Anda di halaman 1dari 152

Seri Publikasi

Atma Jaya Studies On


Aviation, Outer Space And Cyber Laws

CYBER ETHICS
DAN
CYBER LAW:
Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2:
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak, ciptaannya, yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana
Pasal 72:
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau
pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara masing-masing
paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Seri Publikasi
Atma Jaya Studies On
Aviation, Outer Space And Cyber Laws

CYBER ETHICS
DAN
CYBER LAW:
Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis

Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana

Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya


Jakarta 2020
Seri Publikasi Atma Jaya Studies on Aviation, Outer Space and Cyber Laws
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis

©Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya


Jl. Jend. Sudirman Kav. 51
Jakarta 12930 Indonesia
Phone : (021) 5703306 psw. 631
E-mail : penerbit@atmajaya.ac.id
Website : http://www.atmajaya.ac.id

Cetakan Pertama, Desember 2020

Penulis : Prof. Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana


Editor : Dr. Dra. Yogi Widiawati, M.Hum
Layout Naskah : Grafindo
Desain Sampul : Grafindo

Seri Publikasi Atma Jaya Studies on Aviation, Outer Space and Cyber Laws
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis
Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2020
xviii + 132 hlm.; 17 x 25 cm
ISBN 978-623-6780-11-4 (PDF)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
Penerbit.

Anggota Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia


t Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

K
emajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Digital, Fisika dan
Biologi beserta konvergensi dan penerapannya telah mengubah segala
aspek dan tatanan kehidupan serta mendorong Revolusi Industri 4.0.
Secara spesifik di bidang bisnis, Teknologi Artificial Intelligence (AI), Internet
of Things, Quantum Computing, Block Chain, Big Data, New Materials, 3 D
Printing, Advanced Robotic, Autonomous Vehicle, Energy Storage, Synthetic Biology,
Activating or Editing Genetic, Bio Technology dan lain-lain, telah mengubah
bisnis secara revolusioner. Bisnis konvensional, betapapun besarnya, jika tidak
mampu bersaing dan beradaptasi, akan mengalami kemunduran atau bahkan
mati. Sebaliknya, bisnis yang meskipun dimulai dari skala yang kecil, namun
inovatif, kreatif dan adaptif, akan secara cepat berkembang. Laporan Fortune
500, misalnya, mengkonfirmasi hal tersebut.
Perkembangan teknologi dan penerapannya tersebut, tidak hanya mengubah
wajah bisnis secara revolusioner, namun juga menimbulkan perubahan dalam
Tatanan Sosial, Moral, Etika dan Hukum. Nilai-nilai baru yang dihadirkan
tentu saja tidak selalu sama dengan nilai-nilai sebelumnya, bahkan berpotensi
menimbulkan konflik nilai yang perlu dicermati dan dicari jalan keluarnya,
terutama dari perspektif Etika dan Hukum.
Perubahan-perubahan yang dilahirkan dari kemajuan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi beserta penerapannya merupakan fenomena yang tidak dapat
dicegah namun perlu ditata untuk menjamin perubahan-perubahan tersebut
dapat berlangsung secara tertib, adil dan bermanfaat. Perkembangan lain yang
mempercepat proses perubahan juga ditimbulkan oleh situasi Pandemic Covid
19 yang telah memaksa perubahan secara fundamental Cara Belajar, Bekerja,
Berbelanja, Berbisnis, Pelayanan Publik, dan lain-lain. Situasi kenormalan baru

v
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

yang ditimbulkan sebenarnya jauh-jauh hari telah diramalkan oleh berbagai


lembaga riset terkenal seperti Massachusets Institute of Technology (MIT) Review
bekolaborasi den para tokoh terkenal dunia seperti Bill Gates, untuk meramalkan
teknologi Disruptive yang akan mengubah dunia menjadi Touchless and Cashless
dan Innovative Society. Hal-hal yang telah diramalkan dari perspektif Teknologi
dipercepat prosesnya oleh Pandemic Covid 19 yang mengguncang dunia sejak
awal tahun 2020 dan sulit diprediksi kapan berakhirnya.
Latar belakang di atas mendorong Penulis untuk menuangkannya dalam
Buku yang Ringkas namun Komprehensif ini. Dalam Bab I akan digambarkan
Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya, dari Fase Pertama yaitu 7 (tujuh)
Teknologi yang Mengubah Dunia, Fase Kedua Teknologi yang Mendorong
Revolusi Industri 4.0 dan Fase Ketiga, yaitu Teknologi Disruptive dalam Satu
Dekade ke Depan. Bab I juga akan menggambarkan bagaimana Implikasi
Kemajuan Teknologi dan Penerapannya Kepada Sistem Nilai dalam Masyarakat
(termasuk Tatanan Sosial, Moral, Etika dan Hukum) serta Implikasi Teknologi
kepada Dunia Bisnis.
Dalam Bab II difokuskan pada Perspektif Etika pada Era Cyber Space
(Cyber Ethics) yang intinya meliputi: Konsepsi Etika pada Era Cyber Space;
Persoalan Etika di Cyber Space (meliputi persoalan Hak Kekayaan Intelektual,
E-Commerce, Privacy, E-Learning dan the Business of Education). Sementara itu
Bab III akan difokuskan kepada Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber
Law), mencakup: Aspek Hukum E-Commerce (yang meliputi Kontrak dan
Transaksi Elektronis, Financial Technology, E-Banking, Perlindungan Konsumen,
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual); Aspek Hukum Perlindungan Data
Pribadi; Aspek Hukum Freedom of Information (Keterbukaan Informasi Publik);
Aspek Hukum Cyber Security dan Cyber Warfare; serta Aspek Hukum Cyber
Crime.
Melalui uraian-uraian pada Bab I, Bab II dan Bab III di atas diharapkan
dapat dimanfaatkan bagi Dunia Bisnis untuk mempersiapkan dan mengantisipasi
segala perubahan yang terjadi atau akan terjadi, serta untuk merancang strategi
yang tepat dan aman, baik untuk kepentingan Profitability maupun Sustainability
Bisnis yang berpijak pada Etika dan Hukum.
Buku ini diharapkan bermanfaat bagi Kalangan Bisnis, Teknokrat, Birokrat,
Praktisi dan Akademisi Hukum, Pemikir Etika serta Mahasiswa untuk bersama-

vi
t Kata Pengantar

sama secara Lintas Disiplin dan Lintas Sektor memikirkan Masa Depan yang
Lebih Baik, Tertib, Adil dan Bermanfaat bagi Manusia dan Kemanusiaan.
Penulis sangat terbuka terhadap segala kritik dan saran yang konstruktif
untuk penyempurnaan buku ini.

Jakarta, 12 Desember 2020

Ida Bagus Rahmadi Supancana

vii
t Daftar Isi

Daftar Isi

Kata Pengantar .................................................................................................v


Daftar Isi .........................................................................................................ix
Daftar Singkatan dan Akronim ...................................................................... xv

BAB I KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN BERBAGAI


IMPLIKASINYA ............................................................................. 1
A. Kemajuan Teknologi ................................................................................. 1
1. Fase Pertama: 7 (tujuh) Teknologi yang Mengubah Dunia ................. 1
2. Fase Kedua: Teknologi-teknologi yang Mendorong
Revolusi Industri 4.0 .......................................................................... 3
a. Teknologi Digital ........................................................................ 3
b. Teknologi Fisika .......................................................................... 3
c. Teknologi Biologi ........................................................................ 4
3. Fase Ketiga: Teknologi Disruptive untuk Satu Dekade ke Depan ........ 4
B. Implikasi Kemajuan Teknologi dan Penerapannya .................................. 14
1. Sistem Nilai dalam Masyarakat ........................................................ 14
a. Tatanan Sosial ........................................................................... 14
b. Sistem Nilai Baru ...................................................................... 17
c. Dampaknya Terhadap Perkembangan Nilai Moral ..................... 18
d. Perubahan pada Nilai Etika ....................................................... 20
e. Dampak pada Nilai Hukum ...................................................... 23
2. Implikasi Kemajuan Teknologi Kepada Dunia Bisnis ....................... 23
a. Munculnya Model Bisnis Baru .................................................. 23
b. Terjadinya Disruption terhadap Bisnis Konvensional .................. 26

ix
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

c. Reshaping Produksi, Konsumsi, Transportasi dan Delivery


System ....................................................................................... 27
d. Pelaku Dunia Usaha Lebih Banyak ............................................ 27

BAB II PERSPEKTIF ETIKA PADA ERA CYBER SPACE


(CYBER ETHICS) ......................................................................... 29
A. Konsepsi Etika Pada Era Cyber Space ....................................................... 29
1. Batasan dan Pengertian .................................................................... 29
2. Spesifikasi dan Karakteristik dari Cyber Space ................................... 30
3. Prinsip-prinsip ................................................................................. 30
4. Pendekatan Dalam Etika .................................................................. 31
5. Cakupan Permasalahan Etika pada Era Cyber Space ......................... 32
B. Persoalan Etika di Cyber Space................................................................. 33
1. Permasalahan-permasalahan Etika yang Umumnya Timbul
Terkait Dengan Perkembangan Pada Era Cyber Space ....................... 33
2. Etika dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
di Era Cyber Space ............................................................................ 33
a. Cakupan HKI .......................................................................... 33
b. Filosofi Perlindungan HKI ....................................................... 34
c. The Hacker’s Ethics .................................................................... 35
d. The Ten Commandments of Computer Ethics Menurut
Computer Ethics Institute ............................................................ 35
e. Kasus-kasus Terkait Perlindungan HKI di Era Cyber Space ........ 35
3. Etika dan E- Commerce .................................................................... 40
a. Perkembangan E-Commerce ....................................................... 40
b. Etika di E-Commerce.................................................................. 40
c. Perlindungan Konsumen pada E-Commerce ............................... 41
d. Trust pada E-Commerce .............................................................. 41
e. Content Issues ............................................................................. 41
f. E- Banking, Internet Banking, Bank 4.0 dan Digital Banking ...... 42
g. Kasus-kasus Etika di E-Commerce .............................................. 45
4. Etika terhadap Privacy ...................................................................... 46
a. Konsep Privacy .......................................................................... 46
b. Privacy versus Security ................................................................. 47

x
t Daftar Isi

Privacy for On-line E-Commerce ................................................. 47


c.
Privacy in Medical Information ................................................... 48
d.
Privacy versus Electronic Surveillance ........................................... 48
e.
Kasus-kasus Etika terkait Privacy, Transparency dan National
f.
Security ...................................................................................... 48
5. Etika dalam E-Learning dan the Business of Education ....................... 52
a. Academic Honesty in Cyber Space ................................................ 52
b. Business and Education in Cyber Space ........................................ 52
c. Distance Learning....................................................................... 52
d. Distance Learning and Digital Divide ......................................... 53
e. Ethics in Education .................................................................... 53

BAB III PERSPEKTIF HUKUM PADA ERA CYBER SPACE


(CYBER LAWS) ............................................................................. 55

A. Umum .................................................................................................... 55
B. Aspek Hukum E-Commerce .................................................................... 56
1. Kontrak dan Transaksi Elektronik .................................................... 56
a. Status Hukum dan Pengaturan Kontrak Elektronik ................... 56
b. Pembentukan Kontrak Elektronik (Formation of Contract)......... 62
c. Kesimpulan tentang Kedudukan Kontrak Elektronik
Dibandingkan dengan Kontrak Biasa ........................................ 63
d. Pembuktian pada Sengketa Kontrak Elektronik ......................... 63
e. Implementasi Kontrak Elektronik.............................................. 64
2. Financial Technology (Fintech) ........................................................... 64
a. Perkembangan Fintech ............................................................... 64
b. Penerapan Fintech dan Implikasinya .......................................... 65
c. Kerangka Hukum dan Permasalahan dalam Penerapan Fintech .. 67
d. Upaya Pengaturan Fintech di Berbagai Negara ........................... 71
e. Upaya Pengaturan di Indonesia ................................................. 74
f. Prospek Fintech ke Depan dan Pengembangan Pengaturannya... 78
3. E-Banking termasuk Internet Banking ............................................... 78
a. Perkembangan Dari Era Branch Banking ke E-Banking .............. 78
b. Penerapan Manajemen Resiko pada E Banking .......................... 79
c. Rejim Pengaturan Di Beberapa Negara Tentang E-Banking ...... 81

xi
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

d. Rejim Pengaturan di Indonesia .................................................. 82


e. Permasalahan Hukum Yang Timbul Dalam Aktivitas
Internet Banking ........................................................................ 83
4. Perlindungan Konsumen .................................................................. 83
a. Hak-hak Konsumen .................................................................. 83
b. Kewajiban Produsen .................................................................. 84
c. Kewajiban Pemerintah ............................................................... 84
d. Dasar Pertanggungjawaban (Basis of Liability) dan Beban
Pembuktian (Burden of Proof) .................................................... 84
5. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Cyber Space... 85
a. Perlindungan Hak Cipta di Cyber Space ..................................... 86
b. Perlindungan Paten di Cyber Space ............................................. 87
c. Perlindungan Merek Dagang di Cyber Space Serta
Perlindungan Domain Name Merek-merek Terkenal ................. 87
C. Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi (PDP) ................................... 89
1. Konsep PDP .................................................................................... 89
a. Privasi sebagai Hak-hak Dasar yang Dilindungi ......................... 89
b. Cakupan Privasi ........................................................................ 89
c. Privasi tentang Data Pribadi (Personal Data) .............................. 90
d. Beberapa Bentuk Pelanggaran Terhadap Privasi atas
Data Pribadi .............................................................................. 90
e. Urgensi Perlindungan Data Pribadi ........................................... 91
f. Beberapa Inisiatif Awal Tentang Pengaturan Perlindungan
Data Pribadi di Indonesia .......................................................... 91
2. Perlunya PDP dalam Bisnis .............................................................. 92
a. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen ..................................... 92
b. Memiliki Keamanan Data yang lebih baik ................................. 92
c. Mengurangi Biaya Pemeliharaan ................................................ 92
d. Senantiasa Beradaptasi dengan Teknologi yang Berkembang...... 93
e. Meningkatkan Pengambilan Putusan yang Lebih Baik ............... 93
3. Prinsip-prinsip Perlindungan Data Pribadi ....................................... 93
a. Lawfulness, fairness and transparency ........................................... 93
b. Purpose limitation ...................................................................... 93
c. Data Minimization .................................................................... 93
xii
t Daftar Isi

d. Data accuracy ............................................................................. 93


e. Storage limitation ....................................................................... 93
f. Integrity, confidentiality and security ............................................ 93
g. Exemptions ................................................................................. 93
h. Accountability ............................................................................ 93
i. Data Protection by Design and by Default .................................... 93
j. Processors .................................................................................... 93
4. Standar Internasional Perlindungan Data Pribadi ............................. 93
a. OECD Guidelines 1980 sebagaimana diperbaiki
tahun 2010 (Madrid Resolution) ................................................ 93
b. The Council of Europe Convention of Personal Data
Protection ................................................................................... 95
c. EC Directives 94/95 ................................................................... 95
d. Asia-Pasific Economic Community (APEC) Privacy
Framework 2004 Sebagaimana Disempurnakan tahun 2015 ...... 96
e. Madrid Resolution ..................................................................... 98
f. The European Union General Data Protection Regulation
(EUGDPR) ............................................................................... 99
5. Upaya Pengaturan di Indonesia ...................................................... 100
a. Inisiatif Awal ........................................................................... 100
b. Naskah Akademik ................................................................... 100
c. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi
(RUU PDP) ..............................................................................101
d. Perkembangan Pembahasan di DPR ........................................ 102
D. Aspek Hukum Keterbukaan Informasi Publik/Freedom of
Information (FOI) ................................................................................. 102
1. Dasar Hukum ............................................................................... 102
2. Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik/Freedom of
Information (FOI) .......................................................................... 103
3. Standar Prinsip-prinsip Internasional terkait Freedom of
Information (FOI) .......................................................................... 104
4. Regulasi Nasional tentang Keterbukaan Informasi Publik............... 104
5. Implementasi ................................................................................. 106

xiii
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

E. Cyber Security dan Cyber Warfare ........................................................... 107


1. Pengantar ....................................................................................... 107
2. Pendekatan Konseptual atas Cyber Security ..................................... 107
a. Cyber Security and Basic Security Breach Tools ........................... 107
b. Cyber Crime ............................................................................. 108
c. Cyber War and Cyber Terrorism ................................................. 108
d. Hacking and Hactivism ............................................................ 110
e. Cyber Espionage and the Advance Persistent Threat (APT) .......... 111
3. Berbagai Ancaman dan Serangan terhadap Cyber Security ............... 111
a. Potensi Ancaman dalam Bentuk Cyber Attacks ......................... 111
b. Kategori Cyber Attacks ............................................................. 112
4. Kasus-kasus di bidang Cyber Security .............................................. 112
5. Permasalahan-permasalahan Hukum sekitar Cyber Security............. 113
6. Kerangka Pengaturan Internasional ................................................ 113
7. Beberapa Inisiatif Untuk Menghadapi Isu-Isu Di Bidang
Cyber Security ................................................................................. 113
F. Cyber Crime yang Berimplikasi pada Dunia Bisnis ................................ 114
1. Cakupan Cyber Crime .................................................................... 114
2. Berbagai Kasus Populer Di Bidang Cyber Crime ............................. 115
3. Sifat Perbuatan Melawan Hukum Yang Melibatkan Komputer ...... 115
4. Kerangka Kerja untuk Mengevaluasi Perbuatan Melawan
Hukum Yang Dilakukan Melalui Internet ...................................... 115
5. Tantangan Pengaturan dan Penegakan Hukum Terhadap
Cyber Crime ................................................................................... 115
6. Aspek Substantif Cyber Crime......................................................... 117
7. Aspek Prosedural Cyber Crime ........................................................ 120
8. Mekanisme Kerjasama Internasional .............................................. 122
9. Pengaturan Tentang Cybercrime di Indonesia .................................. 124

Daftar Bibliografi Pilihan ............................................................................ 127

xiv
t Daftar Singkatan dan Akronim

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

– ADR = Alternative Disputes Resolution


– AI = Artificial Intelligence
– APEC = Asia-Pacific Economic Cooperation
– APT = Advance Persistence Threat
– ATM = Automated Tailored Machine
– BI = Bank Indonesia
– BNM = Bank Negara Malaysia
– BOD = Board of Director
– BPKN = Badan Perlindungan Konsumen Nasional
– BSSN = Badan Siber dan Sandi Negara
– B to B = Business to Business
– B to C = Business to Consumer
– CAN = Cyber Network Attack
– CBPR = Cross Border Privacy Rules
– CCTV = Close Circuit Television
– CD = Compact Disk
– CEO = Chief Executive Officer
– CIA = Central Intelligence Agency
– CIO = Chief Information Officer
– CNE = Cyber Network Exploitation
– Daring = Dalam Jaringan
– DDOS = Distributed Denial of Services
– DIM = Daftar Inventarisasi Masalah
– DPR = Dewan Perwakilan Rakyat
– DPO = Data Protection Officer

xv
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– EC = European Community
– ECPA = The Electronic Communication Privacy Act
– EDI = Electronic Data Interchange
– EMI = Electronic Money Institution
– EU GDPR = European Union General Data Protection
Regulation
– FCA = Financial Conduct Authority
– Fintech = Financial Technology
– FOI = Freedom of Information
– FSA = Financial Services Authority
– FTCA = Fair Credit Reporting Act
– GIA = Government Into Awareness
– GLBA = The Gramn-Leach-Billey Act
– GPS = Global Positioning System
– G to B = Government to Business
– G to C = Government to Consumer
– HKI = Hak Kekayaan Intelektual
– ICANN = The Internet Corporation of Assigned Names
– ICC = International Chamber of Commerce
– ICCPR = The International Covenant on Civil and Political
Rights
– ICJ = International Court of Justice
– ICT = Information and Communication Technology
– IKD = Institusi Keuangan Digital
– IMF = International Monetary Fund
– IOT = Internet of Things
– IP = Internet Protocol
– ITE = Informasi dan Transaksi Elektronik
– JFSA = The Financial Services of Japan
– KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
– KYCP = Know Your Customer Principle
– Luring = Luar Jaringan
– MALE = Maximum Access Limited Exemption
– MAS = Monetary Authority of Singapore

xvi
t Daftar Singkatan dan Akronim

– MIT = Massachusets Institute of Technology


– NSA = National Security Agency
– OECD = The Organization of Economic Cooperation and
Development
– OJK = Otoritas Jasa Keuangan
– OOPS = Object Oriented Programming System
– OTP = Over the Top
– PADGB = Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia
– PBB = Persatuan Bangsa Bangsa
– PBI = Peraturan Bank Indonesia
– PBOC = People Bank of China
– PDP = Perlindungan Data Pribadi
– POJK = Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
– PPATK = Pusat Penelusuran dan Analisis Transaksi Keuangan
– PPID = Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
– PPNS = Penyidik Pegawai Negeri Sipil
– RRT = Republik Rakyat Tiongkok
– SDM = Sumber Daya Manusia
– SIPP = Sistem Informasi Personil POLRI
– TIA = Terrorism Information Awareness
– TCBM = Transparency and Confidence Building Measures
– UAV = Unmanned Aerial Vehicle
– UDRP = Uniform Domain Names Dispute Resolution
– UK = United Kingdom
– UMKM = Usaha Mikro Kecil dan Menengah
– UNODC = United Nations Office on Drugs and Crime
– UNCITRAL = United Nations Commission on International
Trade Law
– USA = United States of America
– US PATRIOT ACT = Uniting and Strengthening America by Providing
Tool Required to Intercept and Obstruct Terrorism
– WWF = World Wrestling Federation

xvii
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

BAB I

KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN BERBAGAI


IMPLIKASINYA

A. KEMAJUAN TEKNOLOGI
Kemajuan teknologi beserta penerapannya selalu mempunyai berbagai implikasi,
baik bagi tatanan kehidupan sosial, bagi perkembangan dunia usaha, bagi
perkembangan nilai-nilai Moral, Etika, maupun Hukum. Berikut akan diberikan
gambaran tentang beberapa teknologi yang dianggap mampu mengubah peri
kehidupan di dunia dalam segenap dimensinya.
Secara umum perkembangan kemajuan teknologi beserta segenap penerapan
dan berbagai implikasinya tersebut, terutama yang sangat terkait dengan
teknologi informasi dan komunikasi, dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) fase: fase
pertama antara akhir tahun 1970-an hingga awal tahun 2000-an; fase kedua dari
awal tahun 2000-an hingga saat ini, yaitu era Revolusi Industri 4.0; dan yang
ketiga prediksi teknologi pada satu dekade ke depan.
1. Fase Pertama: 7 (tujuh) Teknologi yang Mengubah Dunia
Pada akhir tahun 1970-an Massachussets Institute of Technology (MIT) dalam
suatu simposiumnya meramalkan adanya 7 (tujuh) Teknologi yang akan
mengubah dunia dalam 25 tahun ke depan1. Ke 7 (tujuh) teknologi itu antara
lain: teknologi nir-kabel (wireless technology); teknologi note book/personal
data assistance/palm top; teknologi multi media2; teknologi neural network3/
1
Alan Hald & Benn R Konsysnski, “Seven Technologies to Watch in Globalization”, dalam Stephen
Bradley, Jerry A Hausman and Richard L Nolan, Globalization Technology Competition: The Fusion of
Computers and Telecommunications in the 1990’s, Harvard Business Schools, 1993, halaman 335-358.
2
Multi Media is computer based blending of graphic, sound and video, Ibid, halaman 344.
3
Neural Networks are attempts to model biological neural networks. To date, most attempts to emulate
the native capabilities of the the human brain using computers have employed the rule-based logic evident
in the conventional theories of artificial intelligence. Neural technology is a “physiological approach” to

1
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

fuzzy logic artificial intelligence (AI); teknologi virtual reality4; teknologi


inter operability system5 (contoh penerapan pada electronic data interchange
/EDI, health info exchange and data collection method for population health,
interoperability in internet of things/IOT, interoperability in cloud computing);
serta teknologi object oriented programming system (OOPS)6.
Ke 7 (tujuh) teknologi tersebut diramalkan akan secara revolusioner
mengubah cara hidup kita, karena ke 7 (tujuh) teknologi yang diperkenalkan
sangat berbeda dengan teknologi yang ada pada saat itu. Sebagai contoh
pada tahun 1970-an komunikasi sebagian besar masih berupa komunikasi
kabel yang tentu saja jangkauannya terbatas kepada wilayah di mana kabel
digelar, sementara teknologi nir-kabel yang diperkenalkan akan mampu
melakukan penetrasi komunikasi ke wilayah-wilayah yang lebih luas yang
tidak terjangkau oleh teknologi kabel.
Dari segi jasa telekomunikasi misalnya, pada tahun 1970-an masih
terbatas pada jasa telekomunikasi dasar seperti telepon, teleks, facsimile dan
lain-lain, namun melalui teknologi multimedia maka jenis telekomunikasi
menjadi sangat berkembang, tidak hanya meliputi telekomunikasi dasar,
tetapi juga mencakup teknologi nilai tambah lainnya. Pendeknya 7 (tujuh)
teknologi yang dianggap akan mengubah dunia dalam 25 (dua puluh
lima) tahun ke depan sejak saat itu akan mengubah pola, jenis jasa serta
bertambahnya para aktor atau pelaku yang akan terlibat di dalamnya. Terjadi
pula konvergensi antara teknologi telekomunikasi, informasi dan komputer.
Wawasan futuristik yang ditunjukkan oleh hasil symposium dari MIT
tersebut juga menunjukkan keterkaitan yang erat antara perkembangan
artificial intelligence, Ibid, halaman 345.
4
Virtual Reality is a way of interacting with real or imagined “environments”. In the user-transparent
case, it involves using a computer in such a way that all conciousness of using computer disappears”, Ibid,
halaman 352.
5
Interoperability System Is characteristic of product or system, whose interfaces are completely understood,
to work with other product or systems, at present or in the future, in either implementation or access,
without restriction, lihat Wikipedia. Lihat juga https://www.himss.org yang mendefinisikan sebagai:
“interoperability is the ability of different information systems, devices and applications (systems) to access,
exchange, integrate and cooperatively use data in coordinated manner, within and across organizational,
regional and national boundaries, to provide timely and seamless portability of information.
6
OOPS is a programming pattern where the logic is built around object and classes. Object could relate
to any real world entity such as books, table, tree, car, etc. Objects may contain data in the form of field
or attributes and coding in the form of procedures and methods. Most language that are based on OOP
Concept use classes objects are often called instances of class and they interact with each other operation.
Lihat https://myjava.in-java tutorials.

2
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

ilmu pengetahuan dan teknologi dengan bidang-bidang lainnya, termasuk


filsafat, etika, moral, hukum, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan lain-lain.
Prediksi tersebut sekaligus dimaksudkan untuk mempersiapkan masyarakat
menghadapi berbagai perubahan yang akan timbul sebagai upaya untuk
memaksimalkan manfaatnya dan meminimalkan dampak negatif yang
mungkin timbul. Pendekatan interdisipliner dan multidisipliner untuk
mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi menjadi suatu kebutuhan.
Dengan demikian kemajuan yang dicapai tetap bisa dijaga ketertibannya
dan tidak menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat.
2. Fase Kedua: Teknologi-teknologi yang Mendorong Revolusi Industri 4.0
Berbagai kemajuan di bidang teknologi digital, teknologi fisika serta
teknologi biologi beserta konvergensinya telah melahirkan Revolusi Industri
4.0. Teknologi-teknologi itu meliputi7:
a. Teknologi Digital
1) Internet of Things
2) Quantum Computing8
3) Block Chain9
4) Big Data10
b. Teknologi Fisika
1) New Materials

7
Bagi uraian selengkapnya, baca: Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, Crown Business
Publisher, New York, 2016, halaman 14-24.
8
Quantum Computing is the use of quantum-mechanical phenomena such as superposition and
entanglement to perform computation. Computers that perform quantum computation are known
as quantum computers (Wikipedia). Sebagai contoh Cogniframe Inc pada tahun 2019 menggunakan
teknologi quantum algorithm dalam penyediaan jasa keuangan (financial services).
9
Blockchain Technology is most simply defined as a decentralized, distributed ledger that records the
provenance of a digital asset. Lihat https://builtin.com-blockchain. Menurut MIT Technology Review “The
whole point of using a blockchain is to let people-in particular people who don’t trust one another-share
valuable data in a secure, tamper-proof way”. Konsep blockchain terdiri dari 3 konsep yang penting, yaitu:
block, nodes dan miners. Blockchain technology dipakai pada Bitcoin, Ethereum dan banyak dikaitkan
dengan Cryptocurrency.
10
Big Data is a field that treats ways to analize, systematically extract information from, or otherwise deal
with data sets that are too large or complex to be dealt with by traditional data processing application
software (Wikipedia). Bandingkan dengan pengertian lain yang menyatakan “Big Data adalah istilah
umum untuk segala himpunan data (data set) dalam jumlah yang sangat besar, rumit dan tak terstruktur
sehingga menjadikannya sukar ditangani apabila hanya menggunakan perkakas manajemen basis data biasa
atau aplikasi pemroses data tradisional biasa”, untuk selengkapnya baca: Danrivanto Budhianto, Big Data:
Yurisdiksi Virtual dan Teknologi Finansial, Logos Publishing, 2018, halaman 85.

3
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

2) 3D Printing
3) Advanced Robotic
4) Autonomous Vehicle
5) Nano Technology
6) Energy Storage
c. Teknologi Biologi
1) Bio-technology
2) Synthetic Biology
3) Activating or Editing Genetic
3. Fase Ketiga: Teknologi Disruptive untuk Satu Dekade ke Depan
Berbagai teknologi yang diprediksi akan bersifat disruptive dan akan
mewarnai berbagai perubahan pada 10 (sepuluh) tahun ke depan, meliputi,
antara lain: augmented reality; cyberphysical system; cognitive computing; big
data analytic; platform mobile push payment technology; disintermediation;
prosumption; molecularization; virtualization; immediacy; discordance.
Mc Kinsey Global Institute mengidentifikasi ada 12 (dua belas) teknologi
yang dianggap menimbulkan dampak yang disruptive hingga tahun 2025,
yaitu11:
– Mobile Internet
Semakin berkembangnya teknologi mobile internet dengan harga yang
semakin terjangkau serta fungsi dan aplikasi yang makin beragam telah
menghubungkan miliaran manusia dari berbagai belahan bumi, mampu
meningkatkan produktivitas kerja dan menciptakan berbagai lapangan
kerja baru.
– Automation of Knowledge Work12
Kemajuan di bidang artificial intelligent, machine learning dan natural
user interfaces (seperti voice recognition) telah meningkatkan otomasi bagi
pekerjaan-pekerjaan berbasis pengetahuan yang selama ini dianggap
tidak mungkin atau tidak praktis untuk dilakukan oleh mesin. Hal ini

11
Baca: Mc Kinsey Global Institute, Disruptive Technology: Advances that will Transform Life, Business
and the Global Economy, May 2013.
12
Automation of Knowledge Work is Intelligent software system that can perform knowledge work tasks
involving unstructured commands and subtle judgments, Ibid.

4
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

akan membuka perubahan yang besar tentang bagaimana pekerjaan-


pekerjaan yang berbasis pengetahuan harus diorganisir dan dilakukan.
Sarana analitis yang canggih dan berbasis artificial intelligent akan
mampu menggantikan peran tenaga kerja yang ahli dan terampil dan itu
membuka kemungkinan beberapa pekerjaan tertentu akan dilakukan
secara otomatis penuh.
– The Internet of Things (IOT)13
Teknologi IOT dapat digunakan untuk berbagai fungsi, dari memonitor
proses produksi di pabrik, mengukur kelembaban udara pada tanaman,
hingga menelusuri aliran air melalui pipa. IOT mampu meningkatkan
kinerja secara signifikan, baik pada sektor publik maupun privat dalam
mengelola aset serta menciptakan berbagai model bisnis. Dengan
IOT yang dikendalikan dari jarak jauh juga memiliki potensi untuk
dimanfaatkan untuk menangani pasien.
– Cloud Technology14
Melalui cloud technology setiap bentuk aplikasi komputer dan jasa dapat
dilakukan melalui suatu jaringan atau melalui internet tanpa atau
seminimal mungkin menggunakan peranti lunak lokal atau kemampuan
processing. Dalam rangka penerapannya, sumber-sumber IT seperti
komputasi dan storage dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan.
Jika kapasitas tambahan diperlukan, maka akan mudah disediakan
tanpa memerlukan investasi tambahan berupa peranti keras, peranti
lunak atau program tertentu. Kemampuan cloud technology akan dapat
dimanfaatkan siapa saja, baik individu, korporasi dan bahkan Negara
dengan biaya yang sangat ekonomis, bahkan juga menciptakan berbagai
bisnis baru yang sangat efisien.
– Advanced Robotic15
Berbagai kemajuan teknologi di bidang machine vision, artificial
intelligence, machine-to-machine communication, sensors dan actuators
13
The Internet of Things (IOT) is Network of low-cost sensors and actuators for data collection, monitoring,
decision making and process optimization, lihat Ibid.
14
Cloud Technology is the Use of computer hardware and software resources delivered over a network or
the internet, often as a service, Ibid.
15
Advance Robotic is Increasingly capable robots with enhanced senses, dexterity, and intelligence used to
automate task or augment human, Ibid.

5
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

telah mampu menciptakan kemajuan dalam teknologi robotik.


Kemajuan ini semakin membuat robot mampu menggantikan tenaga
kerja manusia, dari pekerjaan pembersihan, pemeliharaan (mesin-mesin)
sampai dengan tugas yang sangat berat seperti robot untuk melakukan
bedah (surgical robot), robotic prosthehtic hingga exoskeleton braces
yang mampu membantu penyandang disabilitas untuk menjalankan
kegiatannya seperti orang normal.
– Autonomous and Near Autonomous Vehicles16
Saat ini dimungkinkan untuk membuat mobil, truk, pesawat udara, boats
yang seluruhnya atau sebagian bersifat autonomous. Dengan kemajuan
itu dalam satu dekade ke depan diramalkan akan terjadi revolusi dalam
bidang transportasi, terutama dengan akan beroperasinya taksi tanpa
awak, drone untuk mengangkut barang dan kiriman, dan lain-lain.
Salah satu manfaat yang dapat ditawarkan dalam perkembangan ini
adalah meningkatnya tingkat keselamatan, mengurangi emisi CO2, dan
lain-lain.
– Next Generation Genomics17
Kemajuan teknologi ini mampu dimanfaatkan dan berdampak sangat
besar kepada bidang-bidang kesehatan, pertanian serta produksi barang-
barang bernilai tinggi seperti bio fuels sampai dengan mempercepat
proses penemuan obat-obatan.
– Energy Storage
Perkembangan teknologi ini meliputi teknologi baterai dan alat penyimpan
energi (daya listrik) yang dapat disimpan dan digunakan untuk masa yang
akan datang. Baterai Li-on misalnya telah menunjukkan peningkatan
kinerja dan semakin murah. Kemajuan ini ke depan akan mendukung
perkembangan mobil listrik. Untuk pembangkit listrik, teknologi ini
akan mampu mengintegrasikan sumber energi matahari dan energi angin.
Di negara-negara berkembang teknologi ini akan berkontribusi melayani
penyediaan listrik di wilayah-wilayah yang selama ini sulit dijangkau.
16
Autonomous and Near Autonomous Vehicle is Vehicles that can navigate and operate with reduced or no
human intervention, Ibid.
17
Next Generation Genomic is a fast, low-cost gene sequencing, advanced big data analytic, and synthetic
biology (writing DNA), Ibid.

