Anda di halaman 1dari 8

Studi Kasus Week 14

The Global Financial Crisis and Its Aftermath: Declining Cross-Border


Capital Flows
(KELAS E2A AKHIR PEKAN)

Oleh:
KELOMPOK 3

Anggota:

1. REZA ARDIANSYAH 242222003


2. DIANI WAHYU SETYANTI 242222020
3. INDRA KURNIAWAN 242222028
4. TUTI IRAWATI SUPARMAN 242222030
5. TIAR ACHDIAN 242222036

MATA KULIAH GLOBAL BISNIS MANAJEMEN


MAGISTER MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
The Global Financial Crisis and Its Aftermath: Declining Cross-Border
Capital Flows

Latar belakang
Selama beberapa dekade, arus modal lintas batas—termasuk pinjaman, arus investasi
asing langsung, dan pembelian ekuitas dan obligasi—terus meningkat, mencerminkan
meningkatnya integrasi pasar modal nasional ke dalam satu sistem global tunggal yang
masif. Arus modal lintas batas melonjak dari $0,5 triliun pada tahun 1980 menjadi
puncak $11,8 triliun pada tahun 2007; Kemudian mereka kolaps. Pada 2014, arus
modal lintas batas sekitar 66 persen di bawah puncaknya sebelumnya. Pasar modal
global, tampaknya, sedang mengalami penurunan.
Krisis keuangan 2007-2008, yang dikenal sebagai krisis keuangan global, terjadi
sebagai hasil dari sejumlah faktor kompleks, termasuk peningkatan risiko dalam industri
perumahan Amerika Serikat, peredaran kompleks instrumen keuangan, praktik
pinjaman yang tidak bertanggung jawab, dan kelemahan dalam pengawasan
perbankan. Dampak krisis ini terasa di seluruh dunia, dengan kegagalan perusahaan
keuangan, penurunan pasar saham, kehilangan lapangan kerja, dan resesi ekonomi
global yang signifikan.

Mengapa Krisis terjadi?


Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2007-2008 memiliki beberapa faktor
penyebab yang saling terkait. Berikut adalah beberapa faktor utama yang berkontribusi
terhadap terjadinya krisis tersebut:

a. Pelepasan kredit yang berlebihan: Pada periode sebelum krisis, terjadi pelepasan
kredit yang berlebihan di sektor perumahan di Amerika Serikat. Institusi keuangan
memberikan pinjaman hipotek kepada individu dengan persyaratan kredit yang
lebih rendah dan tanpa memadai melakukan penilaian risiko. Hal ini menyebabkan
peningkatan harga properti yang tidak berkelanjutan.

b. Kebijakan moneter longgar: Pada awal 2000-an, bank sentral di banyak negara,
termasuk Federal Reserve di Amerika Serikat, menerapkan kebijakan moneter yang
longgar dengan suku bunga rendah. Suku bunga rendah merangsang pertumbuhan
ekonomi dan kredit, namun juga mendorong risiko tinggi dalam sektor keuangan
dengan mendorong peminjaman berlebihan dan spekulasi.

c. Inovasi keuangan yang kompleks: Perkembangan produk-produk keuangan yang


kompleks, seperti hipotek berbunga rendah yang dikemas menjadi sekuritas yang
diperdagangkan, meningkatkan kompleksitas dan risiko dalam sistem keuangan.
Hal ini membuat sulit bagi pihak yang terlibat untuk memahami dan mengelola
risiko dengan baik.
d. Kurangnya pengawasan dan regulasi yang memadai: Pengawasan dan regulasi
terhadap lembaga keuangan tidak memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko yang
berkembang di pasar keuangan. Beberapa lembaga keuangan juga terlibat dalam
praktik-praktik yang tidak etis, seperti memberikan informasi yang salah atau
menyalahgunakan produk keuangan.

