Anda di halaman 1dari 37

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/350653703

Pengambilan Keputusan Kelompok

Article · April 2021

CITATIONS READS

0 27,410

1 author:

Anastasia Widjaja
Airlangga University
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Anastasia Widjaja on 06 April 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


MAKALAH KAJIAN LITERATUR
PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELOMPOK

MATA KULIAH WAJIB PROGRAM STUDI


PENGARUH SOSIAL DAN DINAMIKA KELOMPOK C-1

Disusun oleh:

1. Aloysia Ayfen Senjaya 112011133028 2020


aloysia.ayfen.senjaya-2020@psikologi.unair.ac.id

2. Velina Delia Irawan 112011133029 2020


velina.delia.awan-2020@psikologi.unair.ac.id

3. Helmalia Regina Putri Santoso 112011133032 2020


helmalia.regina.putri-2020@psikologi.unair.ac.id

4. Chika Melodia Tian Sukmarani 112011133037 2020


Chika.melodia.tian-2020@psikologi.unair.ac.id

5. Anastasia 112011133094 2020


Anastasia-2020@psikologi.unair.ac.id

6. Ceacelia Hanna Rahmawati 112011133126 2020


Ceacelia.hanna.rahmawati-2020@psikologi.unair.ac.id

Dosen Pengajar: Prof. Dr. Cholichul Hadi, Drs., M.Si., Psikolog


Email: cholicul.hadi@psikologi.unair.ac.id atau cholichul-h@psikologi.unairac.id

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
TAHUN AJARAN GENAP 2020/2021

i
ABSTRAK

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terhindarkan dari bersosialisasi,


berkomunikasi, dan membentuk koneksi dengan orang lain. Salah satu penghubung
antara manusia satu dengan yang lainnya adalah melalui grup atau kelompok. Sebuah
kelompok dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang terhubung dalam
hubungan sosial dan oleh hubungan sosial. Secara umum, kelompok mengambil
keputusan dengan melalui fase orientasi, fase diskusi, fase keputusan, dan fase
implementasi (Forsyth, 2010). Berbagai jenis situasi memerlukan jenis metode
pengambilan keputusan yang berbeda. Keputusan dapat berpusat pada pemimpin
otoriter, hingga berpusat pada kelompok yang demokratis. Dalam diskusi kelompok,
kesalahpahaman dan bias tentu tidak dapat dihindari. Hal ini dapat disebabkan oleh
banyaknya anggota kelompok yang kesulitan mengungkapkan maksud secara jelas,
sehingga terjadi kesalahan dalam menangkap pesan. Dalam pengambilan keputusan
kelompok, polarisasi kelompok muncul sebagai rata-rata respon yang cenderung
ekstrem ke arah rata-rata tanggapan kelompok. Penyebab munculnya diskusi
kelompok meliputi kohesivitas kelompok, kesalahan struktural
kelompok/organisasi, dan faktor situasional provokatif.

Kata Kunci: bias keputusan kelompok, pengambilan keputusan, polarisasi


kelompok, groupthink

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i


ABSTRAK ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2
BAB 2. METODE .................................................................................................. 3
2.1 Jenis Makalah ................................................................................... 3
2.2 Sumber dan Strategi Pengumpulan Data .......................................... 3
2.3 Kerangka Konsep .............................................................................. 4
BAB 3. HASIL PENELITIAN .............................................................................. 5
3.1 Groups and Decisions: The Functional Perspective ........................ 5
3.2 Groups as Imperfect Decision Maker .............................................. 12
3.3 Group Polarization .......................................................................... 15
3.4 Victims of Groupthink ...................................................................... 17
3.5 Analisis 5W dan 1H .......................................................................... 23
BAB 4. APLIKASI TEORI DAN KONSEP ........................................................ 25
BAB 5. SIMPULAN ............................................................................................. 26
BAB 6. DISKUSI .................................................................................................. 28
BAB 7. REFLEKSI ............................................................................................... 29
BAB 8. PENUTUP................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep ................................................................................. 4
Gambar 2. Tahap Pengambilan Keputusan Kelompok .......................................... 5
Gambar 3. GDSS ................................................................................................... 14

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kesalahan Pengambilan Keputusan ........................................................ 15

iii
iv
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terhindarkan dari
bersosialisasi, berkomunikasi, dan membentuk koneksi dengan orang lain.
Salah satu penghubung antara manusia satu dengan yang lainnya adalah melalui
grup atau kelompok. Dalam sebuah kelompok, tentu terdapat dinamika yang
terjadi akibat adanya hubungan psikologis antara anggota satu dengan anggota
lainnya, yang berlangsung dalam situasi kelompok. Dinamika kelompok
berasal dari kata: a) dinamika, yang artinya interaksi atau interdependensi
antara kelompok satu dengan yang lain, dan b) kelompok, yang dapat
didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang terhubung dalam hubungan
sosial dan oleh hubungan sosial.
Sebuah kelompok terbentuk karena: a) adanya kebutuhan afiliasi dan
kebutuhan pengasuhan, b) keamanan dan kenyamanan psikologis dalam
kelompok, c) untuk mencapai tujuan tertentu, serta d) untuk meningkatkan self-
esteem melalui kelompok. Dengan adanya dinamika, sebuah kelompok bersifat
dinamis dan merupakan sebuah sistem hidup/aktif. Sifat dinamis tersebut
terwujud dalam fenomena kelompok memengaruhi anggotanya dan kelompok
memengaruhi komunitas atau masyarakat.
Mengingat keberadaan kelompok dalam seluruh lapisan masyarakat,
penting untuk mengetahui pendapat ahli mengenai bagaimana konsep, alur, dan
cara yang baik bagi kelompok dalam membuat keputusan. Sadar ataupun tidak
sadar, sebuah kelompok pastilah terbentuk dengan memiliki tujuan dan
mengambil keputusan-keputusan dalam rangka mencapai tujuan tersebut.
Makalah “Pengambilan Keputusan Kelompok” disusun sedemikian rupa agar
konsep dinamika kelompok dalam mengambil keputusan dapat dipahami setiap
kalangan masyarakat dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, didapat rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana tahapan pengambilan keputusan kelompok menurut perspektif
fungsional?
b. Mengapa sebuah kelompok disebut sebagai pengambil keputusan yang
tidak sempurna?
c. Bagaimana konsep polarisasi kelompok dalam kaitannya dengan
pengambilan keputusan kelompok?
d. Bagaimana konsep pemikiran kelompok dalam mengambil keputusan?
e. Bagaimana aplikasi teori dan konsep pengambilan keputusan kelompok
dalam kehidupan sehari-hari?
2

1.3 Tujuan
a. Menjabarkan tahapan pengambilan keputusan kelompok menurut
perspektif fungsional.
b. Menjelaskan alasan sebuah kelompok disebut sebagai pengambil keputusan
yang tidak sempurna.
c. Menjelaskan keterkaitan konsep polarisasi kelompok dengan pengambilan
keputusan kelompok.
d. Memaparkan konsep pemikiran kelompok dalam mengambil keputusan.
e. Menjelaskan aplikasi teori dan konsep pengambilan keputusan kelompok
dalam kehidupan sehari-hari.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian terbagi ke dalam dua konteks utama, meliputi:
a. Manfaat secara akademis, yaitu mengetahui teori dan konsep pengambilan
keputusan kelompok, termasuk tahapan pengambilan keputusan kelompok,
alasan kelompok disebut sebagai pengambil keputusan yang tidak
sempurna, polarisasi kelompok, pemikiran kelompok dalam mengambil
keputusan, dan aplikasi konsep pengambilan keputusan kelompok dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Manfaat praktis, yaitu menyediakan referensi acuan bagi pelajar dan
mahasiswa dalam memahami dinamika pengambilan keputusan kelompok
beserta contoh aplikasi konsepnya dan membantu masyarakat umum dalam
memahami ranah psikologis konsep pengambilan keputusan kelompok
secara sederhana.
3

BAB 2. METODE

2.1 Jenis Makalah


Secara umum, makalah “Pengambilan Keputusan Kelompok” termasuk
dalam jenis makalah biasa, yaitu sebuah makalah yang bertujuan
memperlihatkan pemahaman penulis terhadap topik yang dibahas. Sedangkan,
berdasarkan sifat dan jenis penalaran yang digunakan, makalah ini tergolong
dalam kategori makalah deduktif, karena didasarkan pada kajian-kajian teoretis
yang relevan dengan pembahasan topik. Makalah ini bersifat deskriptif yang
bertujuan mengungkap informasi apa adanya melalui penggambaran atau
deskripsi data yang ada.

