol dan dunia
kenyataan (fakta) yang disimbolkannya. Pragmatika membahas dan menguji
apakah komunikasi efektif dengan mempelajari ada tidaknya perubahan
perilaku penerima. Moeliono (1989) memberi ciri tiap tataran semiotika dalam
teori komunikasi dalam Gambar 1.7 berikut.
Akuntansi keuangan yang dikenal luas sekarang ini dikembangkan atau
direkayasa atas dasar premis bahwa investor dan kreditor adalah pihak yang
dituju informasi. Efek komunikasi yang ingin dicapai adalah agar pihak yang
dituju tersebut bersedia menanamkan dana ke kegiatan ekonomik yang
dibutuhkan masyarakat melalui perusahaan. Karena perilaku investor dan
kreditor menjadi sasaran pemengaruhan, pesan (message) yang ingin
disampaikan mengenai perusahaan adalah misalnya likuiditas, solvensi, dan
profitabilitas. Dianggap pesan tersebut merupakan masukan dalam
pengambilan keputusan investor dan kreditor. Pesan tersebut disampaikan
melalui medium statemen keuangan. Atas dasar analogi tataran semiotika di
atas, model komunikasi bisnis dengan akuntansi se- bagai bahasanya dapat
dilukiskan dalam Gambar 1.8 di bawah ini.
Pemahaman teori akuntansi dapat dicapai dengan mengidentifikasi teori
akuntansi atas dasar tataran semiotika di atas. Gambar 1.8 menunjukkan
bahwa perekayasa akuntansi berteori pada tiga tataran yaitu semantik,
sintaktik, dan pragmatik dalam rangka menghasilkan suatu struktur
pelaporan keuangan dalam negara tertentu. Dengan demikian, teori akuntansi
dapat dibedakan atas dasar sasaran bahasan dan pemahaman menjadi teori
akuntansi semantik, sintaktik, dan pragmatik. Uraian berikut membahas
karakteristik tiap bideng teori akuntansi ini.

Teori Akuntansi Semantik

Teori akuntansi semantik menekankan pembahasan pada masalah


penyimbolan dunia nyata atau realitas (kegiatan perusahaan) ke dalam tanda-
tanda bahasa akuntansi (elemen statemen. keuangan) sehingga orang dapat
membayangkan kegiatan fisis perusahaan tanpa harus secara langsung
menyaksikan kegiatan tersebut. Teori ini berusaha untuk menjawab apakah
elemen-elemen statemen keuangan benar-benar merepresentasi opa yang
memang dimaksudkan dan untuk meyakinkan bahwa makna yang
terkandung dalam simbol pelaporan tidak disalahartikan oleh pemakai. Teori
ini berusaha untuk menemukan dan merumuskan makna-makna penting
pelaporan keuangan. Oleh karena itu, teori ini banyak membahas
pendefinisian makna elemen (objek), pengidentifikasian atribut atau
karakteristik elemen sebagai bahan pendefinisian, dan penentuan jumlah
rupiah (pengukuran) elemen sebagai salah satu atribut.

Pendefinisian merupakan langkah penting dalam teori semantik karena


kesalahan pemaknaan mempunyai implikasi penting dalam pengoperasian
akuntansi. Misalnya, dalam pendefinisian aset, penguasaan (control)
bukannya pemilikan (ownership) yang dijadikan kriteria karena kalau
pemilikan menjadi kriteria aset akan banyak objek yang tidak masuk sebagai
aset. Pendefinisian dan pemaknaan laba bersih (net income) juga menjadi
perhatian penting teori ini karena akuntansi berusaha untuk melekatkan
makna laba akuntansi agar mendekati konsep laba ekonomik. Demikian juga,
teori ini menjelaskan bahwa laba (earnings) atas dasar asas akrual merupakan
indikator kemampuan mendatangkan kas di masa datang. Laba bukan
sekadar kenaikan kas dalam suatu perioda.