e. Ketergantungan pada peringkat kredit: Banyak produk keuangan yang dijual


dengan peringkat kredit yang tinggi oleh lembaga pemeringkat. Namun, peringkat
kredit tersebut ternyata tidak memadai merefleksikan risiko sebenarnya, dan ketika
krisis pecah, nilai dari sekuritas tersebut jatuh dengan tajam.

f. Keterkaitan global dalam sistem keuangan: Pasar keuangan global sangat


terkait satu sama lain melalui transaksi dan instrumen keuangan yang kompleks.
Krisis yang dimulai di Amerika Serikat dengan keruntuhan pasar perumahan
menyebar dengan cepat ke pasar keuangan global, menyebabkan terjadinya
kepanikan dan ketidakstabilan secara luas.

Langkah pemerintah Indonesia dalam mengatasi krisis


Pemerintah Indonesia mengambil beberapa langkah penting dalam mengatasi krisis
keuangan global tahun 2007-2008. Berikut adalah beberapa langkah yang diambil oleh
pemerintah Indonesia:

1. Stimulus fiskal: Pemerintah Indonesia mengimplementasikan program stimulus


fiskal yang melibatkan peningkatan belanja pemerintah dan pemotongan pajak.
Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat
permintaan domestik, dan mengurangi dampak negatif dari krisis. Program ini
mencakup proyek-proyek infrastruktur, program bantuan sosial, dan insentif pajak
untuk mendorong investasi.

2. Peningkatan likuiditas dan dukungan sektor keuangan: Bank Indonesia,


sebagai bank sentral, mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan likuiditas
dalam sistem keuangan. Bank sentral juga memberikan dukungan likuiditas kepada
bank-bank dalam negeri untuk memastikan kelancaran kredit kepada perusahaan
dan masyarakat. Pemerintah juga memberikan jaminan terhadap simpanan
masyarakat untuk menjaga kepercayaan dalam sistem perbankan.

3. Regulasi dan pengawasan yang lebih ketat: Pemerintah meningkatkan regulasi


dan pengawasan terhadap sektor keuangan untuk mengurangi risiko dan
melindungi stabilitas sistem keuangan. Langkah-langkah ini termasuk perbaikan
tata kelola perusahaan, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta
penguatan pengawasan terhadap lembaga keuangan.

4. Koordinasi internasional: Pemerintah Indonesia aktif berpartisipasi dalam


kerjasama internasional untuk mengatasi krisis keuangan global. Indonesia menjadi
anggota G20 (Kelompok 20 negara industri maju dan berkembang) dan
berkontribusi dalam upaya pemulihan ekonomi global melalui kerjasama
antarnegara.

5. Pelindungan sosial: Pemerintah meningkatkan program-program perlindungan


sosial untuk membantu masyarakat yang terdampak langsung oleh krisis. Ini
termasuk program bantuan sosial bagi masyarakat miskin, program subsidi harga
barang kebutuhan pokok, dan upaya untuk menjaga stabilitas harga.

6. Diversifikasi ekonomi: Pemerintah mendorong diversifikasi ekonomi untuk


mengurangi ketergantungan pada sektor-sektor tertentu yang rentan terhadap
krisis. Fokus diberikan pada pengembangan sektor non-minyak dan gas,
pengembangan industri manufaktur, dan promosi sektor pariwisata dan investasi.

7. Perkuatan sektor riil: Pemerintah memberikan perhatian khusus pada perkuatan


sektor riil melalui berbagai program, termasuk stimulus untuk sektor pertanian,
industri kecil dan menengah, serta promosi ekspor. Tujuannya adalah untuk
mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang berpotensi menciptakan lapangan
kerja dan meningkatkan daya saing ekonomi.

Tindakan-tindakan ini membantu Indonesia untuk pulih dari dampak krisis keuangan
global dan melanjutkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah terus berupaya memperkuat
fondasi ekonomi dan mempersiapkan diri dalam menghadapi potensi krisis di masa
depan.