2.2 Sumber dan Strategi Pengumpulan Data


Data primer yang digunakan dalam makalah “Pengambilan Keputusan
Kelompok” bersumber dari Buku Group Dynamics edisi ke-5 yang diterbitkan
oleh Cengage Learning, Wadsworth. Sedangkan, data-data pendukung atau data
sekunder berasal dari jurnal dan buku yang relevan bertema dinamika
kelompok. Pengumpulan data dilakukan secara daring dan disusun secara runtut
untuk memudahkan proses pemahaman informasi yang disajikan.
4

2.3 Kerangka Konsep

Pendekatan Penelitian Refleksi


Makalah deduktif; deskriptif 1. Softskills
2. Menambah wawasan teori
dan konsep pengambilan
keputusna kelompok secara
Fokus Bahasan ilmiah
3. Mengalami secara langsung
Dinamika pengambilan teori dan konsep melalui
keputusan kelompok penyusunan makalah

Sumber Data
Diskusi
1. Buku Group Dynamics edisi
ke-5 (2010)
2. Jurnal
3. Buku referensi lain
Simpulan

Kajian Teori
Aplikasi Teori dan Konsep
a. Groups and Decisions: The
Functional Perspective 1. Penerapan Konsep Delegasi
b. Groups as Imperfect Decision dalam Desentralisasi
Maker 2. Penerapan Konsep Polarisasi
c. Group Polarization Kelompok dalam Pemilihan
d. Victims of Groupthink Anggota DPR

Gambar 1. Kerangka Konsep


5

BAB 3. HASIL PENELITIAN

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terhindarkan dari bersosialisasi,


berkomunikasi, dan membentuk koneksi dengan orang lain. Salah satu penghubung
antara manusia satu dengan yang lainnya adalah melalui grup atau kelompok.
Sebuah kelompok dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang
terhubung dalam hubungan sosial dan oleh hubungan sosial. Anggota sebuah
kelompok umumnya memiliki kesamaan dalam beberapa aspek yang menyatukan
mereka. Sebuah kelompok memiliki identitas sosial bersama, berinteraksi, dan
memiliki tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut, sebuah kelompok
melakukan pengambilan keputusan-keputusan. Dalam banyak kasus, sebuah
kelompok menunjukkan performa yang lebih baik dalam memilih, menilai,
mengestimasi, dan menyelesaikan masalah dibandingkan dengan individu seorang
(Stasser & Dietz-Uhler, 2001). Menurut Marjorie Shaw (1932), sebuah kelompok
dapat menghasilkan solusi yang lebih tepat, dan lebih baik dalam memeriksa
kesalahan kalkulasi untuk masalah yang dihadapi (Forsyth, 2010).

3.1 Groups and Decisions: The Functional Perspective

Diskusi Implementasi
• Definisi • Skema
masalah Keputusan
• Memori kolektif Sosial • Keadilan
• Proses prosedur
• Pertukaran informasi
perencanaan
• Pemrosesan • Partisipasi dan
informasi suara
Orientasi Keputusan

Gambar 2. Tahap Pengambilan Keputusan Kelompok

Teori fungsional pengambilan keputusan kelompok meyakini bahwa


kelompok dengan kemampuan pengambilan keputusan yang baik umumnya
menggunakan prosedur yang mengatur bagaimana mereka mengumpulkan,
menganalisis, dan menimbang informasi. Secara umum, kelompok mengambil
keputusan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Forsyth, 2010).
a. Fase orientasi, yang meliputi proses mendefinisikan masalah, menetapkan
tujuan, dan mengembangkan strategi.
b. Fase diskusi, yang meliputi proses mengumpulkan informasi mengenai
situasi yang dihadapi, dan mengidentifikasi, serta mempertimbangkan
pilihan-pilihan yang dimiliki.
c. Fase keputusan, meliputi proses menetapkan solusi melalui permufakatan,
voting, maupun proses pengambilan keputusan sosial lainnya.
d. Fase implementasi, yang meliputi proses realisasi keputusan dan pengujian
dampak keputusan tersebut.
6

3.1.1 Orientasi
Sebuah keputusan dimulai dengan munculnya problema yang
membutuhkan solusi. Dalam fase orientasi, kelompok perlu
mengorganisasi prosedur yang akan digunakan. Di akhir fase orientasi,
anggota kelompok haruslah telah memahami tujuan, prosedur, dan
pekerjaan yang perlu dilakukan. Hasil dari fase orientasi, antara lain:
a. Pendefinisian Masalah
Model mental bersama adalah hasil utama yang diharapkan di
akhir fase orientasi. Model mental tersebut merupakan sebuah skema
kognitif yang mengorganisasi informasi deklaratif dan prosedural
terkait situasi masalah, yang dimiliki setiap anggota kelompok
(Forsyth, 2010).
b. Proses Perencanaan
Pentingnya proses perencanaan dapat dilihat dari tingkat
keberhasilan kelompok dengan perencanaan baik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki perencanaan
(Hirokawa, 1980). Perencanaan yang melibatkan tenggat dan kendala
waktu juga mampu meningkatkan performa kelompok. Seringkali,
proses perencanaan diabaikan dan muncul bias anti-perencanaan.
Salah satunya kecenderung mengaplikasikan metode yang pernah
mereka gunakan sebelumnya untuk projek di masa kini dan bahkan di
masa mendatang (Forsyth, 2010).

3.1.2 Diskusi
Selama fase diskusi, anggota kelompok berkumpul dan memproses
informasi yang diperlukan dalam mengambil keputusan. Anggota
kelompok juga berbagi informasi, mengekspresikan persetujuan atau
ketidaksetujuan, dan mencari informasi, serta klarifikasi yang lebih
banyak. Sebuah pendekatan pemrosesan informasi berasumsi bahwa
individu berambisi untuk menetapkan keputusan yang baik dengan
memanfaatkan informasi yang relevan dan memprosesnya, sehingga
implikasi masalah dapat dipahami dengan baik. Selain itu, pendekatan
pemrosesan informasi kolektif mengasumsikan hal yang sama dengan
menambahkan bahwa terdapat kerja kognitif selama diskusi kelompok
(Forsyth, 2010). Hasil dari fase diskusi, antara lain:
a. Memori kolektif
Memori kolektif merupakan kombinasi memori kelompok,
termasuk memori anggotanya, model mental bersama, dan sistem
‘transaksi memori’. Namun, sebuah kelompok terbukti memiliki
memori yang kurang terstruktur dikarenakan fenomena free-ride.
Fenomena tersebut dapat dilihat dari kurangnya usaha anggota
kelompok dalam mengingat detail karena anggapan bahwa anggota
7

lain dapat melakukannya untuk mereka. Kecenderungan ini


mengakibatkan ketidakmampuan kelompok untuk mengingat detail
keputusan, kecuali telah ditulis dalam hitungan menit (Forsyth, 2010).
b. Pertukaran informasi
Pertukaran informasi atau ‘transaksi memori’ yang terjadi di
antara anggota kelompok dapat memperkuat akses terhadap informasi
dan proses recall informasi. Ketika sebuah kelompok bertukar
informasi, dapat terjadi proses cross-cueing dimana para anggota
dapat saling bertukar petunjuk untuk mengingat informasi yang
mungkin dilupakan (Forsyth, 2010).
c. Pemrosesan informasi
Sebuah kelompok mampu memproses informasi secara
mendalam melalui diskusi dibandingkan dengan individual.
Menggunakan lebih banyak waktu secara efektif untuk diskusi aktif
sifatnya esensial dalam menghasilkan keputusan kelompok yang
berkualitas (Forsyth, 2010).

3.1.3 Keputusan
Skema keputusan sosial adalah metode kelompok untuk
menggabungkan individu. Skema keputusan sosial adalah sebuah strategi
atau aturan yang digunakan dalam kelompok untuk memilih satu alternatif
dari berbagai alternatif yang diusulkan dan dibahas selama musyawarah
kelompok. Hal ini termasuk aturan keputusan yang diakui secara eksplisit
(kelompok menerima alternatif yang disukai oleh mayoritas) dan prosedur
keputusan implisit (kelompok menerima alternatif yang disukai oleh
masukan anggota paling kuat dalam satu keputusan kelompok). Beberapa
skema keputusan sosial yang umum adalah sebagai berikut (Hastie &
Kameda, 2005).
a. Delegating decisions
Seorang individu, subkelompok, atau pihak eksternal membuat
keputusan untuk kelompok. Di bawah skema otoritas, pemimpin,
presiden, atau individu lain membuat keputusan akhir dengan atau
tanpa masukan dari anggota kelompok. Bentuk delegasi lain termasuk
meminta seorang ahli untuk menjawab (anggota yang paling tahu)
atau membentuk subkomite yang terdiri dari beberapa anggota untuk
mempelajari masalah dan mencapai kesimpulan.
b. Averaging decisions
Setiap anggota kelompok membuat keputusannya sendiri-
sendiri (baik sebelum atau sesudah diskusi kelompok) dan
rekomendasi pribadi ini dirata-ratakan bersama untuk menghasilkan
keputusan kelompok nominal. Dalam prosesnya, tidak perlu selalu
berinteraksi dengan anggota.
8

c. Plurality decisions
Anggota mengekspresikan preferensi individu mereka dengan
pemungutan suara, baik secara terbuka ataupun dengan pemungutan
suara rahasia. Dalam kebanyakan kasus, kelompok memilih alternatif
yang disukai oleh mayoritas anggota (skema aturan mayoritas yang
sangat umum), tetapi dalam beberapa kasus pluralitas yang lebih
substansial (seperti skema mayoritas dua pertiga) diperlukan sebelum
keputusan menjadi final.
d. Unanimous decisions (konsensus)
Kelompok membahas masalah tersebut hingga mencapai
kesepakatan tanpa suara. Keputusan ini diberlakukan pada banyak juri
di Amerika Serikat.
e. Random decisions
Kelompok menentukan keputusan akhir dengan kebetulan,
contohnya dengan melempar koin.

Setiap skema keputusan memiliki kekuatan dan juga kelemahan.