Secara konseptual, informasi akuntansi dalam laporan terefleksi dalam


tiga unsur yaitu elemen (objek) yang menyimbolkan kegiatan, jumlah ruplah
sebagai pengukur (size), dan hubungan (relationship) antar elemen. Objek,
peng- ukur, dan hubungan itulah yang membentuk makna yang akhirnya
menjadi informasi. Dengan kata lain, hubungan antara elemen merupakan
informasi semantik. Informasi semantik dalam pelaporan keuangan antara
lain adalah likuiditas, solvensi, profitabilitas, dan efisiensi. Jadi, teori
akuntansi semantik berkepentingan dengan pelambangan dan penafsiran
objek akuntansi untuk menghasilkan informasi semantik yang bermakna bagi
pemakai laporan. Agar komunikasi akuntansi efektif, penyampaian informasi
semantik (makna suatu objek) tidak dapat dipisahkan dengan informasi
sintaktik (struktur akuntansi).
Teori Akuntansi Sintaktik Teori akuntansi sintaktik adalah teori yang
berorientasi untuk membahas masalah-masalah tentang bagaimana kegiatan-
kegiatan perusahaan yang telah disimbolkan secara semantik dalam elemen-
elemen keuangan dapat diwujudkan dalam bentuk statemen keuangan.
Simbol-simbol tersebut (misalnya aset, utang, pendapatan, dan lainnya) harus
berkaitan secara logis sehingga sehingga informasi semantik dapat dikandung
dalam statemen keuangan. Cakupan teori akuntansi sintaktik lebih luas dari
sekadar menentukan hubungan struktural antarelemen statemen keuangan.
Teori sintaktik meliputi pula hubungan antara unsur-unsur yang membentuk
struktur pelaporan keuangan atau struktur akuntansi dalam suatu negara
yaitu manajemen, entitas pelapor (pelaporan), pemakai informasi, sistem
akuntansi, dan pedoman penyusunan laporan (prinsip akuntansi berterima
umum atau generally accepted accounting principles). Dengan kata lain, dari
segi sintaktik, teori akuntansi berusaha untuk memberi penjelasan dan pe-
nalaran tentang apa yang harus dilaporkan, siapa melaporkan, kapan
dilaporkan, dan bagaimana melaporkannya. Struktur pelaporan keuangan
dalam suatu nega- ra akan bergantung pada jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan sintaktik antara lain sebagai berikut:

o Apa tujuan menyampaikan informasi keuangan?


o Perilaku apa yang sengnja ingin dikendalikan melalui informasl keu-
angan?
o Siapa entitas yang harus menyediakan informasi?
o Siapa yang dituju oleh informasi tersebut (pemakai laporan)?
o Apa kepentingan pemakai laporan?
o Objek-objek dan kegiatan fisis apa yang hárus dilaporkan?
o Bagaimana kegiatan fisis disimbolkan dalam bentuk elemen laporan
keuangan?
o Pesan-pesan (messages) apa harus diaampaikan untuk memenuhi
kepentingan pemakai statemen keuangan?
o Bagnimana pesan-pesan tersebut harun dikandung dalam elemen-ele-
men pelaporan keuangan?
o Bagaimana elemen-elemen tersebut diukur dan dlanjikan sehingga ber-
makna bagi pemakainya?

Jawaban atas pertanyaan di alas akan membentuk aspek formal tanda


bahasa akuntansi sebagai bahasa atau alat komunikani bianis. Elemen
Imporan keuangun dan pengukurnya dianalogi dengan tanda bahasa
sedangkan struktur pelaporan keuangan dianalogi dengan tata bahasa.
Struktur pelaporan keuangan menggambarkan hubungan fungalonal
pengirim, tanda bahasa, kaidah bahasa, dan penerima (pembaca laporan)
sehingga terjadi komunikasi bianis yang efektif. Kaidah bahasa (gramatika)
merupakan analogi untuk prinsip akuntansi berterima umum (PABU)
termasuk di dalamnya atandar akuntansai (accounting standarda). Karena
fokus teori akuntansi sintaktik adalah memberi penjelasan dan penalaran
yang melandasi suatu struktur pelaporan keuangan, teori ini kadang-
kadang disebut pula dengan teori berpendekatan etruktural (atructural
approach). Struktur akun- tansi akan dibahas lebih lanjut dalam Bab 3.