6
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

– 3 D Printing18
Melalui teknologi 3 D printing para perancang produk dan hobbiest dapat
mengaplikasikan produk atau karyanya. Dengan dibantu teknologi 3
D printing ini, maka proses produksi dapat diperpendek, bahan baku
produksi dapat dihemat, dan bahkan bisa menghasilkan produk yang
tidak dapat dilakukan dengan cara-cara konvensional seperti membuat
organ tubuh manusia.
– Advanced Materials19
Dalam beberapa dekade terakhir telah dihasilkan material dengan
kualitas yang sangat tinggi (misalnya lebih ringan, lebih kecil, lebih
keras, lebih kuat, lebih tahan panas) yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku untuk membuat produk-produk tertentu yang mempunyai
persyaratan yang tinggi pula. Berbagai nano materials seperti grapheme
dan carbon nanotubes untuk pembuatan baterai serta nanoparticles untuk
pengobatan penyakit kanker.
– Advanced Oil and Gas Exploration and Recovery20
Dengan memanfaatkan teknologi seperti kombinasi antara horizontal
drilling dan hydraulic fracturing maka akan mungkin menjangkau
cadangan minyak yang selama ini dianggap kurang ekonomis jika
menggunakan teknologi yang konvensional. Penerapan teknologi ini
mampu memaksimalkan perolehan atas cadangan yang ada sekarang,
bahkan akan memperoleh jenis-jenis cadangan baru seperti: coalbed
methane, tight sandstones dan methane clathrates (methane hydrates) yang
berpotensi menimbulkan revolusi energi yang baru.
– Renewable Energy 21
Energi baru seperti energi matahari, angin, gelombang laut, air sangat
menjanjikan menghasilkan sumber daya yang tak ada habisnya.

18
3 D Printing is additive manufacturing techniques to create objects by printing layers of material based
on digital models, Ibid.
19
Advance Materials is materials design to have superior characteristics (e.g. strength, weight, conductivity)
or functionality, Ibid.
20
Advaced Oil and Gas Exploration and Recovery is exploration and recovery techniques that make
extraction of unconventional oil and gas economical.Ibid.
21
Renewable Energy is generation of electricity from renewable sources with reduced harmful climate
impact, Ibid.

7
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Teknologi-teknologi tersebut makin lama makin murah dan ekonomis


dan perkembangannya menggembirakan serta makin menjanjikan.
Dalam pertemuan dari World Economic Forum di Davos, beberapa orang
yang berpengaruh menyampaikan ramalan tentang teknologi-teknologi
yang akan sangat mempengaruhi dunia pada tahun 2030, yaitu22:
– Erik Brynjolfsson (Director of MIT Inisiative on the Digital Economy,
USA):
Ia meramalkan bahwa Artificial Intelligent akan menimbulkan ledakan
dalam produktivitas (AI will cause a productivity boom).
Machine learning yang berbasis AI akan mampu meningkatkan
produksi secara substansial dimasa yang akan datang dengan kualitas
yang sangat tinggi.
– Wanuri Kahiu (Science Fiction Writer and Filmmaker/Kenya): Ramalannya
benua Afrika akan menjadi tempat uji coba koeksistensi antara manusia
dengan robot (Africa will be a test bed for human-robot coexistence).
Mengingat dalam sejarahnya Kenya merupakan Negara di mana
teknologi digital payment pertama kali diluncurkan, dengan alasan yang
serupa Afrika akan menjadi tempat pengetesan sejauh mana manusia
dapat berinteraksi dengan robot bebasis AI. Sebagai contoh di Kinshasa
10 (sepuluh) tahun yang lalu mereka membuat robot pengatur lalu
lintas dan faktanya robot tersebut lebih dipatuhi daripada polisi yang
sesungguhnya karena robot bebas dari korupsi. Terdapat beberapa potensi
di mana aplikasi AI lokal dapat membantu menyelesaikan masalah
di Afrika, hal mana sangat penting untuk mengatasi permasalahan di
Afrika pada tahun 2050 mengingat pada tahun tersebut diperkirakan
satu dari empat penduduk dunia adalah orang Afrika.
– Helena Leurent (Director General, Consumers international/UK): Ia
meramalkan bahwa konsumen di masa yang akan datang akan lebih
berkuasa dan mendapatkan perlindungan yang lebih (Consumers will
have more power and more protection).

22
Baca: Gideon Lichfield, “Predictions for 2030 by people shapping the world”, MIT Technology Review,
26 Februari 2020.

8
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

Di masa yang akan datang konsumen yang akan menentukan produk dan
jasa apa yang mereka butuhkan. Produsen harus menyesuaikan dengan
kebutuhan konsumen. Konsumen juga menjadi semakin kritis. Banyak
konsumen di beberapa Negara yang menolak untuk mengkonsumsi
produk yang tidak ramah lingkungan atau dibuat dengan melanggar
Hak-hak Asasi Manusia23. Konsumen akan memperoleh harga yang
lebih baik dan memiliki lebih banyak informasi mengenai apa yang
mereka beli. Konsumen menjadi mempunyai lebih banyak pilihan
sehingga bisa lebih berkelanjutan.
– Michael Casey (Chief Content Officer, Coin Desk, USA)
Ramalannya US Dollar di masa mendatang tidak lagi menjadi mata
uang cadangan dunia (the dollar will no longer be the world’s reserve
currency).
Dollar Amerika (US$) selama ini telah menjadi mata uang dunia karena
stabilitasnya, karena fluktuasi nilai yang stabil serta memiliki cadangan
yang sangat besar. Namun ketika mata uang digital terus berkembang
dengan programmable smart contract yang dapat mengkonversi kepada
suatu rate yang disepakati dan pembayarannya tetap dalam escrow account
sampai saat jatuh tempo, maka kemungkinan dimasa yang akan datang
US$ tidak lagi diperlukan sebagai mata uang dalam transaksi.
– Genevieve Bell (Director, 3A Institute and Senior Fellow, Intel, Australia):
“we’ll recognize the brittleness of 20th century infrastructure”.
Di masa yang akan datang, data semakin menjadi arus utama, di mana data
yang dikelola oleh Pemerintah maupun data pribadi tertentu harusnya
dapat diakses, misalnya terkait bencana kebakaran hutan. Melalui data
tersebut dapat dibuat suatu proyeksi tentang ancaman api, kebutuhan
evakuasi, laporan tentang kualitas udara. Dengan demikian upaya
pencegahan dan mitigasi bencana akan lebih mudah dilakukan. Informasi
tersebut juga mencakup infrastruktur seperti listrik, air, komunikasi, civil
society, dan lain-lain menjadi brittle dan brittleness ini akan membuat abad
ke 21 lebih berat untuk di deliver.

23
Baca juga Patricia Aburdene, Megatrends 2010: Bangkitnya Kesadaran Kapitalisme, Edisi Bahasa
Indonesia, Transmedia, 2006, halaman 124-157.

9
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– Zachary Bogue (Managing Partner, Data Collective Venture Capital, USA):


Ramalannya adalah kita akan membuat plastik dan material lainnya
dari bahan berbasis tanaman/tumbuhan (We will grow plastics-and other
materials-from plants).
Dalam 80 hingga 90 tahun terakhir inovasi di bidang material
banyak bersumber dari minyak, yang bisa menghasilkan bahan
bakar, plastik, obat-obatan, dan lain-lain. Sementara itu pada dekade
mendatang banyak inovasi yang bersumber dari perkembangan biologi.
Melalui perkembangan ini dapat dihasilkan material baru, contohnya
ada perusahaan yang menggunakan mikroba untuk menghasilkan
semacam minyak yang mampu menggantikan minyak kelapa sawit.
Apa yang mendukung hal ini adalah teknologi computing power dan
AI yang memiliki kemampuan untuk membuat model dan desain cara
metabolik yang diperlukan.
– Ronaldo Lemos (Director, Institute for Technology and Society of Rio,
Brazil):
Ramalannya adalah bahwa telepon dari China yang akan menguasai
dunia (Chinese phones will rule).
Pada tahun 2030 merek telepon bergerak yang paling terkenal
adalah buatan China dan mereka akan mengoperasikan operating
systemnya sendiri, sehingga mampu memotong penetrasi pasar Android
hingga separuhnya.
– Sharon Burrow (General Secretary, International Trade Union
Confederation, Australia): “Global supply chain will crumber and poor
countries will suffer”.
Teknologi 3 D Printing, otomasi dan robotik di masa yang akan datang
akan menyebabkan terjadinya lokalisasi produksi secara masif. Produksi
makanan akan menjadi produksi lokal juga dan upaya-upaya untuk
mengurangi penggunaan karbon akan mengubah pola konsumsi.
Dengan demikian jalur pasokan yang menjadi basis dari perdagangan
global saat ini sebagian besar akan mulai hilang dari negara-negara
yang paling rentan, sehingga negara-negara yang gagal tersebut akan
semakin menderita dan kemiskinan semakin meningkat. Oleh karena

10
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

itu diperlukan alternatif berupa pekerjaan-pekerjaan yang bersifat jasa


yang sederhana sepeti jasa pengasuhan anak (child care), pelayanan
kesehatan (health care), jasa melayani orang-orang tua (elder care),
dan pendidikan (education). Oleh karenanya diperlukan investasi
infrastruktur untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar
mendukung pengembangan jasa-jasa tersebut.
– Peter Ungaro (CEO, Cray, USA)
Ia meramalkan bahwa usaha-usaha kecil akan memanfaatkan komputer
super (Small Businesses will use super computers).
Kemajuan di bidang teknologi dalam meng-compress data dan
teknologi lainnya akan membuat dapat dihasilkannya super computer
yang kecil namun canggih yang melalui cloud dapat melayani
perusahaan-perusahaan kecil secara lebih efisien. Ini dapat digunakan
oleh perusahaan-perusahaan kecil tersebut untuk menghasilkan
komponen-komponen tertentu dari suatu industri untuk diintegrasikan
menjadi sebuah produk (misalnya otomotif ).
Sementara itu Bill Gates dan MIT meramalkan akan adanya 10
(sepuluh) inovasi besar di dunia, yaitu24:
– Robot Dexterity
– New Wave Nuclear Power
– Predicting preemies
– Gut probe in a pill
– Custom cancer vaccines
– The cow-free burger
– Carbon dioxide catcher
– An ECG on your wrist
– Sanitation without sewer
– Smooth-talking AI assistants
Sebagaimana diketahui setiap tahun MIT Technology Review menyisir
dan memilih 10 (sepuluh) teknologi baru yang diramalkan akan
menciptakan terobosan dan menjadi arus utama serta akan mengubah
dunia. Dalam tahun 2020 Bill Gates menjadi salah satu kuratornya
24
Sean Wise, “Bill Gates and MIT have Predicted the World’s Next 10 Big Innovations. Here’s What They
All Have in Common”, inc.com.

11
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

berkejasama dengan MIT Techology Review. Bill Gates dan MIT


Technology Review mempunyai rekam jejak yang sangat mengesankan
dalam memprediksi inovasi-inovasi besar. Pada tahun sebelumnya
majalah ini telah membuat daftar dan prediksi dengan tepat tentang
dampak besar yang ditimbulkan oleh beberapa inovasi seperti: data
mining, wireless sensor network, reality mining, engineered stem cells, cloud
streaming, crowd funding, genome editing, reusable rockets, slack, babel-fish
earbud, dan lebih dari selusin inovasi yang mengubah (game changer)
dalam dunia bisnis.
Bill Gates juga secara tepat telah memprediksi dampak dari personal
computers, graphical user interfaces, on line home monitoring, smart
advertising, dan lain-lain.
Dari 10 (sepuluh) teknologi yang disebutkan di atas yang diramalkan
pada tahun 2020 akan menciptakan terobosan inovatif, secara umum
mempunyai beberapa persamaan, yaitu:
– Early-Adopter Evidence
Jika pernah mendengar apa yang dikenal dengan Roger adoption
curve, hal itu menunjukkan bahwa adopsi atas suatu teknologi akan
datang secara bergelombang, dimulai dari para innovator dan mereka
yang sejak dini mengadopsinya (early adopters). Setiap inovasi dari 10
daftar inovasi besar untuk tahun ini telah bekerjasama dengan start-up
company dan sudah memiliki produk prototype sebagai demo, semua
teknologi terobosan tersebut telah memulai perjalanan panjangnya
sebelum mengadopsinya. Contohnya adalah popularitas dari EKG
sebagai tracking devices yang sudah digunakan sekitar 50 juta orang dan
diperkirakan akan naik menjadi 160 juta pemakai. Mungkin akan sama
populernya dengan smart watch.
– Defensible Intellectual Property (IP)
Setiap temuan teknologi membutuhkan jutaan dan bahkan miliaran
dollar untuk sampai ke pasar dan diadopsi secara luas. Untuk mencapai
tahapan ini harus memiliki jumlah atau jenis kekayaan intelektual
yang banyak dan kuat (bertahan). Pengadopsian suatu temuan harus
menjamin keuntungan kompetitif yang berkelanjutan. Sebagai contoh

12
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

Apple memiliki 50 (lima puluh) paten lebih terkait dengan temuan


Apple Watch sehingga mampu bersaing dan tetap stabil.
– Blue Ocean Strategy
Blue Ocean strategy pada dasarnya adalah upaya simultan untuk menjaga
diferensiasi dan harga yang rendah untuk membuka suatu pasar dan
menciptakan kebutuhan pasar yang baru. Hal ini menyangkut penciptaan
dan menangkap ruang pasar yang tidak tersaingi, sehingga membuat
persaingan menjadi tidak relevan. Sukses dari Netflix, Tinder, Wikipedia
dan Air BnB merupakan contoh dari blue ocean strategy. Menurut MIT,
Cow Free Burger punya potensi besar untuk mencapainya.
– Creative Destruction
Creative destruction akan terjadi ketika start-up companies mampu
menggantikan pemimpin/penguasa pasar yang ada dengan cara
menawarkan sesuatu solusi yang secara eksponensial lebih baik dari
apa yang ditawarkan oleh pemimpin/penguasa pasar yang sekarang.
Dalam konteks ini Cow-free-burger akan memiliki potensi mengganti
pemimpin/penguasa pasar burger berbasis daging sapi dengan cara
menawarkan burger yang lebih sehat dan lebih ramah lingkungan.
– The 10x Rule
The 10x Rule pada intinya menyatakan bahwa untuk mengalahkan
pemimpin/penguasa pasar maka harus 10x lebih baik, lebih cepat,
lebih murah, lebih kuat, atau sebaliknya. Semua temuan baru yang
menjadi favorit Bill Gates menggunakan formula ini. The carbon catcher
mempunyai potensi besar karena kemampuannya mengurangi emisi
CO2 hingga 90%. 10x lebih baik dibandingkan berbasis fosil jika
diterapkan pada pembangkit listrik atau proses industri.
10 (sepuluh) Teknologi yang dimasa depan diramalkan akan
mengubah dunia, yaitu25:
– Voice Assistance
– Crispr
– Robot Assistance
– Augmented and mixed reality
25
Jonathan Long, “10 Technologies That are Changing the World”, entrepreneur.com.

13
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– Regenerative medicine
– Driverless vehicle
– Reusable rockets
– Crypto currency
– Quantum Computing
– Artificial intelligence and automation
MIT Technology Review juga mengidentifikasi 10 (sepuluh) Terobosan
Teknologi pada tahun 2020, yaitu26:
– Satellite Mega Constellation
– Tiny AI
– AI-discovered Molecules
– Quantum Supremacy
– Climate Change Attribution
– Anti-Aging Drugs
– Unhackable Internet
– Digital Money
– Hyper-personalized medicine
– Differential Privacy

B. IMPLIKASI KEMAJUAN TEKNOLOGI DAN


PENERAPANNYA

1. Sistem Nilai dalam Masyarakat


a. Tatanan Sosial
Dengan kemajuan teknologi beserta penerapannya sebagaimana
digambarkan di atas, diramalkan akan berimplikasi terhadap tatanan
sosial yang akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kaya Informasi
Kemudahan untuk mengakumulasikan dan mengkompres
informasi dalam format yang mudah diakses berimplikasi pada
semakin besar dan membanjirnya informasi. Keadaan ini membuat
masyarakat menjadi semakin kaya akan informasi yang nyaris
26
Bernard Marr, “The Top 10 Breakthrough Technologies For 2020”, forbes.com.

14
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

tidak terbatas. Kalau dulu problemnya seringkali terletak pada


kesulitan mengakses informasi, maka kini problemnya justru pada
kemampuan untuk menyaring dan mengelola informasi agar lebih
produktif dan positif.
Kemajuan di bidang nano technology, AI dan Big Data sangat
mendukung kondisi tersebut. Salah satu pemanfaatan Big Data
yang menonjol adalah kemampuannya untuk melakukan prediksi.
Etzioni’s Farecast yang mampu meramal kapan tiket pesawat mencapai
harga yang paling murah merupakan salah satu contoh. Contoh
lain misalnya, Google bisa meramalkan prevalensi Flu H1N1 pada
tahun 2009 sebaik data resmi yang berbasis data pasien yang datang
ke dokter. Ke 2 (dua) contoh ini merupakan bukti pentingnya Big
Data, baik secara ilmiah maupun secara sosial, dan Big Data juga
bisa menjadi sumber nilai ekonomi27. Big Data juga akan mampu
menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah-masalah global
seperti: perubahan cuaca, mendorong tata kelola Pemerintahan yang
lebih baik, serta mendorong pertumbuhan ekonomi28.
Kayanya informasi di satu sisi memang mampu memberikan
berbagai manfaat dan kemudahan, namun pada sisi lain juga
berpotensi menimbulkan permasalahan. Salah satu permasalahan
yang mungkin timbul adalah rendahnya kepercayaan kepada otoritas
resmi karena banyak informasi bohong yang beredar dan tidak
terkendali yang mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat.
Dengan demikian kadang-kadang kesulitan untuk memverifikasi
antara informasi yang benar dan informasi yang palsu atau bohong.
2) Less Atoms, More Bits
Jika sebelumnya skala bilangan terkecil selalu dikaitkan dengan
bilangan atom, maka kemajuan di bidang ICT memperkenalkan
bilangan lain, yaitu bits, bilangan mana terkait dengan satuan
data. Saat ini terjadi transformasi, setiap hari diproduksi sekitar
2,5 exabyte data (1 exabyte = 1.000.000.000.000.000.000 byte).

27
Schonberger, Viktor Mayer dan Kenneth C, Biga Data: The Essensial Guide to Work, Life and Learning
in the Age of Insight, John Murray Publisher, London, Edisi tahun 2017, halaman 11.
28
Ibid, halaman 17.

15
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Data saat ini menjadi medan tempur (battleground) bagi dunia


perdagangan. Dari retail hingga perbankan, setiap aspek dari
kehidupan kita selalu ditarget atau terkait data. Dari data analysis,
data mining, data leverage hingga data detail.
Kenyataan ini menjadi alasan mengapa data digambarkan sebagai
“new oil” yang melumasi alur bisnis, perdagangan dan perekonomian
dunia. Dengan alasan data, cyber criminals melakukan pencurian atas
data karena data adalah sumber uang. Data telah menjadi sumber
pemasukan bagi siapapun yang mampu memanfaatkannya29.
3) Virtual and Free Mode
Kemajuan teknologi yang membuka kemungkinan bekerja dan
berkomunikasi secara virtual telah mampu mengubah gaya hidup
kita. Dalam suasana Pandemik Covid-19 yang mengharuskan
social distancing dan physical distancing untuk memutus rantai
penyebaran Covid-19, maka kita dipaksa untuk bekerja dari rumah
(working from home), mengajar dari rumah (teaching from home),
berkarya dari rumah. Keadaan tersebut dalam waktu ke depan akan
menciptakan suatu kenyataan baru tentang cara kita bekerja yang
tidak lagi terikat oleh kehadiran fisik serta formalitas tertentu. Gaya
hidup menjadi lebih santai namun tetap produktif.
4) Skala Konsumen dan Transaksi Global
Karakteristik utama dari teknologi informasi dan komunikasi
yang bersifat lintas batas nasional (across national border) membuat
skala produksi, transaksi dan konsumsi bersifat global. Keadaan
ini membuka kesempatan yang besar bagi konsumen untuk
menentukan jenis dan kualitas produk dan jasa yang dibutuhkan,
meningkatkan daya tawar mereka dan membuka berbagai pilihan
untuk memilih produk dan jasa yang akan dikonsumsinya sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan kompetitifnya.
Besarnya skala konsumen juga membuka peluang transaksi
yang semakin besar dari sisi volume, kualitas maupun kuantitasnya

29
Chris Skinner, Digital Bank: Strategies to Launch or Become a Digital Bank, Marshall Cavendish
Publisher, 2014, halaman 14-15.

16
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

sehingga juga mampu mendorong produksi pada tingkat global.


Secara otomatis transaksinyapun akan semakin tinggi frekuensinya
dan semakin mengglobal pula.
b. Sistem Nilai Baru
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta penerapannya juga
berimplikasi pada berkembangnya sistem nilai baru dalam masyarakat
yang mungkin berbeda dengan sebelumnya. Sistem nilai baru yang
terbentuk meliputi, antara lain:
1) Sarat Informasi dan Berkomunikasi dengan Baik
Sistem nilai yang sarat informasi mempunyai makna, timbul dari
besarnya informasi yang ada, sehingga mampu dimanfaatkan
sebagai pertimbangan dalam setiap pengambilan putusan. Saratnya
informasi tersebut juga berimbas pada peningkatan kemampuan
berkomunikasi dan berinteraksi dikalangan masyarakat tanpa sekat-
sekat batas wilayah secara riil maupun sekat-sekat bahasa, kebudayaan,
agama, ideologi dan lain-lain, sepanjang komunikasi tersebut saling
dibutuhkan dan saling mampu memenuhi kepentingan mereka yang
berkomunikasi secara timbal balik. Contoh yang sederhana, orang-
orang dari Negara dan kebangsaan yang berbeda bisa main game
bersama secara mudah tanpa ada kesulitan berkomunikasi.
2) Peka dan Sangat Penuntut
Banyaknya informasi dan pilihan juga membuat masyarakat menjadi
semakin penuntut. Tuntutan masyarakat, misalnya terkait dengan
pelayanan publik semakin besar, karena masyarakat mempunyai
acuan (benchmark) yang sangat banyak dari standar dan praktek
terbaik yang berlaku di wilayah atau Negara lainnya. Tuntutan
akan produk dan jasa yang berkualitas pada dunia bisnis juga akan
semakin tinggi.
Pada sisi lain, kepekaan akan tuntutan kebutuhan dan
tuntutan pasar atau konsumen juga semakin meningkat. Dalam
konteks bisnis ini merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan
guna meningkatkan daya saing, baik dalam aspek kualitas maupun
harga.

17
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

3) Produktivitas Lebih Tinggi


Berkurangnya tuntutan untuk bertemu secara fisik, yang kadang-
kadang membutuhkan waktu dan efforts serta biaya, akan mampu
meningkatkan produktivitas serta efisiensi. Hal ini merupakan
sesuatu yang positif. Pada sektor industri manufaktur misalnya,
kemudahan komunikasi dan akses informasi serta berkembangnya
teknologi seperti 3 D Printing telah memungkinkan produksi
dilakukan di tempat yang paling berdekatan dengan konsumen,
sehingga akan membuat tingkat produktifitas semakin tinggi. Pada
sektor jasapun demikian, jasa yang dapat dilakukan secara on-line
akan semakin meningkatkan produktivitas.
4) Penyebaran dan Pertukaran Informasi Lebih Baik
Berbagai penerapan dari kemajuan teknologi juga mengakibatkan
penyebaran dan pertukaran informasi yang lebih baik. Informasi
akan sangat mudah beredar, dari yang bersifat point to point, point to
multi point hingga multipoint to multipoint. Suatu berita, informasi
dan bahkan berita bohong (hoax) akan sangat mudah menyebar dan
menjadi viral dan dapat diakses oleh hampir semua orang dengan
gawainya.
Pertukaran informasi juga semakin mudah, meskipun
keabsahan dan keakurasian serta kemutakhirannya kadang-kadang
masih menimbulkan pertanyaan.
5) Kehidupan Sosial Lebih Baik
Pengertian kehidupan sosial yang lebih bisa diartikan dalam konteks
kehidupan yang sifatnya fisik, tetapi dapat juga mencakup yang
sifatnya virtual. Kemajuan teknologi telah berperan sebagai enabler
yang mampu meningkatkan kehidupan sosial masyarakat.
c. Dampaknya Terhadap Perkembangan Nilai Moral
1) Pengertian Moral:
“Morality is a system of rules for guiding human conduct, and principles
for evaluating those rules”30.

30
Baca: Ethics and Morality –PPT Presentation, Slideserve.com.

18
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

Dalam pengertian di atas, moralitas merupakan suatu sistem


aturan yang menjadi pedoman berperilaku manusia, di mana
di dalamnya juga terdapat prinsip-prinsip yang jadi dasar guna
mengevaluasi aturan-aturan tersebut. Secara umum nilai moral lebih
bersifat bersifat universal, contohnya: kejujuran, memenuhi janji.
2) 4 (Empat) Ciri Sistem Moral menurut Bernard Gert:
– Bersifat Publik dan aturannya dipahami oleh semua anggotanya
(Public: the rules are known to all of the members);
– Bersifat informal, aturannyapun bersifat informal, tidak seperti
aturan formal dalam suatu sistem hukum (Informal: the rules
are informal, not like formal laws in a legal system);
– Mengandung rasionalitas yang tinggi karena berbasis prinsip-
prinsip akal sehat yang dapat diakses oleh semua anggotanya
(Rational: the system is based on principles of logical reason
accessible to all its members);
– Bersifat imparsial, artinya sistemnya tidak memihak siapapun,
baik kelompok maupun individual (Impartial: the system is not
partial to any one group or individual).
3) Komponen Dasar dari suatu Sistem Moral (Basic Components of a
Moral System):
– Aturan Perilaku, aturan pedoman perilaku yang berwujud baik
arahan maupun kebijakan sosial (Rules of Conduct: Action-guiding
rules, in the form of either directives or social policies). Contoh
directives: jangan mencuri, jangan membahayakan orang lain.
Sementara itu contoh social policies adalah: privasi harus dihormati;
atau software harus dilindungi.
– Prinsip Evaluasi, merupakan standar evaluasi untuk menjadi
alasan guna membenarkan suatu aturan perilaku (Principles of
Evaluation: Evaluation standards used to justify rules of conduct),
misalnya: manfaat sosial (social utility); keadilan sebagai sesuatu
yang fair (justice as fairness).
4) Aliran-aliran tentang Moral:

19
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Ada beberapa ajaran atau aliran tentang Moral yang selama ini
dikenal, yaitu:
– Ajaran/aliran Relativisme Moral berbasis pada premis bahwa
perbedaan budaya akan membawa pada perbedaan keyakinan
tentang apa yang benar dan salah. Dengan demikian
disimpulkan bahwa tidak mungkin ditemukan suatu standar
yang universal tentang suatu moralitas (Moral Relativism: The
premise is that different cultures have different beliefs about what
is right and what is wrong. And the conclusion is No universal
standard of morality is possible).
– Ajaran/Aliran Objektivisme Moral, pada dasarnya menegaskan
bahwa untuk suatu nilai moral, mungkin akan ada lebih dari
satu jawaban sepanjang standar rasionalnya berlaku (Moral
Objectivism: It asserts that (for at least some moral issues) there can
be more than one acceptable answer, so long as rational standards
apply).
– Ajaran/aliran Absolutisme Moral, yang intinya menyatakan
bahwa hanya akan ada satu jawaban yang benar dan unik
dari setiap problem moral yang dihadapi (Moral Absolutism: it
claims that there is only one uniquey correct answer to every moral
problem).
d. Perubahan pada Nilai Etika
1) Pengertian Etika
“Ethics is defined as the rules of conduct recognized in respect to a
particular class of human actions or a particular group, culture, etc. It
defines how thing are according to the rules”31.
Di sini etika didefinisikan sebagai aturan perilaku yang
diakui terkait dengan kelompok kelas tertentu, kelas kelompok
atau kelompok khusus, kebudayaan, dan lain-lain. Di dalamnya
didefinisikan bagaimana sesuatu perilaku menurut aturan tersebut.
Etika juga secara fundamental dipandang sebagai upaya
untuk melakukan tindakan yang baik berdasarkan pengambilan
31
Baca: “Ethical Implications of Information Technology”, slideshare.net.

20
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

putusan yang sesedikit mungkin menimbulkan permasalahan pada


masyarakat. Problemnya adalah apa yang “baik” dan “buruk” itu
sifatnya relatif dan subjektif dan sangat tergantung kepada berbagai
pengaruh, seperti pengaruh geografis, politis, kultural dan personal32.
Nilai Etika biasanya dikaitkan dengan masyarakat tertentu.
Sanksi terhadap pelanggarnya diberikan oleh masyarakat atau
komunitasnya.
2) Struktur Teori tentang Etika:
Ciri esensial dari teori secara umum adalah sebagai pedoman
dalam melakukan investigasi. Dalam Ilmu Pengetahuan, teori
memberikan kepada kita beberapa prinsip umum serta struktur
untuk menganalisis data.
Maksud dari teori etika sebagaimana teori pada ilmu
pengetahuan pada umumnya adalah memberikan kerangka kerja
untuk menganalisis isu-isu. Secara ideal suatu teori yang baik akan
bersifat koheren, konsisten, komprehensif dan sistematis.
3) Empat (4) Teori tentang Etika:
Teori Pertama, berbasis kepada konsekuensi atau dampak yang
ditimbulkan (consequence-based), menurut teori ini tindakan yang
benar adalah tindakan yang memberikan manfaat yang lebih
besar daripada konsekuensinya. Contohnya: teori Utilitarianism.
Menurut teori utilitarianism, makin besar manfaat yang diperoleh,
maka makin besar tingkat kebahagiaan masyarakat (social utility).
Teori ini didukung oleh Jeremy Bentham, John Stuart Mill dan
Richard Posner.
Teori Kedua, berbasis kepada tugas (duty-based), menurut
Imanuel Kant, etika dan moralitas pada akhirnya harus bersumber
pada konsep duty (tugas) atau obligations (kewajiban) dari seseorang
kepada orang yang lain. Kant berpendapat bahwa moralitas tidak
dapat didasarkan pada konsekuensi dari tindakan manusia. Oleh
karena itu dalam pandangan Kant moralitas tidak ada kaitannya

32
Deloitte, “Ethics in the Age of Technological Disruption”, A Discussion Paper for the 2018 True North
Conference.

21
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

dengan peningkatan tingkat kebahagiaan atau pencapaian kepada


konsekuensi yang diharapkan. Teori yang mendasarkan pada duty
and obligations sebagai landasannya juga disebut Teori Deontologi.
Varian dari teori Deontologi yang disebut Categorical Imperative
mendasarkan pada 2 (dua) prinsip utama, yaitu: universality dan
impartiality. Selain Kant, penganut lain dari teori Deontologi adalah
Ross. Ross mengemukakan beberapa contoh beberapa duty utama
seperti: jujur, benevolence, justice, dan lain-lain.
Teori Ketiga, teori yang berbasis kontrak (contract-based):
dari perspektif teori kontrak sosial, sistem moral muncul karena
berdasarkan kesepakatan-kesepakatan kontraktual di antara
individu-individu. Teori kontrak sosial pertama kali dicetuskan
oleh Thomas Hobbes. Salah satu kebaikan dari model kontrak
sosial adalah kemampuan memberikan motivasi untuk menjadi
bermoral, sehingga setiap individu merasa berkepentingan untuk
mengembangkan sistem moral melalui pelembagaan aturan.
Motivasi ini tidak terdapat pada pendekatan Utilitarian maupun
Deontologi. Dengan demikian pendekatan berbasis kontrak ini
dipandang memiliki keuntungan dibandingkan dengan pendekatan
Utilitarian dan Deontology. Kritik terhadap teori kontrak sosial
adalah dianggap hanya mampu menciptakan suatu moralitas yang
minimalis (a minimalist morality), di mana tanpa adanya hubungan
kontraktual tidak ada kewajiban untuk membantu (misal kewajiban
Negara Maju untuk menolong Negara Berkembang seharusnya
tidak hanya berlandaskan kepada adanya kontrak).
Teori Keempat, teori ini berbasis karakter (character-
based): teori ini dikembangkan dengan mengabaikan teori-teori
sebelumnya yang berbasis konsekuensi, tugas/tanggung jawab
maupun kontrak. Teori ini lebih menekankan pada pengembangan
karakter individual, di mana karakter yang baik diperoleh dari
kebiasaan yang berkembang. Teori ini bersumber pada pemikiran
Plato dan Aristoteles. Untuk menjadi orang yang bermoral perlu
mengembangkan nilai-nilai moral yang tepat (seperti kekuatan dan
excellences).

22
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

e. Dampak pada Nilai Hukum


1) Batasan
Hukum adalah keseluruhan sistem atau seperangkat aturan yang
dibuat oleh suatu otoritas yang berkuasa yang berisi perintah,
larangan, kebolehan yang dilengkapi dengan sanksi untuk
penegakannya.
2) Sanksi Hukum
Berbeda dengan sanksi etika yang biasanya dilakukan oleh
komunitas atau kelompok atau asosiasi, nilai hukum ditegakkan
melalui otoritas tertentu, dalam hal ini melalui aparat penegak
hukum atau pengadilan.
3) Perubahan nilai Hukum Terkait Perkembangan Teknologi
Kemajuan teknologi beserta penerapannya juga pasti akan
berdampak pada perkembangan nilai-nilai hukum, baik aspek-
aspek hukum yang bersifat publik maupun privat. Permasalahan-
permasalahan hukum yang timbul atau mungkin timbul meliputi,
namun tidak terbatas pada: perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI), e-commerce, kontrak elektronik, perlindungan data pribadi,
financial technology, digital banking, cyber crime, Big Data, dan lain-
lain. Hal-hal tersebut akan dibahas dalam bab khusus.

2. Implikasi Kemajuan Teknologi Kepada Dunia Bisnis


a. Munculnya Model Bisnis Baru
1) Menggunakan Teknologi sebagai “Enabler”
Bisnis masa kini dan masa depan akan memanfaatkan teknologi
sebagai enabler yang dapat meningkatkan kinerja, produktivitas
maupun daya saing usaha. Contoh yang dapat disebut, antara
lain: Amazon menggunakan autonomous robotic berbasis Artificial
Intelligence (AI) untuk otomasi delivery system.
2) Berbasis Sharing Economy
Salah satu bisnis baru yang bermunculan adalah bisnis yang berbasis
sharing economy. Model bisnis seperti ini tidak saja mengoptimalkan
sumber daya yang ada, namun juga memberikan keuntungan
yang timbal balik, baik yang menyediakan jasa maupun bagi

23
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

penggunanya. Beberapa fenomena yang popular mengenadi model


bisnis berbasis sharing economy dapat kita cermati pada Go-Jek,
Uber, Grab, Air BnB, dan lain-lain.
3) Dimulai dari Skala Kecil, namun Inovatif dan Cepat Menyesuaikan
Diri
Jika di masa lalu skala usaha sangat menentukan keberhasilan
dalam dunia bisnis, saat ini paradigmanya telah berubah. Saat
ini inovasi, kreasi dan kemampuan menyesuaikan diri dengan
kebutuhan pasar yang cepat berubah tampaknya lebih menentukan
keberhasilan, meskipun dimulai dari skala yang relatif kecil. Strategi
tersebut banyak diterapkan oleh start-up companies, yang dalam
perkembangannya mengalami kemajuan yang sangat cepat karena
kemampuan inovasi, kreasi dan daya adaptasinya.
4) Kompetitif dan Efisien
Bisnis baru yang menunjukkan kemampuan untuk berkembang
adalah bisnis yang efisien dan kompetitif. Hal itu dilakukan, antara
lain melalui Computerised Reservation System dan berbasis sumber
daya manusia yang kompeten yang menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi.
5) Berbasis Platform dan Aplikasi
Perusahaan-perusahaan dari pengolahan sumber daya alam dan
otomotif, sebelumnya merajai daftar Top 50 Companies hingga
tahun 1990-an. Kini Platforms dan perusahaan-perusahaan berbasis
teknologi bertumbuh dengan pesat dan mulai mengambil alih
posisi tersebut sebagaimana tergambar pada Daftar Top 50 Fortune
Global 500 Company (1960-1990-2019)33. Pada tahun 2019 Apple
dan Amazone.com sudah berada diperingkat 5 besar bersama-sama
dengan Walmart, Exxon Mobil dan Beckshire Hathaway. Perusahaan-
perusahaan berbasis aplikasi seperti Facebook, Google, Whatsapp juga
meraih keuntungan miliaran US$34.