Misalnya, pendelegasian dapat menghemat waktu dan tepat untuk
masalah yang tidak terlalu penting, tetapi hal ini dapat membuat para
anggota seakan dirampas haknya. Kelompok yang hanya membuat rata-
rata tanpa diskusi dapat membuat keputusan sewenang-wenang yang
gagal memuaskan salah satu anggota kelompok, yang pada akhirnya
hanya merasa sedikit bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
Kebanyakan kelompok, setidaknya dalam budaya Barat,
mengandalkan beberapa jenis prosedur pemungutan suara untuk membuat
keputusan akhir (Mann, 1986). Pemungutan suara adalah cara untuk
membuat keputusan yang jelas, bahkan untuk masalah yang memecahkan
kelompok. Bedasarkan perbandingan para peneliti, pluralitas paling
konsisten dalam menghasilkan keputusan yang superior. Namun,
pluralitas juga memiliki kekurangan. Ketika telah mendekati waktu
pemungutan suara, beberapa kelompok mungkin merasa
terasing/terabaikan. Akibatnya, mereka menjadi tidak puas dan cenderung
dengan berath hati memberikan dukungan untuk keputusan tersebut
(Castore & Murnighan, 1978). Beberapa kelompok menghindari
kekurangan ini dengan mengandalkan konsensus untuk membuat
keputusan. Skema keputusan konsensus seringkali melibatkan dan
mengarah pada komitmen tingkat tinggi terhadap keputusan, serta
kelompok. Misalnya, ketika sembilan orang di dewan juri mendukung
putusan bersalah, tiga anggota juri yang tersisa dapat menahan informasi
yang mereka yakini akan menyebabkan perbedaan pendapat dalam grup
(Kameda, et al., 2002). Kelompok seringkali memilih untuk mencapai
9

konsensus pada pertanyaan yang membutuhkan penilaian sensitif seperti


masalah moralitas, tetapi mereka menyukai skema pemungutan suara
dengan aturan mayoritas pada tugas-tugas pemecahan masalah (Kaplan &
Miller, 1987).

3.1.4 Implementasi
Apabila keputusan dibuat, dua pekerjaan penting tetap harus
dilakukan. Pertama, keputusan harus dilaksanakan. Kedua, kualitas
keputusan harus dievaluasi. Faktor yang mempengaruhi implementasi
(Forsyth, 2010), antara lain:
1. Procedural justice
Mengandung persepsi tentang keadilan dan legitimasi metode
yang digunakan untuk membuat keputusan, menyelesaikan perselisihan,
dan mengalokasikan sumber daya, penggunaan prosedur yang adil, dan
tidak memihak. Termasuk evaluasi anggota grup tentang keadilan dalam
proses yang digunakan grup untuk membuat keputusannya.
2. Participation and voice
Banyak faktor yang memengaruhi persepsi tentang keadilan
prosedural, tetapi ketika individu percaya bahwa mereka memiliki suara
dalam masalah tersebut dan dapat mengungkapkan kekhawatiran yang
mereka miliki, serta adanya orang lain yang mendengarkan dan
menanggapi, maka mereka cenderung lebih terlibat dalam pelaksanaan
keputusan akhir.

3.1.5 Siapa yang Memutuskan – Individu atau Kelompok?


Presiden Kennedy diberi dokumen rahasia JCSM-57-61 berisi
“Evaluasi Militer Rencana Militer Para CIA – Kuba,” pada awal Februari.
Ia menyarankan Amerika Serikat agar mempersenjatai dan melatih
sekelompok orang buangan Kuba, yang kemudian akan kembali ke tanah
air mereka untuk memimpin pemberontakan melawan pemimpin negara
Kuba saat ini. Tidak menutup kemungkinan Kennedy dapat mempelajari
laporan tersebut dan membuat keputusan pada saat itu. Namun, ia
menyerahkan keputusan pada sebuah kelompok daripada membuat
pilihan itu sendiri (Forsyth, 2010).
Membuat keputusan dalam kelompok menawarkan sejumlah
keuntungan dibandingkan membuat keputusan sendiri. Kelompok dengan
sumber daya informasi yang lebih besar dan kapasitas untuk memproses
informasi tersebut mungkin dapat mengidentifikasi solusi yang lebih baik,
serta mendeteksi kesalahan dalam penalaran. Anggota juga dapat
menemukan keputusan kelompok lebih memuaskan daripada keputusan
individu, terutama apabila kelompok menggunakan proses pengambilan
keputusan pembangunan konsensus. Bagaimanapun, keputusan kelompok
memakan lebih banyak waktu daripada yang individu luangkan dan
10

kelompok terlalu sering mengorbankan kualitas demi ketepatan waktu.


Beberapa masalah juga begitu sepele, berbelit-belit, atau sangat
diperdebatkan, sehingga pendekatan kelompok berakhir dengan
kegagalan (Forsyth, 2010).
Mengingat manfaat dan kewajiban kelompok, model pengambilan
keputusan normatif Victor Vroom menunjukkan bahwa berbagai jenis
situasi memerlukan jenis metode pengambilan keputusan yang berbeda
(Vroom, 2003; Vroom & Jago, 1988, 2007; Vroom & Yetton, 1973).
Dalam beberapa kasus, pembuat keputusan bahkan tidak diperkenankan
berkonsultasi dengan orang lain sebelum ia membuat pilihan. Dalam
kasus lain, pemimpin harus mencari masukan dari kelompok atau bahkan
menyerahkan keputusan kepada kelompok sepenuhnya. Meskipun
prosedur dapat berlangsung di mana saja, pengambilan keputusan dapat
berpusat pada pemimpin otoriter hingga berpusat pada kelompok yang
demokratis. Model terbaru Vroom mengidentifikasi lima jenis dasar dari
proses pengambilan keputusan (Forsyth, 2010), antara lain:
1. Decide
Pemimpin memecahkan masalah atau membuat keputusan dan
mengumumkannya kepada kelompok. Pemimpin mengandalkan
informasi yang tersedia baginya pada saat itu maupun informasi dari
anggota kelompok. Anggota hanya memberikan informasi kepada
pemimpin dan pemimpin tidak dapat memberi tahu anggota kelompok
mengapa informasi tersebut diperlukan.
2. Consult (individual)
Pemimpin berbagi masalah dengan anggota kelompok secara
individu, mendapatkan ide dan saran mereka satu lawan satu tanpa
bertemu sebagai kelompok penuh. Pemimpin kemudian membuat
keputusan yang mungkin tidak mencerminkan pengaruh anggota
kelompok.
3. Consult (kelompok)
Pemimpin mendiskusikan masalah dengan anggota sebagai
kesatuan kelompok dan secara kolektif mendapatkan masukan
mereka. Kemudian, pemimpin membuat keputusan yang mungkin
tidak mencerminkan pengaruh anggota kelompok.
4. Fasilitate
Pemimpin mengoordinasikan analisis kolaboratif masalah untuk
membantu kelompok mencapai konsensus tentang masalah tersebut.
Pemimpin aktif dalam proses, tetapi tidak mencoba mempengaruhi
kelompok untuk mengadopsi solusi tertentu. Pemimpin menerima
keinginan kelompok dan melaksanakan setiap keputusan yang
didukung oleh seluruh kelompok.
11

5. Delegate
Apabila kelompok telah berfungsi secara mandiri tanpa
pemimpinnya, maka ia dapat menyerahkan masalah tersebut pada
kelompok. Kelompok mencapai keputusan tanpa keterlibatan
langsung pemimpin, tetapi pemimpin memberikan dukungan, arahan,
klarifikasi, dan sumber daya seperti yang diinginkan oleh kelompok.

Model normatif Vroom tidak menganjurkan satu metode


pengambilan keputusan yang lebih unggul dari yang lain. Sebaliknya,
situasi perlu dipertimbangkan dan dipilih pendekatan yang paling sesuai
dengan konteks yang diberikan. Salah satu faktor terpenting yang perlu
dipertimbangkan adalah pentingnya keputusan itu sendiri. Apabila
masalah tidak terlalu penting, maka dapat diselesaikan dengan
menggunakan metode yang melibatkan paling sedikit waktu dan individu.
Namun, apabila masalah menjadi semakin penting, faktor situasional lain
juga harus dipertimbangkan, seperti: a) Apakah pemimpin memiliki
pengetahuan yang substansial tentang masalah tersebut? b) Apakah
kelompok mengetahui lebih banyak tentang masalah tersebut? c) Akankah
kelompok berkomitmen pada solusi dan implementasinya apabila tidak
terlibat dalam proses pengambilan keputusan, serta apakah itu penting? d)
Seberapa baik anggota kelompok bekerja sama? e) Apakah konflik dalam
kelompok begitu tinggi sehingga anggota tidak dapat bekerja sama untuk
mengatasi masalah tersebut? Secara umum, apabila masalahnya
sederhana, pemimpinnya cukup tahu konsekuensi dari keputusan yang
buruk relatif kecil. Sebaliknya, pendekatan yang berfokus pada kelompok
paling baik apabila diperlukan solusi berkualitas tinggi, bersama dengan
dukungan kelompok untuk menerapkannya. Namun, pemilihan
pendekatan individu atau pendekatan kelompok begitu kompleks
sehingga Vroom dan rekan-rekannya telah mengembangkan program
komputer yang memandu pilihan antara memutuskan, berkonsultasi,
memfasilitasi, dan mendelegasikan (Vroom, 2003).
Model normatif menyintesis studi kepemimpinan, pengambilan
keputusan kelompok, dan keadilan prosedural untuk memprediksi kapan
pilihan harus dibuat oleh otoritas, serta kapan pilihan harus ditangani oleh
kelompok. Meskipun model yang dibuat terlalu menyederhanakan proses
yang kompleks, model tersebut menerjemahkan ide-ide teoretis menjadi
saran-saran konkret sebagai pendekatan praktis dalam pengambilan
keputusan kelompok. Penelitian yang ada juga mendukung asumsi dasar
yang mendasari model tersebut. Misalnya, Vroom dan rekan-rekannya
melaporkan bahwa ketika manajer ahli membaca studi kasus keputusan
kepemimpinan membuat rekomendasi tentang metode kepemimpinan
12

yang sesuai, saran mereka bertepatan dengan prediksi model normatif


(Vroom, 2003).