Teori Akuntansi Pragmatik.

Teori akuntansi pragmatik memusatkan perhatiannya pada pengaruh


informasi terhadap perubahan perilaku pemakai laporan. Dengan kata lain,
teori ini mem- bahas reaksi pihak yang dituju oleh informasi akuntansi.
Apakah informasi sampai ke yung dituju dan diinterpretasi dengan tepat
merupakan masalah keefektifan komunikasi. Apakah akhirnya pihak yang
dituju informasi memakai informasi tersebut untuk dasar pengambilan
keputusan merupakan masalah ke- bermanfantan (usefulness) informasi.
Padn gilirannya, kebermanfaatan informasi akan menentukan koefektifan
pencapaian tujuan pelaporan keuangan. Dalam mengukur kebermanfaatan
informasi laba (earnings), Lev (1989) mengidentifikasi konsep manfaat
informasi sebagni berikut.
The approach used by the returns/earnings research pioneers to
evaluate the use- fulness of earnings to investors was to equate
usefulness with actual use: if individuals act as if they use a specific
information item, then such information.can be considered useful
(hlm. 156).

Suatu pesan atau kejadian (misalnya pengumuman laba) dikatakan


mengandung informasi kalau pesan tersebut menyebabkan perubahan
keyakinan peneri- ma (pasar modal) dan memicu tindakan tertentu
(misalnya terrefleksi dalam perubahan harga atau voluma saham di pasar
modal). Apabila tindakan tersebut dapat diyakini sebagai akibat informasi
dalam pesan tersebut, dapat dikatakan informasi tersebut bermanfaat.
Dalam hal ini, perubahan harga atau voluma saham yang diamati memberi
bukti adanya kebermanfoatan informasi.

Jadi, informasi akuntansi dikatakan bermanfant apabila informasi


tersebut henar-benar atau seakan-akan digunakan dalam pengambilan
keputusan oleh pemakai yang dituju. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
asosiasi antara angka akuntansi ntau peristiwa (event) dengan return
(return), harga, atau voluma sa- ham di pasar modal. Gambar 1.9
menjelaakan sasaran teori pragmatik dalam menguji kebermanfnatan
informasi akuntansi.
Teori pragmatik membahas berbagai hal dan masalah yang
berkaitan dengan pengujian kebermanfaatan informasi baik dalam konteks
pelaporan keuangun eksternal maupun manajerial. Perubahan perilaku
yang diharapkan terjadi akibat informasi akuntansi tertentu merupakan
bahan kajian teori ini. Teori pragmatik akan banyak berisi pengujian-
pengujian teori tentang hubungan 'antara variabel akuntansi dengan
variabel perubahan atau perbedaan perilaku pemakai. Subjek atau pemakai
yang diukur perilakunya dapat berupa para akuntan, pelaku pasar modal,
manajer, dan auditor. Yang dapat menjadi indikator perubahan perilaku
an- tara lain perubahan harga saham, voluma saham, kinerja manajer,
kinerja karyawan, kinerja perusahaan, dan perbedaan pemilihan metoda
akuntansi. Pengujian semacam itu melibatkan pengamatan terhadap apa
yang nyatanya terjadi (data empiris) dan memerlukan metoda pengujian
tertentu (biasanya metoda ilmiah). Dari segi semiotika, variabel akuntansi
merupakan tanda bahasa, perubahan perilaku merupakan bukti
pemengaruhan, dan kebermanfantan merupakan informasi pragmatik.
Pembidangan teori atas dasar tataran atau level semiotika
sebenarnya tidak dimaksudkan untuk memisahkan pembahasan teori
seçara kaku dan tegas tetapi lebih untuk menggambarkan perbedann
orientasi. Dalam kenyataannya, sering sulit untuk menentukan apakah
suatu pembahasan teori akuntansi masuk dalam salah satu tataran dan
bahkan pembahasan tataran yang satu tidak dapat dipisah- kan dengan
tataran yang lain (khususnya sintaktik dan semantik). Bila dikaitkan
dengan pembidangan positif-normatif, teori sintaktik dan semantik pada
umum- nya bersifat normatif sedangkan teori pragmatik akan lebih bersifat
positif. Kare- na pokok bahasan teori pragmatik pada umumnya adalah
perilaku manusia dalam kaitannya dengan informasi, teori ini sering
diklasifikasi sebagai akuntansi keperilakuan (behavioral accounting).