33
Rhenald Kasali, M#O: Sebuah Dunia Baru yang Membuat Banyak Orang Gagal Paham, Penerbit Mizan,
2019, halaman 208, sebagaimana mengutip dari fortune.com, 2019. Baca juga George Berkowski, How To
Build A Billion Dollar App, Piatkus Publisher, 2017, halaman 426.
34
George Berkowski, Ibid.

24
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

6) Berbasis Jaringan Global


Mengingat skala konsumen yang semakin global dengan
karakteristik dan kebutuhan yang berbeda, maka pola bisnis yang
tersentralisasi akan berubah ke arah desentralisasi. Strategi ini
dapat dicermati telah banyak diterapkan dalam berbagai industri,
salah satu contohnya adalah model produksi dan pemasaran pada
industri otomotif yang menerapkan model produksi secara regional
(terdesentralisasi) tetapi dalam suatu jaringan global. Kemajuan
teknologi di bidang 3 D Printing juga mendukung arah tersebut.
7) Melibatkan Berbagai Pihak atau Bersifat Kolaboratif
Fintech misalnya, banyak melibatkan berbagai pihak seperti:
vendor utama, lender, perusahaan pendukung teknologi. Meski
baru di tahap awal, fintech punya efek menghancurkan terhadap
bank konvensional, bahkan Bill Gates pernah mengatakan bahwa
“banking is necessary, banks are not”. Bank kini bukan satu-satunya
sumber utama pembiayaan35.
8) Data menjadi New Oil dalam New Economy
Jika dicermati, setiap bisnis saat ini adalah bisnis data. Hal itu
nampak dalam perkembangan Big Data dan Internet of Things
(IOT). Dunia saat ini banyak di drive oleh data dan semakin
didorong oleh perkembangan Artificial Intelligence (AI). Pendeknya
data akan merevolusi bisnis36. Data kini telah menjadi “new oil”.
Data juga telah banyak digunakan untuk memperbaiki keputusan
bisnis37, meningkatkan operasi bisnis38, data dapat dimonetisasi39,
serta kemampuan mengubah data menjadi insights40.
35
Baca Rhenald Kasali, Disruption, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2017, Cetakan ke 5, Halaman 97.
36
Baca Bernard Marr, Data Strategy (How to Profit from a World of Big Data, Analytics and Internet of
Things), Kogan Page Publisher, 2017, halaman 1-20.
37
Misalnya dalam menetapkan permasalahan kunci dalam bisnis; permasalahan sekitar konsumen, pasar
dan persaingan; memvisualisasikan dengan mengkomunikasikan insights berdasarkan data. Untuk analisis
selengkapnya, baca: Ibid, halaman 37-56.
38
Dengan cara mengoptimalkan proses operasional melalui data dan menggunakan data untuk
meningkatkan customer offering. Untuk selengkapnya baca; Ibid, halaman 57-72.
39
Data dapat dimonetisasi dengan cara: meningkatkan nilai organisasi; ketika data menjadi asset utama
bisnis; ketika nilai perusahaan terletak pada kemampuan utama perusahaan untuk bekerja dengan data;
menjual data kepada konsumen dan pihak-pihak yang berkepentingan; memahami nilai dari user-generated
data. Baca: Ibid, halaman 73-84.
40
Dalam rangka mengubah data menjadi Insights, maka perlu dipahami: bagaimana kemampuan data

25
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

b. Terjadinya Disruption terhadap Bisnis Konvensional


1) Era Kehadiran Fisik, Retail Besar dan Skala Besar Sudah Berakhir,
Jika Tidak Adaptif dan Inovatif
Fenomena banyaknya retail bisnis yang tutup serta kantor cabang
bank yang tutup mengkonfirmasi keadaan tersebut. Perubahan pola
belanja yang berbasis dalam jaringan, terutama di kalangan generasi
milenial telah menjadi ancaman bagi kelanjutan retail business jika
tidak mampu adaptif dan inovatif. Demikian pula perkembangan
pelayanan perbankan dari branch bank ke digital bank dan bahkan
sepenuhnya virtual bank telah menjadi ancaman dan serangan
nyata bagi pelayanan perbankan konvensional.
2) Kemampuan Akumulasi Bisnis, Aset dan Keuntungan dari
Bisnis Konvensional sudah tidak mampu bersaing dengan Model
Bisnis Baru yang meskipun Kecil tapi Inovatif dan menggunakan
Teknologi sebagai Enabler
Paradigma bisnis telah berubah secara fundamental, munculnya
model bisnis baru yang inovatif yang menggunakan teknologi
sebagai enabler telah mengubah peta penguasaan bisnis. Mau tidak
mau, suka tidak suka bisnis konvensional yang berbasis akumulasi
bisnis, asset dan keuntungan harus berubah, termasuk dengan
melakukan adaptasi, berkolaborasi dan menggunakan teknologi
untuk mendukung kinerjanya. Jika tidak, maka akan menjadi
pertanda berakhirnya atau tenggelamnya model bisnis konvensional
seperti itu.
c. Reshaping Produksi, Konsumsi, Transportasi dan Delivery System
1) Produksi
Meskipun skala produksi sudah menjadi lebih global untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, namun proses produksinya
cenderung lebih mendekat kepada konsumen. Hal itu
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya
akan meningkatkan daya saing, selain itu juga akan mampu
analytic telah berkembang (evolved); melihat perbedaan tipe analytic; advanced analytic yang berbasis
machine learning, deep learning dan cognitive computing; serta mengkombinasikan hasil data analytic bagi
keberhasilan yang maksimal, lihat Ibid, halaman 101-118.

26
t Kemajuan Teknologi dan Berbagai Implikasinya

menyesuaikan kebutuhan konsumen yang berbeda pada wilayah


yang berbeda. Konsekuensinya, meskipun Skala produksinya
bersifat masal, tapi dilakukan secara terdesentralisasi.
2) Konsumsi
Saat ini konsumen yang lebih menentukan (new consciousness of
consumer). Konsumen menjadi pusaran utama dari ekonomi digital,
yaitu bagaimana kepentingan konsumen dapat dilayani dengan
baik41. Produsen barang maupun penyedia jasa harus menyesuaikan
diri terhadap kebutuhan konsumen.
3) Transportasi
Kecenderungan transportasi di masa depan akan mengarah pada
transportasi multi moda, transportasi yang menggunakan auto-
nomous vehicle dan transportasi yang menggunakan Drone.
4) Delivery System
Dalam bidang delivery system, untuk melayani permintaan yang
meningkat secara signifikan maka didukung oleh proses otomasi
dalam sistem logistik bebasis Artificial Intelligence (AI).
d. Pelaku Dunia Usaha Lebih Banyak
Dengan penerapan teknologi sebagai enabler dan kebutuhan kolaborasi
dengan berbagai pihak, maka pelaku dunia usaha semakin berkembang
yang melibatkan aktor-aktor yang lebih baru seperti: start-up company;
apps company; lender; content provider; network provider; aggregator;
security service provider; professional hacker; dan lain-lain.

41
Baca: Klaus Schwab, The Fourth Industrial Revolution, Crown Business Publisher, 2017, halaman 53. Baca
juga Klaus Schwab, Shaping The Future of the Fourth Industrial Revolution, Portfolio Penguin Publisher,
2018. Bandingkan dengan Alec Ross, The Industries of the Future, Simon and Schuster Paperbacks, 2016.

27
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

BAB II

PERSPEKTIF ETIKA PADA ERA CYBER SPACE


(CYBER ETHICS)

A. KONSEPSI ETIKA PADA ERA CYBER SPACE


1. Batasan dan Pengertian
Dari sisi batasan, cyber space atau cyber world adalah suatu dunia tanpa batas-
batas fisik, bahkan dalam kaitan dengan legislasi nasional dan internasional.
Oleh karena itu cyber space atau cyber world pada dasarnya juga bersifat
global, multilingual, multi kultural, multi religi, dan multilateral. Dengan
demikiane ethics dalam cyber space juga bersifat global, inter-connected,
multi kultural, multi religi dan multi phylosophical. Cyber space atau cyber
world harus melayani kebutuhan dasar manusia, menghormati privasi
dan kebebasan, meningkatkan persamaan dan inklusivitas, melindungi
kehidupan, dan seterusnya42.
Cyber Ethics dimaksudkan untuk memberi orientasi tentang benar atau
salah, baik dan buruk, terkait dengan cyber space. Cyber Ethics berupaya
untuk menerapkan dan memodifikasi nilai-nilai fundamental dan virtues
pada tantangan baru yang khusus serta situasi-situasi yang timbul dari
teknologi cyber dan masyarakat cyber, mengingat cyber space memengaruhi
seluruh bagian dari masyarakat, termasuk Cyber Ethics dan semua domain
etika43.
Dalam rangka membahas tentang Cyber Ethics, perlu juga dipahami
beberapa pengertian yang relevan. Perlu dibedakan antara pengertian Values,
Virtues dan Norms.
42
Christop Stuckleberger dan Pavan Duggal (Eds), Cyber Ethics 4.0: Serving Humanities with Values,
Global Series No. 17, Globethics.net Publisher, 2018, Halaman 16.
43
Ibid, halaman 15.

29
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Values merupakan acuan umum sebagai orientasi bagi individu,


masyarakat dan lembaga tentang apa yang baik dan benar, seperti
kebebasan, keadilan dan perdamaian. Sebaliknya virtue merupakan acuan
bagi perilaku individual tentang apa yang baik dan benar seperti kejujuran
dan kesederhanaan. Sementara Norms adalah kaidah berdasarkan Value dan
Virtue, tapi dikonkritkan pada situasi tertentu, seperti contohnya Value
tentang fairness dan virtue tentang honesty akan mengarah kepada norma
seperti “jangan mencuri”44.
2. Spesifikasi dan Karakteristik dari Cyber Space
Spesifikasi dan Karakteristik dari Cyber Space dapat digambarkan sebagai
berikut45:
a. Dari sisi Waktu (Time): anytime, fast, speedy, unbound time;
b. Dari sisi Ruang (Space): everywhere, global, unbound space;
c. Dari sisi Ukuram (Size): mass production, reaches great numbers;
d. Dari sisi Virtual: digital, not material or physical;
e. Dari sisi Anonymous: facilitates multiple identities;
f. Dari sisi Uang (Money): large extent for free;
g. Dari sisi Power: democratic, participatory, open.
3. Prinsip-prinsip
Dengan mencermati pemahaman akan perbedaan pengertian antara Value,
Virtue dan Norms, maka dapat dikembangkan beberapa prinsip yang dapat
diterapkan pada Cyber Ethics, yaitu46:
a. Kebebasan (Freedom): prinsip untuk menggunakan cyber space secara
bertanggung jawab (responsibly, accountably);
b. Keadilan (Justice): prinsip enable fair, just, equitable in cyber space;
c. Equity: prinsip mendorong tata kelola internet dengan hak-hak yang
sama;
d. Damai (Peace): prinsip mengembangkan “just cyber warfare”,
meningkatkan perdamaian;

44
Ibid, halaman 25.
45
Ibid, halaman 25-26.
46
Ibid, halaman 35.

30
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

e. Keamanan (Security): prinsip kewajiban untuk melindungi (obligation to


protect) dan hak untuk dilupakan (the right to be forgotten);
f. Inklusivitas (Inclusiveness): prinsip untuk mengurangi kesenjangan
antara penguasa digital (digital winner) dengan pihak-pihak yang kalah
(digitariat);
g. Privasi (Privacy): prinsip melindungi hak atas data pribadi (terkait Big
Data);
h. Martabat (Dignity): prinsip melindungi dan meningkatkan martabat
dari setiap manusia;
i. Peran serta (Participation): prinsip mendorong peran serta masyarakat
dalam pembentukan etika dan hukum;
j. Kejujuran (Honesty): prinsip meningkatkan transparansi melalui
teknologi dan hukum;
k. Integritas (Integrity): prinsip melindungi nilai yang diyakini dengan
penuh keberanian dan tahan terhadap berbagai godaan.
4. Pendekatan dalam Etika
Dengan berbagai pendekatan etika yang berbeda, baik dari pendekatan
Agama, pendekatan Utilitarianism serta Pendekatan Deontological, maka
dapat dihasilkan perspektif yang berbeda mengenai mana yang etis dan
sebaliknya tidak etis. Yang lain melakukan pendekatan etika dari aspek:
Subjective Relativism; Culture Relativism; Divine Comand Theory; Ethical
Egosism; Kantianism; Act Utilitarianism; Rule Utilitarianism; Social Contract
Theory; Virtue Ethics; dan Comparing Workable Ethical Theories47. Sementara
itu ada juga yang menggunakan 4 (empat) pendekatan, yaitu: Virtue Ethic
Approach; Utilitarian Approach; Fairness Approach; dan Common Good
Approach48.
Pendekatan agama yang lebih bertumpu pada keyakinan, kiranya akan
sangat memengaruhi para penganutnya. Mengingat beragamnya agama yang
47
Michael J Quinn, Ethics for the Information Age, Cetakan ke 6, Pearson Publisher, 2015, halaman 94.
48
Baca George W Reynolds, Ethics in Information Technology, Edisi ke 5, Cancage Learning Publisher, 2015,
halaman 43. Pada Virtue Ethic Approach, prinsip utamanya menyatakan bahwa pilihan etik mencerminkan
nilai moral terbaik, baik pada diri sendiri maupun masyarakat; Utilitarian Approach mendasarkan pada
prinsip bahwa pilihan etika menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya dibandingkan konsekuensinya;
Fairness Approach menyatakan bahwa pilihan etika memperlakukan semua orang secara sama dan tidak
menunjukkan favoritisme maupun diskriminasi; sementara Common Good Approach mendasarkan plihan
etika pada mendahulukan kebaikan bersama.

31
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

dipeluk, maka kemungkinan besar perspektif etika bisa sangat berbeda dan
kemungkinan bertentangan, karena hal itu sangat dipengaruhi oleh sumber
keyakinan, kitab suci, penafsiran dan implementasinya. Oleh karena itu maka
karena keterbatasan penulis dan karena untuk mencegah terjadinya konflik
atau perdebatan yang tak berujung, maka penulis memutuskan untuk tidak
membahasnya dalam buku ini. Ruang ini mungkin dapat dibahas dalam
forum lain yang lebih tepat dengan kajian yang lebih mendalam.
Sementara itu pendekatan Deontologi yang lebih bersifat universal juga
tidak diterapkan dalam penulisan ini dengan pertimbangan bahwa dalam
kenyataannya sulit untuk diperoleh kesepakatan tentang nilai-nilai etika
yang universal, kecuali nilai-nilai yang selama ini memang telah diakui secara
universal, seperti: kejujuran, janji harus ditepati, tidak mencuri, dan lain-lain.
Karena fokus dalam penulisan buku ini adalah pada kontribusi dari
Cyber Ethics dan Cyber Law terhadap Dunia Bisnis, maka Penulis akan
memfokuskan pembahasan tentang persepektif etika pada era Cyber Space
ini dari perspektif Utilitarianism. Dalam pengertian yang sederhana,
pendekatan ini melihat segala sesuatu itu etis ataupun tidak etis berdasarkan
perbandingan antara totalitas manfaat dibandingkan dengan konsekuensi
atau dampak negatifnya.
5. Cakupan Permasalahan Etika pada Era Cyber Space
Cakupan dari permasalahan etika pada era cyber space (cyber ethics) dalam
konteks bisnis meliputi permasalahan-permasalahan kunci di bidang: Hak
Kekayaan Intelektual (HKI); aturan perilaku dari professional di bidang IT;
aspek etika jaringan sosial (social networking); aturan perilaku bagi industri
teknologi komunikasi dan informasi; aturan perilaku bagi pengguna ICT;
aturan perilaku bagi para karyawan; aturan perilaku berdasarkan kesadaran
perusahaan terkait dengan Corporate Social Responsibility (CSR)49 .
Pandangan lain merumuskan cakupan Cyber Ethics, meliputi: Cultural/
Religious Ethics; Life Ethics; Community Ethics; Environmental Ethics; Political
Ethics; dan Economic Ethics50.

49
Ibid, halaman 29.
50
Christoph Stuckleberger, Op.Cit, Halaman 26-27.

32
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

B. PERSOALAN ETIKA DI CYBER SPACE


1. Permasalahan-permasalahan Etika yang Umumnya Timbul Terkait Dengan
Perkembangan Pada Era Cyber Space
Secara umum dalam konteks bisnis permasalahan-permasalahan etika yang
muncul terkait dengan ICT meliputi, namun tidak terbatas pada51:
a. Banyaknya karyawan yang e-mail dan akses informasinya dimonitor
ketika sedang bekerja. Di satu sisi employer (perusahaan) berusaha
menyeimbangkan antara kebutuhan untuk mengelola aset penting
perusahaan dengan waktu kerja karyawan, sementara di sisi lain
karyawan ingin privasi atas komunikasinya dilindungi.
b. Berjuta-juta orang mengunduh musik dan film tanpa membayar royalty,
yang disatu sisi merugikan pemegang hak cipta namun pada sisi lain
membawa manfaat bagi masyarakat dan membuka era baru dalam
pengenalan dan pemasaran music.
c. Banyak perusahaan yang mengontak jutaan orang melalui unsolicited email
(spam) sebagai cara untuk melakukan pemasaran yang sangat murah.
d. Banyaknya hackers yang menjebol data lembaga dan perusahaan retail
untuk mencuri informasi pelanggan, kemudian menggunakannya untuk
melakukan pencurian identitas, membuka account baru dan meminta
pembayaran (dengan menipu atau mengancam) pada calon korbannya.
e. Mahasiswa di berbagai belahan Bumi yang ketahuan mengunduh
mengunduh materi dari Web dan melakukan tindakan plagiarism.
f. Situs-situs memasang cookies atau spy ware pada visitors untuk melacak
kegiatan dan pembeliannya secara on-line.
2. Etika dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Cyber Space
a. Cakupan HKI
Perkembangan kemajuan di bidang cyber space beserta segenap
implementasinya juga memunculkan permasalahan tentang perlindungan
hak atas kekayaan intelektual (HKI). Permasalahan perlindungan HKI
pada era cyber space mencakup perlindungan atas: software, hardware,

51
George W Reynolds, Op.Cit, halaman 46.

33
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

trademark and domain name infringement, open source code, data mine,
plagiarism, reverse engineering, competitive intelligence52.
1) Hak Cipta
Di bidang hak cipta, persoalan yang muncul banyak terkait
dengan perlindungan HKI atas software, masalah pencurian atas
karya ilmiah, masalah plagiarism, masalah pengunduhan secara
ilegal terhadap situs jurnal dan bahkan karya seni di dunia maya
(virtual art).
2) Paten
Secara tradisional paten diartikan sebagai penerapan temuan
teknologi pada dunia industri, baik mengenai produk atau proses
atau kombinasi keduanya yang mengandung unsur kebaruan
(novelty). Dalam dunia cyber, bentuk paten ternyata tidak hanya
terbatas pada hardware, tetapi juga software.
3) Merek Dagang (dikaitkan dengan Domain Name)
Dalam bidang perdagangan, trade mark (merek dagang) adalah
sesuatu yang sangat dilindungi. Merek dagang biasanya terkait
dengan produk yang sejenis.
Secara substansi rejim pengaturan tentang merek dagang
sebenarnya sudah cukup established, sementara itu muncul
persoalan yang terkait dengan pendaftaran domain name, namun di
dalamnya terdapat perlindungan terhadap merek terkenal sebagai
akibat dari pelanggaran atau penyalahgunaan terhadap pendaftaran
atas domain name.
b. Filosofi Perlindungan HKI
George Soros dalam bukunya “Soros on Globalisation” mempertanyakan
tentang landasan filosofis dari mengapa perlu ada perlindungan terhadap
HKI. Menurut Soros secara filosofis perlindungan atas Hak Kekayaan
Intelektual adalah untuk mendorong berbagai penemuan yang bermanfaat
untuk Manusia dan Kemanusiaan. Oleh karena itu insentif diberikan bagi
penemu, pencipta maupun pemegang Hak Kekayaan Intelektual. Namun
demikian penemu, pencipta maupun pemegang Hak Kekayaan Intelektual

52
Baca George W Reynolds, Ibid, halaman 234-243.

34
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

tidak boleh menyalahgunakan hak yang dimiliki untuk memperkaya diri


sendiri secara tidak wajar (unjust enrichment).
c. The Hacker’s Ethics53
1) Acces to computers-anything that might teach you something about how
the worlds works-should be unlimited and total. Always yield to the
hands-on imperative,
2) All information should be free.
3) Mistrust Authority-Promote the Decentralization.
4) Hackers should be judged by their hacking, not bogus criteria such as
degree, age, race, or position.
5) You can create art and beauty on computer.
d. The Ten Commandments of Computer Ethics menurut Computer Ethics
Institute54
1) You should not use a computer to harm other people.
2) You shall not interfere with other people’s computer works.
3) You shall not snoop around in other people’s computer file.
4) You shall not use a computer to steal.
5) You shall not use a computer to bear false witness.
6) You shall not copy or use proprietary software for which you have not
paid.
7) You shall not use other people’s computer resources without authorization
or proper compensation.
8) You shall not appropriate other people’s intellectual out put.
9) You shall think about the social consequences of the program you are
writing or the system you are designing.
10) You shall always use the computer in ways than insure consideration
and respect your fellow humans.
e. Kasus-kasus terkait perlindungan HKI di Era Cyber Space
1) Kasus Napster55
53
Untuk selengkapnya, baca: Terry Halbert dan Elaine Ingulli, Cyber Ethics, Edisi Ke 2, Thomson Publisher,
2005, halaman 23-24.
54
Lihat Christoph Stuckleberger, Op.Cit, halaman 59. Bandingkan dengan Terry Halbert dan Elaine
Ingulli, Ibid.
55
Analisis selengkapnya tentang Kasus Napster, baca: Terry Halbert dan Elaine Ingulli, Op.Cit, halaman
2-17.

35
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Napster adalah nama kecil dari Shaun Fanning, seorang pemuda


berusia 19 tahun yang drop-out dari New Jersey College. Ia
menciptakan suatu “computer instruction code” yang memungkinkan
ia dan teman-temannya mempertukarkan “MP-3 File” mereka.
Hasil temuannya menjadi sangat menghebohkan karena dapat
digunakan oleh siapapun dan di manapun untuk mempertukarkan
musik secara cepat dan bebas.
Setelah drop-out ia memperoleh pendanaan dari sebuah
perusahaan modal ventura (venture capital) untuk mendirikan
Napster Incorporation pada bulan Juli tahun 1999.
Napster beroperasi atas dasar “peer to peer computing model”.
Server Napster bertindak sebagai intermediary yang memungkinkan
pengguna yang satu memperoleh/mengunduh file pengguna
lainnya. Dengan cara ini apabila seseorang log on ke data base
Napster untuk mencari album lagu misalnya, maka akan dapat
menyiarkan permintaan tersebut kepada berjuta-juta pecinta
musik yang merupakan Napster community, yang kemudian secara
langsung dapat memberikan/mempertukarkan musik atau lagu satu
sama lain tanpa harus mengeluarkan biaya.
Persoalan etika yang muncul adalah, apakah pertukaran musik
secara gratis tersebut etis? Siapakah yang akan diuntungkan dan
siapa yang akan dirugikan? Bagaimanakah perlindungan yang dapat
diberikan terhadap pemegang hak cipta? Apakah pencipta sistem
tersebut dapat dimintakan pertanggung-jawabannya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat digunakan
pendekatan Utilitarian yang menyatakan bahwa perilaku yang etis
bukan persoalan bagaimana menyenangkan Tuhan, tapi bagaimana
menciptakan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada sebanyak
mungkin orang. Oleh karena itu standard moral yang digunakan
adalah sejauh mana suatu tindakan itu dapat membawa manfaat?
Dengan demikian, maka setiap tindakan harus memperhatikan
kemungkinan konsekuensi yang ditimbulkan kepada masyarakat.
Dalam konteks itu, terdapat dua (2) pertanyaan pokok. Pertanyaan
pertama siapa yang paling terkena dampak atau terpengaruh

36
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

dari temuan ini? Pertanyaan Kedua, sejauh mana mereka terkena


dampak/terpengaruhi dari temuan tersebut?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, maka perlu
diidentifikasi pihak-pihak yang terkait dengan suatu industri musik,
yaitu: perusahaan rekaman (recording industry), pemusik yang yang
terikat kontrak dengan perusahaan rekaman atau disebut sebagai
signed musician, kemudian penikmat musik (music fans), pencipta
lagu dan pemusik independen (indie musician).
Dari perspektif perusahaan rekaman, temuan ini dan
penerapan pertukaran musik secara gratis di antara Napster
Community akan sangat merugikan kepentingannya. Mereka
mengklaim bahwa sistem Napster dan sistem serupa lainnya telah
mengurangi secara signifikan keuntungan perusahaan rekaman.
Yang jelas pada saat itu terjadi penurunan drastis dalam penjualan
compact disk (CD). Dari tahun 2001 hingga 2002 pengurangan
penjualan CD mencapai sekitar 62 juta CD, sementara pada
bulan Juli 2003 lebih dari 2,6 milyar lagu dan film telah di copy
untuk setiap bulannya.
Dampak yang serupa dialami oleh para pemusik yang terikat
dengan label besar (major labels). Lars Ulrich dan band Metallica
misalnya, telah menjadi pihak yang menentang Napster system.
Mereka percaya bahwa mereka kehilangan pembayaran royalty
karena pertukaran musik gratis dari sistem Napster ini. Terdapat
bukti yang mungkin benar seperti berkurangnya penjualan CD
di area kampus. Argumentasi para pemusik label besar ini adalah
bahwa sistem Napster ini akan mematikan proses kreatif itu sendiri
yang pada akhirnya akan menghancurkan kehendak/minat musisi
untuk menghasilkan karya baru di bidang musik.
Pandangan yang berbeda ditunjukkan oleh para penikmat
musik. Fenomena Napster ini dianggap oleh mereka sebagai
menciptakan semacam “the Celestial Juke Box” yang membawa
berkah pada mereka dan mampu menghemat pengeluaran mereka.
Para penikmat musik juga menghargai cara bagaimana sistem ini
mampu membuka wawasan mereka terhadap berbagai karya musik

37
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

yang selama ini tidak mereka dengar karena terlalu dikuasai oleh
musik dari label besar yang berbayar.
Para pemusik Indie mempunyai pandangan yang serupa
dengan penikmat musik. Courtney Love contohnya, ia menjelaskan
bahwa 85% dari anggota The American Music Federation tidak
mempunyai pekerjaan tetap. Dengan demikian mayoritas pemusik
Indie beranggapan bahwa sistem ini merupakan suatu berkah
karena mereka dapat menggunakan sistem ini sebagai cara untuk
memasarkan musik mereka secara gratis. Sistem ini membuka
kesempatan bagi para musisi Indie untuk melakukan exposure,
untuk didengar dan untuk memperoleh popularitas. Hal yang sama
disampaikan oleh pemusik Hip Hop Chuck D yang menyatakan
bahwa sharing of musical file dan distribusinya yang dapat diunduh
merupakan radio model baru. Cara sangat fantastik untuk membuat
mereka menjadi terekspose. Realitas ini menurutnya dapat secara
nyata memperkenalkan artis-artis baru ke pasar dan memungkinkan
ekspansi global atas musik mereka.
Untuk mengukur sejauh mana manfaat dibandingkan dengan
biaya atau konsekuensi dari temuan ini dari perspektif etika adalah
dengan menghitung totalitas manfaat dibandingkan dengan
konsekuensi atau biayanya, baik dihitung secara kuantitatif,
kualitatif maupun gabungannya.
2) Kasus J Store
Aaron Swartz, seorang jenius yang pernah menjadi Fellow di Harvard
University, mempelajari permasalahan Etika di Harvard’s Berkman
Center for Internet and Security. Pada usia 12 tahun Aaron Swartz
memenangkan magang (Internship) di suatu Web Development
Company yang bergengsi yaitu Ars Digits di mana co-foundernya
adalah Philip Greenspan.
Aaron Swartz menciptakan teknologi vital yang bernama RSS
dan kemudian Reddit, yaitu Website yang berisi berita-berita sosial
dan entertainment. Nilai etika yang dianut Aaron Schwartz adalah
bahwa semua informasi seharusnya bersifat terbuka56. Sejak awal
56
Baca Justin Peters, The Idealist: Aaron Swartz and the Rise of the Free Culture on the Internet, Scribner

38
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

Aaron Swartz merupakan afiliasi dari Free Culture Movement yang


meyakini bahwa jaringan digital harus menghilangkan hambatan
atas akses terhadap informasi. Bahwa internet seharusnya tidak
dapat dipandang sebagai sebuah toko buku, seperti perpustakaan
yang tak terbatas, isinya harus terbuka bagi manfaat semua orang.
Free Culture berakar pada konsep Public Domain, sebuah konsep di
Amerika Serikat pada awal pengakuan terhadap hak cipta, di mana
prinsipnya jika jangka waktu hak cipta habis, maka harus menjadi
milik publik yang dapat diakses oleh publik secara bebas57.
Meyakini tentang pentingnya keterbukaan informasi, termasuk
catatan peradilan Federal seharusnya terbuka dan tidak berbayar,
maka Aaron Swartz merancang suatu program komputer untuk
mengunduh 20 juta halaman catatan peradilan Federal tersebut.
Pada saat itu Kementerian Kehakiman Amerika Serikat belum
menggugat atau menuntutnya.
Selanjutnya Aaron Swartz, beranggapan bahwa J Stor.org
sebagai situs Jurnal Ilmiah yang berisi hasil-hasil penelitian lama
seharusnya gratis, kenyataannya J stor.org merupakan jurnal ilmiah
berbayar. Dengan keyakinannya Aaron Swartz mengunduh 4 juta
artikel dengan menggunakan guest account di Massachussets Institute
of Technology (MIT). Apa yang dilakukan oleh Aaron Swartz mirip
dengan yang dilakukan oleh Robin Hood di hutan Sherwood
yang melakukan perampokan terhadap penguasa yang jahat dan
kemudian membagikan hasil rampokannya kepada masyarakat
yang miskin. Apa yang dilakukan oleh Aaron Swartz analog dengan
apa yang dilakukan Robin Hood, namun Aaron Swartz bertindak
seperti Robin Hood pada Era Baru.
Terhadap apa yang dilakukan oleh Aaron Swartz, pada tahun
2011 Jaksa Federal (Ortiz) menuntutnya karena dianggap melaku-
kan hacking dan mencuri 4 juta artikel di J Stor. Aaron Swartz juga
menghadapi tuntutn berupa denda sebesar 3 juta US$. Akhirnya
Aaron Swartz dituntut hukuman 35 tahun penjara. Kecewa dengan

Publisher, 2016.
57
Ibid.

39
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

tuntutan tersebut, sebelum persidangan dimulai pada tanggal 1


April 2013, Aaron Swartz yang lahir pada tahun 1986 melakukan
bunuh diri pada tanggal 11 Januari 2013 dengan cara menggantung
diri di apartemennya di New York dalam usia 26 tahun.
Kematian Aaron Swartz yang tragis menimbulkan pro dan
kontra pada berbagai kalangan. Bagi yang mendukung tindakan
Aaron Swartz, pada umumnya memandang apa yang dilakukan
oleh Aaron Swartz adalah sesuatu yang etis karena mengembalikan
hak masyarakat atas jurnal ilmiah, karena tulisan pada jurnal ilmiah
biasanya dananya bersumber pada dana publik seperti anggaran
Negara yang notabene bersumber dari pajak yang dibayarkan oleh
masyarakat, sepatutnya juga dikembalikan ke masyarakat. Akses
yang mudah dan bahkan bebas atas jurnal-jurnal ilmiah akan
meratakan kemajuan masyarakat dan mengurangi ketimpangan58.
Sementara itu pihak-pihak yang menganggap bahwa tindakan
Aaron Swartz tidak hanya tidak etis tetapi juga termasuk tindak
pidana karena menganggap tindakan tersebut melanggar hak cipta,
baik hak cipta penulisnya maupun pemegang hak cipta lainnya.
3. Etika dan E- Commerce
a. Perkembangan E-Commerce
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi,
khususnya teknologi komunikasi dan informasi, beserta aplikasinya
membuat e-commerce juga mengalami perkembangan yang pesat.
Perkembangan e-commerce berlangsung, baik yang bersifat Business to
Business (B to B), Business to Consumer (B to C), maupun Business to
Government (B to G).
b. Etika di E-Commerce
1) Spamming
Salah satu persoalan etika dalam e-commerce adalah diseminasi data
pribadi yang kemudian digunakan untuk kepentingan pemasaran.
58
Banyak buku-buku yang ditulis sekitar kehidupan Aaron Swartz, antara lain: Aaron Swartz and others, The
Boy Who Could Change The World: The Writing of Aaron Swartz, The New Press Publisher, 2016; Sheila
Jasanov, The Ethics of the Invention: Technology and the Human Future; Cory Doctorow, Information
Doesn’t Wanto to be Free: Laws for the Internet Age; Cathy O’Neil, Weapons of Math Destruction: How
Big Data Increases Inequalities and Threaten Democracy.

40
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

Banyak anggota masyarakat yang dibanjiri oleh unsolicited emails


(spam) yang sangat mengganggu dan dilakukan tanpa ijin.
2) On-line marketing to children
Dalam dunia bisnis, anak-anak adalah salah satu sasaran yang paling
potensial untuk produk-produk maupun jasa tertentu. Persoalannya
adalah apakah etis untuk menawarkan berbagai produk dan jasa
tersebut langsung kepada anak-anak?
3) Conflict of Interest
4) Manufacturers competing with intermediaries on-line
5) Dinosaurs
6) Web Tracking
7) Web Spoofing
c. Perlindungan Konsumen pada E-Commerce
Pada dasarnya konsumen perlu dilindungi hak-haknya terkait dengan
berbagai transaksi e-commerce. Perlindungan terhadap konsumen
yang melakukan transaksi e-commerce terutama dalam hal terjadinya
cacat pada produk (product defect) baik yang disebabkan oleh cacat
dalam perancangannya (design defect), cacat dalam proses perakitannya
(construction defect), maupun cacat dalam petunjuk penggunaannya
(instruction defect). Selain itu konsumen juga berhak untuk memperoleh
informasi atas produk yang benar.
d. Trust pada E-Commerce
Dalam dunia bisnis, masalah kepercayaan merupakan hal yang sangat
penting. Tanpa kepercayaan para pihak akan enggan untuk melakukan
transaksi. Dalam transaksi internet banking misalnya, Sertifikat
Keandalan (Trust Mark) merupakan jaminan perlindungan bagi
konsumen59.
e. Content Issues
Isu tentang muatan dalam transaksi e-commerce merupakan hal yang
sangat penting dalam konteks etika. Dunia bisnis perlu mengembangkan

59
Mengenai Trust Mark sebagai Jaminan Perlindungan Bagi Konsumen Internet Banking, baca: Enni
Soerjati Priowirjanto, Trust Mark Sebagai Jaminan Perlindungan bagi Konsumen Internet Banking di
Indonesia, Keni Media Publisher, 2019.