3.2 Group as Imperfect Decision Maker


Banyak yang merasa diskusi dalam sebuah kelompok buang-buang
waktu, sehingga muncul beberapa candaan, seperti “Mencoba memecahkan
masalah dalam kelompok seperti membereskan kemacetan dengan
membunyikan bel kendaraanmu.” (Forsyth, 2010). Meskipun informasi yang
didapat akan jauh lebih besar dan berpotensi untuk meredakan ego individu
dengan adanya kelompok, seringkali tujuan belum tercapai. Menurut Forsyth
(2010), ada beberapa alasan mengapa diskusi kelompok seringkali tidak efektif.
3.2.1 Kesulitan dalam Diskusi Kelompok
Dalam diskusi kelompok, kesalahpahaman tentu tidak dapat
dihindari. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya anggota kelompok
yang kesulitan mengungkapkan maksudnya secara jelas, sehingga terjadi
kesalahan dalam menangkap pesan. Tidak hanya itu, menurut Campbell
(1958), Collins & Guetzkow (1964), ada beberapa hal yang
mempengaruhi kesalahan dalam penangkapan pesan, antara lain:
a. Level (menyederhanakan pesan)
Ini adalah bukti bahwa manusia merupakan cognitive miser.
Manusia senantiasa menghemat energi untuk mencerna pesan-pesan
kompleks dan lebih memilih mencerna informasi yang sederhana.
b. Sharpen (memoles perbedaan atau pesan)
Sebagai contoh, membumbui suatu cerita dengan pesan yang
lebih dramatis.
c. Assimilate (menginterpretasikan informasi agar sesuai dengan
kepercayaan pribadi)
Ini termasuk confirmation bias, yaitu suatu keadaan di mana
individu memercayai, mencari, dan mengolah informasi yang
mengonfirmasi kepercayaan awal individu. Ini tentu menghambat
individu untuk menerima informasi baru yang lebih valid
dibandingkan dengan pengetahuan awal individu.

Salvo, Nikkel, & Monroe (1989) melakukan percobaan dengan


menanyakan “Apa yang membatasi efektivitas sebuah pertemuan?” pada
569 pekerja penuh waktu yang menunjukkan permasalahan dalam
pengambilan keputusan, antara lain:
a. Kemampuan komunikasi
b. Perilaku egosentris
c. Kepasifan anggota
d. Melenceng dari topik awal
e. Interupsi
13

f. Perilaku negatif pemimpin


g. Sikap dan emosi
Kemampuan komunikasi masuk dalam pengaruh tertinggi. Hal ini
membuktikan penjelasan di atas mengenai penyebab kegagalan suatu
diskusi adalah kesalahpahaman yang disebabkan oleh rendahnya
kemampuan komunikasi.
Menurut Janis & Mann (1977), diskusi kelompok lebih digunakan
untuk menghindari permasalahan daripada mengambil keputusan. Hal ini
dapat disebabkan dan terlihat dari hal-hal sebagai berikut.
a. Prokrastinasi, yaitu kondisi kelompok lebih memilih menunda
keputusan daripada mencari alternatif lain.
b. Menyetujui hal yang terlihat baik tanpa memikirkannya secara penuh.
c. Menolak tanggung jawab dengan melimpahkannya ke pihak lain.
d. Satisficing, yaitu menerima solusi yang mudah dan berisiko rendah
daripada mencari solusi terbaik.
e. Lebih memilih berfokus pada isu yang kecil daripada isu yang luas.

3.2.2 The Shared Information Bias


Kondisi di mana individu membicarakan informasi yang telah
diketahui banyak anggota (shared information) dan menyimpan sendiri
atau sedikit membicarakan informasi yang tidak diketahui umum
(unshared information) dapat menjadi berbahaya. Apabila informasi yang
tidak dibagikan tersebut mengandung informasi yang sangat dibutuhkan
dan berpengaruh pada keputusan terbaik, tetapi tidak ada yang
mendapatkan informasi tersebut, kelompok akan mengambil keputusan
dengan infomasi yang sudah diketahui seluruh anggota saja (Forsyth,
2010).
Bias semakin kuat apabila diskusi hanya digunakan untuk mencapai
kesepakatan, bukan keputusan terbaik. Dalam mencapai kesepakatan,
kuncinya adalah persetujuan seluruh atau sebagian besar anggota
kelompok. Di sini individu akan cenderung pasif dan menyimpan
informasinya karena dianggap tidak penting atau bahkan dapat
memperpanjang diskusi yang sebelumnya hampir mencapai kesepakatan
(Forsyth, 2010). Bias ini merefleksikan nature of group discussion, yaitu
kondisi kelompok yang berjuang menemukan keputusan terbaik sekaligus
memiliki motif lain, yaitu membentuk reputasi diri yang baik dan bersaing
dengan sesama anggota kelompok (Wittenbaum, et al., 2004).
Menurut Wittenbaum (1998), ada beberapa cara mencegah bias,
antara lain:
a. Menghadirkan anggota senior yang berpengalaman, karena menurut
studi mengenai pengambilan keputusan pada anggota medis, tercatat
14

anggota senior memberikan penekanan lebih pada unshared


information.
b. Menggunakan pendekatan advokasi daripada diskusi umum. Menurut
Loue (2006), pendekatan advokasi adalah pendekatan yang
melibatkan pemimpin, media massa dan kemitraan, serta
memobilisasi massa agar motivasi individu dapat ditarik ke arah
kelompok atau secara kolektif. Selain itu, pendekatan advokasi
berfungsi untuk membangun kapasitas pengelolaan program yang
mendukung kemampuan advokasi.
c. Menekankan pentingnya perbedaan pendapat agar mendapatkan
peningkatan keragaman opini dalam kelompok. Hal ini memotivasi
individu untuk mengeluarkan gagasan dalam pikirannya.
d. Penggunaan GDSS (Group Decision Support System). GDSS adalah
perangkat yang membantu memecahkan masalah dengan
menyediakan tempat diskusi yang mendukung pertukaran pendapat
dan diskusi organisasi. Contohnya adalah email, conference, dll.

Gambar 3. GDSS (DeSantics & Gallupe, 1987)

3.2.3 Kesalahan Pengambilan Keputusan


Seringkali, keputusan yang diambil sebuah kelompok justru
merugikan atau kurang tepat, beberapa kesalahan dalam pengambilan
keputusan dapat disebabkan oleh pengabaian informasi penting dan
penggunaan informasi tidak penting secara berlebihan. Selain itu, dapat
disebabkan oleh permasalahan kognitif individu, seperti bias. Menurut
Kerr, MacCoun, & Kramer (1996), ada tiga tipe kesalahan seperti pada
tabel berikut ini.
15

Tabel 1. Kesalahan Pengambilan Keputusan

3.3 Group Polarization


Dalam sejarah, Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, pernah
dihadapkan oleh dilema terkait perlakuan terhadap pulau Kuba. Ia dihadapkan
oleh dua pilihan, yakni menginvasi Kuba atau menyelesaikan masalah dengan
cara diplomatis. Kemudian, Presiden Kennedy membentuk sebuah komite
untuk membantunya meninjau kedua pilihan tersebut. Namun, komite
memberikan masukan yang cenderung memilih untuk menginvasi Kuba, yakni
memilih pilihan yang lebih berisiko. Dalam hal ini, komite tersebut cenderung
tidak menahan diri untuk memilih jalur diplomatis, melainkan mereka
berpolarisasi.

3.3.1 The Risky-Shift Phenomenon


Hal yang terjadi pada kelompok komite Kennedy disebut dengan the
risky-shift phenomenon, yakni kecenderungan sebuah kelompok untuk
mengambil keputusan yang lebih berisiko dibandingkan keputusan
seorang individu (Forsyth, 2010). Fenomena ini dapat diukur dengan
choice-dilemma questionnaire yang berisi pertanyaan untuk
mempertimbangkan pilihan bagi individu ataupun kelompok. Salah satu
contoh kuisionernya adalah mempertimbangkan peluang dan resiko
seorang pekerja untuk menetap pada pekerjaannya saat ini atau memilih
untuk merintis usaha baru dengan orang lain. Hasil dari pengisisan
kuisioner oleh beberapa individu menujukkan mayoritas memutuskan
untuk menetap. Namun, saat individu-individu bergabung menjadi sebuah
kelompok untuk mengulas kembali keputusan dan mengisi kuisioner,
hasil keputusannya bergeser ke pilihan yang lebih berisiko.

