Anda di halaman 1dari 5

ASPEK PAJAK UNTUK YAYASAN

A. GAMBARAN UMUM
Yayasan Menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2004 adalah
badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak
mempunyai anggota. Dari penjelasan diatas maka sangat jelas, bahwa menurut
peraturan perundang-undangan yayasan tidak dapat didirikan dengan maksud selain
tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

Kegiatan Usaha Yayasan Pada UU Yayasan tepatnya pada pasal 3 ayat (1) UU
Yayasan menyebutkan bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk
menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha
dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Kegiatan usaha yayasan dijelaskan
pada penjelasan pasal 8 yaitu diantaranya hak azasi manusia kesenian, olah raga,
perlindungan. konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan dan ilmu
pengetahuan. Kemudian pasal 3 ayat (2) UU Yayasan tidak boleh membagikan hasil
kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan Pengawas.

Kekayaan Yayasan sesuai dengan UU Yayasan telah diatur di Bab V, pada


pasal 26 dijelaskan bahwa kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang
dipisahkan dalam bentuk uang dan barang. Selain itu kekayaan Yayasan dapat
diperoleh dari:

1. Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;


2. Wakaf;
3. Hibah;
4. Hibah wasiat; dan
5. Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar yayasan
dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. bantuan dari negara.

Kekayaan yang dimiliki oleh yayasan tidak dapat dialihkan dibagikan secara langsung
atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain
yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.

B. PERPAJAKAN UNTUK YAYASAN


Kedudukan yayasan dalam subyek pajak terdapat dalam Penjelasan Pasal 2
huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta
perubahannya yang menjelaskan bahwa yang dimaksud “badan” sebagai subjek
pajak adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha termasuk yayasan.
Karena yayasan dibebankan PPh untuk badan pada umumnya, dengan demikian PPh
yang dikenakan kepada yayasan berkaitan dengan penghasilan badan pada
umumnya, misalnya seperti yang diuraikan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yaitu penghasilan yayasan yang bersumber
dari laba usaha, imbalan karena pekerjaan, penghasilan karena bunga, termasuk
premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, atau
penghasilan lain. Dapat disimpulkan bahwa dalam pengenaan PPh sebuah yayasan
juga termasuk.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan, setiap


Orang Pribadi yang memenuhi syarat tertentu dan Badan baik yang berorientasi
profit maupun non-profit wajib membayar pajak. Badan adalah sekumpulan orang
atau modal baik yang melakukan usaha (profit oriented) atau yang tidak melakukan
usaha (nonprofit oriented). Jadi bentuk Badan dapat berupa apapun. Yayasan
sebagai badan juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak, meskipun yayasan
tersebut berorientasi non-profit oriented (NPO). Berdasarkan Standar Akutansi
Keuangan (SAK), organisasi nirlaba seperti yayasan mendapatkan sumber daya dari
sumbangan pada anggota dan para penyumbang lainnya yang tidak mengharap
imbalan apapun dari yayasan tersebut.

Pada prinsipnya, yayasan merupakan subjek Pajak Penghasilan. Pengakuan


penghasilan maupun pembebanan biaya pada yayasan sama dengan bentuk
organisasi lainnya. Pada akhir periode laporan keuangan suatu yayasan akan
menyajikan nilai Sisa Hasil Usaha yang setara dengan laba-rugi suatu perusahaan.
Yayasan juga diwajibkan membuat laporan SPT tahunan PPh badan. Artinya, yayasan
juga tidak luput dari sanksi administrasi dan sanksi pidana apabila ada ketentuan
perpajakan yang dilanggar.

C. OBJEK PAJAK UNTUK YAYASAN

Objek pajak atas penghasilan yayasan dapat dibagi menjadi dua kategori,
yakni objek pajak penghasilan, dan bukan objek pajak penghasilan, adapun
rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Objek Pajak Penghasilan,
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan, kegiatan atau
jasa.
 Bunga deposito bunga obligasi, diskonto SBI, dan bunga lain.
 Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
 Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta
yang semula berasal dari bantuan sumbangan atau hibah.

2. Bukan Objek Pajak Penghasilan


 Bantuan, sumbangan, atau zakat yang diterima oleh BAZIS (Badan Amil Zakat,
Infak, dan Sedekah).
 Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau
organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat di Indonesia.
 Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.

Adapun sumber-sumber pendapatan organisasi nirlaba (yayasan) secara detail dapat


kami sampaikan sebagai berikut:

1. Pendapatan dari program kegiatan (Taxable Object)


Suatu organisasi tidak dianjurkan untuk mencari pendapatan dari kegiatan yang
dilakukan, hal tersebut dapat menunjukkan bahwa organisasi dapat beroperasi
secara komersial. Pendapatan organisasi dapat bersumber dari kegiatan
organisasi dengan memperhatikan beberapa hal dasar, seperti :
a. Pendapatan dilakukan untuk keberlangsungan hidup organisasi nirlaba; Hal
ini dikarenakan dukungan dana dari para donatur tidak dapat diharapkan
terus-menerus. Oleh karena itu, organisasi harus dapat mandiri dalam
mengelola kegiatan yang dilakukan
b. Perluasan pelayanan masyarakat; Dalam upaya memberikan kontribusi
melalui kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi nirlaba, diharapkan
dengan adanya sumber pendapatan dari kegiatan yang dilakukan dapat
menjangkau lebih banyak masyarakat sesuai dengan sasaran kegiatan.
c. Penghargaan atas kinerja yang dilakukan organisasi nirlaba; Jenis kegiatan
yang dilakukan organisasi nirlaba yang melibatkan partisipasi masyarakat dan
memberikan tanggung jawab untuk pemeliharaan dan operasional dengan
pendanaan melalui pengenaan tarif yang diterapkan berdasarkan
kesepakatan.