41
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

semacam etika (code of conduct) yang bersifat self regulatory untuk tidak
memuat content yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban
umum maupun content kekerasan, content penodaan agama, content
hoaks, content adu domba, dan lain-lain.
f. E- Banking, Internet Banking, Bank 4.0 dan Digital Banking
Perkembangan teknologi di bidang perbankan telah begitu pesat,
dari semula bank yang bertumpu pada cabang-cabang (branch bank),
kemudian berkembang menjadi bank tanpa cabang (branchless bank)
dan bahkan kemudian menjadi digital bank. Bahkan saat ini dikenal
juga bank 4.0. Transformasi bank tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut60:
1) Bank 1.0: Berdasarkan sejarah dan tradisi bank yang berpusat pada
cabang sebagai titik akses utama. Dimulai oleh keluarga Medici
pada Abad ke 12.
2) Bank 2.0: munculnya bank dengan pelayanan mandiri, dirancang
sebagai upaya untuk memberikan akses perbankan di luar jam
kantor. Dimulai dengan Automated Tailored Machine (ATM) dan
diakselerasikan pada tahun 1995 dengan menggunakan internet.
3) Bank 3.0: pelayanan perbankan untuk kapan dan di mana-
pun nasabah berada sejalan dengan munculnya atau populernya
smartphone pada tahun 2007. Kemudian diakselerasikan dengan
beralih ke mobile payment, P2P dan Challenger Bank di atas mobile:
channel agnostic.
4) Bank 4.0: Embedded, ubiquitous banking yang dilayani secara real
time melalui layer technology. Didominasi oleh real time, contextual,
experiences, frictional and engagement and a smart, AI-based advice
layer. Largely digital omni channel with zero requirement for physical
distribution.
Perkembangan di atas tetap tidak lepas dari prinsip-prinsip utama
perbankan. Prinsip utamanya adalah utility is a king. Bank utility terdiri
dari: a value store, yaitu kemampuan untuk menyimpan uang, termasuk
untuk investasi, secara aman; money movement, yaitu kemampuan
60
Brett King, Bank 4.0: Banking Everywhere, Never at Bank, Marshall Cavendish Business, 2008, halaman 319.

42
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

mengedarkan/menggerakkan uang secara aman; access to credit, yaitu


kemampuan meminjamkan atau meminjam uang jika diperlukan61.
Utility kemudian ditambah dengan structure, trust dan identity.
Setelah itu berkembang semantic bank, di mana bank menjadi lebih
personal, proaktif, prediktif, kognitif dan kontekstual. Bank utility
pada saat ini tidak hanya berupa cabang (branch) dan ATM, tetapi juga
smartphone, IP layer, data, interfaces dan Artificial Intelligence (AI)62.
Cara-cara pembayaran seperti mata uang keras (hard-currency),
buku cek, kartu kredit dan kartu debit, wire transfer akan segera hilang.
Sebagai contoh pada Amazon Echo dan Google Home, di mana kita dapat
bertransaksi dengan menggunakan voice command. Dalam situasi seperti
ini yang berbasis AI, maka utility menjadi core-nya, sedangkan produk
menjadi tidak tampak karena ditransformasi menjadi pengalaman dan
teknologi yang melekat pada kegiatan kita sehari-hari63.
Ke depan, terdapat beberapa prediksi tentang disruptive behavior
yang perlu dicermati pada sektor perbankan dan finansial, yaitu64:
1) Pada tahun 2025:
– Yang paling banyak memegang deposito adalah perusahaan-
perusahaan teknologi seperti: Ali Baba, Amazon, TenCent dan
Apple atau perusahaan-perusahaan yang murni bergerak di
bidang Fintech.
– Sekitar 3 milyar orang yang selama ini tidak tersentuh pelayanan
perbankan konvensional akan masuk ke sistem finansial.
– Masyarakat akan lebih banyak bertransaksi dan berinteraksi
dengan uang melalui computer, smart phone, suara, augmented
reality dibandingkan melalui cabang-cabang bank.
– Advis terkait keuangan akan diberikan melalui AI, algoritma
dan software dibandingkan seluruh jaringan kolektif dan advisor
(orang) serta lembaga-lembaga keuangan yang ada saat ini.
– Hampir 25% dari e-commerce dan mobile commerce akan
melalui voice atau software, dan pihak yang menjadi pendukung
61
Ibid, halaman 29-30.
62
Ibid, halaman 31.
63
Ibid, halaman 31-32.
64
Ibid, halaman 322-323.

43
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

sistem itu akan memperoleh pendapatan sekitar 25%-30%


dibandingkan dengan yang non-voice.
– Hampir seluruh revenue retail bank terbesar di dunia diperoleh
via digital.
2) Pada tahun 2030:
– Puluhan Negara di dunia akan menjadi cashless, seperti: RRT,
Singapura, Australia, negara-negara Nordic.
– AI akan jadi penyebab hilangnya lebih dari 30% pekerjaan
di sektor perbankan. Sebagian dari jabatan tersebut akan
digantikan oleh deep learning specialist, data scientist, dan lain-
lain65.
Dunia perbankan juga mengalami perubahan menjadi digital
banking. Fakta menunjukkan bahwa digitalisasi perbankan berarti
bahwa perbankan bukan lagi terbatas pada bank yang terkait dengan
uang, tetapi juga meliputi banking data dan bagaimana membuat
data menjadi aman66. Banyak bank yang gamang sehingga gagal
menghadapi perubahan ini karena resistensi menghadapi abad
digital, karena tidak tahu mau ke mana arah perubahannya67.
Selama ini bank hanya memiliki 1 channel, yaitu electronic
channel yang berbasis IP technologies serta kantor-kantor cabang
(branches). Sementara kebutuhan masa depan mengharuskan ada-
nya multi-channels yang dapat didigitalisasi, baik menyangkut
call centers, ATM, cabang-cabang, internet mobile, dan lain-lain.
Semuanya harus dapat didigitalisasi dan berbasis digital platform68.
Ke depan, kita harus mulai berpikir tentang bank sebagai
suatu struktur elektronik. Generasi yang akan datang adalah digital
natives yang tidak memerlukan pelayanan oleh kantor cabang yang
bersifat fisik. Dalam konsep digital bank, fondasinya adalah struktur

65
Mengenai ancaman hilangnya pekerjaan-pekerjaan tertentu karena semakin masifnya pemanfaatan AI,
baca: Tom Chivers, The AI Does Not Hate You (Super Intelligence, Rationality and the Race Act to Save
the World), The Orion Publishing, 2019, halaman 1-10.
66
Baca Chris Skinner, Digital Bank: Strategies to Launch or Become a Digital Bank, Marshall Cavendish
Publisher, 2014, halaman 16.
67
Ibid.
68
Ibid, halaman 21.

44
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

elektronik, sedangkan hal-hal yang sifatnya fisik hanya melengkapi


(on-top)69.
Ciri-ciri dari digital bank pada umumnya lebih banyak
bicara tentang konsumen, bukan branches, oleh karenanya digital
bank tidak memiliki branches70. Di samping itu digital bank juga
merupakan augmented bank dan menggunakan Internet of Things
(IOT)71. Basis persaingan pada digital bank di masa depan lebih
dititikberatkan pada jasa dan bagaimana menyampaikan (delivery)
jasa yang terdigitalisasi yang bersifat personal dan memanfaatkan
augmented serving melalui IOT72. Beberapa contoh dari bank digital,
antara lain: Inbank, FIDOR, Moven, Simples, Jibun, E-bank, ICICI
Bank, dan lain-lain73.
g. Kasus-kasus Etika di E-Commerce
1) Kasus On-line Pills.com74
Ben Tweed, seorang pria paruh baya yang sedang resah karena
problem “kelelakiannya” waktu terbangun dini hari berupaya
mengakses informasi dari situs-situs tertentu, antara lain: www.
viagra.com, onlinepills.com di mana ia memperoleh informasi yang
melegakannya, yaitu 52% pria berusia 40-70 tahun mengalami
masalah erectile disfunction (ed). Yang lebih melegakannya, 10%
dari pria berusia 20-30 tahun juga mengalami hal yang sama.
Selanjutnya Ben melakukan on-line consultation untuk mengatasi
masalahnya. Ada 4 (empat) langkah yang harus ditempuhnya untuk
melakukan on-line consultation tersebut, yaitu:
– Menyetujui klausula tentang waiver of liability
– Melengkapi questionnaire
– Memilih dosis dan kualitas Viagra
– Mengumpulkan Questionnaire

69
Ibid, halaman 22.
70
Cermati, Ibid, halaman 56-57.
71
Ibid, halaman 61.
72
Ibid, halaman 74.
73
Ibid.
74
Analisis selengkapnya tentang aspek etika dari kasus online.pills.com, baca Terry Halbert dan Elaine
Ingulli, Op.Cit, halaman 137-140.

45
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Setelah itu jika setuju ia harus membayar biaya pil dan fee konsultasi.
Selanjutnya pil akan dikirim secara rahasia kepadanya.
Dalam kasus ini, pertanyaan-pertanyaan etika yang muncul,
antara lain: Apakah penjualan Viagra secara on-line etis dari
sisi moral? Apakah data medis konsumen dilindungi? Apakah
ketentuan mengenai waiver of liability tidak merugikan kepentingan
konsumen? Bagaimana masalah pengawasan terhadap produk
kesehatan yang ditawarkan? Bagaimana jika penjualan secara on-line
tersebut mem-by-pass sistem regulasi yang berlaku? Bagaimanakah
masalah yurisdiksi jika timbul sengketa di antara para pihak
dalam hal penjual tidak menjelaskan asal-usul produk? Siapa yang
bertanggung jawab jika timbul efek samping dari penggunaan obat
tersebut? Bagaimana jika informasi yang diberikan mengandung
kesalahan atau kekeliruan? Sejauh mana informasi mengenai
kesehatan melalui internet mempengaruhi hubungan antara dokter
dengan pasien? Apa yang dapat dilakukan Negara untuk mencegah
dan/atau mengatasi implikasi negatif dari direct sales on-line tersebut?
Bagaimana menjamin masalah Trust dalam on-line sales tersebut?
4. Etika terhadap Privacy
a. Konsep Privacy
Privacy merupakan salah satu hak dasar manusia yang perlu dilindungi
dan ditegakkan. Berbagai instrumen internasional maupun aturan
nasional menunjukkan perlindungan terhadap privacy. Dalam bidang
bisnis etika tentang perlindungan atas privacy biasanya dikembangkan
dan ditegakkan secara self regulatory, baik dalam bentuk privacy policies
maupun dalam bentuk lainnya. Secara umum privacy dimaknai sebagai
hak seseorang untuk tidak diganggu (the rights to be let alone).
b. Privacy versus Security
Secara umum privacy seseorang sebagai hak dasarnya perlu dilindungi,
namun pada sisi lain untuk kepentingan keamanan nasional (national
security) misalnya, hak-hak atas privacy dapat dibatasi.
Di US, terutama setelah kasus 911, demi keamanan nasional,
kadang-kadang dikeluarkan kebijakan atau peraturan yang membatasi

46
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

privacy. Beberapa contoh dari kebijakan dan regulasi yang membatasi


dan bahkan mengecualikan perlindungan privacy, antara lain: USA
Patriot Act (Uniting and Strengthening America by providing tool required
to intercept and obstruct terrorism) yang dibuat pada tahun 2001.
Kemudian dilanjutkan dengan Draft Patriot II yaitu Domestic Security
Enhancement Act 2003. Ada lagi program yang disebut TIA (Terrorism
Information Awareness) sebagai sebuah program yang dirancang oleh
Kementerian Pertahanan AS untuk memerangi terorisme secara
domestik dan internasional melalui pemantauan atas e-mail, data
finansial maupun data perjalanan. Program GIA (Government into
Awareness) misalnya, digunakan untuk memberdayakan masyarakat
dalam memberikan informasi tunggal, komprehensif dan mudah
tentang individu, organisasi serta korporasi (yang terindikasi terkait
dengan kegiatan terorisme) kepada Pemerintah Amerika Serikat75.
Kebijakan-kebijakan di atas berpotensi melanggar privasi, apalagi
menyangkut privasi atas data pribadi yang bersifat sensitif atau khusus.
Oleh karena itu perlu ada kriteria maupun batasan yang jelas tentang
perlindungan privasi di satu pihak dengan keamanan nasional di pihak
lainnya.
c. Privacy for On-line E-Commerce
Dalam On-line E-Commerce, perlindungan atas informasi pribadi
(Personal Data) merupakan suatu keharusan. Berbagai bentuk transaksi
E-Commerce wajib melindungi data pribadi dari subjek data (data subject)
sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma etika yang berlaku.
d. Privacy in Medical Information
Informasi medis adalah merupakan data pribadi yang sangat sensitif
(sensitive data) yang tidak dapat dikumpulkan, diproses maupun
didiseminasikan tanpa ijin yang dinyatakan secara tegas dan bahkan
kadang-kadang harus tertulis dari subjek data.
e. Privacy versus Electronic Surveillance
Pada berbagai perkantoran kadang-kadang diperlukan adanya pengawasan
secara elektronik (electronic surveillance), baik untuk kepentingan
75
Baca Terry Halbert dan Elaine Ingulli, Op.Cit, halaman 54-61.

47
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

keamanan maupun kepentingan lainnya. Dalam mengembangkan sistem


pengawasan secara elektronik tersebut tetap harus diperhatikan aspek-
aspek etika terkait privasi, kesusilaan, dan lain-lain. Dengan demikian
harus ada keseimbangan antara perlindungan privasi di satu pihak dengan
pengawasan secara elektronik. Contoh yang paling kongkrit adalah
pemasangan pengawasan elektronik dengan menggunakan Close Circuit
Television (CCTV) harus secara seimbang mempertimbangkan baik aspek
pengawasan itu sendiri dengan aspek privasi. Oleh karena itu CCTV
hendaknya dipasang pada tempat-tempat yang pantas.
f. Kasus-kasus Etika terkait Privacy, Transparency dan National Security
1) Kasus Michael Smith versus Pillsbury Company76
Pilsbury Company menerapkan e–mail communication system
untuk meningkatkan internal corporate communication di antara
para karyawannya. Perusahaan menjamin kerahasiaan komunikasi
informasi tersebut dan berjanji tidak akan melakukan intersepsi
serta tidak akan digunakan oleh perusahaan sebagai dasar penilaian
pegawai.
Dalam e-mail communication dengan salah seorang supervisornya,
Michael memberkan komentar terhadap sistem komputer
perusahaan. Dalam kenyataannya e-mail Michael diintersepsi oleh
perusahaan dan bahkan dijadikan dasar bagi pemecatan Michael
karena dianggap telah memberikan “inappropriate and unprofessional
comments” melalui sistem e-mail perusahaan.
Komentar yang diberikan Michael, antara lain:
– Menggambarkan a Holiday Party sebagai “Jim Jones Kool-Aid
Affair”
– Mengomentari rencana penjualan oleh perusahaan sebagai
“Kill the Backstabbing Bastard”.
Pemecatan tersebut mengakibatkan Michael kehilangan pekerjaan
dengan penghasilan US$ 62.550 per tahun. Oleh karenanya ia
mengajukan gugatan kepada perusahaannya yang telah memecatnya
secara melawan hukum (wrongfully discharge).
76
Ibid, halaman 46-48.

48
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

Dalam memutus perkara ini pada US District Court, Hakim


Weinier mencoba melakukan balancing test antara kepentingan
Privacy dari Michael selaku penggugat dengan kebutuhan
perusahaan (tergugat) untuk memperoleh informasi. Dalam
pertimbangannya, Hakim menyatakan sebagai berikut:
– Tidak ada aspek Privacy antara Michael dengan Supervisornya
karena mengirim e-mail, maka informasi tersebut menjadi
terbuka, meskipun perusahaan menjamin untuk tidak
melakukan intersepsi.
– Bahwa apa yang dilakukan perusahaan tidak melanggar Privacy
dari Michael dan karenanya tidak melanggar kebijakan publik.
Terlepas dari kasus hukum di atas, permasalahan etika yang timbul
adalah apakah etis bagi perusahaan yang melanggar janjinya sendiri?
Apakah komentar-komentar yang diberikan oleh Michael juga etis
meskipun hal itu dilakukan melalui e-mail yang ia anggap sesuatu
yang bersifat pribadi?
Ke depan, persoalan perlindungan privacy sebagai salah satu
hak dasar manusia menjadi sangat penting dalam konteks kebijakan
perusahaan. Apabila perusahaan menerapkan suatu sistem
pengamatan karyawan secara elektronik misalnya, maka harus ada
batas yang jelas sejauh mana privacy karyawan tetap dilindungi. Di
samping itu menjadi kewajiban dari perusahaan, dalam hal ini Chief
Information Officer (CIO) untuk menerapkan langkah-langkah
edukasi, awareness dan kehati-hatian, termasuk dalam penerapan
sanksi.
2) Kasus Julian Assange (Wikileaks) versus the US Government
Julian Assange adalah seorang warganegara Australia kelahiran 3
Juli 1971. Yang bersangkutan adalah Editor, publisher dan aktivis
yang mendirikan Wikileaks pada tahun 2006. Wikileaks menjadi
perhatian internasional ketika pada tahun 2010 mempublikasikan
serangkaian bocoran berupa classified information (informasi
rahasia) yang diberikan oleh Chelsea Manning. Bocoran-bocoran
tersebut berisi tentang:

49
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– Collateral murder video (2010)


– The Afghanistan war logs (juli 2010)
– The Iraq War Logs ( Oktober 2010)
– Cablegate (2010).
Terkait dengan bocoran informasi rahasia tersebut, Pemerintah
Amerika Serikat melakukan serangkaian investigasi kriminal
terhadap Wikileaks. Pada tahun yang sama (2010) Pemerintah
Swedia melancarkan penyelidikan terhadap Julian Assange atas
tuntutan sexual assault. Assange menolak tuntutan tersebut
dengan alasan tuntutan tersebut akan digunakan sebagai dalih
untuk mengekstradisinya ke Amerika Serikat karena perannya
mempublikasikan dokumen-dokumen rahasia Amerika Serikat.
Pada tanggal 7 Desember 2010 Assange menyerahkan diri ke
Polisi Inggris, namun dibebaskan dengan jaminan. Pada bulan Juni
tahun 2012 Julian Assange meminta Asylum kepada Pemerintah
Equador dan ia berada di Kedutaan Besar Equador di London
selama 7 (tujuh) tahun. Dalam Pemilu tahun 2016 di Amerika
Serikat Julian Assange dikaitkan dengan surat-surat pribadi Hillary
Clinton yang bocor.
Pada tanggal 11 April 2019 Asylum Assange di Kedutaan Besar
Equador di London ditarik kembali karena adanya sengketa antara
Pemerintah Equador yang lama dengan Pemerintah yang Baru di
Equador sehubungan dengan pergantian Presiden. Polisi Inggris
dibiarkan masuk ke Kedutaan Besar Equador dan Assange di sidang
karena dianggap melanggar Bail Act dan dihukum selama 50 minggu.
Pada saat yang sama Pemerintah Amerika Serikat pada tanggal 23
Mei menuntut Julian Assange karena dianggap melanggar Espionage
Act 1971, tuntutan mana banyak dikritisi berbagai kalangan.
Persoalan Etika yang muncul ke permukaan terkait dengan
kasus Julian Assange dengan Wikileaksnya versus Pemerintah
Amerika Serikat adalah terkait dengan salah satu nilai etika yang
muncul bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi beserta penerapan, khususnya teknologi informasi
dan komunikasi. Dari perspektif etika baru, aspek Transparansi

50
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam tata kelola
Pemerintahan. Pemerintahan yang tertutup dan bahkan melakukan
kebohongan publik terkait kebijakan luar negerinya secara etis
perlu dibongkar. Sebaliknya dari sisi Pemerintah Amerika Serikat,
tindakan mengungkap rahasia Negara adalah merupakan kejahatan
terhadap keamanan nasional. Mana yang benar secara etika,
hanya waktu yang membuktikan. Akan tetapi kecenderungan di
masa depan, segala sesuatu akan menjadi lebih transparan karena
transparansi adalah salah satu pilar utama pemerintahan yang baik
dan bersih (Good Governance and Clean Government).
3) Kasus Edward Snowden (ex NSA)
Edward Snowden yang lahir pada tanggal 2 Juni 1983 merupakan
seorang whistle blower di Amerika Serikat yang membocorkan
highly classified information dari National Security Agency (NSA)
pada tahun 2013 ketika ia bekerja pada CIA dan juga sebagai Sub
Contractor.
Pada 20 Mei 2013 Snowden terbang ke Hongkong setelah
meninggalkan pekerjaannya sebagai computer security consultant di
NSA Facility di Hawai dan pada bulan Juni mengungkap ribuan
classified NSA document ke wartawan Glen Greenwald, Laura Poltras
dan Ewen Mac Askill. Kemudian menjadi perhatian internasional,
terutama Guardian dan Washington Post yang memuat cerita-cerita
berbasis dokumen yang bocor, termasuk yang dimuat di Der Spiegel
dan The New York Time.
Pada tanggal 21 Juni 2013 Pemerintah Amerika Serikat
menuntutnya karena melanggar Espionage Act 1971 dan pencurian
property Negara. Setelah Pemerintah Amerika Serikat mencabut
passportnya, Snowden lari ke Rusia dan ditahan di Rusia, beberapa
hari kemudian ia memperoleh Asylum dari Jepang hingga tahun
2020. Sampai saat ini Edward Snowden masih berada di Rusia.
Pada tahun 2016 Edward Snowden dipilih sebagai ketua Freedom
of the Press Foundation. Pada tanggal 17 September 2019 bukunya
yang berjudul “Permanent Record” diterbitkan.

51
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

5. Etika dalam E-Learning dan the Business of Education


Selama masa pandemik penyebaran Covid-19, dunia pendidikan terpaksa
harus menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan menggunakan
bentuk-bentuk E-Learning. Di samping itu terjadi pula perubahan dalam
penyelenggaraan pendidikan, dari yang bersifat domestik menjadi bersifat
trans-nasional. Bisnis pendidikan dengan segala bentuknya juga semakin
menjamur, hal ini tentu saja juga akan memunculkan persoalan-persoalan
etika. Berikut ini beberapa persoalan etika yang memerlukan pencermatan,
penyikapan dan sekaligus jalan keluar.
a. Academic Honesty in Cyber Space
Pembelajaran dari rumah (learning from home) dengan segala dinamika
dan banyaknya tugas yang dibebankan kepada pembelajar berpotensi
menimbulkan terjadinya bentuk-bentuk pelanggaran seperti plagiarism.
Oleh karena itu diperlukan penerapan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
etika terkait dengan penegakan kejujuran ilmiah di dunia Cyber Space.
b. Business and Education in Cyber Space
Meskipun pada dasarnya dunia pendidikan tidak bersifat mencari
keuntungan, namun dalam prakteknya karena besarnya permintaan
dan kebutuhan merekrut pendidik atau instruktur yang kompeten serta
membiayai riset untuk mencapai atau mempertahankan keunggulan,
akhirnya pendidikan sebagai lahan bisnis menjadi tidak dapat dielakkan.
Hal yang sama dapat terjadi terkait pendidikan yang memanfaatkan
teknologi di bidang Cyber Space.
c. Distance Learning
Situasi pandemik Covid-19 telah memaksa dilakukannya pembelajaran
jarak jauh di dalam jaringan (daring). Pembelajaran dalam jaringan
menimbulkan permasalahan dan tantangan-tantangan baru yang tidak
dialami dalam model pembelajaran di luar jaringan (luring). Hal itu
memerlukan kreativitas, inovasi dan terobosan yang tidak mudah.
d. Distance Learning and Digital Divide
Pembelajaran jarak jauh juga menimbulkan persoalan etika terkait
keadilan. Sebagaimana diketahui sebaran dan jangkauan infrastruktur
internet tidak sepenuhnya menjangkau wilayah-wilayah terpencil dan
52
t Perspektif Etika pada Era Cyber Space (Cyber Ethics)

terluar. Sebagai akibatnya, murid dari wilayah-wilayah yang tidak


terjangkau tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai.
Sebagai akibatnya terjadi kesenjangan digital yang memprihatinkan.
Hal itu ditambah lagi dengan fakta bahwa tidak semua murid memiliki
kemampuan dalam memiliki terminal (handphone) dan memiliki
kemampuan membayar pulsa, meskipun sudah ada kebijakan subsidi
untuk itu. Situasi ini juga dapat menimbulkan kesenjangan digital dan
kesenjangan standar pengetahuan.
e. Ethics in Education
Memberikan kesempatan di bidang pendidikan kepada setiap orang atas
dasar persamaan, tanpa memandang kebangsaan, gender, perbedaan
ideologi atau ketidakmampuan fisik/mental, merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakan. Dalam konteks itu Negara memainkan peranan
yang terbesar, yang juga perlu diikuti oleh berbagai kalangan, termasuk
masyarakat umum.
Dalam konteks pendidikan tinggi dan kemampuan adaptasinya
menghadapi kondisi pandemik Covid-19 dan pada era digital, menarik
untuk mengacu pada delapan (8) indikator kualitas yang harus dipenuhi
oleh perguruan tinggi, yaitu: lulusan mendapatkan pekerjaan yang layak;
mahasiswa memperoleh pengalaman; dosen berkegiatan di luar kampus;
praktisi mengajar di dalam kampus; program studi bekerjasama dengan
mitra kelas dunia; program studi berstandar internasional; serta kelas
kolaboratif dan partisipatif77. Sementara itu Presiden Jokowi dalam
arahannya menyampaikan empat (4) pesan terhadap perguruan tinggi
yang intinya menyangkut perubahan kurikulum, adaptasi terhadap
normal baru, paradigma baru di era digital, dan pentingnya kolaborasi78.

77
Pandangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam Peluncuran Program Merdeka Belajar Episode
ke-6 secara Virtual di Istana Kepresidenan Bogor pada tanggal 3 November 2020. Baca: Kompas, “Perguruan
Tinggi Diminta Lebih Adaptif ”, 4 November 2020.
78
Ibid.

53
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

BAB III

PERSPEKTIF HUKUM PADA ERA CYBER SPACE


(CYBER LAWS)

A. UMUM
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta penerapannya juga
menimbulkan implikasi hukum yang perlu dicermati. Berbagai permasalahan
hukum yang timbul harus mampu ditangani dengan baik untuk menjamin
keadilan, ketertiban dan kemanfaatan yang merupakan tujuan hukum. Lebih
jauh, hukum juga harus mampu mengantisipasi berbagai permasalahan yang
mungkin akan timbul dikemudian hari untuk memastikan perubahan yang akan
terjadi tetap berada dalam koridor hukum. Selain memfasilitasi, Hukum juga
perlu beradaptasi dengan segenap perubahan, baik yang bersifat publik maupun
privat.
Dalam Bab ini akan dibahas berbagai aspek hukum yang terkait dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta penerapannya, khususnya
di bidang telekomunikasi dan informasi. Topik-topik yang akan didiskusikan
meliputi, antara lain: Aspek-aspek Hukum E-Commerce seperti: kontrak dan
transaksi elektronik, financial technology (fintech), e-banking termasuk internet
banking, perlindungan konsumen dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
(HKI); Aspek Hukum Perlindungan Data Pribadi (PDP); Aspek Hukum
Keterbukaan Informasi Publik; Aspek Hukum Cybersecurity dan Cyberwarfare;
serta Aspek Hukum Cybercrime yang berimplikasi pada Dunia Bisnis.
Pembahasan aspek-aspek hukum seperti yang disebut di atas dilihat baik dari
perspektif hukum publik dan hukum privat dan juga dari persepektif hukum
pada tataran internasional maupun pada tataran nasional, termasuk upaya
pengaturan dan penegakan hukumnya.

55
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

B. ASPEK HUKUM E-COMMERCE


1. Kontrak dan Transaksi Elektronik
Mengenai hubungan antara dunia nyata dengan dunia maya, maka postulate
yang berlaku adalah “apa yang berlaku di dunia nyata, berlaku di dunia
maya”. Dalam konteks perkembangan transaksi dan kontrak elektronik
dalam e-commerce pertanyaan selanjutnya adalah, apakah karenanya
transaksi elektronik dan kontrak elektronik mempunyai kedudukan yang
sama dengan transaksi dan kontrak biasa, baik atas dasar berbagai instrumen
internasional maupun aturan nasional? Pertanyaan lebih lanjut, apakah
dengan demikian kontrak elektronik dapat ditegakkan? Bagaimanakah
pembuktiannya? Apakah persyaratan yang harus dipenuhi agar kontrak
elektronik dapat diperlakukan sama dengan kontrak biasa?
Berikut akan diuraikan berbagai analisis dan penjelasan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas. Hal itu dilakukan dengan menyadari
karakteristik utama dari dunia maya yaitu: cross-border, virtual serta bersifat
anonymity.
a. Status Hukum dan Pengaturan Kontrak Elektronik
Uraian berikut akan menggambarkan Rejim Pengaturan Internasional
dan Nasional mengenai transaksi dan kontrak elektronik, serta
pembuktiannya.
1) Pengaturan Internasional:
– UN Convention on the Use of E Communication in International
Contract 2005
Konvensi ini ditetapkan untuk mengatasi hambatan legal
terkait komunikasi elektronik pada kontrak-kontrak
internasional di bidang perdagangan79. Dinyatakan bahwa suatu
komunikasi atau kontrak tak dapat disangkal keabsahannya
atau kemampuan penegakkannya semata-mata berdasar pada
bentuknya berwujud komunikasi elektronis80.
Ketentuan Konvensi juga tidak mempersyaratkan bahwa
suatu komunikasi atau kontrak dibuat atau dibuktikan
79
Periksa: UN Convention on the Use of E-Communication in International Contract 2005, paragraph 3
konsiderans.
80
Ibid, pasal 8 paragraf 1.

56
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

melalui suatu bentuk yang khusus81. Persyaratan tertulis dari


suatu komunikasi elektronik dipenuhi sepanjang informasi
di dalamnya dapat diakses, sehingga dapat digunakan sebagai
acuan selanjutnya82.
– UNCITRAL Model Law on E-Commerce 1996 with Guide to
Enactment, with additional article 5 Bis as adopted in 1998
Model Law ini berlaku bagi setiap informasi dalam bentuk
pesan data (data messages) yang digunakan dalam konteks
kegiatan komersial83. Pesan data didefinisikan sebagai informasi
yang dihasilkan, dikirim, diterima atau disimpan (stored)
secara elektronis, secara optical atau cara yang serupa, meliputi
namun tidak terbatas pada: electronic data interchange (EDI),
surat elektronis, telegram, telex, tele copy84.
Suatu informasi tidak dapat disangkal efek hukum,
keabsahan atau penegakannya semata-mata atas dasar informasi
tersebut berwujud pesan data85. Jika hukum menghendaki
persyaratan tertulis, maka persyaratan tersebut dapat dipenuhi
oleh pesan data sepanjang informasi yang terkandung di
dalamnya dapat diakses, sehingga dapat digunakan sebagai
acuan selanjutnya86.
– UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to
Enactment 2001
Model Law ini berlaku bagi tanda tangan yang digunakan
dalam konteks kegiatan komersial87. Dalam instrumen ini
tanda tangan elektronis didefinisikan sebagai data dalam
wujud elektronis yang melekat pada atau secara logika dapat
diasosiasikan dengan pesan data (data messages) yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi penandatangan terkait

81
Ibid, pasal 9 paragraf 1.
82
Ibid, pasal 9 paragraf 2.
83
Lihat UNCITRAL Model Law on E-Commerce 1996 with Guide to Enactment, with Additional Article
5 bis as adopted in 1998. Pasal 1.
84
Ibid, pasal 2 a.
85
Ibid, pasal 5.
86
Ibid, pasal 6 ayat 1.
87
Lihat UNCITRAL Model Law on Electronic Signature with Guide to Enactment 2001, pasal 1.

57
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

dengan pesan data tersebut yang mengindikasikan persetujuan


dari penandatangan atas informasi yang terkandung di dalam
pesan data tersebut88.
Persyaratan yang harus dipenuhi pada tanda tangan tersebut
adalah: jika tanda tangan elektronis yang digunakan dapat
dipercaya (reliable). Reliable mempunyai pengertian: terkait
dengan penandatangan; di bawah kendali penandatangan; setiap
perubahan atas tanda tangan tersebut dapat dideteksi; serta
adanya jaminan atas integritas tanda tangan elektronis tersebut89.
– UNIDROIT Principles of International Commercial Contract
2016
Pada UNIDROIT Principles of International Commercial
Contract 2016 dinyatakan bahwa kontrak tidak mengharuskan
bentuk tertentu, artinya kontrak dapat dibuat secara tertulis,
secara lisan dan bahkan dapat dibuat secara elektronik.
– UNCITRAL, Promoting Confidence in E-Commerce: Legal Issues
on International Use of Electronic Authentication and Signature
Method 2007
Dokumen ini terdiri dari 2 (dua) bagian utama, bagian
pertama berisi tentang tanda tangan elektronik dan metode
autentifikasinya, sedangkan bagian kedua tentang penggunaan
tanda tangan elektronik serta metode autentifikasi yang bersifat
lintas batas.
Bagian pertama terdiri dari batasan dan metode tanda
tangan dan autentifikasi secara elektronik; dan perlakuan hukum
terhadap tanda tangan dan autentifikasi secara elektronik.
Bagian kedua terdiri dari pengakuan hukum terhadap metode
penandatanganan dan autentifikasi elektronik asing; dan
metode serta kriteria dalam penetapan legal equivalence.
– ICC E-Term 2004
ICC E-Terms 2004 berisi ketentuan bahwa penggunaan pesan
elektronik akan menciptakan hak dan kewajiban yang sah bagi

88
Ibid, pasal 2 a.
89
Ibid, pasal 6.

58
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

para pihak.90 Sepanjang diperbolehkan berdasarkan ketentuan


hukum yang berlaku, pesan elektronik dapat diperkenankan
dijadikan alat bukti sepanjang pesan elektronik tersebut
dikirimkan kepada penerima dalam format yang dirancang
dan disepakati, baik secara tersirat maupun tersurat oleh si
penerima91. Dalam ICC E-Term 2004 para pihak juga sepakat
untuk tidak menentang keabsahan dari setiap komunikasi
atau kesepakatan di antara mereka semata-mata atas dasar
penggunaan sarana elektronis92.
Suatu pesan elektronik dianggap dispatch atau terkirim
ketika masuk ke sistem informasi di luar kendali dari pengirim
dan diterima serta masuk ke sistem informasi si penerima93.
Dalam hal suatu pesan elektronik yang dikirim masuk masuk
ke sistem informasi yang bukan merupakan sistem elektronik
yang ditetapkan oleh si penerima, maka pesan elektronik itu
dianggap diterima pada saat si penerima menyadari adanya
pesan tersebut94. Untuk kepentingan kontrak, suatu pesan
elektronik dianggap di dispatch atau dikirim dari tempat
(domisili) bisnis pengirim dan dianggap diterima di tempat
(domisili) si penerima95.
– ICC Guide to E-Contracting
Isi dari ICC Guide to E-Contracting menyangkut hal-hal
praktis seperti: cara penerapan ICC E-Term 2004; Keabsahan
dari ICC E-Terms 2004; pembatasan terhadap ICC E-Terms
2004; penetapan siapa yang berhak berkontrak atas nama kita;
menentukan dengan siapa kita berkontrak; cara merumuskan
suatu kontrak elektronik; spesifikasi teknis; perlindungan
rahasia; penjabaran teknis dan manajemen resiko96.
90
Lihat ICC E-Term 2004, pasal 1.1.
91
Ibid, pasal 1.2.
92
Ibid, pasal 1.3.
93
Ibid, pasal 2.1.
94
Ibid, pasal 2.2.
95
Ibid, pasal 2.3.
96
Untuk penjabaran dan analisis tentang ICC Guide to E-Contracting, baca: Ida Bagus Rahmadi
Supancana, Rejim Pengaturan Kontrak Komersial Internasional: Kontribusinya bagi Modernisasi Hukum
Kontrak Nasional, diterbitkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 2016, halaman 50-56.