3.3.2 Proses Polarisasi dalam Kelompok


Selama masa penelitian, para peneliti menemukan kemungkinan
sebuah anomaly, yakni cautious shift. Cautious shift terlihat saat individu
maupun kelompok yang diteliti menunjukkan hasil yang konsisten untuk
tetap memilih opsi yang tidak terlalu berisiko. Penemuan ini ditelusuri
16

lebih lanjut dengan berbagai kelompok lainnya. Pada tahun 1969, para
peneliti menemukan bukti bahwa individu dapat bergerak menuju dua
pilihan sekaligus setelah berdiskusi kelompok, yang memungkinkan
cautious dan risky shift terjadi secara bersamaan (Doise, 1969). Selain itu,
peneliti menemukan bahwa hasil dari diskusi kelompok tidak hanya
menguatkan pilihan antara berhati-hati atau mengambil risiko, melainkan
juga mempengaruhi perilaku, kepercayaan, dan pandangan individu
terkait masalah yang dibahas (Myers, 1962). Salah satu contoh yang
disebut oleh Moscovici dan Zavalloni (1969) adalah orang-orang di Eropa
yang secara umum menyukai pemerintahan di sana dan sangat tidak
menyukai orang Amerika. Dengan melakukan diskusi, perilaku menyukai
pemerintah semakin meningkat dan perilaku tidak menyukai orang
Amerika semakin memburuk (Moscovici & Zavalloni, 1969).
Beberapa waktu kemudian, para peneliti menyadari bahwa
munculnya risky shift setelah diskusi kelompok adalah bagian dari proses
yang umum. Arah pergeseran tersebut bergantung pada preferensi awal
rata-rata kelompok. Misalnya, ketidaksukaan cara mengajar guru tertentu
dalam sekumpulan pelajar akan semakin bertumbuh setelah diskusi. Hal
ini yang disebut oleh Myers dan Lamm (1976) sebagai group polarization
atau polarisasi kelompok, yaitu kondisi saat rata-rata respon postgroup
cenderung ekstrem ke arah yang sama dengan rata-rata tanggapan
kelompok (Myers & Lamm, 1976).

3.3.3 Penyebab Terjadinya Polarisasi Kelompok


Terjadinya polarisasi dalam kelompok melibatkan beberapa
pengaruh interaksi sosial yang terjadi dalam sebuah kelompok. Pengaruh
interaksi sosial yang dikatakan oleh Friedkin (1999) adalah perbandingan
sosial, persuasi, dan identitas sosial (Friendkin, 1999). Teori
perbandingan sosial menyatakan bahwa individu secara spontan
membandingkan dirinya dengan orang lain dalam kelompoknya untuk
mengulas pilihannya. Apabila pandangan individu berbeda dengan
kelompok, maka individu akan mengubah pandangannya ke arah yang
sama dengan kelompoknya. Polarisasi terjadi apabila individu
menemukan norma kelompok pada masalah yang dibahas, sehingga
mereka mengajukan klaim atas posisi yang melebihi norma tersebut ke
arah manapun mayoritas anggota kelompok mendukung. Apabila
mayoritas anggota menyukai rencana A, maka keinginan untuk
menciptakan citra positif dalam kelompok akan membuat anggota
menyatakan bahwa mereka benar-benar menyukai rencana tersebut
(Weigold & Schlenker, 1991).
Dalam teori argument persuasif, anggota kelompok mengubah
opininya dalam rangka merespon opini anggota lain dalam kelompoknya
17

(Burnstein & Vinkour, 1977). Anggota kelompok membuat argumen


lebih untuk mendukung arah yang mayoritas dalam rangka menunjukkan
argumen yang konsisten dengan norma kelompok tersebut. Hasilnya, para
anggota saling memengaruhi satu sama lain ketika banyak argumen
dilontarkan untuk menyetujui pilihan yang dominan. Skema penentuan
keputusan kelompok juga dapat membuat para anggota lebih mendukung
pilihan yang ekstrem daripada pilihan yang moderat.
Teori identitas sosial menambahkan poin dari teori argument
persuasif, yaitu bahwa anggota kelompok tidak terpengaruh oleh isi dari
argumen anggota lain, melainkan terpengaruhi oleh konsensus opini
kelompok tersebut. Dalam diskusi, apabila individu meyakini bahwa
anggota lain menunjukkan perilaku relatif ekstrem terhadap isu yang
dibahas, maka anggota yang mengidentifikasi dirinya dengan kelompok
akan bergeser ke arah tersebut. Hal ini menyebabkan menurunnya
keberagaman opini dalam kelompok. Peristiwa yang terjadi juga mampu
mendiferensiasikan kelompok in-group dari kelompok lainnya. Misalnya,
apabila kelompok lain menentukan pilihan yang ekstrem, maka kelompok
akan memilih pilihan yang lebih berhati-hati.

3.3.4 Konsekuensi dari Polarisasi Kelompok


Adanya polarisasi kelompok memberikan dampak positif dan
negatif pada keputusan yang dominan, serta ekstrem. Polarisasi kelompok
dapat memberikan dampak yang positif, contohnya apabila sekelompok
orang berkumpul dan membahas polusi dunia yang semakin memburuk,
serta membahas cara-cara ekstrem untuk menanggulanginya, maka
kelompok akan lebih bersemangat dalam mengatasi polusi dunia dengan
pilihan yang ekstrem. Banyak inovasi dan ide baru yang dapat ditemukan
saat polarisasi semakin dikuatkan dalam kelompok. Walaupun terkadang
polarisasi menjadi sumber terbentuknya bias dan error, polarisasi dapat
memberi dampak yang menguntungkan bagi kelompok maupun
anggotanya (Forsyth, 2010).

3.4 Victims of Groupthink


Irving Janis tertarik dengan ExCom Group milik Presiden Kennedy.
Layaknya komite lain, ExCom Group gagal untuk membuat keputusan terbaik.
Janis juga mengobservasi kelompok-kelompok lain yang memiliki masalah,
seperti: a) Perwira AL senior yang mengabaikan peringatan berulang kali
tentang niat agresif Jepang terkait Pearl Harbor dan hanya mengambil langkah
kecil untuk mempertahankannya, b) staf pembuat kebijakan Presiden Truman
yang merekomendasikan pasukan AS melintasi paralel ke-38 selama Perang
Korea mengakibatkan Cina bersekutu dengan Korea Utara melawan Amerika
Serikat, serta c) staf Presiden Nixon yang memutuskan untuk menutupi
18

keterlibatannya dalam pembobolan di pintu air. Setelah mempelajarinya lebih


lanjut, Janis menyimpulkan bahwa masalah mereka ada dalam diskusi
kelompok (groupthink). Selama diskusi kelompok, setiap anggotanya berusaha
keras untuk saling mengaku bahwa mereka membuat suatu kesalahan yang
seharusnya dapat dihindari.

3.4.1 Gejala Diskusi Kelompok


Menurut Janis, ada 3 gejala, tanda, atau indikator dalam diskusi kelompok
(Forsyth, 2010), yaitu:
1. Overestimation of the Group (menaksir terlalu tinggi)
Para anggota dalam kelompok berasumsi terlalu tinggi terhadap
kelompoknya sendiri. Kelompok meyakini mereka dapat bekerja
dengan sangat baik walaupun sebenarnya tidak. Janis menyebutnya
sebagai ilusi kekebalan (illusion of invulnerability).
2. Closed-mindedness (berpikiran tertutup)
Kelompok hanya berpegang pada satu cara tanpa peduli dengan
alternatif atau pilihan cara yang lain. Selain itu, kelompok hanya
mendukung keputusan awal melalui rasionalisasi.
3. Pressures toward Uniformity (adanya tekanan menuju kesepakatan)
Kelompok berusaha untuk menyamakan pemikiran dan saling
setuju. Menurut Janis, ada 4 indikator, antara lain:
a. Self-cencorship, yaitu kecenderungan anggota kelompok untuk
tidak mengemukakan pendapatnya dalam diskusi dan menyimpan
keraguan untuk dirinya sendiri atau memberikan pendapatnya
langsung pada pemimpin diskusi.
b. Illusion of unanimity, yaitu kondisi dimana anggota kelompok
tidak memberikan suaranya, baik setuju maupun tidak, sehingga
dianggap menerima keputusan dalam diskusi atau setuju dengan
hasil dalam diskusi. Dengan begitu, muncul kebulatan suara.
c. Direct pressure, yaitu tekanan untuk tetap setuju dengan apapun
hasil dalam diskusi.
d. Self-appointed mindguard, yaitu menjaga kelompok dari
informasi yang salah yang berdampak buruk bagi kelompoknya
dengan menolak anggota yang berusaha menyanggah dalam suatu
diskusi dan menekan mereka yang menolak untuk tetap diam.

3.4.2 Pengambilan Keputusan yang Gagal


a. Mindguard, yaitu usaha individu untuk menjaga anggota
kelompoknya dari hal atau informasi negatif yang dapat merusak
keutuhan kelompok.
b. Abilence paradox, yaitu kecenderungan anggota kelompok untuk
tidak mengemukakan penolakannya dalam diskusi hanya untuk
menghindari konflik selama diskusi.
19

c. Pluralistic ignorance, yaitu suatu kecenderungan anggota dalam


kelompok untuk menolak suatu hal dalam diskusi, tetapi memilih
untuk menerimanya karena beranggapan semua orang menyetujui.
d. Entrapment, yaitu kondisi dimana individu lebih memilih untuk
mengeluarkan biaya pada hal yang diinginkan atau dipilih daripada
hal yang telah sesuai dengan standar.
e. Sunk cost, yaitu kehilangan sumber daya.