2. Pendapatan dari donasi/sumbangan (Non Taxable Object)


Donasi merupakan pendapatan organisasi yang diperoleh tanpa harus menyajikan
suatu balas jasa/produk sebagai persembahan murni dari niat baik dari
pemberinya (donatur). Donasi dapat diberikan secara reguler atau hanya sekali,
yang dilakukan melalui kegiatan penggalangan dana (fundraising) misalnya
melalui kegiatan filantropi.

Filantropi merupakan kegiatan kedermawanan masyarakat dengan memberikan


bantuan oleh individu maupun organisasi dan perusahaan. Kegiatan filantropi ini
memiliki dua fungsi yaitu sebagai penggalang dana melalui kegaiatan yang
membangkitkan kesadaran filantropi dari masyarkat dan sebagai pemanfaat dana
yaitu pengelola hasil sumbangan yang tepat guna dan memberikan manfaat.

3. Pendapatan dari hibah (Non Taxable Object)


Hibah diberikan oleh suatu organisasi nirlaba untuk mendukung suatu kegiatan
tertentu. Pemberian hibah sangat spesifik mulai dari organisasi pemberi, jenis
kegiatan, pelaksanaan hingga konteks kegiatan yang dilakukan. Seperti pembuatan
proposal, rincian kegiatan, dan rincian dana yang dibutuhkan. Sehingga dana hibah
murni sebagai donor bukan pelaksana suatu kegiatan karena diberikan sesuai
proposal yang diajukan. Biasanya jumlah dana yang diberikan lebih besar
dibandingkan dengan jenis donasi/sumbangan.

4. Pendapatan dari bunga dan hasil investasi lainnya (Taxable Object)


Pendapatan yang diperoleh dari suatu modal atau asset organisasi yang tergantung
dari besaran jumlah nilai investasi. Pada umumnya, organisasi nirlaba tidak
diperbolehkan untuk melakukan investasi dengan resiko tinggi karena dana yang
diinvestasikan tidak boleh berkurang dan harus meningkat jumlahnya. Sehingga
organisasi nirlaba harus lebih berhati-hati/konservatif dalam memperhitungkan
resiko dan keuntungan dalam berinvestasi.

5. Pendapatan dari iuran anggota (Non Taxable Object)


Dalam suatu atau organisasi nirlaba dengan beberapa komunitas biasanya
mewajibkan anggota untuk memberikan iuran. Besaran iuran disesuaikan dengan
kesepakatan bersama atau dapat juga bersifat sukarela. dari pendapatan berbasis
iuran anggota ini adalah pada anggotanya sendiri, iuran yang bersifat individual sulit
untuk dikumpulkan apabila sifatnya individual dibandingkan dengan keanggotaan
yang bersifat profesi atau badan.

6. Pendapatan dari usaha komersil (Taxable Object)


Pendapatan langsung dapat diperoleh suatu organisasi melalui usaha komersil
dengan membentuk unit khusus dalam menangangi atau memiliki
saham/kepemilikan badan usaha komersil. Penting untuk diketahui adalah
pemisahan unit komersial dengan program organisasi nirlaba. Sehingga kegiatan
komersial dapat berjalan tanpa keterlibatan dari organisasi nirlaba dalam
operasional harian. Pemisahan ini penting dilakukan untuk menghindarkan
kerancuan tentang penggunaan sumber daya organisasi nirlaba.

D. KEWAJIBAN PERPAJAKAN UNTUK YAYASAN

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, yayasan adalah subjek pajak.


Yayasan menjadi Wajib Pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang
merupakan objek pajak. Namun, meskipun tidak menerima atau memperoleh
penghasilan yang merupakan objek pajak, yayasan tetap menjadi Wajib Pajak jika
memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak.
Sebagai contoh, yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas
penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada
karyawan/peserta kegiatan/pihak lain. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban
yayasan sama dengan bentuk usaha lain, kecuali hal-hal khusus yang diatur
tersendiri.
Yayasan merupakan subjek badan pemotong atas jasa yang digunakan oleh
yayasan, sehingga wajib memotong PPh 23 dan atau PPh Pasal 4 Ayat (2). Yayasan
juga bertindak sebagai pemotong PPh 21 atas penghasilan berupa gaji, honorarium,
upah, tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan atau peserta, maupun pihak lain.
Adapun kewajiban perpajakan sebagai subjek Pajak Badan adalah sebagai berikut:
a. PPh Pasal 4 ayat 2 – Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
serta persewaan tanah dan bangunan dapat dikenai pajak bersifat final.
b. PPh Pasal 21 – Kewajiban pemotongan pajak atas penghasilan sehubugan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang
diterima atau Wajib Pajak Orang Pribadi.
c. PPH Pasal 23 – Kewajiban pemotongan PPh oleh pihak yang wajib membayarkan
penghasilan atas penghasilan dengan nama dan bentuk apapun yang
dibayarkan, serta disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya.
d. Sebesar 15% dari jumlah bruto pada: (1) dividen dengan nama dan bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian hasil usaha koperasi, (2) bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan (3) hadiah,
penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21.
e. Sebesar 2% dari jumlah bruto pada: (1) sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2, dan (2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong sesuai PPh 21.

Anda mungkin juga menyukai