59
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

2) Pengaturan Nasional:
– Undang-Undang No. 11 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE)
Dalam Undang-Undang tentang ITE ini, beberapa peristilahan
dan batasan sangat relevan dengan transaksi dan kontrak
elektronik, antara lain: informasi elektronik97, transaksi
elektronik98, sistem elektronik99, sertifikat elektronik100, tanda
tangan elektronik101 dan kontrak elektronik102.
Dalam Bab III yang mengatur tentang Informasi,
Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik dinyatakan bahwa
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/
atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang
sah.103 Dalam hal dipersyaratkan berbentuk tertulis atau asli,
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan104. Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum
dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan:
data pembuatan hanya terkait kepada penandatangan; data
pembuatan hanya berada pada kuasa penandatangan; segala
perubahannya dapat diketahui; perubahan terhadap informasi

97
Lihat Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 1.1.
98
Ibid, pasal 1.2. Transaksi elektronik adalah perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan computer,
dan atau media elektronik lainnya.
99
Ibid, pasal 1.5. Sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengirimkan dan/
atau menyebarkan informasi elektronik.
100
Ibid, pasal 1.9. Sertifikat elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan
elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik
yang dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikat elektronik.
101
Ibid, pasal 1.12. Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri dari atas informasi elektronik
yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi danautentifikasi.
102
Ibid, pasal 1.17. Kontrak elektronik didefinisikan sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui
sistem elektronik.
103
Ibid, pasal 5.1.
104
Ibid, pasal 6.

60
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik setelah


waktu penandatanganannya dapat diketahui; terhadap cara
tertentu untuk dapat mengidentifikasi siapa penandatangannya;
dan terdapat cara tertentu untuk mengetahui persetujuan
penandatangan105.
Bab IV tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
dan Sistem Elektronik. Dalam Bab ini antara lain diatur
penyelenggaraan sertifikasi elektronik untuk pembuatan
tanda tangan elektronik, termasuk kejelasan metode untuk
mengidentifikasi penandatangan, mengetahui data diri
pembuat tanda tangan elektronik, menunjukkan keberlakuan
dan keamanan tanda tangan elektronik106. Penyelenggaraan
sistem elektronik yang andal, aman dan bertanggung jawab
yang memenuhi persyaratan minimum termasuk ketersediaan,
keautentikan, keutuhan, kerahasiaan dan keteraksesan informasi
elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut107.
Bab V mengatur tentang Transaksi Elektronik. Antara lain
dinyatakan bahwa transaksi elektronik yang dituangkan ke da-
lam kontrak elektronik mengikat para pihak108. Para pihak yang
melakukan transaksi elektronik harus menggunakan sistem
elektronik yang disepakati109. Kecuali ditentukan lain oleh para
pihak, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran tran-
saksi yang dikirim oleh pengirim telah diterima dan disetujui
penerima110. Persetujuan atas penawaran transaksi elektronik
harus dilakukan dengan penerimaan secara elektronik111. Pe-
ngirim atau penerima dapat melaksanakan transaksi elektronik
sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui
agen elektronik112.

105
Ibid, pasal 11 ayat 1.
106
Ibid, pasal 14.
107
Ibid, pasal 16 ayat 1 huruf b.
108
Ibid, pasal 18.ayat 1.
109
Ibid, pasal 19.
110
Ibid, pasal 20 ayat 1.
111
Ibid, pasal 20 ayat 2.
112
Ibid, pasal 21 ayat 1.

61
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Melalui Undang-Undang No. 19 tahun 2016 dilakukan


perubahan atas Undang-Undang No. 11 ahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Berikut beberapa
highlights tentang perubahan yang dilakukan: untuk mencegah
multi tafsir dengan menambah penjelasan pada pasal 27 ayat3;
menurunkan ancaman pidana; melaksanakan putusan Mahkamah
Konstitusi113; melakukan sinkronisasi ketentuan Hukum Acara
pada pasal 43 ayat 5 dan 6 dengan ketentuan Hukum Acara
pada KUHAP; memperkuat peran penyidik pegawai negeri
sipil (PPNS) pada ketentuan pasal 43 ayat 5; menambahkan
ketentuan-ketentuan tentang The Right to be Forgotten pada
ketentuan pasal 26; memperkuat peran Pemerintah dalam
memberikan perlindungan dari segala jenis gangguan sebagai
akibat penyalahgunaan informasi elektronik dengan menyisipkan
kewenangan tambahan pada ketentuan pasal 40.
– Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik sebagaimana
diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2019
Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik merupakan
aturan pelaksanaan dari ketentuan pasal 10 ayat (2), pasal 11
ayat (2), pasal 13 ayat (6), pasal 16 ayat (2), pasal 17 ayat (3),
pasal 22 ayat (2) dan pasal 24 ayat (4) dari Undang-Undang
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam Peraturan Pemerintah ini Penyelenggaraan Transaksi
Elektronik diatur pada Bab IV (pasal 40-51), sementara tentang
Kontrak Elektronik diatur dalam ketentuan pasal 47 ayat (2)
dan pasal 48.
b. Pembentukan Kontrak Elektronik (Formation of Contract)
Secara tradisional kontrak dibuat atas dasar penawaran (offer) dan
penerimaan (acceptance). Dalam dunia Cyber Space, penerimaan
113
Melaksanakan Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam bentuk: mengubah ketentuan pasal 34 (4)
tentang Tata Cara Intersepsi dari diatur dengan Peraturan Pemerintah menjadi diatur dengan Undang-
Undang. Menambahkan Penjelasan pada Ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai keberadaan informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.

62
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

merupakan persoalan pokok karena offeror dan offeree dipisahkan oleh


ruang dan waktu, sehingga memunculkan pertanyaan kapan sebenarnya
kontrak terjadi dan bagaimana penerimaan dikomunikasikan.
Penawaran dan penerimaan dapat dikomunikasikan secara on-line
dan keabsahannya serta kemampuan untuk penegakannya tidak dapat
disangkal. Penawaran produk atau jasa pada website bukan merupakan
penawaran, tetapi dianggap sebagai “an invitation to treat”. Pengunjung
website membuat penawaran hukum yang pertama dengan melengkapi
form dan mengirimkannya atau dengan memesan conformation button.
Penerimaan secara on-line dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain: dengan e-mail click wrap, atau dengan perbuatan, misalnya men
download suatu software.
c. Kesimpulan tentang Kedudukan Kontrak Elektronik Dibandingkan
dengan Kontrak Biasa
Keabsahan kontrak elektronik sangat tergantung kepada kemampuan
melakukan kontrak secara sah dan mengikat secara on-line. Dalam sistem
Common Law tidak ada persyaratan formal tertentu terhadap kontrak,
baik persyaratan tertulis atau persyaratan dalam wujud yang tangible.
Rejim UNCITRAL menyatakan bahwa informasi elektronik (termasuk
kontrak elektronik) tak dapat disangkal akibat hukum, keabsahan atau
kemampuan untuk dapat ditegakkan semata-mata atas dasar wujudnya
berupa pesan data. Di Uni Eropa negara-negara anggotanya harus
menjamin bahwa sistem hukum mereka memperbolehkan kontrak
dibuat melalui sarana elektronik114. Di Singapura, untuk menghindari
keraguan dinyatakan hal yang sama dengan rejim UNCITRAL.
d. Pembuktian pada Sengketa Kontrak Elektronik
Sebagaimana yang berlaku pada kontrak biasa (kontrak basah) sengketa
dapat timbul terkait interpretasi dan implementasi kontrak. Hal sama
juga dapat terjadi pada kontrak elektronik. Pertanyaan yang timbul
biasanya adalah bagaimana permasalahan pembuktian pada kontrak
elektronik? Perihal masalah pembuktian pada kontrak elektronik,
dapat dikatakan bahwa sepanjang dipenuhi persyaratan-persyaratan

114
Lihat pasal 9 EU Directive on E-Commerce.

63
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

tertentu yang dapat diasosiasikan sebagai persyaratan tertulis, maka


kontrak elektronik dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti
yang sah. Persyaratan yang harus dipenuhi kontrak elektronik adalah
sepanjang dapat dijamin keotentikannya, keutuhannya, kerahasiaannya,
keteraksesannya dan tidak disangkal keberadaannya oleh para pihak.
Mengenai masalah pembuktian ini, ketentuan pasal 5 ayat 1
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik menyatakan bahwa informasi atau dokumen elektronik
adalah alat bukti hukum yang sah. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
No. 11 tahun 2008 jo. pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2012 menyatakan bahwa digital signature mempunyai kekuatan
hukum dan akibat hukum yang sah sepanjang memenuhi persyaratan:
data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada
penandatangan; data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa penandatangan;
segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah
penandatanganan dapat diketahui; segala perubahan terhadap informasi
elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut
setelah penandatangan dapat diketahui; terdapat cara tertentu yang
dipakai untuk mengidentifikasi siapa penandatangannya; terdapat cara
tertentu untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan
persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
e. Implementasi Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik saat ini sudah merupakan bagian dari kegiatan
sehari-hari. Sepanjang semua persyaratannya dipenuhi, maka kontrak
elektronik mempunyai kedudukan hukum dan akibat hukum yang
sama dengan kontrak biasa. Penerapan kontrak elektronik akan mampu
meningkatkan transaksi bisnis secara sangat signifikan, baik business to
business (B to B), Business to Consumers ( B to C), Government to Business
(G to B) maupun Government to Consumers (G to C). Penerapan kontrak
elektronik menimbulkan tantangan baru bagi upaya penegakannya.
2. Financial Technology (Fintech)
a. Perkembangan Fintech

64
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

Fintech 1.0 (1866-1967), merupakan kombinasi antara Finance


dan Technology yang menghasilkan periode pertama dari Financial
Globalization. Pada Fintech 2.0 (1967-2008), terjadi migrasi dari analog
ke digital, pada fase ini perkembangannya dipimpin oleh traditional
financial institutions seperti bank dan lembaga keuangan non-bank.
Sementara pada Fintech 3.0 (2008-sekarang) di samping pemain
tradisional pada sektor finansial, muncul pula pemain-pemain baru
(start-up) bersama-sama dengan perusahaan-perusahaan besar yang
telah eksis (core banking vendors).
b. Penerapan Fintech dan Implikasinya
1) Untuk Peningkatan Inklusi Finansial
Menurut the World Bank’s 2017 Global Inclusion Financial Index,
rating Indonesia terus beranjak naik, dari 20% pada tahun 2011,
36% pada tahun 2014 menjadi 49,8% pada tahun 2017. Secara
pelan tapi pasti diharapkan akan mencapai target inklusi finansial
menjadi 75% pada tahun 2019. Pada tahun 2018 masih 95 juta
rakyat Indonesia yang tidak memiliki akses finansial, padahal 69%
dari jumlah itu memiliki smartphone. Disinilah peran sebenarnya
dari Fintech untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
Sebagaimana diketahui di Indonesia terdapat 58 juta UMKM,
namun mereka masih mengalami kendala terkait akses pembiayaan.
Kendala kredit tahun 2017 mencapai US$ 166 milyar, kesenjangan
mana bisa dikurangi dengan pemanfaatan Fintech.
2) Penerapan Peer to Peer Lending
Salah satu penerapan Fintech adalah menyediakan platform
pinjaman secara on-line. Cara ini menjadi sarana untuk
mempertemukan antara kepentingan pemilik modal dengan
pencari modal. Melalui platform ini akan sangat memudahkan akses
pinjaman bagi peminjam/pencari modal, karena cukup mengakses
layanan tersebut.
3) Mendorong Transaksi Non Tunai
Keberadaan Fintech juga mampu mendorong meningkatnya
transaksi non-tunai. Meningkatnya transaksi non-tunai akan
mempermudah verifikasi transaksi keuangan dalam rangka

65
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dan


pencucian uang.
4) Untuk Pengumpulan Dana Publik Berbasis Saham atau Equity
Crowd Funding
Crowdfunding merupakan platform penggalangan dana masyarakat
untuk disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Penggalangan dana tersebut bisa untuk tujuan-tujuan sosial maupun
bisnis. Meskipun ada persamaannya dengan peer to peer lending,
tetapi cara penggalangan dana pada crowd funding berbeda karena
dapat dilakukan melalui kampanye tentang ide dan model bisnis
yang ditawarkan. Contoh penerapan crowd funding di Indonesia
adalah kitabisa.com.
5) Kemudahan Akses Pelayanan Jasa Keuangan dengan menggunakan
Big Data
Fintech memberi kemudahan akses jasa pelayanan keuangan
berbasis Big Data. Jasa pelayanan keuangan lain seperti: perencana
keuangan dalam bentuk digital (risk and investment management).
Contoh aplikasinya: dompetSehat, Dompet Hemat, Ngatur Duit.
Cakupan pelayanannya meliputi: expense reporting, investment
portfolio monitoring, hingga budgeting. Juga dapat dibuat kategori
pengeluaran seperti biaya anak sekolah, biaya asuransi, pajak,
hingga zakat.
Jasa pelayanan lainnya adalah Market Aggregator, yaitu
mengumpulkan dan mengoleksi data finansial dari berbagai
penyedia untuk disajikan kepada pengguna. Contohnya CekAja.
com, Cermati. Jasa lainnya di bidang Payment, Settlement dan
Clearing (yang pengaturannya oleh Bank Indonesia). Contohnya:
e-wallet, iPayme, Doku, SyarQ.
6) Peningkatan Kerjasama Fintech dengan Lembaga Keuangan lain.
Penerapan Fintech melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak di
bidang perbankan guna memperkuat infrastruktur dan bisnis jasa
keuangan. Demikian juga kerjasama dengan lembaga keuangan
lain, seperti: pasar modal, perusahaan keuangan, koperasi, lembaga
keuangan mikro, dan lain-lain.

66
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

c. Kerangka Hukum dan Permasalahan dalam Penerapan Fintech


1) Dasar Hukum:
– Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK);
– Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia;
– Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan;
– Undang-Undang No. 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana;
– Undang-Undang No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan;
– Undang-Undang No. 11 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE);
– Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik;
– Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI tahun 2017
Penyelenggaraan Teknologi Finansial;
– Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/2016 tentang Pemrosesan
Transaksi Pembayaran;
– Peraturan Bank Indonesia No. 20/6/2018 tentang Uang
Elektronik;
– Peraturan Bank Indonesia No. 9/15/PBI/2007 tentang Kewajiban
Bank Umum dalam menggunakan Teknologi Informasi;
– Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam uang berbasis Teknologi Informasi;
– Peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia (PADGB) BI No.
19/15/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas.
2) Permasalahan Crypto Currency
Selain Bitcoin, saat ini banyak sekali bentuk-bentuk cryptocurrency
di masyarakat seperti: lite coin, ethereum, dash, 2 cash, triple, stellar,
Neo, xpr, dan lain-lain.
Sebenarnya terdapat beberapa keuntungan dari cryptocurrency,
antara lain: berperan sebagai mata uang; mempunyai nilai sehingga
dapat menjadi alat transaksi; dapat dimanfaatkan pada transaksi
digital; dapat digunakan untuk investasi; tidak dapat dipalsukan,
serta adanya jaminan perlindungan data pribadi.

67
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Sementara itu ada beberapa kerugian yang dapat diidentifikasi,


antara lain: karena cryptocurrency tertentu (seperti Bitcoin) mem by-
pass Bank Sentral, maka tidak ada perlindungan hukum jika terjadi
pelanggaran atau kerugian, karena sementara ini di Indonesia dan
beberapa Negara lainnya masih dilarang undang-undang, rentan
pencucian uang, rentan spekaluasi (karena fluktuasi sangat cepat).
Dari sisi kerangka regulasi terkait dengan cryptocurrency ini
dapat mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan
seperti: UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang; Peraturan
Bappepti (Badan Pengawas Komoditas Future Trading) No. 5 tahun
2012 tentang Ketentuan Teknis yang Mengatur Physical Future
Trading dari Crypto Asset; Peraturan Menteri Perdagangan No.
99 tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Future Trading tentang
Crypto Asset.
3) Pendaftaran dan Lisensi
Untuk kepentingan ketertiban, pengawasan dan perlindungan
konsumen, pemanfaatan Fintech dalam rangka pelayanan jasa
keuangan perlu menerapkan ketentuan terkait dengan pendaftaran
serta lisensi, namun perlu dipertimbangkan pendaftaran dan lisensi
yang lebih mudah dan praktis yang tidak menciptakan beban
yang tidak perlu pada bisnis yang sangat inovatif dan dinamis ini.
Hal ini penting karena beberapa manfaat yang dapat ditawarkan
oleh penerapan Fintech, seperti: kemudahan pelayanan finansial,
melengkapi rantai transaksi keuangan, meningkatkan taraf hidup,
melawan lintah darat.
4) Masalah penerapan Digital Id dan Aspek Perlindungan Data
Pribadinya
Dalam era digital economy dimana transaksi dilakukan secara digital,
maka masalah digital identity merupakan hal yang penting.
Penerapan teknologi seperti Nano-Technology yang
memungkinkan data di compress sedemikian rupa sehingga mampu
mendukung penerapan Big Data. Dalam kaitan itu masalah
perlindungan data pribadi yang sensitif/spesifik menjadi sangat
penting untuk menciptakan keamaan dan kenyamanan dalam
68
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

bertransaksi. Hal ini menciptakan situasi yang dilematis, di satu


sisi data pribadi begitu mudah diakses dalam lingkungan Big Data,
pada sisi lain rejim pengaturan perlindungan data pribadi secara
internasional menjadi semakin ketat, sebagaimana tercermin pada
EU General Data Protection Regulation (EU GDPR) yang telah
diberlakukan sejak 25 Mei 2018.
5) Pengaturan dari Aspek Kemitraan
Mengingat dalam Fintech akan melibatkan berbagai pihak, seperti:
lender, borrower, konsumen, investor, penyedia teknologi, asuransi,
penyedia jasa keuangan lain, dan lain-lain, maka pengaturan aspek
kemitraan menjadi sangat penting.
Pengaturan aspek kemitraan tersebut dapat meliputi aspek-
aspek seperti: distribution of liability, keamanan data, alokasi resiko
(risk sharing) , pembagian keuntungan (profit sharing), dan lain-lain.
6) Mitigasi Resiko
Untuk melindungi kepentingan para pihak yang terkait, temasuk
dari tindakan-tindakan cyber crime dan cyber-terrorism. Berbagai
langkah dalam memitigasi resiko yang dapat diterapkan, mencakup
antara lain: mengembangkan sistem keamanan yang handal, edukasi
kepada masyarakat untuk bertransaksi secara aman, membayar
premi asuransi atas kerugian yang mungkin timbul, menerapkan
ketentuan tentang waiver of liability, dan-lain-lain.
7) Pencucian Uang
Kemungkinan disalahgunakannya penerapan Fintech (termasuk
cryptocurrency yang memby-pass peran Bank Sentral) perlu diwaspadai
dan diantisipasi, mengingat hal itu sangat membuka kemungkinan
terjadinya praktek pencucian uang karena tidak bisa diawasi dan
dikendalikan. Oleh karena itu upaya mengembangkan sistem
pembayaran yang modern namun tetap dapat diawasi, merupakan
suatu kebutuhan. Hal ini misalnya dapat diwujudkan dalam bentuk
pengembangan cryptocurrency yang dirancang tetap melibatkan Bank
Sentral maupun Otoritas Jasa Keuangan serta PPATK, sehingga
diharapkan akan mampu meminimalisasikan dampak negatif tersebut.

69
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Pada sektor jasa keuangan ini, upaya untuk mencegah pencucian


uang juga dapat dilakukan berdasar POJK No. 12/POJK,01/2017
tentang Implementasi Anti Pencucian Uang dan Kontra Terorisme
dalam Program Pembiayaan Sektor Jasa keuangan.
8) Perlindungan konsumen
Dalam pengembangan inovasi teknologi yang diterapkan pada
layanan jasa keuangan (baik perbankan maupun non-perbankan),
konsumen adalah pihak yang lemah dan rentan menjadi korban.
Oleh karena itu memerlukan perlindungan yang memadai, baik
dari aspek kebijakan, regulasi maupun kontraktual.
Perlindungan konsumen meliputi semua bentuk cacat (defect)
dari produk/jasa perbankan, baik design defect, construction defect
maupun instruction defect. Lebih jauh, hak konsumen juga meliputi
hak atas informasi yang lengkap dan menyeluruh sebagai dasar
untuk pengambilan putusan/sikap yang aman.
Di samping UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, pada kegiatan perbankan yang menggunakan inovasi
teknologi ini perlindungan konsumen juga mengacu pada POJK
No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen pada
Sektor Jasa Keuangan. Sebelum diundangkannya UU tentang
Perlindungan Data Pribadi, maka Data Pribadi juga dilindungi
berdasarkan Permenkominfo No. 20 tahun 2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi pada Sistem Elektronik.
9) Kewajiban Penyelenggara Fintech:
Kewajiban penyelenggara Fintech meliputi namun tidak terbatas
pada:
– melakukan pendaftaran;
– memiliki lisensi sesuai dengan jenis kegiatannya;
– membuka escrow account;
– membuka virtual account;
– menerapkan prinsip perlindungan konsumen;
– menjaga data pribadi konsumen;
– dan lain-lain.

70
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

10) Penerapan Transaksi Elektronik dan Kontrak Elektronik pada Fintech


Penerapan fintech menciptakan suatu lingkungan bisnis
yang berbasis traksaksi elektronik dan kontrak elektronik. Hal
itu memunculkan permasalahan-permasalahan seperti kapan
terjadinya kontrak/transaksi? Apakah kedudukannya sama dengan
kontrak biasa? Persyaratan-persyaratan apa yang harus dipenuhi
agar diperlakukan sama dengan kontrak biasa? Bagaimana
pengembangan tanda tangan elektronik yang terpercaya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas patut dijawab untuk memfasilitasi
berbagai penerapan Fintech.
d. Upaya Pengaturan Fintech di Berbagai Negara
1) Amerika Serikat
RUU tentang the Financial Service Innovation Act diusulkan
oleh Senator Patric Mc Henry (R) pada tahun 2016, yang
intinya memberikan kemudahan kepada perusahaan-perusahaan
Fintech terkait produk finansial yang inovatif. US Department of
Treasury segera mengeluarkan suatu laporan tentang non-banking
association pada umumnya serta perusahaan-perusahaan di
bidang Fintech pada khususnya serta menyampaikan rekomendasi
tentang perubahan-perubahan terkait regulasi di bidang finansial.
Sementara regulasi tersebut tidak bersifat self-implementing, namun
dapat mendorong ke arah peta jalan regulasi dan legislasi dalam
upaya pengimplementasiannya. Peraturan lain yang terkait,antara
lain: The Gramm-Leach-Billey Act (GLBA), Fair Credit Reporting Act
(FTC Act), The Wiretap Act, The Electonis Communication Privacy
Act (ECPA), dan lain-lain.
2) Inggris
Financial Conduct Authority (FCA) pada tahun 2016 mengeluarkan
a Global Fintech Regulatory Sandbox setelah pada tahun 2016 berhasil
merilis a UK Sandbox yang memperbolehkan pengembangan
Fintech yang inovatif tanpa mempersyaratkan proses pengecekan
regulasi yang strict.
FCA juga telah mengijinkan penerapan Blockchain Technology.
Pada bulan ebruari 2018 FCA telah mengijinkan perusahaan start-

71
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

up di bidang Blockchain yang bernama a Small Electronic Money


Institution (EMI) untuk menciptakan mata uang berbasis Blockchain
dengan menerapkan aturan-aturan yang ada pada saat itu.
3) Jepang
The Financial Services of Japan (JFSA) pada tanggal 3 Maret 2017
menyampaikan suatu Ranganan Undang-Undang (Bill) kepada
Parlemen Nasional Jepang (DIET) untuk mengganti Undang-
Undang No. 59 tahun 1981 tentang Perbankan. Rancangan Undang-
Undang tersebut intinya mengusulkan agar menerapkan suatu aturan
baru tentang electronic banking settlement agency services.
The Financial System Council yang dibentuk oleh JFSA mengkaji
tentang Open Innovation yang mendorong kolaborasi antara bank-
bank dengan perusahaan-perusahaan Fintech untuk menawarkan
berbagai bentuk solusi keuangan bagi para pelanggannya. Bill
yang diajukan oleh JFSA terdiri dari 3 (tiga) pilar, yaitu: syarat
pendaftaran bagi Electronic Settlement Agency Service di Jepang;
Pengaturan tentang Electronic Settlement Agency Service Providers;
serta kewajiban untuk melakukan perjanjian antara bank-bank
dengan Electronic Settlement Agency Providers.
4) Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
Pada bulan Juli 2015, People Bank of China (PBOC), Kementerian
Industri dan Teknologi Informasi dan lembaga yang berwenang di
RRT secara bersama-sama mempublikasikan “Guiding Opinions on
Promoting the Sound Development of Internet Finance” atau disebut
Guiding Opinions yang dianggap sebagai Konstitusi bagi Internet
Finance Business di RRT.
Menurut Guiding Opinions tersebut, PBOC mengatur Online
Payment; The China Banking Regulatory Commission mengatur
On-line Lending, On-line Trust dan On-line Consumer Finance;
CSRC mengatur Equity Crowd Funding dan On-Line Funds Sales;
sementara itu China Insurance regulatory Commission mengatur
Internet Insurance.
The Guiding Opinions menetapkan beberapa prinsip dasar
bagi pengaturan Internet Business Finance dan berbagai tindakan
72
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

administratif yang dirumuskan untuk mengimplementasikan the


Guiding Principles.
5) Malaysia
Perkembangan Fintech juga terjadi di Malaysia, untuk merespons,
mengakomodasikan serta mengantisipasi perkembangan tersebut,
Pemerintah Malaysia telah melakukan langkah-langkah pengaturan,
dengan kerangka regulasi yang meliputi, antara lain: Capital Market
and Services Act 2007, Securities Commission Malaysia Guidelines,
Central Bank Legislation, Financial Services Act 2013, Islamic
Financial Services Act 2013, Anti Money Laundering, Anti Terrosism
Financing and Proceeds of Unlawful Activities Act 2001 (AMLA),
Companies Act 2016 dan Contract Act 1950115.
6) Piagam Tekfin Bali (IMF-World Bank Summit)
Hasil dari IMF-World Bank Summit yang diselenggarakan di Bali
pada bulan Oktober 2018 berupa Piagam Tekfin Bali (Bali Fintech
Charter) yang intinya:
– mendukung perkembangan teknologi finansial
– memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan pelayanan
jasa keuangan;
– mendorong kompetisi serta berkomitmen pada pasar yang
terbuka, bebas dan teruji;
– perlunya inklusi keuangan untuk semua orang dan
mengembangkan pasar keuangan;
– memantau perkembangan perubahan di sistem finansial;
menyesuaikan kerangka hukum agar sesuai dengan
perkembangan terkini;
– melindungi integritas sistem keuangan;
– menyesuaikan kerangka kebijakan dan praktek pengawasan
terhadap perkembangan teknologi dan stabilitas sistem
keuangan;
– memastikan stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik;

115
Untuk selengkapnya mengenai pengaturan Fintech di Malaysia, baca: Mohamed Ridza Mohamed
Abdullah, The Life and Law of Fintech, Sweet and Maxwell Publisher, 2017.

73
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– pengembangan sistem infrastruktur finansial dan data yang


kuat guna memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari
teknologi finansial;
– mendorong kerjasama informasi internasional;
– meningkatkan pengawasan bersama oleh sistem moneter dan
keuangan internasional.
e. Upaya Pengaturan di Indonesia
1) Peraturan Bank Indonesia (BI)
– Peraturan BI No. 19/12/2017 tentang Sistem Penyelenggaraan
Teknologi Finansial
Dalam peraturan ini Teknologi Finansial diartikan sebagai
penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang
menghasilkan produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnis
baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas
sistem keuangan dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan dan
keandalan sistem pembayaran.
Cakupan pengaturannya meliputi: pendaftaran, regulatory
sandbox, perijinan dan persetujuan, pemantauan serta
pengawasan.
Dalam peraturan ini penyelenggara Fintech yang sudah
terdaftar mempunyai kewajiban untuk: menerapkan prinsip
perlindungan konsumen sesuai dengan produk, layanan,
teknologi dan/atau model bisnis yang dijalankan; menjaga
kerahasiaan data dan atau informasi konsumen serta transaksi;
menerapkan prinsip manajemen resiko dan kehati-hatian;
menggunakan rupiah dalam setiap transaksi; menerapkan
prinsip anti pencucian uang; serta mematuhi peraturan
perundang-undangan lainnya.
Dalam peraturan tersebut juga terdapat larangan
menggunakan virtual currency serta adanya kewajiban untuk
memperoleh persetujuan BI terkait dengan kerjasama di antara
penyelenggara.
– PBI No. 18/40/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran.
74
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

Dalam peraturan ini Payment Gateway diartikan sebagai layanan


elektronik yang memungkinkan pedagang untuk memproses
transaksi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran
seperti kartu, uang elektronik dan/atau proprietary channel.
Pemrosesan transaksi pembayaran meliputi: pra-transaksi,
otorisasi, kliring, penyelesaian akhir (settlement) dan pasca
transaksi.
Penyelenggara jasa sistem pembayaran terdiri dari:
principal, penyelenggaran switching dan penerbit, aquirer,
penyelenggara payment gateway, penyelenggara kliring,
penyelenggara penyelesaian akhir, penyelenggara transfer dana,
penyelenggara dompet elektronik serta penyelenggaran jasa
sistem pembayaran lainnya.
– Peraturan Dewan Gubernur BI yaitu PADG No. 19/
PADG/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran, Penyampaian
Informasi dan Pemantauan Penyelenggaraan Tekfin
Dalam peraturan ini penyelenggara tekfin (fintech) dibagi
atas 5 (lima) kategori, yaitu: sistem pembayaran, pendukung
pasar, manajemen investasi dan resiko, pinjaman pembiayaan,
penyedia modal dan jasa finansial lainnya.
Lima indikaror kriteria Tekfin juga dirumuskan, yaitu:
bersifat inovatif, dapat berdampak pada layanan keuangan yang
sudah eksis, dapat memberikan manfaat kepada masyarakat,
dapat digunakan secara luas serta kriteria lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
2) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
– Peraturan OJK No. 77/POJK/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi
Pertimbangan dari diterbitkannya peraturan ini adalah untuk
mendorong pertumbuhan lembaga jasa keuangan berbasis
teknologi informasi sehingga dapat lebih berkontribusi
terhadap perekonomian nasional.
Dalam peraturan tersebut Layanan Pinjam Meminjam
Uang berbasis Teknologi Informasi diartikan sebagai pelayanan

75
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman


dan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian
pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah.
Aturan-aturan lain yang diatur, antara lain: syarat minimum
modal sebesar Rp 1 milyar; perjanjian dapat menggunakan
tanda tangan elektronik; lingkup pengaturan meliputi baik
pendaftaran maupun perijinan; serta penegakan prinsip untuk
pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
– Peraturan OJK No. 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan
Manajemen Resiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi
oleh Bank Umum
Isi POJK ini meliputi; Ketentuan Umum; Ruang Lingkup
Manajemen Resiko Tekologi Informasi; Penerapan Manajemen
Resiko Teknologi Informasi; Penyelenggaraan Teknologi
Informasi oleh Bank dan/atau Penyedia Jasa Teknologi
Informasi; Layanan Perbankan elektronik; Pelaporan; Sanksi;
Ketentuan Peralihan; dan Ketentuan Penutup.
Penerapan Manajemen Resiko Teknologi Informasi
meliputi: Pengawasan Aktif Direksi dan Komisaris; Kecukupan
Kebijakan; Standard dan Prosedur Penggunaan Teknologi
Informasi di Bank; Proses Manajemen Resiko terkait Teknologi
Informasi; Sistem Pengendalian dan Audit Intern atas
Penyelenggaraan Teknologi Informasi.
– Peraturan OJK No. 12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan
Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum
POJK ini mengatur tentang: Ketentuan-ketentuan Umum;
Layanan Perbankan Elektronik; Layanan Perbankan Digital;
Perlindungan Nasabah; Pelaporan; Ketentuan Lain; Sanksi;
Ketentuan Peralihan; serta Ketentuan Penutup.
Bank menyelenggarakan Layanan Perbankan Elektronik
dengan menggunakan saluran distribusi (delivery channel).
Bank menyelenggarakan Layanan Perbankan Digital
yang dapat berupa produk lanjutan dan layanan perbankan
elektronik. Layanannya meliputi: administrasi rekening;

76
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

otorisasi transaksi; pengelolaan keuangan; dan/atau pelayanan


produk keuangan lain berdasarkan persetujuan OJK.
Bank Penyelenggara layanan perbankan elektronik
atau layanan perbankan digital wajib menerapkan prinsip
perlindungan konsumen.
– Peraturan OJK No. 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan
POJK ini memuat ketentuan-ketentuan pokok, sebagai berikut:
Ketentuan Umum; Tujuan, Ruang Lingkup dan Kriteria Inovasi
Keuangan Digital (IKD); Pencatatan; Regulatory Sandbox;
Pendaftaran; Pemantauan; Pelaporan; Tata Kelola; Pusat Data;
Perlindungan dan Kerahasiaan Data; Edukasi dan Perlindungan
Konsumen; Aspek Kepatuhan lainnya; Koordinasi dan
Kerjasama; Larangan; Ketentuan Sanksi; Ketentuan Peralihan;
dan Ketentuan Penutup.
Ruang Lingkup IKD: Penyelesaian Transaksi;
Penghimpunan Modal; Pengelolaan Investasi; Penghimpunan
dan Penyaluran Dana, Perasuransian; Pendukung Pasar;
Pendukung Keuangan Digital Lainnya; dan/atau Aktivitas Jasa
Keuangan lainnya.
Kriteria IKD, meliputi: Bersifat inovatif dan berorientasi
ke depan; menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
sebagai sarana utama pemberian layanan kepada konsumen
di sektor jasa keuangan; mendukung inklusi dan literasi
keuangan; bermanfaat dan dapat digunakan secara luas; dapat
diintegrasikan kepada layanan keuangan yang telah ada;
menggunakan pendekatan kolaboratif; dan memperhatikan
aspek-aspek perlindungan konsumen dan perlindungan data.
POJK ini juga mengatur tentang Regulatory Sandbox untuk
memastikan IKD memenuhi kriteria, dan penyelenggara yang
sedang dalam proses Regulatory Sandbox dapat dikecualikan
untuk sementara dari POJK tertentu.
– Surat Edaran OJK No. 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola
Manajemen Resiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam

77
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi


SEOJK ini memuat ketentuan-ketentuan pokok, yaitu:
Ketentuan Umum; Peran dan Tanggung Jawab Direksi;
Pusat Data dan dan Pemulihan Bencana; Tata Kelola Sistem
Elektronik dan Teknologi Informasi; Alih Kelola Teknologi;
Pengelolaan Data dan Informasi; Pengelolaan Resiko Teknologi
Informasi; Pengamanan Sistem Elektronik; Ketersediaan
Layanan dan Kegagalan Transaksi; Keterbukaan Informasi
Produk dan Layanan Retensi; dan Penutup.
Tata Kelola Sistem Elektronik dan Teknologi Informasi
meliputi: Rencana Strategis Sistem Elektronik; Sumber Daya
Manusia (SDM) dan Pengelolaan Perubahan Teknologi Informasi.
f. Prospek Fintech ke Depan dan Pengembangan Pengaturannya
Perkembangan Fintech beserta aplikasinya diharapkan dapat
dioptimalkan, khususnya dalam meuwujudkan inklusi finansial,
terutama bagi pihak-pihak yang selama ini tidak mendapatkan pelayanan
dari lembaga keuangan dan perbankan konvensional.
Pengaturan aplikasi Fintech untuk berbagai kepentingan yang
difasilitasi oleh peraturan, baik oleh BI maupun OJK diharapkan
mampu memfasilitas kegiatan ini, sekaligus menjamin ketertibannya
serta melindungi konsumen.
Untuk memperluas jangkauan Fintech, diharapkan Pemerintah
dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan infrastruktur Internet serta
meningkatkan literasi Fintech.
Peningkatan Digital Identity Infrastructure terkait kehati-hatian dan
penerapan Know Your Customer Principle (KYCP) yang tidak bersifat
face-to-face (tatap muka).
3. E-Banking termasuk Internet Banking
a. Perkembangan Dari Era Branch Banking ke E-Banking
Era branch bank dimulai sejak abad ke XIX yang menitikberatkan pada
jaringan cabang (branch networks) yang bersifat physical distribution.
Pelayanan bersifat tatap muka (face to face) dan satu teller satu nasabah
(one to one). Pada era tersebut pemanfaatan teknologi lain hanya bersifat

78
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

melengkapi (misalnya: ATM, call centers).