3.4.3 Penyebab Diskusi Kelompok


1. Cohesiveness (kekompakan)
Dalam suatu kelompok, kekompakan adalah suatu hal yang
penting. Ciri kelompok dengan kekompakan yang baik tampak pada
penyelesaian masalah dalam kelompok tanpa banyak pertengkaran
dan konflik antaranggota dapat dihindari. Dalam kelompok yang
anggotanya saling berhubungan baik, perdebatan dapat dihindari
karena setiap anggota dapat menahan diri dalam mengemukakan
pendapat yang bersifat menguntungkan diri sendiri. Dengan adanya
kekompakan, diskusi kelompok (groupthink) dapat berjalan dengan
baik dan terbentuk keputusan yang terbaik pula.
2. Structural faults of the group of organization (kesalahan struktural
kelompok /organisasi
Kesamaan latar belakang, kekurangan kepemimpinan, faktor
riwayat kesalahan anggota, dan penyimpangan moralitas dapat
meningkatkan kemungkinan diskusi kelompok. Dengan adanya
diskusi, keputusan yang diambil lebih rasional dan terbaik bagi
kelompok.
3. Faktor situasional provokatif
Terkadang, membuat keputusan menjadi sangat berat karena
tekanan dari banyak faktor, contohnya dikejar waktu. Tekanan-
tekanan ini mendorong kelompok untuk melakukan diskusi sebelum
memutuskan suatu hal. Melalui diskusi kelompok, diharapkan
kelompok dapat mengambil keputusan terbaik yang lebih rasional
dan terhindar dari dampak-dampak negatif keputusan yang salah.

3.4.4 The Emergence of Groupthink


1. Archival Case Studies
Janis, dengan menggunakan metode archival case studies,
melakukan penelitian dan membandingkan kelompok yang membuat
keputusan sangat buruk dengan kelompok yang membuat pilihan
sangat baik. Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan apakah
kelompok yang rawan kesalahan lebih menunjukkan gejala
groupthink. Hasilnya, semakin tinggi jumlah gejala groupthink,
20

semakin tidak menguntungkan hasil musyawarah kelompok (Forsyth,


2010).
Philip E. Tetlock menganalisis isi pidato pemimpin ketika
berada dalam situasi groupthink dan vigilant decision making.
Hasilnya, pemimpin dalam situasi groupthink cenderung
menunjukkan tanda-tanda penurunan kompleksitas dan membuat
pernyataan-pernyataan positif tentang in-group. Tetlock dan rekan-
rekannya menerapkan sistem pemeringkatan yang canggih (a Q-sort)
untuk beberapa kelompok yang berhasil dan tidak berhasil dalam
konteks politik dan organisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa
kesalahan struktural memang terkait dengan pemikiran kelompok,
tetapi tidak terkait dengan kohesivitas dan faktor-faktor konteks
situasional provokatif (Forsyth, 2010).
Deskripsi retrospektif para anggota tentang pengalaman mereka
dalam kelompok sangatlah terdistorsi dan terlalu bias untuk digunakan
sebagai bukti dari groupthink. Para anggota kelompok dapat
merefleksikan upaya kerja mereka sebagai bentuk upaya memahami
pengalaman, sehingga sangat sedikit kesesuaiannya dengan apa yang
sebenarnya terjadi ketika kelompok sedang memiliki kinerja yang
buruk (Forsyth, 2010).
2. Cohesion and Groupthink
Janis membuat prediksi dasar bahwa kohesi yang
dikombinasikan dengan satu atau lebih penyebab potensial lain
(contohnya kesalahan struktural dan konteks situasional provokatif),
akan memicu groupthink. Kelompok dengan kohesivitas tinggi yang
mengganggu pengambilan keputusan akan menunjukkan satu/lebih
penyebab atau kondisi pemicu yang menghasilkan groupthink.
Apabila penyebab lain tidak ada, kohesivitas justru akan
meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan kelompok
(Forsyth, 2010).
3. Structural Faults and Groupthink
Janis telah mengidentifikasi beberapa fitur struktural kelompok
yang berkontribusi pada groupthink, tetapi peneliti memusatkan
sebagian besar perhatian pada pemimpin kelompoknya. Kelompok
dengan pemimpin yang mengadopsi gaya kepemimpinan tertutup
lebih bias dalam melakukan penilaian, terutama ketika banyak
anggota kelompok memiliki kebutuhan yang tinggi akan kepastian,
dibandingkan dengan kelompok yang pemimpinnya mengadopsi gaya
kepemimpinan terbuka. Kelompok dengan pemimpin yang haus
kekuasaan juga menunjukkan kinerja yang kurang efektif, terlepas
dari tingkat kohesi kelompok. Sebaliknya, kelompok dengan
pemimpin yang sangat terarah dapat meningkatkan kualitas keputusan
21

dan menunjukkan bahwa mereka lebih membatasi kontrol pada proses


daripada hasil keputusan akhir (Forsyth, 2010).
4. Provocative Situational Context
Studi terhadap kelompok yang bekerja dibawah tekanan
menunjukkan bahwa mereka lebih mungkin untuk membuat
kesalahan, kehilangan fokus dari tujuan utama, dan menggunakan
kembali prosedur lama yang tidak efektif walaupun jelas diketahui
oleh para anggota. Kelompok yang bekerja dibawah time pressure
membuat para anggotanya memfokuskan banyak perhatian pada
tugas, etapi berisiko mengabaikan informasi kontekstual yang
penting, cenderung berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas secepat
mungkin, serta lebih mementingkan efisiensi dan hasil yang cepat
daripada akurasi dan kualitas (Forsyth, 2010).

3.4.5 Alternative Models


1. Group-centrism Theory
Group-centrism adalah sebuah sindrom kelompok yang sering
menyebabkan kelompok membuat keputusan salah. Hal ini terjadi
karena upaya para anggota kelompok untuk mempertahankan dan
mendukung persatuan kelompok sangat tinggi, cenderung menolak
anggota yang tidak setuju dengan kelompok, berkeinginan kuat untuk
mencapai kata setuju dengan anggota lain, memiliki pemikiran
stereotip dan cenderung mendukung in-group daripada out-group,
rendahnya kesediaan berkompromi untuk mencapai solusi integratif,
serta tingginya keinginan untuk mencapai cognitive closure (Forsyth,
2010).
2. Social Identity and the Ubiquity Model
Anggota kelompok sering memperjuangkan konsensus dan
dengan demikian cenderung membatasi perbedaan pendapat,
merendahkan kelompok luar, serta salah menilai kompetensi
kelompok mereka sendiri. Ubiquity model of groupthink milik Robert
Baron menunjukkan bahwa permasalahan ini cukup umum dan
sebenarnya ada pada berbagai kelompok. Hal ini dapat menyebabkan
masalah apabila ketiga kondisi terpenuhi, yaitu: a) adanya ancaman
terhadap identitas sosial bersama yang mungkin terjadi apabila
kelompok tersebut gagal, b) kelompok memiliki seperangkat norma
yang membatasi pendapat anggota terkait topik yang didiskusikan,
dan c) anggota kelompok kurang percaya diri, sehingga cenderung
mengandalkan penilaian orang lain (Forsyth, 2010).

3.4.6 Preventing Groupthink


1. Limiting Premature Seeking of Concurrence
22

Kennedy tidak menganggap remeh kegagalannya pada Teluk


Pigs. Beberapa bulan setelah kekalahan tersebut, ia mulai menyelidiki
penyebab dari pengambilan keputusan buruk dalam kelompoknya dan
melaksanakan pendekatan baru. Ia menerapkan aturan baru dalam
diskusi saat pelaksanaan rapat, antara lain menghindari agenda dan
menyambut ide-ide baru, serta memberikan para anggota peranan
sebagai pemikir skeptic dan kritis.
Kennedy melepaskan gaya kepemimpinan tertutupnya untuk
menjadi pemimpin terbuka, menolak untuk menyatakan keyakinan
pribadi di awal sesi dan menunggu orang lain mengatakan pandangan
mereka, melakukan diskusi penuh dan tidak bias tentang pro-kontra
dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan, meyakinkan
bawahannya bahwa ia akan menerima kritik sehat, mengatur agar
kelompok dapat melaksanakan pertemuan tanpanya pada beberapa
kesempatan, serta mendorong anggota tertentu dari kelompok untuk
mengambil peran sebagai penyanggah selama diskusi kelompok
berlangsung (Forsyth, 2010). Penerapan pendekatan baru tersebut
membawa beberapa manfaat, antara lain:
a. Tidak memungkinkan adanya kesepakatan sewenang-wenang
dengan pandangan subkelompok lain.
b. Anggota staf tingkat bawah merasa lebih nyaman untuk
mengungkapkan sudut pandang mereka.
c. Jaminan terjadinya debat pikiran yang lebih bersemangat.
2. Correcting Misperceptions and Biases
Saat anggota mengakui kekurangan dan ketidaktahuan pribadi,
mereka dengan sukarela berkonsultasi dengan ahli yang bukan
anggota kelompok. Tidak ada pernyataan anggota kelompok yang
dianggap sebagai fakta hingga diverifikasi secara independen.
Gagasan dari anggota staf yang lebih muda dan tingkat rendah diminta
pada setiap diskusi. Para partisipan pertemuan mendiskusikan
kegiatan kelompok dengan anggota masing-masing dan membawa
kritik dari pihak luar yang tidak memihak (Forsyth, 2010).
3. Using Effective Decision-Making Techniques
Kelompok melakukan analisis berbagai macam tindakan
alternatif dengan sengaja mempertimbangkan dan
mempertimbangkan kembali efek potensial dari tindakan mereka,
berkonsultasi dengan para ahli, dan membuat rencana kontingensi
terperinci, mempertimbangkan pro dan kontra, menyempurnakan
kekurangan yang tidak terduga, dan memperkirakan kemungkinan
keberhasilan. Selama prosesnya, ahli dari luar dikonsultasikan untuk
memberikan penanganan yang lebih baik tentang masalah tersebut dan
contingency plan dieksplorasi secara singkat. Alternatif-alternatif
23

yang pada awalnya ditolak, dibangkitkan dan didiskusikan. Kelompok


berupaya untuk menemukan detail yang terlewatkan,
mempertimbangkan kembali aspek-aspek yang bermasalah, dan
dengan cermat meninjau langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengimplementasikannya (Forsyth, 2010).