Aspek Pendekatan Penalaran

Telah disebut sebelumnya bahwa teori akuntansi dapat diartikan


sebagai penalaran logis yang memberikan penjelasan dan alasan tentang
perlakuan akuntansi tertentu. Penjelasan ilmiah juga memerlukan suatu
penalaran logis. Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis
untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (belief) terhadap
suatu pernyataan atau penjelasan. Peranan logi- ka sangat penting dalam
penalaran. Pernyataan dapat berupa teori tentang suatu kejadian alam
atau sosial. Teori (penjelasan) yang disusun dengan penalaran yang baik
akan mempunyai validitas yang tinggi. Penalaran mempunyai peran penting
dalam rangka menerima atau menolak kebenaran (validitas) suatu teori.
Proses penyimpulan yang menghasilkan pernyataan atau penjelasan
sebagai teori dapat bersifat deduktif maupun induktif.

Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah proses


penyimpulan yang berawal dari suatu per- nyataan umum yang disepakati
(disebut premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi).
Pernyataan umum yang disepakati dan menjadi basis penalaran dapat
berasal dari teori, prinsip, konsep, doktrin, atau norma yang dianggap
benar, baik, atau relevan dalam kaitannya dengan tujuan penyimpulan dan
situasi khusus yang dibahas. Oleh karena itu, pernyataan umum tersebut
dapat saja memuat nilai-nilai etika, moral, ideologi, keyakinan, atau
budaya. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi
penjelasan dan dukungan terhadap kelayakan suatu pernyataan
akuntansi. Misalnya, akuntansi menyajikan aset sebesar kos historis
karena akuntansi menganut konsep kontinuitas usaha. Dengan konsep ini,
fungsi neraca adalah untuk menunjukkan sisa potensi jasa dan bukan
menunjukkan nilai jual sehingga kos historis merupakan pengukur yang
paling tepat. Menganut konsep kontinuitas usaha merupakan premis
sedangkan penilaian aset atas dasar kos historis merupakan konklusi.

Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif.


Penalaran ini berawal dari suatu pernyatann atau keadaan yang khusus
dan berakhir dengan pernyataan umum yang merupakan generalisasi
(perampatan) dari keadaan khusus tersebut.

Berbeda dengan penalaran deduktif, hubungan antara premis dan


konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat
hubungan dalam penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, kebenaran
prenis menjamin kebe- naran konklusi asal penalarannya logis. Dalam
penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin kebenaran
konklusi yang bersifat perampatan atau generalisasi. Kebenaran konklusi
hanya dnpat dijamin dengan tingkat keyakinan (confidence level atau
coefficient) tertentu, misalnya 95% atau 99%.

Penalaran induktif dalam akuntanai pada umumnya digunakan


untuk menghasilkan pernyatasn umum yang monjadi penjelasan (teori)
terhadap gejaln akun- tansi tertentu. Pernyataan-pernyatnan umum
tersebut binsanya berasal dari hipotesis yang dinjukan dan diuji dalam
suatu penelitlan empiris. Hipoteais merupakan generalisasi yang dituju
oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris (atas dasar pengamatan
terhadap sampel) konsisten dengan atau mendukung genera- lisasi tersebut
maka dapat dikatakan bahwa generalisasi tersebut menjadi teori yang valid
dan mempunyai daya prediksi yang tinggi.

Contoh berikut menunjukkan aplikani penalaran induktif:


"Pengamatan menunjukkan bahwa voluma saham beberapa perusahaan
yang dijual-belikan be- berapa hari setelah penerbitan statemen keuangan
meningkat dengan tajam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dengan
tingkat keyakinan tertentu bahwa informa- si akuntansi bermanfaat bagi
investor di pasar modal." Pengamatan beberapa pe- rusahaan merupakan
suatu keadaan khusus yang menjadi premis sedangkan pernyataan bahwa
informasi bermanfaat merupakan generalisasi, Secara statistis, generalisasi
berarti menyimpulkan karakteristik populasi atas dasar karakteristik
sampel melalui pengujian statistis.

Pada praktiknya, penalaran induktif dalam akuntansi tidak dapat


dilaksanakan terpisah dengan penalaran deduktif atau sebaliknya. Kedua
penalaran tersebut saling berkaitan. Premis dalam penalaran deduktif,
misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. Demikian
juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan dalam penelitian
biasanya diturunkan dengan penalaran deduktif. Pembahasan penalaran
lebih mendalam disajikan dalam Bab 2.

Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi


normatif biasanya berbasis penalaran deduktif sedangkan teori akuntansi
positif biasanya berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikatakan
bahwa teori akuntansi sebagai penalaran logis bersifat normatif, sintnktik,
semantik, dan deduktif sementara teori akuntansi sebagai sains bersifat
positif, pragmatik, dan induktif. Gambar 1.10 berikut melukiskan
hubungan berbagai jenis perspektif teori akuntansi. Buku ini memandang
teori akuntansi sebagai penalaran logis dalam bentuk perekayasaan
pelaporan keunngan. Oleh karena itu, pembahasan buku ini lebih
berhaluan normatif sehingga banyak menerapkan penalaran deduktif
dengan fokus bahasan yang bersifat struktural (sintaktik) dan semantik."

Verifikasl Teori Akuntansi

Agar meyakinkan, suatu teori harus benar (valid). Verifikasi teori


merupakan prosedur untuk menentukan apakah suatu teori valid atau
tidak. Pendekatan untuk mengevaluasi validitas teori bergnntung pada
sasaran dan tataran teori yang diverifikasi. Teori akuntansi normatif
dievaluasi validitasnya atas dasar penalaran logis (logical reasoning) yang
melandasi teori yang diajukan. Teori normatif dikembangkan atas dasar
kesepakatan terhadap asumsi atau tujuan kemudian diturunkan suatu
kaidah atau prinsip akuntansi tertentu. Validitas dapat dinilai dengan
menentukan apakah asumsi-asumsi yang digunakan masuk akal (reason-
able). Karena teori normatif tidak bebas nilai, penerimaan asumsi oleh
pihak yang terlibat dalam penurunan prinsip (konklusi) juga menjadi
bagian dari kriteria validitas teori. Walaupun demikian, kriteria ini sering
bersifat subjektif. Oleh karena itu, penerimaan suatu asumsi juga harus
didukung dengan penalaran logis sehingga asumsi tersebut tetap masuk
akal serta ketidaksetujuan terhadapnya masih tetap dapat dievaluasi atau
diukur implikasinya. Penalaran logis menjadi kriteria validitas karena teori
normatif dalam banyak hal tidak atau belum menghasilkan fakta atau
observasi untuk mendukungnya. Sering dikatakan bahwa teori norma- tif
tidak mempunyai muatan empiris (empirical content).

Teori akuntansi positif dinilai validitasnya biasanya atas dasar


kesesuaian teori dengan fakta atau apa yang nyatanya terjadi. Menentukan
fakta melibatkan observasi secara objektif. Pada umumnya, observasi
objektif dapat dicapai melalui penelitian dengan metoda ilmiah. Oleh
karena itu, validitas teori akuntansi positif banyak dilakukan dengan
penelitian empiris. Penelitian empiris biasanya didasarkan atas
pengamatan terbatas (sampel) untuk menguji teori secara statistis. Karena
teori akuntansi positif bebas nilai, verifikasi dibatasi pada apa yang
nyatanya dipraktikkan tetapi tidak diarahkan untuk menentukan apakah
teori tersebut baik atau tidak bila dijadikan basis untuk menentukan
kebijakan. Sebagai contoh, teori positif menyatakan dan memprediksi
bahwa praktisi akan banyak meng- gunakan istilah beban karena standar
akuntansi menggunakan istilah tersebut. Bahwa observasi empiris
memverifikasi pernyataan tersebut menjadikan teori tersebut valid tetapi
tidak dapat disimpulkan bahwa penggunaan istilah beban itu sendiri valid
(benar). Validitas istilah hanya dapat diverifikasi secara normatif.