Pertanyaan Diskusi Kasus

1. Apakah Anda berpikir bahwa sesuatu seperti krisis keuangan yang terjadi pada
2007-2008 dapat terjadi lagi? Jika ya, apa dampaknya terhadap kemampuan
perusahaan untuk meningkatkan modal untuk mendanai investasi, dan pada
ekonomi global?
Hasil Pembahasan:
Apakah krisis keuangan semacam itu dapat terjadi lagi di masa depan? Ada
kemungkinan, karena sektor keuangan tidak terlepas dari risiko dan fluktuasi
ekonomi. Selain itu, kondisi ekonomi global dan faktor-faktor seperti kebijakan
moneter, stabilitas keuangan, dan regulasi perbankan juga berperan dalam
mencegah atau memunculkan krisis keuangan.
Jika krisis keuangan serupa terjadi di masa depan, dampaknya dapat signifikan.
Perusahaan akan menghadapi kesulitan dalam meningkatkan modal untuk mendanai
investasi. Investor cenderung menjadi lebih hati-hati dan mungkin mengurangi
partisipasi mereka dalam pasar keuangan, yang dapat menyebabkan likuiditas yang
lebih rendah dan biaya pendanaan yang lebih tinggi bagi perusahaan. Selain itu,
lembaga keuangan dapat mengalami tekanan yang lebih besar, risiko kebangkrutan
meningkat, dan akses ke kredit yang terbatas.
Pada tingkat ekonomi global, krisis keuangan dapat mengganggu pertumbuhan
ekonomi, menyebabkan resesi atau bahkan depresi ekonomi. Konsumsi dan
investasi cenderung menurun, pasar saham dan mata uang bisa mengalami
volatilitas yang tinggi, dan tingkat pengangguran bisa meningkat secara signifikan.
Selain itu, kepercayaan publik terhadap sistem keuangan dan institusi keuangan
mungkin terkikis, yang dapat mempengaruhi kestabilan jangka panjang.
Untuk mengurangi risiko krisis keuangan, pemerintah dan otoritas keuangan
mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan pengawasan dan regulasi sektor
keuangan, memperkuat ketahanan lembaga keuangan, dan menerapkan kebijakan
moneter yang hati-hati. Namun, kompleksitas ekonomi global membuat sulit untuk
memberikan prediksi pasti tentang kemungkinan terjadinya krisis keuangan di masa
depan dan dampaknya secara rinci.

2. Dalam retrospeksi, apakah bank sentral dibenarkan untuk melangkah seagresif


yang mereka lakukan untuk menopang sistem keuangan global? Jika mereka
tidak melakukannya, dan malah membiarkan lebih banyak lembaga keuangan
besar gagal, apa konsekuensinya?
Hasil Pembahasan:
Dalam konteks krisis keuangan yang parah, bank sentral sering kali berperan
sebagai penyelamat terakhir untuk mencegah kegagalan lembaga keuangan besar.
Mereka mengambil langkah-langkah agresif seperti memberikan pinjaman darurat,
melonggarkan kebijakan moneter, membeli aset berisiko tinggi, dan mengadopsi
stimulus fiskal untuk memperkuat likuiditas, mendorong kredit, dan mengurangi risiko
jatuhnya sistem keuangan.
Dalam retrospeksi, beberapa tindakan bank sentral mungkin telah memberikan
manfaat dengan membatasi dampak krisis yang lebih luas. Tindakan-tindakan
tersebut membantu mengurangi risiko kegagalan lembaga keuangan besar yang
dapat memicu efek domino dan mengganggu stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan. Mereka juga memberikan dukungan likuiditas yang sangat dibutuhkan
bagi pasar keuangan, mencegah kejatuhan nilai aset, dan membantu menjaga
ketersediaan kredit bagi perusahaan dan individu.