3.5 Analisis 5W dan 1H


3.5.1 What
Pertanyaan what dapat dijawab dengan menyebutkan topik yang
diangkat di dalam makalah kajian literatur, yaitu konsep pengambilan
keputusan kelompok. Secara umum, konsep yang dipaparkan terdiri dari
definisi, tahap pengambilan keputusan kelompok, bias dan kesalahan
dalam pengambilan keputusan, polarisasi kelompok, serta diskusi dalam
pengambilan keputusan kelompok.

3.5.2 Who
Pertanyaan who dapat dijawab dengan memaparkan siapa tokoh
utama konsep pengambilan keputusan kelompok beserta biografi
singkatnya. Dua tokoh utama konsep pengambilan keputusan kelompok
adalah Victor H. Vroom dan Irving Lester Janis. Victor H. Vroom lahir
pada tanggal 9 Agustus 1932 di Montreal, Quebec. Vroom merupakan
lulusan University of Michigan dengan gelas PhD. Kemudian, Vroom
berkarir sebagai seorang profesor bisnis di Yale School of Management.
Teorinya dikenal dengan nama Model Kontinum Kepemimpinan (1973)
dan Normative Model of Decision Making (2003).
Tokoh kedua dalam pengambilan keputusan kelompok adalah Irving
Lester Janis, yang lahir pada tanggal 26 Mei 1918 di Buffalo, New York.
Janis merupakan lulusan Columbia University pada tahun 1948 dengan
gelar doktor. Kemudian, Janis berkarir sebagai seorang psikolog
penelitian di Yale University. Janis dikenal dengan teorinya yang bernama
Grouthink (1977).

3.5.3 When
Pertanyaan when dapat dijawab dengan menyertakan tahun
munculnya konsep pengambilan keputusan kelompok. Konsep
pengambilan keputusan kelompok berkembang sejak tahun 1970-an
dengan munculnya Model Kontinum Kepemimpinan dan Normative
Model of Decision Making karya Victor H. Vroom yang pertama kali.
Disusul dengan munculnya konsep dan penelitian Irving Lester Janis,
yaitu Groupthink, yang turut memperluas kajian pengambilan keputusan
kelompok. Bersamaan dengan itu, konsep dari tokoh-tokoh lain seperti
Marjorie Shaw, R. Hastie, dan T. Kameda, turut melengkapi kajian
pengambilan keputusan kelompok di dunia psikologi.
24

3.5.4 Where
Pertanyaan where dapat dijawab dengan menyebutkan negara di
mana konsep lahir dan berkembang. Lokasi berkembangnya konsep
pengambilan keputusan kelompok dapat diwakili oleh tokoh utama,
Victor H. Vroom dan Irving Lester Janis, yaitu di Amerika Serikat.

3.5.5 Why
Pertanyaan why dapat dijawab dengan menjabarkan pentingnya
mempelajari topik tersebut. Topik pengambilan keputusan kelompok
perlu dipahami karena tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, seperti
membuat tugas kelompok, proyek, menyelenggarakan event, dan lain
sebagainya. Dengan mengetahui bias yang rawan terjadi, kelompok juga
mampu menghindari hasil keputusan yang tidak bijaksana. Selain itu,
topik ini juga mengajarkan pentingnya menumbuhkan kesadaran anggota
kelompok untuk berpartisipasi dalam pekerjaan kelompok, melatih
kemampuan mengatur waktu, bagaimana menyampaikan pandangan dan
pendapat pada anggota lain dengan baik, berani bertanya agar dapat
memahami materi, serta berkomitmen sesuai kesepakatan kerja yang telah
disetujui bersama.

3.5.6 How
Pertanyaan how dapat dijawab dengan menjelaskan bagaimana
perkembangan konsep pengambilan keputusan kelompok. Penjelasan
konsep dimulai dari definisi, tahap pengambilan keputusan kelompok,
bias dan kesalahan yang dapat terjadi, polarisasi kelompok, serta diakhiri
dengan konsep diskusi dalam pengambilan keputusan kelompok.
Keseluruhan konsep yang dijelaskan dalam makalah ini merupakan versi
sederhana dari penjelasan konsep secara menyeluruh oleh para ahli.
25

BAB 4. APLIKASI TEORI DAN KONSEP

4.1 Penerapan Konsep Delegasi dalam Desentralisasi


Sebagai penerapan dari pengambilan keputusan dalam kelompok, penulis
mengambil desentralisasi sebagai contoh penerapannya. Desentralisasi
merupakan pelimpahan kekuasaan pemerintahan dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah untuk memberi kesempatan pada pemerintah daerah
mengelola urusan wilayahnya sendiri dan menjadikan daerahnya bersifat
otonom (Simandjuntak, 2015). Desentralisasi menggunakan metode
pengambilan keputusan delegate, dimana suatu divisi mampu berfungsi sendiri,
sehingga pemimpin dapat menyerahkan masalah kepada divisi (Vroom, 2003).
Namun, pemimpin tersebut tidak lepas tangan begitu saja. Pemimpin tetap
memberikan dukungan, klarifikasi, arahan, dan sumber daya yang dibutuhkan
kelompok. Konsep delegate sesuai dengan konsep desentralisasi yang
menyerahkan pengambilan keputusan pada kelompok, tetapi tetap dalam
kontrol pemerintah pusat (Simandjuntak, 2015).

4.2 Penerapan Konsep Polarisasi Kelompok dalam Pemilihan Anggota DPR


Contoh kedua adalah pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Sekarang banyak sekali artis yang memanfaatkan popularitasnya untuk
mendapatkan suara terbanyak. Terbukti, mereka terpilih menjadi anggota DPR,
tetapi hasil kerjanya mengecewakan. Selain itu, ada kemungkinan individu
mengikuti suara terbanyak meskipun asas pemilu adalah luberjurdil, yang
menunjukkan bahwa seringkali pemilu tidak benar-benar rahasia dan adil.
Tidak jarang juga ditemui orang yang bertanya, “Memilih siapa? Kenapa?” dan
setelah mendengar jawabannya, mereka memutuskan memilih calon tersebut.
Keputusan rakyat, dianggap sebagai satu kesatuan atau kelompok, dapat
didasari oleh bias kogntif, terutama heuristik (Forsyth, 2010). Individu merasa
mengenal calon tersebut dan langsung memilih artis tertentu tanpa mencari
informasi lebih dalam lagi. Individu mengambil keputusan berdasarkan
informasi yang tersedia (available heuristic). Hal ini juga menunjukkan
polarisasi dalam pengambilan keputusan. Melalui teori perbandingan sosial,
individu dapat merubah pandangannya terhadap calon satu dengan calon kedua
setelah mendengar penjelasan teman yang relevan dengannya.
26

BAB 5. SIMPULAN

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terhindarkan dari bersosialisasi,


berkomunikasi, dan membentuk koneksi dengan orang lain. Salah satu penghubung
antara manusia satu dengan yang lainnya adalah melalui grup atau kelompok.
Sebuah kelompok dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih individu yang
terhubung dalam hubungan sosial dan oleh hubungan sosial. Secara umum,
kelompok mengambil keputusan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut
(Forsyth, 2010).
a. Fase orientasi, yang meliputi proses mendefinisikan masalah, menetapkan
tujuan, dan mengembangkan strategi. Hasil dari fase orientasi adalah
pendefinisian masalah dan proses perencanaan.
b. Fase diskusi, yang meliputi proses mengumpulkan informasi mengenai situasi
yang dihadapi, mengidentifikasi, dan mempertimbangkan pilihan-pilihan yang
dimiliki. Hasil dari fase diskusi adalah memori kolektif, pertukaran informasi,
dan pemrosesan informasi.
c. Fase keputusan, meliputi proses menetapkan solusi melalui pemufakatan,
voting, maupun proses pengambilan keputusan sosial lainnya. Skema keputusan
sosial adalah sebuah strategi atau aturan yang digunakan dalam kelompok untuk
memilih satu alternatif dari berbagai alternatif yang diusulkan dan dibahas
selama musyawarah kelompok. Beberapa skema keputusan sosial yang umum
adalah delegasi, rata-rata, pemungutan suara, konsensus, dan pilihan acak.
d. Fase implementasi, yang meliputi proses realisasi keputusan dan pengujian
dampak keputusan tersebut. Faktor yang mempengaruhi tahap implementasi
adalah procedural justice, serta participation and voice.