Berkaitan dengan masalah nilai (value), perlu diingat suatu kaidah


berikut: the fact that many people do thing does not make it right (kenyataan
bahwa banyak orang melakukan sesuatu tidak menjadikannya benar).
Penelitian empiris dapat memverifikasi bahwa nyatanya banyak orang
melakukan sesuatu tetapi tidak memverifikasi apakah sesuatu tersebut
benar secara nilai (baik atau buruk). Sebagai contoh, kenyataan bahwa
banyak orang melakukan korupsi tidak menjadi- kan korupsi itu benar.
Benar tidaknya (baik buruknya) korupsi hanya dapat diverifikasi secara
normatif atas dasar nilai-nilai etika, moral, atau akhlaq.

Teori akuntansi sintaktik biasanya tidak berkaitan langsung


dengan fakta (tidak mempunyai kandungan empiris) sehingga verifikasi
validitasnya mengan- dalkan penalaran logis semata-mata. Baru setelah
teori tersebut dipraktikkan dalam bentuk kebijakan, pengujian secara
empiris dapat dilakukan untuk menguji penalaran (teori) yang
mendasarinya.

Teori akuntansi semantik melibatkan penyimbolan fakta/realitas


sehingga mengandung unsur empiris. Oleh karenanya, validitas teori dapat
diverifikasi secara empiris, dengan pengamatan. Misalnya, untuk
menentukan apakah simbol "cost" dalam akuntansi dipahami maknanya
dengan benar oleh pemakainya dapat diuji dengan melakukan penelitian
empiris. Demikian juga istilah "perlengkapan" yang banyak dipakai sebagai
padan kata supplies dapat diuji validitasnya dengan menanyai pemakai
tentang persepsinya terhadap istilah tersebut.

Teori akuntansi pragmatik mempunyai kandungan empiris yang


besar karena teori ini banyak memanfaatkan fakta atau data empiris
perilaku pasar/individual sebagai reaksi terhadap informasi akuntansi.
Apabila data empiris belum tersedia, perilaku dapat diukur dengan
menggunakan instrumen penelitian yang dirancang untuk keperluan
tersebut. Verifikasi teori ini dapat dilakukan dengan penelitian empiris yang
didasarkan atas asumsi bahwa informasi dianggap bermanfaat bila
pemakai berbuat atau bertindak seakan-akan menggunakan informasi
tersebut. Teori akuntansi pragmatik merupakan fokus teori akuntansi
positif.

Daya prediksi sering digunakan mebagai kriteria validitas teori,


asumsi, atau premis akuntansi. Suatu teori dikatakan mempunyai daya
prediksi yang tinggi bila sesuatu yang diharapkan dari kebijakan yang
didasarkan atas teori tersebut besar kemungkinannya akan terjadi.
Misalnya teori yang menyatakan bahwa kriteria kapitaliaasi sewa guna
yang lunak akan meningkatkan investasi adalah valid bila kebijakan atas
dasar teori tersebut memberi keyakinan yang tinggi bahwa in- vestasi akan
benar-benar naik. Karena teori akuntansi semantik, sintaktik, dan
pragmatik tidak berdiri sendiri tetapi saling mendukung dan melengkapi,
semua pendekatan pengujian biasanya dilakukan untuk memverifikasi
suatu teori. Jadi, sedapat-dapatnya teori harus diverifikasi validitasnya atas
dasar penalaran logis, bukti empiris, daya prediksi, dan pertimbangan nilai
(value judgments) yang telah disepakati.

Anda mungkin juga menyukai