3. Bagaimana risiko terjadinya krisis seperti krisis keuangan global 2007-2008


dapat dikurangi di masa depan?
Hasil Pembahasan:
Untuk mengurangi risiko terjadinya krisis seperti krisis keuangan global 2007-2008 di
masa depan, berbagai langkah dapat diambil oleh pemerintah, otoritas keuangan,
dan lembaga terkait. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Perkuat regulasi dan pengawasan: Meningkatkan regulasi dan pengawasan
terhadap lembaga keuangan, termasuk bank-bank, perusahaan asuransi, dan
lembaga keuangan non-bank, dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas,
dan manajemen risiko. Memperketat pengawasan terhadap praktik pinjaman dan
instrumen keuangan kompleks.

b. Tingkatkan ketahanan lembaga keuangan: Mengharuskan lembaga keuangan


untuk memenuhi persyaratan modal yang memadai dan menjalani tes stres
secara berkala untuk memastikan kekuatan mereka dalam menghadapi kondisi
ekonomi yang sulit.

c. Perkuat manajemen risiko: Mendorong lembaga keuangan untuk


meningkatkan manajemen risiko mereka, termasuk penilaian risiko yang lebih
baik, diversifikasi portofolio, dan pemantauan yang lebih cermat terhadap risiko
yang muncul.

d. Tingkatkan transparansi: Meningkatkan transparansi dalam sistem keuangan


dengan memperkuat pelaporan keuangan, pengungkapan risiko, dan informasi
yang tersedia bagi pemangku kepentingan.

e. Lindungi konsumen: Mengadopsi kebijakan perlindungan konsumen yang kuat


untuk mencegah praktik pinjaman yang tidak bertanggung jawab dan melindungi
konsumen dari penyalahgunaan keuangan.

f. Peningkatan koordinasi global: Meningkatkan kerja sama dan koordinasi


antara negara dan lembaga internasional untuk mengatasi risiko sistemik secara
bersama-sama. Ini termasuk pertukaran informasi, pemantauan terhadap risiko
lintas batas, dan pembentukan regulasi global yang lebih tegas.

g. Tingkatkan pendidikan keuangan: Meningkatkan literasi keuangan di antara


masyarakat untuk memungkinkan mereka membuat keputusan keuangan yang
lebih bijaksana dan memahami risiko yang terkait.

h. Perbaiki tata kelola perusahaan: Memperkuat tata kelola perusahaan


dengan mendorong praktik yang baik, termasuk peningkatan tanggung jawab
dewan direksi, transparansi dalam pengambilan keputusan, dan pengendalian
risiko yang efektif.

4. Menurut Anda, mengapa arus modal global masih jauh di bawah puncaknya
pada 2007, tujuh tahun setelah krisis melanda? Apa implikasinya terhadap
kemampuan perusahaan multinasional untuk membiayai investasi mereka
dengan meningkatkan modal dari luar?
Hasil Pembahasan:
Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa arus modal global masih di
bawah puncaknya pada 2007, tujuh tahun setelah krisis keuangan global.
a. Ketidakpastian ekonomi: Pasca-krisis keuangan, banyak negara mengalami
pemulihan ekonomi yang lambat dan ketidakpastian yang tinggi. Ketidakpastian
ekonomi dapat mengurangi kepercayaan investor dan menyebabkan mereka
menjadi lebih hati-hati dalam mengalokasikan modal mereka secara global.
b. Regulasi yang lebih ketat: Pasca-krisis, otoritas keuangan dan regulator di
berbagai negara telah menerapkan langkah-langkah regulasi yang lebih ketat
untuk mencegah risiko sistemik dan melindungi stabilitas keuangan. Regulasi
yang lebih ketat ini dapat mempengaruhi aliran modal global dengan
memperketat persyaratan dan meningkatkan biaya kepatuhan bagi perusahaan
multinasional.

c. Kebijakan proteksionis: Beberapa negara telah mengadopsi kebijakan


proteksionis, termasuk pembatasan perdagangan dan investasi asing langsung.
Kebijakan ini dapat menghambat arus modal global dengan membatasi akses
dan kebebasan perusahaan multinasional dalam mengalokasikan modal mereka
secara lintas batas.

d. Kondisi ekonomi regional: Beberapa wilayah, seperti Uni Eropa, telah


menghadapi tantangan ekonomi khusus yang mempengaruhi arus modal.
Misalnya, krisis utang zona euro dan Brexit telah menciptakan ketidakpastian
dan risiko di wilayah tersebut, yang dapat mempengaruhi arus modal.

e. Implikasi dari arus modal global yang masih di bawah puncaknya pada
2007 adalah bahwa perusahaan multinasional mungkin menghadapi kesulitan
dalam memperoleh modal dari luar untuk mendanai investasi mereka. Mereka
mungkin menghadapi biaya pendanaan yang lebih tinggi atau kesulitan dalam
memperoleh akses ke sumber modal yang diperlukan untuk membiayai proyek-
proyek investasi mereka. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
melakukan ekspansi internasional, pengembangan produk baru, atau akuisisi
perusahaan lain.

5. Tindakan apa yang menurut Anda dapat dilakukan oleh perusahaan


multinasional untuk membatasi dampak krisis di masa depan dalam sistem
keuangan global terhadap kemampuan perusahaan untuk meningkatkan modal
untuk membayar tagihan jangka pendeknya dan mendanai investasi jangka
panjang?

Hasil Pembahasan:
Untuk membatasi dampak krisis di masa depan terhadap kemampuan perusahaan
multinasional untuk meningkatkan modal dan membiayai tagihan jangka pendek
serta investasi jangka panjang, ada beberapa tindakan yang dapat mereka lakukan :
a. Diversifikasi sumber pendanaan: Perusahaan multinasional dapat mengurangi
ketergantungan pada satu sumber pendanaan dengan mendiversifikasi sumber
modal. Ini dapat mencakup memperluas akses ke berbagai jenis pembiayaan,
seperti pinjaman bank, obligasi korporasi, modal ventura, atau modal ekuitas
melalui investasi langsung atau mitra strategis.
b. Meningkatkan likuiditas dan fleksibilitas keuangan: Penting bagi perusahaan
untuk menjaga likuiditas yang cukup dan fleksibilitas keuangan untuk
menghadapi situasi krisis. Ini dapat dicapai dengan mempertahankan cadangan
kas yang memadai, memperkuat hubungan dengan lembaga keuangan untuk
mendapatkan dukungan likuiditas dalam situasi darurat, dan mempertimbangkan
instrumen keuangan seperti fasilitas kredit yang dapat digunakan dalam keadaan
mendesak.
c. Manajemen risiko yang efektif: Perusahaan multinasional harus memiliki
kebijakan manajemen risiko yang kuat dan efektif. Ini termasuk mengidentifikasi,
mengukur, dan mengelola risiko secara proaktif, termasuk risiko keuangan, risiko
mata uang, risiko suku bunga, risiko kredit, dan risiko operasional. Melalui
manajemen risiko yang baik, perusahaan dapat mengurangi dampak krisis pada
keuangan mereka.
d. Pelibatan dengan lembaga keuangan dan pemangku kepentingan:
Perusahaan multinasional dapat membangun hubungan yang kuat dengan
lembaga keuangan, termasuk bank, investor, dan lembaga pemerintah terkait.
Dengan berkomunikasi secara teratur dan terbuka dengan para pemangku
kepentingan, perusahaan dapat memperoleh dukungan dan perspektif yang
penting dalam menghadapi situasi krisis.
e. Peningkatan transparansi dan pelaporan keuangan: Mempertahankan
transparansi yang tinggi dalam pelaporan keuangan merupakan factor.

Anda mungkin juga menyukai