Seiring dengan perjalanan waktu, jumlah cabang-cabang bank makin
berkurang karena makin banyak cabang-cabang bank yang merugi.
Banyaknya cabang bank dianggap tidak efisien. Sebagai gantinya semakin
berkembang pelayanan bank secara elektronik. Pengoperasian bank
secara elektronik terbukti efisien dang menguntungkan. Masyarakatpun
mulai beralih ke pelayanan bank secara elektronik. Internet banking subur
berkembang, baik yang bersifat informasi maupun kombinasi antara
pelayanan internet banking yang bersifat transaksi dengan pelayanan
manual, sampai dengan bank yang murni virtual.
Perkembangan selanjutnya ke arah digital banking yang bertumpu
pada jaringan digital serta bersifat electronic distribution. Dengan
didukung oleh digital natives. Peran data menjadi semakin penting.
Jenis pelayanan juga semakin beragam yang meliputi: e-banking, mobile
banking, internet banking. Beberapa contoh digital bank, antara lain:
Banco Sabadell (Spanyol); Barclays Bank (Inggris); Bitcoin (Global); Fidor
Bank (Jerman); First Direct (Inggris); mBank (Polandia); Moven (Amerika
Serikat); M-Pesa (Kenya); Simple (Amerika Serikat); Swift (Global); the
Currency Cloud (Global); dan lain-lain.
b. Penerapan Manajemen Resiko pada E Banking
Pada tahun 2001 the Electronic Banking Group dari The Basel Committee
mempublikasikan dokumen yang berjudul “Risk Management Principles
for Electronic Banking”. Meskipun instrumen tersebut bersifat soft
laws, namun dapat digunakan sebagai pedoman dalam meningkatkan
keamanan dan kenyamanan dalam kegiatan e-banking.
Dokumen tentang “Risk Management Principles for Electronic
Banking” terdiri dari 14 (empat belas) prinsip yang dapat dikelompokkan
ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yaitu: Pengawasan Dewan Direksi
dan Senior Managemen; Pengawasan/Pengendalian Keamanan; dan
Pengelolaan Resiko Hukum dan Reputasi.
Ke 14 (empat belas) prinsip tersebut, masing-masing:
1) Dewan Direksi dan Senior Managemen harus menetapkan
pengawasan atau pengelolaan yang efektif terhadap resiko
yang terkait dengan aktivitas e-banking, termasuk menetapkan

79
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

akuntabilitas, kebijakan dan pengendalian yang spesifik atas


pengelolaan resiko;
2) Dewan Direksi dan Senior Managemen harus mengkaji kembali
serta menyetujui aspek-aspek kunci dari proses pengendalian
keamanan bank;
3) Dewan Direksi dan Senior Managemen harus menetapkan suatu
proses “due diligence” dan pengawasan (oversight) bagi pengelolaan
hubungan “outsourcing” bank, termasuk keikutsertaan pihak ketiga
untuk mendukung e-banking;
4) Bank harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjamin
keaslian (authentication) identitas dan otorisasi pelanggan dengan
siapa mereka melakukan bisnis melalui internet;
5) Bank harus menggunakan keaslian metode transaksi untuk
mencegah penolakan dan untuk menciptakan akuntabilitas dalam
transaksi e-banking;
6) Bank harus menjamin dilakukannya tindakan-tindakan yang tepat
untuk melindungi integritas data dan transaksi, rekaman/catatan
dan informasi e-banking;
7) Bank harus menjamin dilakukannya tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk meningkatkan pembagian tugas (segregation
duties) pada sistem basis data dan aplikasi e-banking;
8) Bank harus menjamin adanya pengendalian otorisasi dan keutamaan
akses yang layak bagi sistem, basis data dan aplikasi e-banking;
9) Bank harus menjamin adanya bukti audit yang jelas atas semua
transaksi e-banking;
10) Bank harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
menjaga kerahasiaan, termasuk informasi kunci pada kegiatan
e-banking;
11) Bank harus menjamin cukupnya informasi yang ditampilkan pada
website mereka untuk memberikan keleluasaan bagi konsumen
potensial dalam mengambil putusan atas dasar identitas dan status
hukum bank termaksud sebelum melakukan transaksi e-banking;
12) Penekanan tentang pentingnya perlindungan terhadap privasi
konsumen sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;

80
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

13) Bank harus memiliki kemampuan kelangsungan usaha dan proses


“contingency plan” yang efektif untuk membantu terjaminnya
ketersediaan sistem dan jasa-jasa e-banking;
14) Bank harus mengembangkan “incident-response plan” untuk
mengelola dan meminimalkan problema yang timbul dari kejadian
yang tidak diharapkan, termasuk serangan internal dan eksternal
yang dapat menghambat pelaksanaan sistem dan jasa e-banking.
c. Rejim Pengaturan Di Beberapa Negara Tentang E-Banking
Inggris telah mengadopsi ke 14 (empat belas) prinsip dari Guidelines
yang ditetapkan oleh the Basel Committee ke dalam hukum nasionalnya.
Lembaga yang melaksanakannya adalah The Financial Service Authority
(FSA) sesuai dengan mandatnya yang ditetapkan oleh “The Financial
Services and Market Act 2000. Beberapa aturan lain yang diterapkan,
antara lain: FSA’s Regulation of E-Commerce of 2001; The Interim
Prudential Sourcebook for Bank Instrument of 2001; dan FSA’s Policy of
Technologicial or Delivery Channel, Neutrality.
Monetary Authority of Singapore (MAS) sebagai lembaga yang terkait
dengan penerapan dan pengawasan prinsip-prinsip “prudential banking”
pada tahun 2000 telah menetapkan kebijakan yang terkait dengan
pengaturan internet banking dalam suatu dokumen yang berjudul
“Policy Statement on Internet Banking”. Inti dokumen di atas adalah
guna melindungi kepentingan “market participants” dalam hal adanya
asymmetric information antara bank dengan konsumen, mengamankan
integritas dan kredibilitas pasar keuangan serta melindungi ekonomi
dari pengaruh kegagalan sistematik keuangan. Dalam kebijakan tersebut
juga ditekankan bahwa pengelola bank harus menaruh perhatian khusus
menyangkut resiko yang berkaitan dengan keamanan teknologi terkait,
likuiditas dan resiko operasional dalam kegiatan internet banking.
Sementara itu pada bulan Mei tahun 2000 Hongkong Monetary
Authority telah memberlakukan “A Guideline on Authorization of Virtual
Banks’ sebagai dasar bagi perijinan beroperasinya “virtual banks”.
Guideline tersebut antara lain mengatur tentang: syarat pendirian dan
pengoperasian; kewajiban mengenai keberadaan fisik (physical presence)
dari bank tersebut; keamanan dalam menjalankan usaha; kebijakan, tata

81
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

cara dan pengendalian terhadap berbagai jenis resiko yang mungkin


timbul; ketentuan mengenai kemungkinan “outsourcing”; keseimbangan
hak dan tanggung jawab antara bank dengan konsumen menyangkut
keamanan dalam penggunaan “virtual banks; kerahasiaan informasi
konsumen; kepemilikan virtual bank.
Lain lagi dengan The Reserve Bank of India yang pada tahun 2001
telah menetapkan “The Guidelines on Internet Banking”. Guidelines
tersebut memfokuskan pada 3 permasalahan utama dari internet banking,
yaitu: permasalahan teknologi dan keamanannya; permasalahan hukum;
dan permasalahan pengaturan dan pelaksanaannya. Atas dasar 3(tiga)
permasalahan utama di atas kemudian ditetapkan berbagai standard,
baik dari aspek teknis, dari aspek hukum maupun dari aspek pengaturan
dan pengawasan internet banking.
Di Malaysia, Bank Negara Malaysia (BNM) pada tahun 1989 Act
yang mengatur masalah-masalah seperti: electronic fund transfer system,
yang secara luas juga dapat diterapkan bagi transaksi internet, termasuk
internet banking. Pada tahun 2000 juga ditetapkan “the Minimum
Guidelines on the Provision of Internet Banking Services by Licenced Banking
Institution, yang inti pengaturannya meliputi: pembagian jasa internet
banking; pengakuan atas berbagai resiko yang dapat timbul dari praktek
internet banking; peran dan tanggung jawab Board of Director (BOD)
dan Senior Managemen; ketentuan rinci mengenai praktek pengelolaan
resiko; ketentuan mengenai outsourcing beserta penglolaan resikonya.
d. Rejim Pengaturan di Indonesia
Di Indonesia pengaturan mengenai e-banking, termasuk internet banking
tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
Undang-Undang tentang Bank Indonesia116; Undang-Undang tentang
Transfer Dana117; Undang- Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan118;
Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik119;

116
Undang-Undang No. 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
undang no 6 tahun 2009 tentang Bank Indonesia.
117
Undang-Undang No. 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana.
118
Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas jasa Keuangan.
119
Undang-Undang No. 11 tahun 2008 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. .. tahun …
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

82
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

Undang-Undang tentang mata Uang120 dan beberapa Peraturan dan


Surat Edaran BI121 maupun Peraturan OJK.
Pengaturan yang spesifik yang mengadopsi ke 14 (empat belas)
prinsip dari Basel Committee dapat ditemukan pada Surat Edaran BI
No. 6/8/DPNP tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan Manajemen
Resiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank melalui Internet Banking.
e. Permasalahan Hukum Yang Timbul Dalam Aktivitas Internet Banking
Di samping perlunya prinsip kehati-hatian dan manajemen resiko dalam
penerapan Internet Banking, hal lain yang juga perlu mendapatkan
perhatian adalah terkait dengan: perlindungan data pribadi nasabah
serta distribusi pertangungjawaban (distribution of liability) antara Bank,
Nasabah dan Pihak Ketiga yang mendukung kegiatan bank dalam hal
terjadinya kerugian yang ditimbulkan oleh adanya kejahatan siber (cyber
crime) maupun kejadian-kejadian lainnya. Prinsip-prinsip hukum yang
dikembangkan seharusnya memberikan perlindungan kepada pihak
yang lemah yang beritikad baik, dalam hal ini nasabah bank.
4. Perlindungan Konsumen
a. Hak-hak Konsumen
Dalam pengembangan dan penerapan e-commerce, aspek perlindungan
konsumen harus menjadi perhatian. Dalam transaksi B to C misalnya,
posisi konsumen relatif lemah, apalagi menyangkut transaksi e–commerce
yang bersifat lintas batas nasional. Jika barang atau jasa yang diterima
konsumen tidak sesuai dengan kesepakatan, baik kuantitas maupun
kualitas dan kemudian terjadi sengketa, maka konsumen menjadi
pihak yang kurang diuntungkan. Di samping perlindungan terhadap
kepentingan konsumen dari produk yang tidak sesuai, dalam transaksi
e-commerce konsumen juga harus mendapatkan perlindungan terhadap
data pribadinya. Oleh karena itu, perlu ada mekanisme hukum yang
memberikan perlindungan kepada kepentingan konsumen.
b. Kewajiban Produsen
120
Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Mata Uang.
121
Antara lain: PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Trasparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah; PBI No. 3/10/2001 jo PBI No. 3/23/2001 Jo SE No. 6/37/2004 tentang Know Your
Customer Principle.

83
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Secara umum, dalam sistem hukum apapun, produsen mempunyai


kewajiban-kewajiban tertentu yang tidak dapat diabaikan. Kewajiban-
kewajiban tersebut meliputi: memastikan bahwa barang yang diproduksi
sesuai dengan peruntukannya (fit for its purpose); tanggung jawab
produsen dalam hal barang yang dihasilkan mengandung cacat (defect),
baik cacat dalam perancangannya (design defect), cacat dalam proses
perakitan/pembuatannya (construction defect) maupun cacat dalam
insruksi penggunaannya (instruction defect); produsen juga berkewajiban
untuk memberikan informasi yang benar tentang produknya; demikian
pula kewajiban untuk memenuhi semua persyaratan maupun perijinan
yang ditetapkan oleh otoritas Pemerintah.
c. Kewajiban Pemerintah
Dengan meningkatnya transaksi secara online selama masa pandemik
di Indonesia yang mencapai antara 75-85 juta transaksi, maka
perlindungan terhadap kepentingan konsumen juga menjadi kewajiban
Pemerintah. Bentuk perlindungan yang dapat diberikan meliputi, antara
lain: perlunya suatu sistem untuk memfilter atau mencegah penjual
yang tidak beritikad baik; perlindungan terhadap akun konsumen yang
dihacked oleh penjual melalui phising atau pencurian one-time password
(OTP); perlunya regulasi yang komprehensif tentang e–commerce yang
melindungi konsumen122, sementara ini aturan yang ada adalah Peraturan
Pemerintah No. 80 tahun 2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan
No. 50 tahun 2020. Inti dari ke 2 peraturan tersebut mengatur antara
lain tentang: perlindungan konsumen, pengawasan perijinan usaha,
national data center dalam era digital economy, dan lain-lain.
d. Dasar Pertanggungjawaban (Basis of Liability) dan Beban Pembuktian
(Burden of Proof)
Salah satu bentuk perlindungan terhadap kepentingan konsumen dalam
transaksi e-commerce mempunyai kaitan yang erat dengan penerapan
dasar pertanggungjawaban (basis of liability). Dalam fora internasional,
untuk lebih melindungi kepentingan konsumen diterapkan strict

122
Pandangan yang disampaikan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sebagaimana
dikutip oleh Jakarta Post, “E-Commerce Must Do More to Protect Users; BPKN”, 31 Oktober 2020.

84
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

liability daripada liability based on fault. Artinya jika terjadi sengketa


antara konsumen dengan produsen atau penjual, maka pada instansi
pertama yang dianggap bertanggung jawab adalah produsen atau
penjual. Produsen atau penjual baru dapat dibebaskan dari tanggung
jawab hanya jika mampu membuktikan bahwa kerugian yang
ditimbulkan disebabkan oleh kesalahan atau kealpaan konsumen. Di
sini beban pembuktian (burden of proof) nya juga dibalik, dari konsumen
ke produsen atau penjual. Pendekatan ini menunjukkan keberpihakan
kepada kepentingan konsumen yang relatif lebih lemah, sepanjang
konsumen beritikad baik dan tidak melakukan kesalahan atau kealpaan.
Dalam sistem hukum Indonesia, pada umumnya jika konsumen
dirugikan, maka ketika konsumen melakukan gugatan maka
konsumenlah yang diwajibkan untuk membuktikan adanya unsur
kesalahan. Hal itu didasarkan pada prinsip dalam hukum di Indonesia
yang menyatakan bahwa siapa yang menggugat dia yang harus
membuktikan. Jika hal ini diterapkan, maka konsumen yang pada
umumnya kedudukannya lebih lemah akan dirugikan. Oleh karena
itu, dengan mengacu kepada perkembangan hukum yang terjadi di
belahan dunia lain terkait penerapan strict liability serta pembalikan
beban pembuktian (reversion of burden of proof ) kepada produsen atau
penjual, maka kepentingan konsumen yang beritikad baik dalam dunia
e-commerce menjadi lebih dilindungi.
5. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Cyber Space
Kegiatan di era Cyber Space dengan salah satu cirinya yaitu yang menciptakan
dunia yang berbatas (a borderless world), sementara itu HKI memiliki sifat
digital (digital nature of intellectual property)123. Oleh karena itu kegiatan
di Cyber Space tidak akan lepas dari persoalan perlindungan terhadap hak-
hak kekayaan intelektual (HKI). Secara umum HKI dapat mencakup: Hak
Cipta; Paten; Merek Dagang, dikaitkan dengan Domain Name; Rahasia
Dagang; Desain Industri; Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; Indikasi
Geografis; Warisan Budaya; dan lain-lain. Dengan menggunakan postulat

123
Baca: Nataliya Hitsevich, Intellectual Property Rights Infringement on the Internet: an Analysis of the
Private International Law Implications, Disertasi pada The City Law School, City University London, July
2015, halaman 13-23.

85
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

bahwa apa yang berlaku di dunia nyata juga berlaku di dunia maya, maka
perlindungan HKI juga harus diterapkan di dunia Cyber Space.
Dalam uraian selanjutnya akan diberikan beberapa analisis terkait
perlindungan HKI di Cyber Space, yang mencakup:
a. Perlindungan Hak Cipta di Cyber Space
Secara umum Hak Cipta meliputi hak-hak di bidang ilmu pengetahuan
dan karya seni dan artistik. Karya-karya cipta di era Cyber Space dapat
meliputi, namun tidak terbatas pada: software, digital art, digital
cinematograph, digital sound recording, e-books, digital content. Hak
Cipta dapat meliputi hak ekonomi (economic rights) maupun hak moral
(moral rights). Hak ekonomi memberikan hak bagi pemegangnya untuk
memperoleh manfaat ekonomi atas karya-karya cipta tertentu.
Hak ekonomi dapat mencakup: hak menggandakan (right of
reproduction); hak untuk membuat salinan (right to issue copies of a
work); hak melakukan pementasan publik (rights of public performance);
hak mengkomunikasikan kepada publik (right of communication to the
public); hak melakukan adaptasi (adaptation right); hak melakukan
penerjemahan (translation right).
Hak moral biasanya mengacu pada authorship dari suatu karya dan
juga untuk menegakkan right of integrity. Hak-hak tersebut dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan pencipta terkait dengan tindakan-
tindakan seperti: hak untuk melindungi dan menghindari tindakan-
tindakan yang dapat mengakibatkan distorsi, mutilasi, modifikasi atau
tindakan-tindakan lain yang akan merugikan kehormatan dan reputasi
pencipta. Hak moral bersifat independen terhadap hak ekonomi,
artinya hak moral tersebut tetap melekat pada penciptanya meskipun
telah dilakukan pengalihan terhadap hak-hak ekonominya.
Di samping perlindungan Hak Cipta dalam konteks Hukum
Nasional, berbagai instrumen internasional juga melindungi Hak Cipta,
seperti: Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
(1886); The Universal Copyright Convention (1952); The Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (1994). Melalui
instrumen-instrumen internasional tersebut, terutama berdasarkan
prinsip “National Treatment”, perlakuan yang sama harus diberikan
86
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

kepada warga dari negara-negara yang menjadi pihak dari perjanjian-


perjanjian internasional tersebut.
b. Perlindungan Paten di Cyber Space
Perlindungan Paten di Cyber Space terkait dengan berbagai temuan
teknologi yang diterapkan dalam dunia industri yang mengandung unsur
kebaruan (novelty) baik menyangkut produk, proses atau kombinasi
produk dan proses. Jenis-jenis Paten pada dunia Cyber Space dapat meliputi,
antara lain: hardware. Namun yang menarik, program komputer yang
pada umumnya hanya mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan
Hak Cipta124, juga dapat memperoleh perlindungan hukum berdasarkan
Paten. Hal itu dapat berlaku sepanjang program komputer tersebut
menghasilkan efek yang berada di luar interaksi fisik normal antara suatu
program dengan sebuah komputer125. Beberapa kasus yang terkenal
tentang perlindungan atas Paten di dunia Cyber Space, yaitu Vicom/
Computer-related Invention yang diputus oleh European Patent Office dan
putusan tersebut bahkan diikuti oleh Pengadilan di Inggris126.
c. Perlindungan Merek Dagang di Cyber Space Serta Perlindungan Domain
Name Merek-merek Terkenal
Merek dagang adalah gambar atau tanda atau huruf yang membedakan
produk yang sejenis satu sama lain. Secara konvensional merek dagang
terdiri dari: nama, kata, frasa, logo, symbol, desain, citra atau kombinasi
dari 2 (dua) atau lebih unsur-unsur tersebut. Aturan tentang merek
dagang dirancang untuk memenuhi tujuan kebijakan publik, yaitu
perlindungan konsumen yaitu agar publik dihindari dari kemungkinan
mengalami misleading terkait asal atau kualitas produk dan jasa.
Dalam perkembangan kegiatan di dunia Cyber Space berkembang
suatu permasalahan yang tidak sama, tetapi berkorelasi dengan
perlindungan merek dagang, yaitu nama domain (domain name). Domain

124
Misalnya berdasarkan European Patent Convention (EPC) 1973 menyatakan bahwa program computer
tidak dapat dipatenkan. Baca: Andreas Rahmatian, “Cyberspace and Intellectual Property Rights”,
dalam: Tsagourias, NT and Buchan R (Eds) Research Handbook and International Law and Cyberspace,
Cheltenham: Edward Elgar Publisher, 2015, halaman 92
125
Keputusan European Patent Office, Technical Board of Appeal dalam kasus IBM/Computer Program
Product (1999). Lihat: Ibid.
126
Ibid, halaman 93.

87
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Name adalah alamat di dunia Cyber Space (IP Address). Pelayanan Domain
Name bersifat siapa cepat dia dapat (first come, first served) dan umumnya
tidak membutuhkan verifikasi, sementara itu pada Merek Dagang
meskipun berlaku prinsip first to file, namun membutuhkan verifikasi.
Meskipun pada prinsipnya terdapat perbedaan antara Domain
Name dengan Merek Dagang, namun dalam prakteknya terjadi
penyalahgunaan hak pendaftaran Domain Name yang berpotensi
merugikan kepentingan sah dari Pemegang Merek-merek Terkenal.
Penyalahgunaan pendaftaran Domain Name tersebut berupa tindakan
cybersquatting, cyberparsites, typosquatting, domain hijacking, dan lain-
lain. Oleh karena itu perlindungan terhadap merek-merek terkenal
pada pendaftaran Domain Name menjadi suatu kebutuhan. Kebijakan
perlindungan Merek-merek terkenal pada pendaftaran Domain Name
telah diterapkan oleh ICANN (The Internet Corporation for Assigned
Names). Dalam kebijakannya dinyatakan bahwa semua pendaftaran
atas .com .net dan .org dari Top Level Domains harus harus mengikuti
Uniform Domain Name Disputes Resolution Policy (UDRP). Atas dasar
kebijakan tersebut, semua sengketa Domain Name yang berbasis
pada Merek-merek (terkenal) tertentu harus diselesaikan melalui
kesepakatan/perjanjian, putusan pengadilan atau arbitrase sebelum
dibatalkan, ditangguhkan atau dialihkan oleh Registrar. Sengketa yang
disangkakan ditimbulkan oleh penyalahgunaan pendaftaran Domain
Names (misalnya cybersquatting) harus diselesaikan secara cepat melalui
proses administratif dimana pemegang Merek dagang melakukan inisiasi
dengan mengajukan complaint kepada badan penyelesaian sengketa
yang diakui.
Beberapa kasus terkait Domain Names yang cukup terkenal dalam
tataran internasional, antara lain: Prince PLC Vs Prince Sportswear Group
Inc; Michael Bisman Vs World Wrestling Federation (WWF); IKEA BV
Vs Cinet Information Co.Ltd; Yahoo Vs Yohoo. Sementara itu kasus-
kasus terkait Domain Names yang terkenal di Indonesia, antara lain:
kasus Mustika Ratu (cybersquatting dan cyberparasite); wwwklikBCA
(typosquatting); Channel 5.com; Philips-Indo.com; radiomtx.com; dan
amanresort.com.

88
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

d. Dan lain-lain.

C. ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN DATA PRIBADI (PDP)


1. Konsep PDP
a. Privasi sebagai Hak-hak Dasar yang Dilindungi
1) Menurut Pasal 28 G (1) UUD 1945 sebagaimana yang telah
diamandemen
2) Menurut Amandemen ke 4 Konstitusi Amerika Serikat
“The rights of the people to be secure on their person, houses, papers and
effects, against unreasonable searches and seizure, shall not be violated,
and no warrant shall issue, but upon probable cause, supported by oath
or affirmation and particularly describing the place to be searched, and
the person or things to beseized”127.
3) Menurut Black’s Law Dictionary
“The right to personal autonomy or the right of a person and the person’s
property to be free from unwarranted public scrutiny or exposure”128.
4) Menurut Oxford Dictionary of Law
“The rights include privacy of communication (the telephone call,
correspondence, etc); privacy of home and office; environmental
protection; the protection of physical integrity; and protection of
unjustified prosecution and conviction of those engaged in consensual
non-violation of sexual activities. This right as a qualified rights: as
such the public interest can be used to justify an interference with
it providing that this is prescribed by law, designed for a legitimate
purpose and proportionate. Public author: ties have limited but positive
duty to protect privacy from interference by third parties”129.
b. Cakupan Privasi
Secara umum Privasi mencakup 4 hal, yaitu130:
1) Privasi atas Informasi (Informational Privacy):
127
Sebagaimana dikutip oleh Jonathan Rosenoer, Cyber Law, The Law on the Internet, Spring Verlag, New
York, 1997, halaman 130.
128
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi ke 5, West Publishing , USA, 1979, halaman
1075.
129
Martin, Elizabeth A, Oxford Dictionary of Law, Oxford University Press, edisi ke 5, 2002, halaman 381.
130
Lihat Abu Bakar Munir Et.al, Data Protection Law in Asia, Sweet and Maxwell, 2014, halaman 6.

89
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Meliputi pengaturan yang terkait dengan pengumpulan dan pena-


nganan data pribadi seperti informasi kredit dan rekaman medis.
2) Privasi atas Tubuh (Bodily Privacy)
Menyangkut perlindingan atas fisik seseorang dari prosedur invasive
seperti pengetesan obat dan tindakan seperti penggeledahan (cavity
search).
3) Privasi atas Komunikasi (Communication Privacy)
Terkait dengan privasi dan keamanan atas komunikasi surat,
telepon, dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya.
4) Privasi atas Wilayah (Territorial Privacy)
Terkait dengan penetapan batas-batas terhadap intrusi atas lahan,
wilayah dan lingkungan lainnya, seperti tempat kerja, rumah, dan
lain-lain.
c. Privasi tentang Data Pribadi (Personal Data)
1) Data Pribadi (Personal Data)
Merupakan setiap informasi tentang seseoran, baik yang telah
diidentifikasi atau dapat diidentifikasi.
2) Data Pribadi Sensitif/Data Pribadi Spesifik (Sensitive Personal Data/
Specific Personal Data)
Meliputi data-data seperti: asal-usul, ras, etnik, pandangan politis,
keyakinan agama, kondisi fisik dan mental, orientasi seksual, catatan
kriminal, dan lain-lain.
d. Beberapa Bentuk Pelanggaran Terhadap Privasi atas Data Pribadi
1) Peretasan, pencurian dan pelanggaran data pribadi konsumen secara
melawan hukum
Beberapa kasus yang terkait dengan peretasan data pribadi pelanggan,
antara lain: peretasan data jutaan akun yang terdaftar pada platform
Tokopedia; beredarnya jutaan data warganegara yang berasal dari
daftar pemilih Pemilu 2014; peretasan data pribadi dari basis data
Covid-19131; peretasan data Cermati.com yang merupakan platform
aggregator di bidang fintech; kebocoran 890.000 data pribadi dari

131
Baca: Kompas, “RUU Perlindungan Data Pribadi Dikebut”, 20 Juni 2020, baca juga: Kompas, “RUU
PDP dan RUU Keamanan Siber Dibutuhkan”, 8 Juli 2020.

90
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

pengguna Kreditplus; pencurian data pribadi beberapa platform


lainnya seperti Bhineka.com dan Bukalapak132.
2) Pencurian atas data pribadi sebagai bagian dari tindak pidana
lainnya
Kegiatan pencurian data pribadi juga dilakukan melalui tindakan
phising, dan hasil dari informasi pribadi yang dicuri tersebut seperti
nomor akun bank, personal identification number (PIN), nama ibu
kandung, dan lain-lain kemudian digunakan untuk menguras uang
dari akun bank seseorang.
3) Pemalsuan identitas
4) Penipuan dalam berbagai dimensinya
5) Dan lain-lain.
e. Urgensi Perlindungan Data Pribadi
1) Belum adanya satu Undang-Undang yang secara komprehensif
mengatur tentang perlindungan data pribadi.
2) Pengaturan tentang perlindungan data pribadi masih bersifat parsial
dan tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
3) Dalam upaya untuk memfasilitasi pertukaran atau aliran data
pribadi yang bersifat lintas batas nasional untuk memfasilitasi dunia
usaha, khususnya di bidang perdagangan dan investasi.
4) Untuk menyesuaikan dengan kecenderungan internasional yang
semakin memberikan perhatian terhadap perlindungan data pribadi
untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan dunia usaha.
5) Dalam rangka tata kelola Pemerintahan yang baik dan bersih
diperlukan keseimbangan antara perlindungan data pribadi di
satu pihak dengan hak-hak sah Negara atas data pribadi untuk
kepentingan-kepentingan nasional yang sah terkait intersepsi atas
data pribadi.
f. Beberapa Inisiatif Awal Tentang Pengaturan Perlindungan Data Pribadi
di Indonesia
1) Inisiatif awal dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2005, khususnya untuk

132
Baca: Jakarta Post, “Breach Points to Urgency for Data Protection Law; Experts”, 7 November 2020.

91
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

mengantisipasi pengimplementasian nomor identifikasi tunggal


(single identification number).
2) Pada tanggal 4 September 2007 suatu loka karya diselenggarakan
untuk membahas hasil studi tentang perlindungan data pribadi
yang dihadiri kementerian dan lembaga serta akademisi.
3) Naskah Akademik awal berjudul “Harmonisasi dan Sinkronisasi
Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Perlindungan
Data Pribadi.
4) Rancangan Undang-undang awal diselesaikan pada tahun 2008.
5) Pada tahun 2014 Kementerian Komunikasi dan Informasi
mengambil alih inisiatif tersebut serta memutakhirkan Naskah
Akademis dan Draft Rancangan Undang-undang tentang
Perlindungan Data Pribadi.
2. Perlunya PDP dalam Bisnis
Suatu organisasi atau korporasi yang memberi perhatian serta memiliki
kebijakan melindungi data pribadi secara memadai akan memperoleh
berbagai keuntungan, antara lain:
a. Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
Meningkatnya kepercayaan konsumen juga akan berdampak pada
meningkatnya transaksi oleh konsumen serta juga meningkatnya rep-
utasi korporasi.
b. Memiliki Keamanan Data yang lebih baik
Pelanggaran terhadap keamanan data merupakan ancaman yang besar
bagi korporasi. Melalui pengembangan sistem perlindungan data pribadi
secara otomatis juga akan meningkatkan keamanan data. Melalui
pembatasan akses data, termasuk kritikal data, hanya kepada beberapa
profesional di dalam korporasi/organisasi akan lebih memastikan
bahwa data tersebut tidak jatuh ke tangan yang salah yang berpotensi
menyalahgunakannya.
c. Mengurangi Biaya Pemeliharaan
Dengan mematuhi prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, maka
akan secara signifikan mengurangi biaya pengumpulan data dengan

92
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

mengkonsolidasikan informasi yang sebelumnya disimpan dalam


format yang inkonsisten.
d. Senantiasa Beradaptasi dengan Teknologi yang Berkembang
Melalui kebijakan dan implementasi perlindungan data pribadi, maka
otomatis juga akan beradaptasi dengan berbagai teknologi baru seperti
virtualisasi, cloud computing, internet of things, yang pada akhirnya
akan mampu mengelola secara lebih baik peningkatan kebutuhan
akan data, di samping itu juga membuka kemungkinan yang lebih luas
untuk menawarkan jasa kepada end users produk, jasa dan proses yang
augmented.
e. Meningkatkan Pengambilan Putusan yang Lebih Baik
Berdasarkan prinsip perlindungan data pribadi yang memberikan hak
bagi subjek data untuk melakukan intervensi terhadap data pribadinya,
maka akan mengurangi potensi pengambilan putusan yang keliru atau
bermasalah.
3. Prinsip-prinsip Perlindungan Data Pribadi133
a. Lawfulness, fairness and transparency
b. Purpose limitation
c. Data Minimization
d. Data accuracy
e. Storage limitation
f. Integrity, confidentiality and security
g. Exemptions
h. Accountability
i. Data Protection by Design and by Default
j. Processors
4. Standar Internasional Perlindungan Data Pribadi
a. OECD Guidelines 1980 sebagaimana diperbaiki tahun 2010 (Madrid
Resolution)
1) Prinsip-Prinsip Dasar

133
Lihat Pasal 5 GDPR.

93
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Prinsip-prinsip dasar yang diletakkan oleh OECD Guidelines 1980


meliputi134:
– Collection Limitation
– Data Quality
– Purpose Specification and Notice
– Use Limitation
– Data Security
– Openness
– Data Access
– Accountability
2) Revisi Terhadap OECD Guidelines
Pada saat peringatan 30 tahun OECD Guidelines, terdapat
kesepakatan bahwa Guidelines membutuhkan revisi. Sebagai tindak
lanjutnya pada tanggal 3 September 2013 OECD mempublikasikan
versi revisi atas OECD Guidelines 1980. Terdapat 2 tema utama dari
OECD Guidelines yang telah direvisi. Pertama, lebih difokuskan
pada implementasi praktis dari perlindungan data pribadi melalui
pendekatan yang berbasis manajemen resiko. Kedua, adanya
kebutuhan akan upaya yang lebih besar untuk mencakup dimensi
perlindungan data pribadi yang lebih global melalui perbaikan atas
sistem interoperability nya.
Daripada melakukan perubahan fundamental terhadap OECD
Guidelines 1980, revisi tersebut memperkenalkan sejumlah konsep
baru, seperti: privacy management programmes; security breach
notification, national privacy strategies; education and awareness; dan
global inter-operability. Dalam revisi tersebut Guidelines tahun 1980
juga dimutakhirkan dalam beberapa aspek, termasuk accountability,
trans border data flows, dan enforcement.
Revisi atas Guidelines dimaksudkan untuk dapat digunakan
sebagai dasar bagi legislasi nasional negara-negara anggotanya,
baik berupa legislasi baru maupun legislasi yang merupakan
134
Untuk analisis selengkapnya mengenai OECD Guidelines Governing the Protection of Privacy and
Transborder Flow of Personal Data, baca: Yee Fen Lim, Cyberspace Law: Commentaries and Materials,
Oxford University Press, 2003. Prinsip-prinsip perlindungan data pribadi diatur dalam Bagian Kedua dari
OECD Guidelines.

94
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

penyempurnaan dari yang sudah ada. Perubahan ini diharapkan


diterima secara terbuka oleh kalangan dunia usaha karena adanya
beberapa fleksibilitas, sehingga tidak bersifat “one size fits all”135.
b. The Council of Europe Convention of Personal Data Protection
Konvensi ini lengkapnya berjudul “The Convention for the Protection of
the Individuals with regard to Automatic Processing of Personal Data tahun
1981 yang mulai berlaku pada tahun 1985.
Konvensi ini memiliki 3(tiga) fungsi yaitu: meletakkan aturan-
aturan dasar tentang tindakan-tindakan bagi perlindungan data pribadi
oleh negara-negara anggotanya; menetapkan aturan khusus tentang
transborder data flows; menetapkan mekanisme konsultasi, terkait
dengan penegakan perlindungan data pribadi.
Terdapat beberapa prinsip dasar bagi pemrosesan data pribadi secara
otomatis, yaitu: data tersebut diperoleh secara fair dan sesuai dengan
peraturan (obtained fairly and lawfully); data tersebut disimpan untuk
tujuan tertentu yang sah dan tidak digunakan untuk maksud yang
tidak sesuai dengan peruntukannya; data tersebut memadai, relevan
dan tidak berlebihan dikaitkan dengan tujuan penyimpanannya; data
tersebut harus akurat dan bila perlu terus dimutakhirkan; data tersebut
dipelihara dalam bentuk yang memungkinkan untuk pengidentifikasian
subjek data tidak lebih lama dari yang diperlukan untuk maksud mana
data tersebut disimpan.
c. EC Directives 94/95
Directive ini meletakkan suatu kerangka regulasi yang mencoba
menyeimbangkan antara perlindungan privasi individu tingkat tinggi
dengan kebebasan pergerakan data pribadi bagi negara-negara anggota
Uni Eropa.
Directive ini memuat beberapa prinsip tentang data yang berkualitas,
yaitu: data tersebut diproses secara fair dan menurut hukum; data
dikumpulkan untuk maksud yang khusus, eksplisit dan sah dan tidak
diproses lebih lanjut secara tidak sesuai dengan maksud tersebut; data

135
Untuk analisis mengenai revisi terhadap OECD Guidelines, baca: Monika Kuschewsky, “Does the
Revision of the OECD Privacy Guidelines Means for Business?”, dalam mLex AB EXTRA.

95
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

yang dikumpulkan memadai, relevan dan tidak berlebihan dengan


tujuan dari pengumpulan dan pemrosesannya; akurat dan jika perlu
selalu dimutakhirkan; disimpan dalam bentuk yang memungkinkan
mengidentifikasi subjek data dalam jangka waktu yang tidak lebih lama
dari yang dibutuhkan untuk mana tersebut dikumpulkan dan untuk
diproses selanjutnya.
Pada bulan Mei 2009 Komisi Eropa memulai suatu proses
untuk melakukan review terhadap kerangka hukum di Eropa
menyangkut perlindungan data pribadi untuk menyesuaikan diri
dengan perkembangan teknologi dan globalisasi. Disimpulkan bahwa
prinsip-prinsip yang terdapat pada EU Directives masih valid namun
perlu difokuskan kepada aspek implementasi prinsip-prinsip tersebut.
Peta jalan bagi masa depan perlindungan privasi atas data pribadi
dirumuskan, antara lain: mendukung penerapan standar global sesuai
dengan Resolusi Madrid 2009, termasuk privacy by design sebagai suatu
kewajiban bagi semua aktor pada sektor Information and Communication
Technology (ICT); memberdayakan warga Negara masing-masing
dengan kemampuan untuk melakukan penegakan hukum atas aturan-
aturan tentang Privacy ; termasuk penerapan gugatan Class Action serta
menggunakan mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR).
d. Asia-Pasific Economic Community (APEC) Privacy Framework 2004
Sebagaimana Disempurnakan tahun 2015
APEC Privacy Framework ditetapkan dalam suatu pertemuan setingkat
Menteri pada tahun 2004. Isi ketentuan APEC Privacy Framework
sejalan dengan OECD Guidelines yang ditujukan untuk mendorong
pendekatan yang konsisten terhadap perlindungan privacy di antara
negara-negara anggota APEC.
APEC Privacy Framework memiliki 9 (sembilan) prinsip, yaitu:
preventing harm; notice; collection limitation, uses of personal information;
choice; integrity of personal information; choice; integrity of personal
information; security safeguard; access and correction; and accountability.
APEC Framework memberikan beberapa opsi bagi negara-
negara anggotanya untuk memberikan dampak (give effects) bagi
APEC Framework ini. Pendekatan masing-masing Negara bisa bersifat
96
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

legislative. Administrative, industry self-regulatory atau kombinasi dari


berbagai pendekatan tersebut.
Pada tahun 2007 Menteri-menteri APEC mengendorse “APEC
Data Privacy Pathfinder”. Pathfinders adalah wujud kerjasama di antara
negara-negara yang menjadi anggotanya. Maksud dari Data Privacy
Pathfinder adalah berupa proyek-proyek kerjasama di antara negara-
negara anggota APEC serta untuk mengembangkan suatu sistem Cross-
Border Privacy Rules (CBPR) yang dapat digunakan oleh negara-negara
anggotanya untuk melindungi privasi di bidang informasi di antara
sesama negara-negara anggotanya.
Pada tahun 2015 disepakati APEC Privacy Framework yang me-
muat: preambul, cakupan, APEC Privacy Information Principles serta
Implementasinya. Implementasinya meliputi Domestik maupun
Internasional.
Ketentuan APEC Privacy Principles terdiri dari: Preventing Harm;
Notice; Collection Limitation; Uses of Personal Information; Choice;
Integrity of Personal Information; Security safeguards; Access and Correction;
and Accountability.
Mengenai Pedoman bagi Domectic Implementation harus
memperhatikan berbagai konsep dasar, seperti: Maximizing benefits of
privacy protection and information flows; giving effects to the APEC Privacy
Framework; privacy management programmes; promotion of technical
measures to protect privacy; public education and communication; cooperation
within and between the public and the private sectors; providing for appropriate
remedies in a situation where privacy protection are violated; and mechanism
for domestic implementation of the APEC Privacy Framework.
Sementara itu Guidance for International Implementation meliputi:
information sharing among member economies; cross-border cooperation
in investigation and enforcement; cross-border privacy mechanism; cross-
border transfers; and interoperability between privacy frameworks.
Dalam kerangka APEC Privacy Framework 2015, dikembangkan
apa yang disebut APEC Cross Border Privacy Rules (CBPR). CBPR
System dimaksudkan untuk mampu memberikan minimum level of
protection terhadap data pribadi. Dalam pelaksanaannya melibatkan

97
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

perusahaan-perusahaan besar seperti: Apple, Box, HP, IBM, Lynda.com,


Merck, Rimini Street, Workday dan Intasect untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan privacy policies yang sejalan dengn APEC Privacy
Framework. Kebijakan ini beserta prakteknya harus dinilai mematuhi
minimum programme requirements dari APEC CBPR System oleh suatu
lembaga yang dipercaya akuntablitasnya yaitu TRUSTe dan ditegakkan
secara hukum.
Maksud dari APEC CBPR adalah untuk mengembangkan
perlindungan privasi yang efektif untuk menghindari hambatan
arus informasi dan untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan
perdagangan dan perekonomian dikawasan APEC.
Dari aspek cakupan materialnya, APEC CBPR diterapkan bagi
badan hukum maupun organisasi-organisasi baik pada sektor publik
maupun privat, terutama yang mengendalikan, memegang, memproses,
menggunakan, mentransfer dan yang mengungkap informasi pribadi.
CBPR menerapkan prinsip-prinsip yang terdapat pada APEC Privacy
Framework 2015.
e. Madrid Resolution
Madrid Resolution on International Privacy Standard dihasilkan dari 31th
International Conference of Data Protection and Privacy Commissioners
yang dilakukan pada bulan November 2009. Resolusi tersebut
mengintegrasikan legislasi dari semua Benua, termasuk serangkaian
prinsip-prinsip, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dibentuk
oleh negara-negara sebagai dasar bagi perumusan suatu perjanjian
internasional yang mengikat secara universal dimasa-masa mendatang.
Madrid Resolution menetapkan prinsip-prinsip perlindungan
data pribadi seperti: lawfulness and fairness; purpose specification; pro-
portionality; data quality; openness; dan accountability.
Madrid Resolution juga memperkuat hak-hak dari subjek data, yaitu:
right of access; right to rectify and delete; right to object. Madrid Resolution
mewajibkan kepada Data Controller untuk: mengimplementasikan
prosedur untuk memungkinkan subyek data melaksanakan hak-
haknya secara mudah, cepat dan efisien. Data Controller diwajibkan
untuk memberikan informasi kepada subyek data dalam hal terjadi
98
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

security breach. Madrid Resolution juga mendorong negara-negara untuk


mengimplementasikan tindakan-tindakan proaktif untuk meningkatkan
kepatuhan yang lebih baik terhadap ketentuan perlindungan data
pribadi di masing-masing Negara.
f. The European Union General Data Protection Regulation (EUGDPR)136
EU GDPR yang mulai berlaku pada tanggal 25 Mei 2018 dipandang
meletakkan Golden Standard/Golden Rules terkait dengan Perlindungan
Data Pribadi (PDP).
Prinsip-prinsip perlindungan data pribadi yang diletakkan oleh
EU-GDPR, meliputi: lawfulness; fairness and transparency; purpose
limitation; data minimization; data accuracy; storage limitation; integrity,
confidentiality and security; exemption; accountability; data protection by
design and by default; processors137.
Sementara itu hak-hak yang dimiliki oleh Subyek Data, adalah: the
right of access; data portability; rectification; rights to object; the right to
object to direct marketing; right to erasure; right to restriction of processing;
automated decision taking; compensation; right to a judicial remedy; and
complaints to the Commissioners138.
EU GDPR juga mengatur tentang persyaratan bagi transfer data
internasional, yaitu:
– Negara Ketiga menjamin tingkat perlindungan yang memadai atas
data pribadi sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Eropa;
– Dalam hal tidak adanya tingkat perlindungan yang memadai maka
data controller dan data processor yang bermaksud melakukan
transfer data wajib menjamin keamanan data tersebut secara memadai
dengan syarat hak-hak subyek data dapat ditegakkan serta adanya
pemulihan secara hukum yang efektif tersedia bagi subyek data;
– Dalam hal tidak adanya tingkat perlindungan data yang memadai
atau tidak adanya pengamanan yang layak, maka transfer data

136
Regulation (EU) 2016/679 of the European Parliament and of the Council of 27 April 2016 on The
Protection of Natural Persons with regard to the Processing of Personal Data and on the Free Movement of
Such Data, and Repealing Directive 95/46/EC (General Data Protection Regulation).
137
Untuk analisis selengkapnya mengenai prinsip-prinsip tersebut, baca: Peter Carey (Ed), Data Protection:
A Practical Guide to UK and EU Law, Fifth Edition, Oxford University Press, 2018, halaman 32-41.
138
Ibid, halaman 122-154.

99
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

atau transfer serangkaian data yang cocok dengan kewajiban


perlindungan data yang diterapkan.
Suatu hal yang baru terkait ketentuan-ketentuan EU-GDPR adalah
adanya kewajiban untuk menunjuk Data Protection Officer dalam hal
pengendali data mengelola data dalam jumlah tertentu. Peran dari
seorang data protection officer (DPO) adalah:139 assigning responsibilities
under those policies; raising awreness of those policies; training staff involved
in processing operation; conducting audit required under those policies.
Sementara itu tanggung jawab DPO terkait dengan pelaksanaan: consent;
the right object; appropriate technical and organizational measures; data
protection by design and by default; using processors; record keeping; data
breaches; and data protection impact assessment.
5. Upaya Pengaturan di Indonesia
a. Inisiatif Awal
Inisiatif awal penyusunan suatu kajian yang terkait dengan perlindung-
an data pribadi dimulai dari kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2005.
Pada tanggal 4 September 2007 dilakukan loka karya untuk membahas hasil
studi dengan melibatkan beberapa kementerian/lembaga serta akademisi.
Naskah akademik awal berjudul “Harmonisasi dan Sinkronisasi Konsepsi
Hukum Perlindungan Data dan Informasi Pribadi”140. Rancangan
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi awal diselesaikan pada tahun
2008. Pada tahun 2014 inisiatif tersebut dilanjutkan oleh Kementerian
Komunikasi dan Informasi serta memutakhirkan Naskah Akademis dan
Draft Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.
b. Naskah Akademik
Naskah Akademik RUU tentang Perlindungan Data Pribadi terdiri
dari 6 Bab, masing-masing: Pendahuluan; Kajian Teoretis dan Praktek
Empirik; Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan terkait;
Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis; Jangkauan, Arah Pengaturan

139
Ibid, halaman 223-239.
140
Baca: Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara,
Harmonisasi dan Sinkronisasi Konsepsi Hukum Perlindungan Data dan Informasi Pribadi: Menuju
Hukum yang Adil, Jakarta, Nopember 2007.

100
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

dan Ruang Lingkup Materi Muatan Rancangan Undang-Undang; dan


Penutup.
Secara formal Naskah Akademis sudah memenuhi persyaratan,
namun ada beberapa hal yang perlu dicermati141: Perlu ada analisis
dari perspektif bisnis internasional; perlu disesuaikan dengan standar
internasional mutakhir; perlu benchmark internasional tentang
penerapan Perlindungan Data Pribadi dari kasus-kasus yang terjadi;
perlu pemutakhiran kepustakaan142; harmonisasi terhadap peraturan
perundang-undangan terkait juga perlu dimutakhirkan143; serta analisis
dampak regulasi yang diterapkan pada naskah akademis sangat sederhana
dan minimalis; sementara banyak penggunaan isitilah terjemahan dari
bahasa asing yang kurang tepat dan kadang tidak konsisten144.
c. RUU PDP yang telah diselesaikan serta diharmonisasi pada tahun 2019
kemudian pada tanggal 20 Januari 2020 diserahkan kepada DPR RI
untuk memulai pembahasan. RUU Perlindungan Data Pribadi terdiri dari
XVI Bab dan 80 Pasal. ketentuan-ketentuan pokok yang diatur meliputi:
Ketentuan Umum; Asas, Prinsip dan Tujuan; Jenis Data Pribadi; Hak
Pemilik Data Pribadi; Pemrosesan Data Pribadi; Kewajiban Pengendali
Data Pribadi, Prosesor Data Pribadi, dan Pihak Ketiga dalam Pemrosesan
Data Pribadi; Transfer dan Pengalihan Data Pribadi; Larangan dalam
Penggunaan Data Pribadi; Pembentukan Pedoman Perilaku Pengendali
Data Pribadi; Pengecualian terhadap Perlindungan Data Pribadi;
Penyelesaian Sengketa; Kerjasama Internasional; Peran Pemerintah dan
Masyarakat; Ketentuan Pidana; Ketentuan Peralihan; Penutup.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati dan dikritisi terkait substansi
dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi145:
penggunaan istilah yang kurang tepat; batasan yang terlalu sederhana;
prinsip perlindungan data pribadi masih minimalis; tujuan belum
141
Baca: I B R Supancana, “Menuju Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang Modern,
Mengakomodasikan Kepentingan Nasional dan Berstandar Internasional”, Keynote Speech disampaikan
pada Brownbag Discussion Proyeksi Kebijakan Perlindungan Data Pribadi, Jakarta 7 Juli, 2020.
142
Kepustakaan terbaru adalah pada tahun 2016.
143
Harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait yang terbaru adapah pada tahun 2015.
144 Misalnya kata Data Subject diterjemahkan menjadi Pemilik Data yang dapat mempunyai pengertian
yang berbeda dari yang seharusnya.
145
Cermati I B R Supancana, loc.cit.

101
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

menunjukkan keseimbangan antara hak data subject (subjek data)


dengan Pemerintah; tidak konsisten dengan Naskah Akademis; tidak
jelas fungsi pihak ketiga dan pejabat perlindungan data pribadi; belum
tampak fungsi badan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, terutama
keluhan subjek data kepada pengendali data; tidak diatur secara khusus
mengenai komisi independen.
d. Perkembangan Pembahasan di DPR
RUU Perlindungan Data Pribadi yang dibahas di Komisi I Dewan
Perwakilam Rakyat (DPR) bersama Pemerintah telah menyepakati Daftar
Inventarisasi Masalah (DIM) yang disepakati pada tanggal 7 September
2020 yang untuk selanjutnya akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja).
Adapun klaster DIM RUU Perlindungan Data Pribadi terdiri dari: usulan
tetap sebanyak 66 DIM; usulan tetap dengan catatan berjumlah 49
DIM; usulan perubahan substansi sebanyak 179 DIM; usulan perubahan
redaksional sebanyak 9 DIM; da nada 68 DIM usulan baru146.
Dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 29 September
diputuskan untuk memperpanjang waktu pembahasan RUU
Perlindungan Data Pribadi hingga penutupan masa persidangan II
tahun sidang 2020-2021 mendatang147.
Maraknya kebocoran data pribadi dinilai menjadi ancaman nyata
di era keterbukaan informasi. Sejumlah pihak mendorong agar DPR
dan Pemenrintah segera mengesahkan RUU tersebut untuk melindungi
data pribadi masyarakat dari penyalahgunaan data pribadi mereka.

D. ASPEK HUKUM KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK/


FREEDOM OF INFORMATION (FOI)
1. Dasar Hukum
Kerangka pengaturan internasional tentang Keterbukaan Informasi Publik
yang merupakan salah satu hak asasi manusia yang bersifat fundamental
dapat ditemukan pada148:
146
DPR, “Komisi I Sepakati DIM RUU Perlindungan Data Pribadi”, dpr.go.id, 7 September 2020.
147
Baca: CNN Indonesia, “DPR Perpanjang Waktu Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi”,
cnnindonesia.com, tanggal 30 September 2020.
148
Untuk selengkapnya, baca: Abu Bakar Munir, “Information and Communications Technology (ICT)
Laws: Recent Issues and Development”, perkuliahan umum di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, 2002.

102
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

a. Resolution 59 (1) of the 1946 UN General Assembly Resolution


“Freedom of information is a fundamental human rights and the touch-
stone of all freedoms to which the United Nations is consecrated”.
b. Pasal 19 dari The Universal Declaration of Human Rights
“Everyone has the right to the freedom of opinion and expression, this right
includes freedom to hold opinion without interference and to seek, receive
and impart information and ideas through any media and regardless of
frontiers”
c. Pasal 19 dari The International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR) 1966
“everyone shall have the right to freedom of expression; this right shall
include freedom to seek, receive and impart information and ideas of all
kinds, regarless of frontiers, either orally, in writing or in print, in the form
of art, or through any other media of his choice”.
d. Pasal 13 American Convention of Human Rights 1948
“everyone has the right to freedom of thought and expression. This right
includes freedom to seek, receive, and impart information and ideas of all
kinds, regardless of frontiers, either orally, in writing, in print, in the form
art, or through any other medium of one’s choice”.
e. 1999 Commonwealth Expert Group
“Freedom of information should be guaranteed as a legal and enforceable
right permitting every individual to obtain records and information held
by the executive, the legislative and the judicial arms of the state, as well as
any government owned corporations and any other body carrying out public
functions”.
2. Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik/Freedom of Information (FOI)
a. Menciptakan Masyarakat yang lebih Demokratis dan Terbuka
Keterbukaan terhadap informasi publik akan menciptakan masyarakat
yang lebih demokratis dan terbuka, karena dengan keterbukaan maka
masyarakat akan dapat lebih berpartisipasi dalam proses pengambilan
putusan/kebijakan.
b. Menciptakan tata kelola Pemerintahan yang Lebih baik

103
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Keterbukaan informasi publik meningkatkan transparansi yang


merupakan salah satu unsur dari tata kelola Pemerintahan yang baik
(Good Governance).
c. Mengurangi Kemiskinan
Upaya-upaya pengentasan kemiskinan akan semakin mudah jika segala
informasi tentang sebaran, sebab maupun struktur kemiskinan terbuka
kepada publik.
d. Hak atas informasi merupakan sarana kritikal dalam memerangi Korupsi
Keterbukaan informasi publik sebagai hak masyarakat akan mampu
menjadi faktor penggentar terhadap calon pelaku tindak pidana korupi.
3. Standar Prinsip-prinsip Internasional terkait Freedom of Information
(FOI)149
a. Legislasi tentang FOI harus dipedomani oleh Prinsip Maximum
Disclosure
b. Badan-badan Publik memiliki Kewajiban untuk Mempublikasikan
Informasi Kunci
c. Pengecualian terhadap FOI harus jelas dan ditetapkan secara terbatas
serta tunduk pada aturan yang tegas dan tes berdasar Kepentingan
Umum
d. Permintaan atas Informasi Publik harus diproses secara Cepat dan Fair
dan berdasarkan review yang Independen jika ada Penolakan
e. Seseorang tidak boleh dibuat Gentar untuk Mengajukan Permintaan
atas Informasi dengan Biaya yang Berlebihan
f. Pertemuan atas Badan-badan Publik harus bersifat Terbuka
g. Peraturan yang tidak Konsisten dengan Prinsip Maximum Disclosure
harus diubah atau dibatalkan
h. Seseorang yang bertindak sebagai Whistle Blower harus dilindungi150
4. Regulasi Nasional tentang Keterbukaan Informasi Publik

149
Baca: Abu Bakar Munir dan Siti Hajar Mohd Yasin, Information and Communication Technology Law:
State, Internet and Information, Sweet and Maxwell Asia, 2010, halaman 49-51.
150
Baca juga: Mac Donald J, The Law of Freedom of Information, Oxford University Press, 203, halaman
409.

104
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

a. Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi


Publik
Beberapa ketentuan pokok pada Undang-Undang ini menyangkut hak-
hak dari warganegara mengenai: hak untuk mengetahui; hak untuk
menghadiri pertemuan-pertemuan publik; hak untuk memperoleh
salinan (informasi publik); hak untuk mendapatkan informasi; hak
untuk memperoleh diseminasi informasi publik; hak untuk mengajukan
gugatan, dan lain-lain. Prinsip dasar dari Keterbukaan Informasi Publik
adalah “maximum access limited exemption” (MALE). Pengecualian
terhadap hak akses atas informasi publik hanya jika pengungkapannya
dapat menimbulkan consequential harms; atau juga untuk kepentingan
keseimbangan menyangkut kepentingan publik.
b. Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 14 tahun 2008
Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal
20 ayat (2) dan pasal 58 Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik151. Peraturan ini terdiri dari 6 bab dan
22 pasal. Ketentuan-ketentuan pokok yang terdapat dalam peraturan
ini meliputi: ketentuan umum; pertimbangan tertulis kebijakan badan
publik; pengklasifikasin informasi dan jangka waktu pengecualian
terhadap informasi yang dikecualikan; pejabat pengelola informasi dan
dokumentasi; tata cara pembayaran ganti rugi oleh badan publik Negara
dan pembebanan pidana denda; ketentuan penutup.
c. Peraturan Komisi Informasi Publik No. 1 tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Informasi Publik
Peraturan ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 1 angka
4, pasal 9 ayat (6), pasal 11 ayat (3), dan pasal 22 ayat (9), pasal 23,
dan pasal 26 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang No. 14 tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terkait Standar Layanan
Informasi Publik. Peraturan ini mempunyai 10 bab dan 46 pasal.
Ketentuan-ketentuan pokok dari peraturan ini mencakup: ketentuan

151
Lihat konsiderans Menimbang dari Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

105
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

umum; badan publik; informasi yang wajib disediakan dan diumumkan;


informasi yang dikecualikan; standar layanan informasi publik; tata
cara pengelolaan keberatan; laporan dan evaluasi; penyusunan standar
prosedur operasional layanan informasi publik; ketentuan peralihan;
dan ketentuan penutup.
d. Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik152
Peraturan ini terdiri dari 8 bab dan 65 pasal. Ketentuan-ketentuan
pokok dari peraturan ini mencakup: ketentuan umum; asas dan tujuan;
permohonan; registrasi; penetapan dan pemanggilan para pihak; proses
ajudikasi; ketentuan peralihan; ketentuan penutup.
e. Peraturan Komisi Informasi No. 1 tahun 2017 tentang Pengklasifikasian
Informasi Publik
Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan pokok, yaitu: ketentuan
umum; asas dan tujuan pengklasifikasian informasi publik; tata cara
pengklasifikasian informasi publik; pengujian konsekuensi; jangka waktu
pengecualian; pengubahan klasifikasi informasi yang dikecualikan;
ketentuan penutup.
5. Implementasi
a. Berdasarkan beberapa penelitian, implementasi Undang-Undang No.
14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik tidak efektif
karena beberapa faktor, antara lain: kurangnya sosialisasi; kurangnya
pemahaman atas aturan pelaksanaannya; kurangnya pendelegasian
wewenang; kendala biaya/pendanaan; pemahaman dan partisipasi
publik yang rendah; budaya rahasia di antara badan-badan publik.
b. Dalam upaya meningkatkan implementasi Undang-Undang No. 14
tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik beserta aturan
pelaksanaannya, beberapa langkah patut ditempuh, yaitu: meningkatkan
sosialisasi, baik bagi masyarakat umum maupun pejabat informasi
publik; penyesuaian alokasi pendanaan; penerapan sanksi dan insentif.

152
Untuk penjelasan selengkapnya, baca: Abdulhamid Dipopramono, Keterbukaan dan Sengketa Informasi
Publik, Penerbit Renebook, 2017.

106
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

E. CYBER SECURITY DAN CYBER WARFARE


1. Pengantar
Perkembangan teknologi yang sangat pesat di bidang ICT dan bidang-bidang
lain yang terkait akan menimbulkan tantangan-tantangan baru. Tantangan-
tantangan baru tersebut diakibatkan oleh ciri-ciri dari teknologinya yang
mempunyai jangkauan global (borderless and unbounded); sifat anonymity dari
pelaku tertentu (misalnya cyber criminals) yang cenderung menyembunyikan
identitas yang sesungguhnya. Kemudian juga sifat asimetri dari teknologi
yang dimediasi oleh jaringan dan teknologi informasi.
Masalah cyber security telah menjadi perhatian serius, baik pada
level internasional maupun nasional. Dalam lingkup nasional bentuk-
bentuk ancaman terhadap cyber security meliputi klaim pihak tertentu
yang menyatakan telah berhasil meretas sistem informasi personil Polri
(SIPP)153. Data juga menunjukkan bahwa pada tahun 2019 saja Badan
Siber dan Sandi Negara (BSNN) menyatakan ada 296 juta serangan siber di
Indonesia. Serangan siber yang terjadi kebanyakan terkait dengan kebocoran
data. Pelakunya meliputi: aktor yang didukung oleh Negara, peretas teroris,
kriminal terorganisasi serta kelompok dengan motif politik serta orang
dalam.154
2. Pendekatan Konseptual atas Cyber Security
a. Cyber Security and Basic Security Breach Tools
Per definisi, cyber security adalah155:
“Cyber security commonly referred to the safeguards and action that can be
used to protect the cyber-domain, both in the civilian and military field,
from those threat that are associated with or that may harms its independent
networks and information infrastructure. Cyber security strives to preserve
the availability and integrity of the networks and infrastructure and the
confidentiality of the information contain therein”.

153
Baca: Kompas, “Keamanan Siber: Merangkul para Pemburu Bug”, 7 Juli 2020.
154
Baca: Kompas, “Celah Keamanan Siber Masih Terbuka”, 7 Juli 2020.
155
EU Commission High Representatives, 2012, sebagaimana dikutip oleh Rossela Mattioli dalam
Giampiero Giacomello (ed), Security in Cyberspace, Bloomsburry Academic Publishing, London, 2014,
halaman 26.

107
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Ada juga yang mendefinisikan sebagai156:


“The prevention of damage to, the protection of, and the restoration
of computers, electronic communication system, wire communication, and
electronic communication , including information contained therein, to
ensure its availability, integrity, authentication, confidentiality and no
repudiation”.
Dalam konteks cyber security, perlu juga dipahami berbagai basic
security breach tools, yaitu: backdoors, botnet, denial of service attacks,
key loggers, logic bomb, malware, pharming, phising, rootkits, smurfing,
spoofing, spyware, Trojan horses, viruses, warms, zombies, exploits, sniffers.
b. Cyber Crime
Cyber crime adalah:
“Cyber crime is used to refer both to traditional crimes (e.g extortion,
fraud, forgery, identity theft, and child explotation) that are committed
over electronic networks and information system as well as to crimes unique
to electronic networks (e.g hacking and denial of service attacs). Also acts
against confidentiality, integrity and availability of data or system is the core
of cyber crime”.
Terdapat 3 (tiga) kategori besar dari cyber crime, yaitu:
1) Computer Integrity Crime
Terkait dengan integritas sistem komputer seperti hacking dan
DDOS.
2) Computer Assisted Crime
Perbuatan melawan hukum yang dibantu/memanfaatkan komputer
seperti: virtual robberies, scams, theft.
3) Computer Content Crime
Perbuatan melawan hukum yang difokuskan pada isi (content)
komputer, seperti pornografi dan komunikasi yang offensive.
c. Cyber War and Cyber Terrorism
Cyber war adalah merupakan dimensi baru serta mencerminkan
perkembangan yang sangat fundamental dari perang konvensional ke

156
US Department of Homeland Security, American Cyber Security Enhancement Act of 2005, sebagaimana
dikutip Rossela Mattioli, Ibid.

108
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

arah perang modern. Dalam arti konvensional perang bersifat fisik,


terutama setelah ditemukannya alat-alat perang seperti senjata dengan
menggunakan alat transportasi konvensional seperti kuda, gajah,
dan lain-lain. Setelah itu berkembang alat perang seperti tank, kapal
perang, pesawat tempur, bom, dan lain-lain. Kemudian berkembang
perang kinetic yang menggunakan senjata perusak masal (weapons of
mass destruction) seperti senjata nuklir, senjata kimia dan senjata biologi.
Selanjutnya berkembang teknologi tanpa awak seperti Unmanned Aerial
Vehicle (UAV) yang bersifat semi autonomous yang berbasis teknologi
lain seperti artificial intelligence, Global Positioning System (GPS), dan
lain-lain yang mampu digerakkan secara elektronis. Dan yang terakhir
berkembang perang di dunia cyber yang sering juga disebut dengan
soft war157 yang merupakan bentuk perang tanpa senjata, namun dapat
menimbulkan dampak yang sangat besar158.
Dilihat dari klasifikasinya, Cyber War dapat dibagi atas:
1) Class 1:
Terkait dengan ancaman terhadap informasi pribadi atau privasi
atas informasi.
2) Class II:
Memiliki kaitan dengan industri dan spionase ekonomi, yang dapat
diarahkan kepada struktur Negara, organisasi dan korporasi.
3) Class III:
Menyangkut perang global dan terorisme, termasuk cyber terrorism,
tetapi yang dapat juga termasuk serangan terhadap bagian-bagian
tertentu dari infrastruktur yang kritis (critical infrastructure).
4) Class IV:
Merupakan kombinasi antara Clas I dan Clas III digabung dengan
kinetic military activities seperti senjata perusak massal (weapons of
mass destruction/WMD).

157
Mengenai Cyber War sebagai salah satu bentuk dari Soft War, baca: Michael L Gross dan Tamar Meisels
(Editors), Soft War: The Ethics of Unarmed Conflict, Cambridge University Press, 2017.
158
Tentang Cyber War, baca juga: Jens David Ohlin, Kevin Govern dan Claire Finkelstein (editor), Cyber
War: Law and Ethics for Virtual Conflicts, Oxford University Press, 2015. Bandingkan Richard A Clarke
dan Robert K Knake, Cyber War: The Next Threat to National Security and What To Do About, Harper
Collins Publisher, 2010. Baca juga: Charles Arthur, Cyber Wars, Kogan Page, UK, 2018.

109
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Sejak terjadinya serangan terhadap World Trade Center di New


York pada tanggal 11 September 2001, para komentator mulai
memperdebatkan kerangka hukum untuk merespons ancaman
terorisme. Peringatan terhadap ancaman berwujud cyber terrorism
bukanlah merupakan hal yang baru. Pada tahun 1997 Barry Collin dari
Institute for Security and Intelligence dari Amerika Serikat mengatakan
bahwa potensi dari korban yang berlipat ganda serta publikasi yang
luas tampaknya membuat serangan cyber merupakan sesuatu yang
diinginkan para kelompok teroris. Dalam definisi tentang terorisme
(misalnya di UK), cyber attacks termasuk salah satu di dalamnya.
d. Hacking and Hactivism
Hacking dapat didefinisikan sebagai:
“Legal or illegal computer manipulation (e.g. access, defacement, redirect)
of computer system/network imbued with innovation, style and technical
virtuosity”.
Kegiatan hacking pada saat ini melibatkan semua bentuk cyber
attacks dengan memanfaatkan seluruh jangkauan cyber crime tools.
Pada esensinya hacking merupakan istilah payung (umbrella term) yang
secara umum menggambarkan kegiatan illegal atau membahayakan dari
kegiatan di bidang cyber.
Di samping istilah Hacking, juga dikenal istilah Hacktivism yang
dimaknai sebagai:
“Describes hacking with a leap of political ideology introduced into the
hacking activities. It is also commonly defined as the marriage of political
activism and computer hacking”.
Ketika kegiatan hacking menjadi eksplisit secara politis-maka disebut
hacktivism159. Hal ini merupakan hasil reframing dari technical feats with
an implied philosphcal underpinning to the explicit pursuit of attention
from various issues in order to shift public discourse, raises awareness and
create public pressure.
e. Cyber Espionage and the Advance Persistent Threat (APT)

159
Untuk analisis yang mendalam tentang Hacktivism, baca: P W Singer dan Allan Friedman, Cyber
Security and Cyber War: What Everyone Need to Know, Oxford University Press, 2014, halaman 77-80.

110
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

“Cyber espionage refers to the State-sponsored theft of industrial and defense


secrets and or intellectual property. The State-sponsored cyber espionage
poses a serious threat to the economic and national security. The theft to the
military and valuable corporate intellectual property undermine the long
competitiveness of the targeted countries”.
Advance Persistent Threat (APT)
“Is one particular insidious of cyber espionage. APT are highly targeted
malware-based attacks with several distinguishing features”
Adapun Ciri-ciri APT meliputi:
1) Pertama, APT yang memanfaatkan sistem yang maju secara
penuh dari teknologi dan teknik serta mengkombinasikan
metode penyerangan berganda serta sarana untuk mencapai dan
mengkompromikan target mereka;
2) Kedua, dengan sikap yang persisten operator APT mencoba mencari
akses jangka panjang dengan tujuan umum memperoleh pencapaian
lebih dari perolehan finansial secara segera untuk memelihara akses
jangka panjang atas targetnya. APT umumnya beroperasi sejauh
mungkin seperti siluman.
3) Ketiga, APT bertumpu pada operator yang berketrampilan,
memiliki motivasi tinggi, yang diorganisasikan oleh operator yang
berkecukupan biaya untuk melakukan koordinasi dan melakukan
serangan.
3. Berbagai Ancaman dan Serangan terhadap Cyber Security
a. Potensi Ancaman dalam Bentuk Cyber Attacks
1) Terhadap Power Grid
Serangan terhadap fasilitas pembangkit listrik akan dapat
mengakibatkan kegagalan dalam sistem pembangkit listrik dan
menimbulkan pemadaman secara nasional sehingga menimbulkan
konsekuensi yang besar.
2) Terhadap Financial System
Serangan terhadap sistem keuangan akan membuat kepanikan
ekonomi dan/atau crash di Pasar Modal dan Pasar Keuangan.
3) Terhadap Water System

111
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Serangan terhadap sistem pengairan akan mengakibatkan jebolnya


Dam air yang pada akhirnya dapat menimbulkan banjir atau
membuat kota tidak dapat dihuni lagi.
4) Terhadap Rail System
Serangan terhadap sistem perkeretaapian, apalagi yang melayani
rute-rute internasional akan mengacaukan sistem perkeretaapian
dan bahkan menimbulkan bencana, termasuk tabrakan yang cukup
massif.
5) Terhadap Air Traffic Control System
Serangan terhadap sistem lalu lintas udara juga dapat menimbulkan
korban yang sangat besar.
6) Terhadap Nuclear Facilities
Serangan terhadap fasilitas nuklir dapat menimbulkan terjadinya
meltdown yang kemudian mengarah pada korban jiwa yang sangat
besar.
b. Kategori Cyber Attacks
1) Cyber Network Exploitation (CNE)
CNE pada dasarnya merupakan bentuk spionase.
2) Cyber Network Attacks (CAN)
CAN di definisikan sebagai “Action taken through the use of computer
network to disrupt, deny, degrade, or destroy information resident
in computers and computer network on the computer and networks
themselves”.
4. Kasus-kasus di bidang Cyber Security
a. Kasus cyber attacks terhadap partai politik serta politisi di Australia pada
tahun 2019 yang dituduhkan dilakukan oleh Negara asing.
b. Pada bulan April 2013 Denmark mengalami serangan Distributed
Denial of Service (DDOS) yang masif secara nasional terhadap sistem
identitas digitalnya.
c. Serangan terhadap sistem komputer dari Reaktor Nuklir Iran di Natan
dengan cara menyebarkan virus secara massif yang menggunakan sandi
“Operation Olimpic Games”.
d. Serangan cyber terhadap infrastruktur kritis dari Estonia.

112
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

e. Serangan cyber di Georgia pada tahun 2008.


f. Pada tahun 2011 Sony Play Station diserang oleh kegiatan anonym.
g. Hacktivism yang dilakukan oleh Wikileaks terhadap kabel diplomatik
Amerika Serikat.
5. Permasalahan-permasalahan Hukum sekitar Cyber Security
a. Masalah kedaulatan dan yurisdiksi
b. Atribusi yang menentukan tanggung jawab atas perilaku yang
membahayakan.
c. Persoalan mengumpulkan dan menyajikan alat bukti
d. Masalah ekstradisi
e. Bantuan Timbal Balik dalam masalah Pidana;
f. Persoalan penegakan hukum yang bersifat lintas batas nasional
6. Kerangka Pengaturan Internasional
a. Piagam PBB (Charter of the United Nations)
b. Konvensi Budapest tentang Cyber Crime tahun 2001.
c. EU General Data Protection Regulation (EU GDPR)
d. Konvensi Jenewa tahun 1949 dengan Protokol tahun 1977 tentang
perlindungan terhadap para korban dalam suatu konflik internasional.
e. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tentang Prinsip-prinsip Hukum
Internasional Kerjasama dan Hubungan Baik antar Bangsa.
f. Resolusi Majelis Umum PBB No. 57/239 tentang Penciptaan Kriteria
mengenai kultur global di bidang Cyber Security (creation of a global
culture of cyber security).
g. Resolusi majelis Umum PBB No. 58/1999 tentang Penciptaan Budaya
Global tentang Cyber Security dan Perlindungan Infrastruktur Informasi
Kritis.
h. Studi Komprehenisf yang dilakukan oleh UNODC tentang Cyber
Crime pada tahun 2013.
i. Rekomendasi Dewan OECD mengenai Perlindungan Informasi Kritis
di Bidang Infrastruktur.
j. EU Cyber Security Strategy.
k. Advisory Opinion dari ICJ tentang senjata Nuklir.
7. Beberapa Inisiatif Untuk Menghadapi Isu-Isu di Bidang Cyber Security

113
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Untuk menghadapi permasalahan di bidang Cyber Security dapat ditempuh


upaya sebagai solusinya, yaitu: solusi hukum, solusi teknis mapun solusi
yang bersifat kebijakan.
a. Solusi Hukum dan Strateginya
Solusi hukum dan strategi untuk mencegah dan menanggunglangi
persoalan cyber security dapat dilakukan melalui: kriminalisasi terhadap
pelakunya, kriminalisasi terhadap tindakan Hacktivism, mengembangkan
tata cara dan pembuktian yang efektif, mendorong kerjasama internasional,
meningkatkan harmonisasi hukum, serta pelaporan atas insiden yang
terjadi serta kerjasama dalam bentuk berbagi informasi.
b. Solusi Teknis
Sementara itu solusi teknis dapat dilakukan dengan mengembangkan
sistem pertahanan dan pemantauan yang handal, serta menerapkan
standardisasi dan jaringan air-gapped.
c. Pertimbangan Kebijakan
Dari perspektif kebijakan, langkah-langkah yang dilakukan dapat
berbentuk mitigasi terhadap kerentanan dan ancaman penggentar, di
samping itu juga melalui dinamika sektor publik dan swasta. Kebijakan
lain melalui pendekatan Transparency and Confidence Building Measures
(TCBM), Track II Diplomasi, maupun pengaturan kelembagaan bagi
birokrasi di bidang cyber security, termasuk perekrutan personil serta
pendidikan dan latihan.

F. CYBER CRIME YANG BERIMPLIKASI PADA DUNIA BISNIS


1. Cakupan Cyber Crime
Cakupan dari cyber crime dapat meliputi: kejahatan terhadap kerahasiaan,
integritas ketersediaan data dan sistem komputer seperti: illegal access, illegal
interception, data interference, system interference, misuse of devices; kejahatan
yang terkait dengan komputer seperti: computer related forgery, computer related
fraud; serta kejahatan yang terkait konten seperti: offences related to child
pornography, offences related to infringements of copyrights and related rights160.

160
Lihat: Convention on Cyber Crime 2001, European Treaty Series – no 185, pasal 2-10.

114
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

2. Berbagai Kasus Populer Di Bidang Cyber Crime


a. Kasus Cyber Squatting oleh Josh Quitter dan Dennis Toepen
b. Kasus Hacking yang dilakukan Danny Firmasyah pada Situs KPU pada
tahun 2004
c. Kasus Carding oleh Petrus Pangkur
d. Kasus Internet Scam (e-mail Fraud)
e. Kasus Internet Spam (Junk Mail)
f. Kasus Cyber Stalking
g. Kasus Phising
h. Kasus On-line Gambling
i. Dan lain-lain
3. Sifat Perbuatan Melawan Hukum Yang Melibatkan Komputer
Secara umum sifat perbuatan melawan hukum yang melibatkan komputer
dapat meliputi: komputer sebagai target; komputer sebagai storage devices;
dan komputer sebagai alat komunikasi
4. Kerangka Kerja untuk Mengevaluasi Perbuatan Melawan Hukum Yang
Dilakukan Melalui Internet
Dalam mengevaluasi perbuatan melawan hukum yang dilakukan melalui
internet, maka harus dicermati tentang: konsistensi antara On-line dengan
Off-line; sarana investigasi yang memadai; netralitas teknologi; serta
pertimbangan atas kepentingan sosial lainnya.
5. Tantangan Pengaturan dan Penegakan Hukum Terhadap Cyber Crime
a. Tantangan dalam Menentukan dan Menerapkan Yurisdiksi
Persoalan yurisdiksi termasuk persoalan yang sangat pelik dalam
pencegahan, pengungkapan dan penanggulangan cyber crime. Kepelikan
itu berkaitan dengan adanya berbagai konsep sekitar isu yurisdiksi,
seperti: kewenangan legislasi (power to legislate); kewenangan memeriksa
dan memutus (power to hear and adjudicate); yurisdiksi yang berkaitan
dengan materi persoalan (subject matter jurisdiction); yurisdiksi personal
(personal jurisdiction), forum convenience serta forum non-convenience,
hukum yang berlaku serta pilihan hukum (governing law or choice of
law) dan pelaksanaan putusan (enforcement of judgment)161.
161
Baca I B R Supancana, Berbagai Perspektif Harmonisasi Hukum Nasional dan Hukum Internasional,

115
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

Kepelikan atas masalah yurisdiksi akan bertambah manakala terjadi


situasi di mana ada lebih dari satu Negara saling mengklaim memiliki
yurisdiksi untuk memeriksa dan memutus atas perkara di bidang
cybercrime atas dasar berbagai pertimbangan dan kepentingan masing-
masing. Dalam situasi seperti itu, maka untuk menetapkan yurisdiksi
yang berlaku dapat dilakukan penelaahan terhadap aspek-aspek
yurisdiksi seperti: yurisdiksi personal, yurisdiksi atas materi perkara,
yurisdiksi berdasarkan tempat maupun pilihan hukum, serta yurisdiksi
dalam hal pelaksanaan keputusan162.
Persoalan-persoalan sebagaimana tersebut di atas akan dapat
terselesaikan apabila terjalin hubungan baik antar Negara, baik melalui
kerjasama di bidang hukum, perjanjian ekstradisi, perjanjian bantuan
timbal balik dalam masalah pidana, dan lain-lain163.
b. Tantangan untuk Mengidentifikasi Cyber Criminals
Kesulitan dalam penerapan lokasi dan identifikasi cyber criminals
disebabkan oleh beberapa hal: lingkungan yang terpencil dan beragam
(divested and diverse environment); perkembangan komunikasi nir-kabel
dan komunikasi satelit (wireless and satellite communication); kesulitan
dalam melakukan penelusuran pada saat yang bersamaan (real time
tracing); infrastruktur teknis dan retensi data (technical infrastructure
and data retention); sifat anonimitas dalam komunikasi internet164.
c. Kesulitan dalam Pembuktian, Khususnya Alat Bukti Yang Bersifat Non-
Konvensional
Perkembangan komputer yang memungkinkan penyimpanan data
yang sangat besar pada dasarnya sangat bermanfaat untuk menyimpan
informasi, termasuk informasi yang berkaitan dengan alat bukti. Namun
sebaliknya, besarnya jumlah data yang dapat disimpan kadang-kadang
justru menyusutkan penelusurannya, hal mana dapat memperlambat
upaya menemukan kembali berkas yang dicari. Kemampuan untuk
segera menemukan informasi yang diperlukan tergantung kepada

Penerbit Universitas Atma Jaya, 2012, halaman 152.


162
Ibid.
163
Ibid, halaman 153.
164
Ibid, halaman 153-155.

116
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

pemahaman ahli forensik terhadap konfigurasi hardware dan software


komputer dimaksud. Jika komputer tersebut dienkripsi, maka akan
mempersulit akses terhadap alat bukti yang diperlukan165.
d. Kesulitan dalam Melindungi Infrastruktur
Perlindungan atas infrastruktur informasi merupakan suatu keharusan,
namun sulit untuk dilaksanakan karena berbagai alasan: jumlah
sistem yang berbeda-beda yang terlibat di dalamnya; adanya saling
ketergantungan di antara sistem-sistem tersebut; keragaman sifat
ancaman yang dihadapi (misalnya ancaman fisik, maya, militer, intelejen,
kriminal, dan lain-lain); kenyataan bahwa banyak infrastruktur yang
dikelola oleh sektor komersial166.
e. Commingling (Campuran) Dari Tantangan-Tantangan Lainnya
6. Aspek Substantif Cyber Crime
a. Tindakan Melawan Hukum terhadap Kerahasiaan, Integritas dan
Ketesediaan Data dan Sistem Komputer
1) Akses illegal
Mengenai hal ini Convention on Cyber Crime menekankan tentang
perlunya negara-negara pihak dalam konvensi ini untuk mengambil
tindakan legislasi yang diperlukan untuk memasukkan akses illegal
ini sebagai tindak pidana, berdasarkan hukum nasional masing-
masing, apabila tindakan akses illegal tersebut dilakukan secara
sengaja dan tanpa hak dengan maksud untuk memperoleh data
komputer atau maksud-maksud tidak jujur lainnya167.
2) Intersepsi illegal
Inti dari ketentuan ini adalah untuk menghadapi tindakan
intersepsi tanpa hak terhadap data komputer dengan menggunakan
emisi elektromagnetik dari suatu sistem komputer yang memuat
data komputer tersebut168.

165
Ibid, halaman 155-156.
166
Lihat Yee Fin Lim, Cyber Space Law, Commentaries and Materials, Oxford University Press, 2003,
halaman 260.
167
Cyber Crime Convention, Ibid, pasal 2.
168
Ibid, pasal 3.

117
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

3) Interferensi data
Inti dari ketentuan ini adalah agar Negara pihak menganggap sebagai
suatu tindak pidana terhadap tindakan-tindakan interferensi data
yang dilakukan secara sengaja yang dapat mengakibatkan rusaknya,
hilangnya, berubahnya data komputer secara tanpa hak169.
4) Interferensi/Gangguan Sistem
Negara pihak pada konvensi ini juga diminta untuk
menginkorporasikan dalam legislasi nasionalnya kriminalisasi
terhadap tindakan-tindakan illegal terhadap sistem komputer
yang dapat mengakibatkan kerusakan, hilangnya, hancurnya,
berubahnya data komputer170.
5) Penyalahgunaan peralatan
Perlunya kriminalisasi terhadap tindakan yang dilakukan secara
sengaja dan tanpa hak terkait produksi, penjualan, pengadaan
untuk digunakan, impor, distribusi atau menyediakan peralatan,
termasuk program computer atau password computer, kode akses,
dan lain-lain untuk melakukan tindakan tersebut171.
b. Tindakan-tindakan Melawan Hukum yang terkait Komputer
1) Computer related forgery
Merupakan tindakan yang dengan sengaja dan melawan hukum
mengubah, menghapus data pada komputer yang mengakibatkan
datanya menjadi tidak otentik lagi tetapi membuatnya seolah-olah
otentik172.
2) Computer related fraud
Tindakan yang dilakukan secara sengaja dan melawan hukum
terhadap data komputer yang mengakibatkan hilang/rugi harta
orang lain dengan cara menipu atau dengan cara yang tidak jujur
guna memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang
lain173.
3) Offences related to child pornography
169
Ibid, pasal 4.
170
Ibid, pasal 5.
171
Ibid, pasal 6.
172
Ibid, pasal 7.
173
Ibid, pasal 8.

118
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

Tindakan yang dilakukan secara sengaja dan melawan hukum


berupa: membuat materi pornografi anak untuk diedarkan melalui
sistem komputer; menawarkan atau menyediakan materi pornografi
anak melalui sistem komputer; mengedarkan atau mentransmisikan
materi poronografi anak melalui sistem komputer; menyediakan
materi pornografi anak melalui sistem komputer, baik untuk diri
sendiri maupun untuk orang lain; memiliki materi pornografi anak
di dalam sistem komputer atau melalui medium computer data
storage174.
c. Tindakan-Tindakan Pelanggaran Terhadap Hak Cipta Dan Hak-Hak
Terkait
Merupakan tindakan yang dilakukan secara sengaja dan melawan
hukum, dalam skala komersial dan dengan menggunakan sistem
computer yang bertentangan dengan kewajiban Negara sesuai dengan
Paris Act 1971 yang merevisi the Berne Convention for the Protection of
Literary and Artistic Works, the Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights dan the WIPO Copyright Treaty175.
d. Berbagai Masalah Liability dan Sanksi
1) Attempt and aiding or abetting
Tindakan percobaan, membantu atau mendorong dilakukannya
tindak pidana sebagaimana diatur pada pasal 2 sampai 10 Cyber
Crime Convention harus dianggap sebagai perbuatan kriminal176.
2) Corporate liability
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memastikan tanggung jawab dari
badan hukum (termasuk korporasi) terhadap tindak pidana yang
dilakukan oleh individu atau organ korporasi yang menguntungkan
korporasi tersebut, baik atas dasar kewenangan untuk mewakili
korporasi, otoritas untuk membuat putusan atas nama korporasi
atau otoritas untuk melaksanakan pengendalian pada korporasi

174
Ibid, pasal 9.
175
Ibid, pasal 10.
176
Ibid, pasal 11.

119
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

tersebut. Tanggung jawab tersebut tidak menghilangkan tanggung


jawab individu yang melakukan tindak pidana tersebut177.
3) Sanction and measures
Negara pihak (anggota) konvensi ini diminta memastikan bahwa
tindakan-tindakan yang dilakukan sebagaimana diatur dalam pasal
2-11 dari konvensi ini dapat dihukum dan dikenakan sanksi yang
efektif dan proporsional178.
7. Aspek Prosedural Cyber Crime
a. Ketentuan Umum
1) Scope of procedural provisions
Intinya adalah perlunya kewenangan dan prosedur untuk
penanganan cyber crime, dari aspek investigasinya hingga proses
peradilannya, terutama terhadap tindak pidana sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 2 hingga pasal 11 Konvensi, termasuk
tindak pidana lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem
komputer, serta pengumpulan alat bukti dalam bentuk elektronik
untuk menangani tindak-tindak pidana termaksud179.
2) Conditions and safeguards
Intinya kewenangan dan prosedur yang ditetapkan harus tetap
tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang safeguards sebagaimana
diatur oleh hukum domestik, termasuk ketentuan yang terkait
dengan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia180.
b. Expedited Preservation of Stored Computer Data
1) Expedited preservation of stored computer data
Ketentuan ini pada intinya terkait dengan upaya untuk secepatnya
mengamankan data tertentu pada komputer termasuk trafik data
yang disimpan dalam sistem komputer, khususnya dalam hal
kekhawatiran bahwa data tersebut rentan hilang atau berubah.
Pengamanan itu juga berlaku dalam hal komputer tersebut berada
dalam kepemilikan atau penguasaan seseorang. Hal itu dilakukan
177
Ibid, pasal 12.
178
Ibid, pasal 13.
179
Ibid, pasal 14.
180
Ibid, pasal 15.

120
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

untuk kepentingan menjamin integritas data untuk suatu jangka


waktu tertentu181.
2) Expedited preservation of partial disclosure of traffic data
Ketentuan ini menyangkut tindakan untuk memastikan bahwa
penyelamatan terhadap trafik data dapat dilakukan tanpa
mempersoalkan apakah melibatkan lebih dari satu (1) service
provider dalam transmisi komunikasi data tersebut. Juga untuk
memastikan pengungkapan segera kepada pihak yang berwenang
atau yang ditunjuk atas sejumlah trafik data yang memungkinkan
digunakan untuk mengidentifikasi service provider dan dari jalur
mana komunikasi tersebut ditransmisikan182.
c. Production Order
Ketentuan ini terkait dengan kewenangan Negara melalui otoritasnya
untuk memerintahkan pengumpulan data komputer tertentu di
wilayahnya yang berada dalam kepemilikan atau penguasaan seseorang
yang disimpan dalam suatu sistem komputer atau computer-data storage
medium. Juga dapat memerintahkan kepada service provider yang berada
di wilayahnya untuk mengumpulkan informasi pelanggan yang terkait
dengan cakupan layanannya serta yang berada dalam penguasaan atau
pengendaliannya183.
d. Search and seizure of stored computer data
Ketentuan ini terkait kewenangan otoritas untuk memeriksa atau
mengakses suatu sistem komputer atau bagian darinya serta data yang
tersimpan di dalamnya. Juga memeriksa dan mengakses computer-data
storage medium dimana data pada komuter tersebut disimpan sepanjang
masih berada di wilayahnya184.
e. Real Time Collection Of Computer Data
1) Real Time Collection Of Computer Data
Ketentuan ini terkait kewenangan memerintahkan kepada service
provider untuk mengumpulkan atau merekam trafik data secara
181
Ibid, pasal 16.
182
Ibid, pasal 17.
183
Ibid, pasal 18.
184
Ibid, pasal 19.

121
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

real-time, yang terasosiasikan dengan komunikasi tertentu di


dalam wilayah Negara yang ditransmisikan melalui suatu sistem
komputer185.
2) Interception Of Content Data
Pengaturan ini intinya menyatakan bahwa dalam hal terjadi tindak
pidana serius sebagaimana ditetapkan oleh hukum nasional, maka
perlu memberdayakan otoritas nasionalnya agar memerintahkan
service provider terkait untuk mengumpulkan atau merekam content
data secara real time menyangkut komunikasi yang ada dalam
wilayahnya yang ditransmisikan dengan menggunakan suatu sistem
komputer186.
8. Mekanisme Kerjasama Internasional
a. Prinsip-prinsip Umum tentang Kerjasama Internasional
1) Penerapan instrumen internasional dan kerjasama internasional
yang relevan
2) Pengaturan yang disepakati atas dasar legislasi yang uniform dan
timbal balik
3) Aturan Hukum Nasional (domestic)
4) Semua itu dimaksudkan untuk kepentingan investigasi, proses
persidangan dan pengumpulan data.
b. Prinsip-Prinsip yang Terkait dengan Ekstradisi
1) Perbuatan yang dilakukan termasuk dalam pengertian perbuatan
yang dapat diekstradisikan (extraditable offences)
2) Bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, baik pada
Negara yang meminta ekstradisi maupun yang diminta (double
criminality)
3) Di antara kedua (2) negara ada perjanjian ekstradisi
4) Dalam hal tidak ada perjanjian ekstradisi, maka bagi sesama Negara
anggota Budapest Convention dapat dilakukan proses ekstradisi
5) Ekstradisi tunduk pada Negara yang diminta atau atas dasar
perjanjian ekstradisi yang berlaku

185
Ibid, pasal 20.
186
Ibid, pasal 21.

122
t Perspektif Hukum pada Era Cyber Space (Cyber Laws)

6) Apabila permohonan ekstradisi ditolak, maka penuntutan harus


dilakukan oleh otoritas yang berwenang dari pihak yang dimohon
7) Adanya kewajiban untuk menetapkan otoritas yang bertanggung
jawab untuk menerima permohonan ekstradisi.
c. Prinsip-prinsip Umum tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah
Pidana
1) Bantuan timbal balik dilakukan untuk kepentingan investigasi,
proses persidangan dan pengumpulan barang bukti
2) Masing-masing Negara memiliki aturan nasional sebagai dasar bagi
bantuan timbal balik
3) Adanya kewajiban dari pihak yang diminta bantuannya untuk
merespons permintaan dengan segala cara yang tersedia dan aman
untuk komunikasi
4) Bantuan timbal balik tunduk pada aturan pihak yang diminta atau
atas dasar perjanjian tentang bantuan timbal balik yang berlaku di
antara kedua belah pihak.
d. Tata Cara terkait dengan Bantuan Timbal Balik Dalam Hal Tidak Ada
Perjanjian Internasional di Bidang Itu
1) Ketentuan pasal 2 sampai 9 Cyber-Crime Convention berlaku dalam
hal tidak adanya perjanjian internasional yang berlaku
2) Setiap pihak agar menetapkan central authority atau otoritas yang
bertanggung jawab untuk mengirim atau menjawab permohonan
bantuan timbal balik
3) Tindak pidana politis, kedaulatan, keamanan dan ketertiban umum
dapat digunakan sebagai pembenaran untuk menolak memberikan
bantuan
4) Terhadap penundaan dan penolakan harus diberikan alasan
5) Kepolisian internasional (Interpol) memiliki peranan dalam hal ini.
e. Ketentuan-ketentuan Khusus
1) Bantuan timbal balik terkait tindakan sementara (provisional
measures)
– Expedited preservation of stored computer data
– Expedited disclosure of preserved traffic data

123
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

2) Bantuan timbal balik terkait kewenangan investigasi (investigative


powers)
– Bantuan timbal balik dalam bentuk akses terhadap stored
computer data
– Akses lintas batas atas stored computer data dengan kesepakatan
atau dalam hal tersedia secara umum
– Bantuan timbal balik dalam koleksi data traffic secara real time
– Bantuan timbal balik terkait intersepsi atas data content
3) Jaringan dan national point of contact yang bekerja 24 jam sehari
dan 7 hari seminggu
9. Pengaturan Tentang Cyber Crime di Indonesia
a. Pengaturan dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE)187
Pengaturan yang terkait dengan cybercrime dalam Undang-Undang ITE
mencakup: tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal
seperti: konten illegal, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik,
pemerasan, berita bohong dan menyesatkan, muatan SARA, ancaman
kekerasan atau menakut-nakuti; akses illegal seperti: delik umum akses
illegal, akses illegal untuk mendapatkan informasi, akses illegal dengan
melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol pengamanan;
intersepsi illegal seperti: intersepsi illegal dalam sistem elektronik,
intersepsi illegal atas transmisi. Undang-Undang ITE juga mengatur
tentang tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan terhadap
data dan sistem data yang meliputi: gangguan dalam satu sistem
elektronik, memindahkan informasi atau dokumen elektronik antar
sistem, gangguan yang menyebabkan terbukanya rahasia; gangguan
terhadap sistem elektronik. Dalam undang-undang ini termasuk juga
tindak pidana penyalahgunaan alat dan perangkat untuk memfasilitasi
perbuatan yang dilarang.

187
Untuk analisis selengkapnya, baca: Josua Sitompul, Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek
Hukum Pidana, Penerbit Tata Nusa, Jakarta, 2012, halaman 135-256. Mengenai sistem pemidanaan dalam
Cyber Crime, khususnya di Indonesia, baca: Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime (Alternatif
Ancaman Pidana Kerja Sosial dan Pidana Pengawasan bagi Pelaku Cyber Crime), Penerbit Lkasbang
Mediatama, Yogyakarta, 2009.

124
t Daftar Bibliografi Pilihan

b. Pengaturan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan


Peraturan Perundang-undangan Lainnya188
Ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP)
pada intinya mengatur tentang pengaturan alat bukti elektronik.
Sebagaimana diketahui alat bukti yang sah diakui meliputi: keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Meskipun KUHAP tidak secara tegas mengatur tentang alat bukti
elektronik yang sah, namun peraturan perundang-undangan setelahnya
menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengatur alat bukti elektronik
meskipun masih parsial, seperti: Undang-Undang Dokumen Perusahaan;
Undang-undang Terorisme; Undang-undang Tindak Pidana Pencucian
Uang; Undang-undang Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

188
Lihat Josua Sitompul, Ibid, halaman 266-280.

125
t Daftar Bibliografi Pilihan

DAFTAR BIBLIOGRAFI PILIHAN

– Abdullah, Mohamed Ridza, The Life and Law of Fintech, Sweet and Maxwell
Publisher, 2017, 2017;
– Aburdene, Patricia, Megatrends 2010: Bangkitnya Kesadaran Kapitalisme,
Edisi bahasa Indonesia, Transmedia, 2006;
– Arthur, Charles, Cyber Wars, Kogan Page, UK, 2018;
– Baumer dan Poindexter, Cyber Law And E-Commerce, Mc Graw Hill, 2002;
– Berkowski, George, How to Build a Billion Dollar App, Piatkus Publisher,
2017;
– Budhianto, Danrivanto, Big Data: Yurisdiksi Virtual dan Teknologi Financial,
Logos Publishing, 2018;
– Campbell, Henry, Blacks’s Law Dictionary, Edisi ke-5, West Publishing,
USA, 1979;
– Carey, Peter (Editor), Data Protection: A Practical Guide to UK and EU Law,
Edisi ke 5, Oxford University Press, 2018;
– Chivers, Tom, The AI Does Not Hate You (Super Intelligence, Rationality and
the Race to Save the World), Orion Publishing, 2019;
– Clark, Richard A dan Robert K Knake, Cyber War: The Next Threat to
National Security and What To Do About, Harper Collins Publisher, 2010;
– Deloitte, “Ethics in the Age of Technological Disruption”, A Discussion
Paper for the 2018 True North Conference;
– Dipopramono Abdulhamid, Keterbukaan dan Sengketa Informasi Publik,
Renebook, Yogyakarta, 2017;

127
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– Doctorow, Cory, Information Doesn’t Want to be Free: Laws of the Internet


Age;
– Elizabeth, Martin, Oxford Dictionary of Law, Oxford University Press, Edisi
ke-5, 2002;
– Hitsevich, Nataliya, Intellectual Property Rights Infringement on the Internet,
an Analysis of the Private International Law Implications, Disertasi, The City
Law School of London, Juli, 2015;
– Giancommello, Giampiero (Editor), Security in Cyber Space, Bloomsburry
Academic Publishing, London, 2014;
– Gross, Michael L dan Tomar Meisels, (Editor), Softwar, The Ethics of Unarmed
Conflict, Cambridge University Press, 2017;
– Halbert, Terry & Elaine Ingulli, Cyber Ethics, Thomson, 2005;
– Hausman, Jerry A dan Richard L Nolan, Globalization Technology
Competition: The Fusion of Computers and Telecommunications in the 1990’s,
Harvard Business School, 1993;
– Idris, Perlindungan Indikasi Geografis untuk Pembangunan Ekonomi Masyarakat
Lokal Berbasis Potensi Sumber Daya Daerah, Penelitian pada Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, 2019;
– Jasanov, Sheila, The Ethics of the Invention, Technology and the Human Future;
– Kasali, Rhenald, M#O: Sebuah Dunia Baru yang Membuat Banyak Orang
Gagal Paham, Penerbit Mizan, 2019;
– Kasali, Rhenald, Disruption, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2017;
– Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, Harmonisasi dan Sinkronisasi
Konsepsi Hukum Perlindungan Data dan Informasi Pribadi: Menuju Hukum
yang Adil, 2007;
– King, Brett, Bank 4.0: Banking Everywhere, Never at Bank, Marshall
Cavendish Business, 2008;
– Kuschewsky, Monika, “Does the Revision of the OECD Privacy Guidelines
Means for Business”, dalam mLex AB EXTRA;
– Lichfield, Gideon, “Predictions for 2030 by People Shaping the World”,
MIT Technology Review, Februari, 2020;

128
t Daftar Bibliografi Pilihan

– Lim, Yee Fen, Cyber Space Law, Commentaries and Materials, Oxford
University Press, 2003;
– Long, Jonathan, “10 Technologies that Area Changing the World”,
entrepreneur.com;
– Mac Donald J, The Law of Freedom of Information, Oxford University Press,
2013;
– Marr, Bernard, “The Top 10 Breakthrough Technologies for 2020”, forbes.
com;
– Marr, Bernard, Data Strategy (How to Profit from a World of Big Data Analytic
and Internet of Things), Koga Page Publisher, 2017;
– Mc Kinsey Global Institute, Disruptive Technology: Advances that Will
Transform Life, Business and the Global Economy, 2013;
– Munir, Abu Bakar dan Siti Hajar Mohd Yasin, Information and
Communication Technology Law: State, Internet and Information, Sweet &
Maxwell Asia, 2010;
– Munir, Abu Bakar, dkk, Data Protection Law in Asia, Sweet and Maxwell,
2014;
– Munir, Abu Bakar, “Information and Communication Technology Laws;
Recent Issues and Development”, Kuliah Umum di Unika Atma Jaya Jakarta,
September 2002;
– Ohlin, Jens David, Kevin Govern dan Claire Finkelstein (Editor), Cyber
War: Law and Ethics for Virtual Conflicts, Oxford University Press, 2015;
– O’Neil, Cathy, Weapons of Math Destruction: How Big Data Increases
Inequalities and Threaten Democracy;
– Peters, Justin, The Idealist: Aaron Swartz and the Rise of the Free Culture on the
Internet, Scribner Publisher, 2016;
– Priowirjanto, Enni Soerjati, Trust Mark Sebagai Jaminan Perlindungan bagi
Konsumen Internet Banking di Indonesia, Keni Media Publisher, 2019;
– Quinn, Michael J, Ethics for the Information Age, Cetakan ke 6, Pearson
Publisher, 2015;
– Reynolds, George W, Ethics in Information Technology, Edisi ke 5 Cancage
Publisher, 2015;

129
Cyber Ethics dan Cyber Law: Kontribusinya Bagi Dunia Bisnis t

– Rosenoer, Jonathan, Cyber Law: The Law on The Internet, Spring Verlag,
New York, 1997;
– Ross, Alec, The Industries of the Future, Simon and Schuster Paperback,
2016;
– Schonberger, Viktor Mayer dan Kenneth C, Big Data: The Essensial Guide
to Work, Life and Learning in the Age of Insight, John Murray Publisher,
London, 2017;
– Schwab, Klaus, The Fourth Industrial Revolution, Crown Business Publisher,
New York, 2016;
– Schwab, Klaus, Shaping the Future of the Fourth Industrial Revolution,
Portfolio Penguin Publisher, 2018;
– Singer P W dan Allan Friedman, Cyber Security and Cyber Wars: What
Everyone Need to Know, Oxford University Press, 2014;
– Sitompul, Josua, Cyber Space, Cyber Crimes, Cyberlaw, Tata Nusa, 2012;
– Skinner, Chris, Digital Bank; Strategies to Launch or Become a Digital Bank,
Marshall Cavendish Publisher, 2014;
– Stuckleberger, Christo dan Pavan Dugal (Eds), Cyber Ethics 4.0: Serving
Humanities with Value, Global Series no 17, Globethics.net Publisher, 2018;
– Supancana, Ida Bagus Rahmadi, Berbagai Perspektif Harmonisasi Hukum
Nasional dan Hukum Internasional, Penerbit Universitas Atma Jaya, 2012;
– Supancana, Ida Bagus Rahmadi, Rejim Pengaturan Kontrak Komersial
Internasional: Kontribusinya bagi Modernisasi Hukum Kontrak Nasional,
diterbitkan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 2016;
– Supancana, Ida Bagus Rahmadi, “Menuju Undang-Undang Perlindungan
Data Pribadi yang Modern, Mengakomodasikan Kepentingan Nasional dan
Berstandar Internasional”, Keynote Speech disampaikan pada Brownbag
Discussion Proyeksi Kebijakan Perlindungan Data Pribadi, Jakarta 7 Juli
2020;
– Swartz, Aaron, dkk, The Boy Who Could Change The World: The Writing of
Aaron Swartz, The New Press Publisher, 2016;

130
t Daftar Bibliografi Pilihan

– Tsagourias, NT dan Buchan R (Editors), Research Handbook on International


Law and Cyber Space, Cheltenham, Edward Elgar Publisher, 2015;
– Widodo, Sistem Pemidanaan dalam Cyber Crime, Laksbang Mediatama,
2009;
– Wise, Sean. “Bill Gates and MIT Have Predicted the World’s Next 10 Big
Inventions. Here’s What They All Have in Common”, inc.com;

131
Judul Lain dalam Seri Publikasi
Atma Jaya Studies on Aviation, Outer Space and Cyber Laws

Anda mungkin juga menyukai