Mengingat manfaat dan kewajiban kelompok, model pengambilan keputusan


normatif Victor Vroom menunjukkan bahwa berbagai jenis situasi memerlukan
jenis metode pengambilan keputusan yang berbeda. Meskipun prosedur dapat
berada di mana saja, pengambilan keputusan dapat berpusat pada pemimpin otoriter
hingga berpusat pada kelompok yang demokratis. Model terbaru (Vroom, 2003)
mengidentifikasi lima jenis dasar dari proses pengambilan keputusan, yaitu decide,
consult (individual), consult (kelompok), facilitate, dan delegate.
Ada beberapa alasan mengapa diskusi kelompok seringkali tidak efektif.
Dalam diskusi kelompok, kesalahpahaman tentu tidak dapat dihindari. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya anggota kelompok yang kesulitan mengungkapkan
maksudnya secara jelas, sehingga terjadi kesalahan dalam menangkap pesan.
Kondisi dimana individu membicarakan informasi yang telah diketahui banyak
anggota (shared information) dan menyimpan sendiri atau sedikit membicarakan
informasi yang tidak diketahui umum (unshared information) dapat menjadi
bahaya. Tidak menutup kemungkinan informasi yang tidak dibagikan tersebut
mengandung informasi yang sangat dibutuhkan dan berpengaruh pada keputusan
27

terbaik. Apabila tidak mendapatkan informasi tersebut, kelompok akan mengambil


keputusan dengan infomasi yang sudah diketahui seluruh anggota saja. Ada tiga
jenis kesalahan pengambilan keputusan, yaitu penyalahgunaan informasi,
pengabaian informasi penting, dan mengandalkan aturan heuristik yang
menyederhanakan keputusan secara tidak tepat.
Group polarization atau polarisasi kelompok dilihat dalam kondisi rata-rata
respon postgroup yang cenderung ekstrem ke arah rata-rata tanggapan kelompok.
The risky-shift phenomenon adalah kecenderungan sebuah kelompok untuk
mengambil keputusan yang lebih berisiko dibandingkan seorang individu. Cautious
shift terlihat saat individu maupun kelompok konsisten untuk tetap memilih pilihan
yang tidak terlalu beresiko. Cautious maupun risky shift adalah dua hal yang
mungkin terjadi secara bersamaan. Arah pergeserannya bergantung pada preferensi
awal rata-rata kelompok.
Menurut Janis, terdapat 3 gejala, tanda, atau indikator dalam diskusi
kelompok, yaitu anggota menaksir terlalu tinggi nilai kelompok, closed-
mindedness, dan usaha menyamakan pandangan. Penyebab munculnya diskusi
kelompok meliputi kohesivitas kelompok, kesalahan struktural
kelompok/organisasi, dan faktor situasional provokatif. Mencegah diskusi
kelompok dapat dilakukan dengan membatasi pencarian persetujuan dini,
membetulkan mispersepsi dan bias dalam kelompok, serta menggunakan teknik
pengambilan keputusan yang lebih efektif.
28

BAB 6. DISKUSI

(halaman dibiarkan kosong dan akan diisi setelah presentasi, karena


memuat feedback dari dosen dan audiens)
29

BAB 7. REFLEKSI

Mempelajari materi pengambilan keputusan kelompok menjadikan penulis


lebih paham penjelasan ilmiah di balik pengalaman mengambil keputusan secara
berkelompok. Selain itu, penulis menambah wawasan mengenai tahap-tahap dalam
pengambilan keputusan kelompok, bagaimana keputusan buruk atau keputusan
tidak sempurna itu terbentuk, polarisasi kelompok, dinamika diskusi dalam
pengambilan keputusan kelompok, serta contoh penerapan teori dan konsepnya.
Melalui penyusunan makalah ini, penulis dapat merasakan langsung bagaimana
penerapan teori dan konsep pengambilan keputusan kelompok, serta mampu
merefleksikan pengalaman penulis untuk mengetahui kebenaran di balik teori para
ahli.
Melalui penyusunan makalah “Pengambilan Keputusan Kelompok”, penulis
memperoleh softskills yang diperlukan untuk bekerja sama dalam sebuah tim atau
kelompok, seperti merangkum secara efisien, menulis sesuai kaidah Bahasa
Indonesia yang baik dan benar, berpikir kritis, serta sistematika penulisan makalah
ilmiah yang benar. Tidak hanya itu, penulis belajar banyak hal mengenai
pentingnya membuat keputusan yang tepat sebagai sebuah kelompok, seperti
pentingnya menumbuhkan kesadaran anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam
pekerjaan kelompok, melatih kemampuan mengatur waktu, bagaimana
menyampaikan pandangan dan pendapat pada anggota lain dengan baik, berani
bertanya agar dapat memahami materi, serta berkomitmen sesuai kesepakatan kerja
yang telah disetujui bersama di tengah kesibukan aktivitas masing-masing individu.
Tidak hanya pembaca makalah ini yang merasakan manfaat, melainkan juga para
penulis yang mencurahkan usaha dan energinya untuk menuntaskan makalah.
30

BAB 8. PENUTUP

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya penyusunan makalah kajian literatur Pengaruh Sosial dan Dinamika
Kelompok dengan judul ”Pengambilan Keputusan Kelompok” dapat terselesaikan
dengan baik. Terima kasih kami ucapkan untuk dosen pengajar Prof. Dr. Cholichul
Hadi, Drs., M.Si., Psikolog atas kesempatan yang beliau berikan agar kami dapat
mengembangkan wawasan melalui penyusunan makalah ini. Kami meminta maaf
yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan
makalah ini maupun untuk kata-kata yang kurang berkenan. Terima kasih kami
ucapkan atas perhatian dan waktu yang Anda luangkan untuk membaca makalah
ini.
31

DAFTAR PUSTAKA

Burnstein, E., & Vinkour, A. (1977). Persuasive arguments and social comparison as
determinants of attitude polarization. Journal of Experimental Social
Psychology, 13, 315-332.
Castore, C. H., & Murnighan, J. K. (1978). Determinants of Support for Group
Decisions. Organizational Behavior and Human Performance, 22, 75-92.
DeSantics, G., & Gallupe, R. B. (1987). A Foundation for the Study of Group Decision
Support Systems. Management Science, 33: (5), 589-609.
Doise, W. (1969). Intergroup relations and polarization of individual and collective
judgement. Journal of Personality and Social Psychology, 12, 136-143.
Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics (4th Edition). Amerika: Cengage Learning,
Wadsworth.
Friendkin, N. E. (1999). Choice shift and group polarization. American Sociological
Review, 64, 856-875.
Hastie, R., & Kameda, T. (2005). The Robust Beauty of Majority Rules in Group
Decisions. Psychological Review, 112, 494-508.
Hirokawa, R. Y. (1980). A Comparative Analysis of Communication Paterns within
Effective and Ineffective Decision-making Groups. Communication
Monographs, 47, 312-321.
Kameda, T., Takezawa, M., Tindale, R. S., & Smith, C. M. (2002). Social Sharing and
Risk Reduction: Exploring a Computational Algorithm fo the Psychology of
Windfall Gains. Evolution and Human Behavior, 23, 11-33.
Kaplan, M. F., & Miller, C. E. (1987). Group Decision Making and Normative versus
Informational Influence: Effects of Type of Issue and Assigned Decision Rule.
Journal of Personality and Social Psychology, 53, 306-313.
Mann, L. (1986). Cross-cultural Studies of Rules for Determining Majority and
Minority Decision Rights. Australian Journal of Psychology, 38, 319.
Moscovici, S., & Zavalloni, M. (1969). The group as a polarizer of attitudes. Journal
of Personality and Social Psychology, 12, 125-135.
Myers, A. E. (1962). Team competition, succsess, and the adjustment of group
members. Journal of Abnormaland Social Psychology, 65, 325-332.
Myers, D. G., & Lamm, H. (1976). Discussion effects on racial attitudes. Science, 169,
778-789.
Simandjuntak, R. (2015). Sistem Desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia: Perspektif Yuridis Konstitusional de Jure. Jurnal Syariah dan
Hukum, 7: (1), 57-67.
Stasser, G., & Dietz-Uhler, B. (2001). Collective Choice, Judgment, and Problem
Solving. In R. S. M. A. Hogg, Blacwell Handbook of Social Psychology: Group
Process (pp. 31-55). Malden: Blackwell.
Vroom, V. H. (2003). Educating Managers in Decision Making and Leadership.
Management Decision, 10, 968-978.
Vroom, V. H., & Jago, A. G. (1988). The New Leadership: Managing Participation in
Organizations. Upper Saddle River: Prentice Hall.
Vroom, V. H., & Jago, A. G. (2007). The Role of the Situation in Leadership. American
Psychologist, 63, 17-24.
Vroom, V. H., & Yetton, P. W. (1973). Leadership and Decision Making. Pittsburgh:
University of Fittsburgh Press.
Weigold, M. F., & Schlenker, B. R. (1991). Accountability and risk taking. Personality
and Social Psychology Bulletin, 17, 25-29.
32

Wittenbaum, G. M., Hollingshead, A. B., Paulus, P. B., Hirokawa, R. Y., Ancora, D.


G., Peterson, R. S., . . . Yoon, K. (2004). The Functional Perspective as a Lens
for Understanding Groups. Small Group Research, 35: (1).

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai