Anda di halaman 1dari 18

EKONOMI PEMBANGUNAN

PAPER
SEKTOR KUANGAN DAN MICROFINANCE

Dosen : ATIK PURMIYATI S.E., M.Si

Oleh:
VERY BUDIYANTO 041824453006
WIWIN DERI FITRIANI 041824453011

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................3

2.1 Sektor Kuangan ........................................................................................................3

2.1.1 Pengertian Sektor Keuangan.............................................................................3

2.1.2 Perkembangan Sektor Keuangan.......................................................................3

2.1.3 Fungsi Lembaga Perantara Keuangan………………………………….……. 4


2.1.4 Contoh Kasus Sektor Kuangan..........................................................................7

2.2 Lembaga Keuangan Mikro........................................................................................8

2.2.1 Pengertian Lembaga Keuangan Mikro..............................................................8

2.2.2 Lembaga Kuangan Mikro Syariah (LKMS)......................................................9

2.2.3 Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) ………………………. 11


2.2.4 Produk-produk Dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah…………………... 11
2.2.5 Keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro…………………………….……. 12
2.2.6 Jangkauan Layanan Lembaga Keuangan Mikro……………………….…… 13
2.2.7 Dampak Layanan LKM Terhadap Pengurangan Kemiskinan……….……... 13
2.2.8 Contoh Kasus LKM………………………………………………………… 14
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki karakteristik


perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya.
Karakteristik perekonomian tersebut yaitu tingkat pertumbuhan penduduk dan
pengangguran yang tinggi, tingkat produktivitas dan kualitas hidup rendah,
ketergantungan pada sektor pertanian atau primer, pasar dan informasi tidak sempurna,
tingkat ketergantungan pada angkatan kerja tinggi, dan ketergantungan tinggi pada ekspor
komoditas primer. Pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam proses
pembangunannya dihadapkan pada permasalahan dalam keterbatasan modal untuk
membiayai investasi pembangunan.

Perkembangan sektor keuangan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan


perekonomian. Turunnya harga minyak pada awal tahun 1980-an mempengaruhi kinerja
perekonomian Indonesia. Pendapatan dari minyak menurun dan pemerintah
membutuhkan mobilisasi dana dari dalam negeri untuk membiayai pembangunan. Hal ini
kemudian melatarbelakangi deregulasi pada berbagai sektor perekonomian termasuk
sektor keuangan. Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam
memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif
pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya,
sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan. Sektor keuangan menyediakan para
peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini
akan menambah investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Mengetahui bagaimana peranan sektor keuangan adalah suatu hal yang penting
bagi pengambil keputusan. Jika sektor keuangan dianggap mempunyai pengaruh yang
penting, maka pemerintah harus mempromosikan perkembangan sektor keuangan yang
meliputi pengembangan sektor perbankan, lembaga keuangan nonbank, dan pasar modal
dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun jika sektor keuangan

1
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi maka akan menyebabkan pemborosan
sumber daya jika pemerintah menitikberatkan tujuan pada pengembangan sektor
keuangan. Dana pembangunan tentu akan lebih berguna jika dialokasikan untuk tujuan-
tujuan lain, seperti untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja dan pengembangan
teknologi.

Microfinance merupakan salah industri keuangan baru yang tumbuh pesat dalam
kurun waktu satu dekade terakhir. Pada awalnya di era tahun 1960-
an, microfinance termasuk bagian dari program pembangunan yang menyalurkan kredit
bersubsidi untuk menunjang pembangunan pertanian, penanggulangan kelaparan dan
kemiskinan di wilayah pedesaan khususnya di negara-negara berkembang.
Kini microfinance telah menjadi suatu sistem intermediasi keuangan yang terintegrasi
dengan sektor keuangan modern. Roda perekonomian yang aktif akan menciptakan
semacam multiplier effect yang secara tidak langsung berperan dalam memajukan
pertumbuhan ekonomi nasional.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sektor Keuangan

2.1.1 Pengertian Sektor Keuangan


Menurut DFID (Department For International Development) (2004) sektor
keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau kecil, lembaga formal dan informal di
dalam perekonomian yang memberikan pelayanan keuangan kepada konsumen, para pelaku
bisnis dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dalam pengertian yang lebih luas, meliputi
segala hal mengenai perbankan, bursa saham (stock exchanges), asuransi, credit unions,
lembaga keuangan mikro dan pemberi pinjaman (money lender).

2.1.2 Perkembangan Sektor Keuangan


Menurut DFID (Department For International Development) (2004) sector
keuangan disebut berkembang jika memenuhi beberapa kondisi:
a) Efisiensi dan kekompetitifan sektor keuangan semakin meningkat.
b) Cakupan pelayanan keuangan yang tersedia semakin meningkat.
c) Diversifikasi lembaga keuangan semakin meningkat.
d) Jumlah uang yang diperantarakan melalui sektor keuangan semakin meningkat.
e) Tingkat pengalokasian modal oleh lembaga keuangan kepada badan usaha swasta dengan
merespon sinyal pasar (dibanding pinjaman langsung pemerintah dari bank pemerintah)
semakin meningkat.
f) Peraturan dan stabilitas sektor keuangan semakin meningkat.

Berkaitan dengan perkembangan sektor keuangan, menurut Levine (1997) terdapat


empat tahap perkembangan sektor keuangan yaitu:
a) Sektor keuangan mulai mengalami perkembangan.
b) Sektor perbankan semakin memegang peranan penting dalam penyaluran kredit
dibandingkan dengan bank sentral.
c) Semakin berkembangnya sektor keuangan nonbank, seperti asuransi, dana pensiun dan
lembaga pembiayaan
d) Semakin berkembangnya bursa saham.

3
Levine (1997) membuktikan bahwa perkembangan sektor keuangan akan
berpengaruh terhadap perekonomian, khususnya dalam mendorong proses pertumbuhan
ekonomi. Hal ini disebabkan karena sektor keuangan dapat menurunkan resiko,
memobilisasi tabungan, menurunkan biaya transaksi dan informasi, dan mendorong
terjadinya spesialisasi. Namun demikian tetap terdapat perdebatan bagaimana peranan
sektor keuangan terhadap perekonomian. Perdebatan mengenai hubungan antara sektor
keuangan dan pertumbuhan ekonomi terletak pada arah hubungannya. Perdebatan
berfokus pada pertanyaan apakah sektor keuangan yang mendorong pertumbuhan
ekonomi (supply-leading) ataukah pertumbuhan ekonomi yang mendorong perkembangan
sektor keuangan (demand-following).

Menurut Mukhlis (2005), perkembangan dalam rasio aset keuangan terhadap PDB
menunjukkan pendalaman keuangan (financial deepening). Perkembangan yang semakin
kecil dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dangkal sektor keuangan suatu negara.
Sebaliknya semakin besar dalam rasio tersebut menunjukkan semakin dalam sektor
keuangan suatu negara. Dalam hal ini semakin besar rasio jumlah uang beredar terhadap
GDP menunjukkan semakin efisien sistem keuangan dalam memobilisasi dana untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pendalaman keuangan semakin
besar penggunaan uang dalam perekonomian dan semakin besar serta semakin meluas
kegiatan lembaga keuangan maupun pasar uang. Ukuran financial deepening suatu negara
ditunjukkan oleh rasio antara jumlah kekayaan yang dinyatakan dengan uang (financial
asset) dengan pendapatan nasional. Semakin tinggi rasionya mempunyai arti bahwa
penggunaan uang dalam perekonomian suatu negara semakin dalam. Semakin tinggi
pendalaman keuangan semakin besar penggunaan uang dalam perekonomian dan semakin
besar serta semakin meluas kegiatan lembaga keuangan maupun pasar uang. Penggunaan
rasio ini dikarenakan merupakan rasio paling umum yang digunakan untuk mengukur
perkembangan sektor keuangan suatu negara.

2.1.3 Fungsi Lembaga Perantara Keuangan


Department For International Development (2004) mengidentifikasi lima fungsi
dasar dari lembaga perantara keuangan, yaitu memobilisasi tabungan, mengelola risiko,
memperoleh informasi tentang peluang-peluang investasi, memonitor manajer dan

4
mengerahkan kontrol bagi perusahaan, memperlancar transaksi dan memfasilitasi
pertukaran barang dan jasa.
a) Memobilisasi Tabungan
Adanya fasilitas tabungan memungkinkan rumah tangga untuk menyimpan
uang mereka di tempat yang aman, dan menyalurkan uangnya untuk kegiatan
produktif (dipinjamkan kepada orang lain atau perusahaan untuk membiayai investasi)
sehingga akan meningkatkan akumulasi modal dan memacu perkembangan sektor
swasta.
Kurangnya akses terhadap fasilitas tabungan menyebabkan seseorang
menyimpan dalam bentuk aset fisik seperti perhiasan, atau menyimpan tabungannya
di rumah. Cara menyimpan seperti ini menyebabkan tabungan tidak dapat digunakan
secara produktif, padahal tabungan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi
pertumbuhan ekonomi. Return on investment dapat menciptakan tingkat pengembalian
yang positif untuk penabung, yang akhirnya dapat meningkatkan jumlah tabungan.
Dengan memobilisasi tabungan akan meningkatkan ketersediaan kredit. Kredit juga
diperuntukkan untuk membiayai investasi dalam bidang pendidikan dan kesehatan,
sehingga dapat meningkatkan akumulasi sumber daya manusia. Oleh karena itu,
mobilisasi tabungan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan
adanya peningkatan investasi, produktivitas dan sumber daya manusia.
b) Mengelola Risiko
Risiko likuiditas, banyak perusahaan membutuhkan modal jangka menengah
sampai jangka panjang, sedangkan banyak investor (saver) lebih memilih untuk
melakukan penarikan tabungan atau memindahkan ke peluang investasi lainnya,
maka sewaktu-waktu timbul kebutuhan mereka untuk mencairkan tabungannya. Bank
dan lembaga perantara keuangan yang lain memegang banyak tabungan milik rumah
tangga, dan karena investor biasanya tidak akan mau menarik uangnya pada saat yang
bersamaan, maka hal ini memungkinkan lembaga perantara keuangan untuk
menyediakan modal untuk investasi jangka panjang dan likuiditas untuk investor.
Diversifikasi risiko. Berinvestasi hanya di satu proyek akan lebih berisiko
daripada berinvestasi di bermacam-macam proyek . Pada umumnya investor tidak
menyukai risiko, maka lembaga perantara keuangan memfasilitasi diversifikasi risiko
(bank dan bursa saham) sehingga memungkinkan investasi dialokasikan ke proyek
5
yang lebih berisiko dengan tingkat pengembalian keseluruhan yang lebih tinggi. Hal
ini turut meningkatkan tingkat pengembalian investasi (return) secara keseluruhan dan
meningkatkan alokasi modal, sehingga pada akhirnya berdampak pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Jadi sistem keuangan dapat mengurangi diversifikasi risiko
sehingga dapat mempercepat perubahan teknologi dan pertumbuhan ekonomi.
c) Memperoleh Informasi Tentang Peluang-peluang Investasi
Informasi tentang investasi dan alokasi sumber daya sangat penting bagi
seorang investor. Seorang investor tidak mungkin memiliki waktu, kapasitas, maupun
cara mengumpulkan dan melakukan proses informasi terhadap semua peraturan
perusahaan, manajer dan kondisi perekonomian. Sebagai akibatnya biaya informasi
yang tinggi mampu menyimpan aliran modal yang nilai manfaatnya sangat tinggi.
Kemampuan memperoleh serta memproses informasi mungkin memilki implikasi
yang sangat penting terhadap pertumbuhan.
d) Memonitor Manajer dan Mengerahkan Kontrol Bagi Perusahaan
Kemampuan lembaga perantara keuangan untuk memonitor kinerja dari suatu
perusahaan (yang menyangkut kepentingan dari banyak investor) dan untuk
menggunakan kontrol perusahaan, dapat menjamin bahwa para investor menerima
tingkat pengembalian yang mencerminkan kinerja dari perusahaan tersebut (menjamin
bahwa mereka tidak ditipu oleh manajer perusahaan karena keterbatasan informasi
yang dimiliki para investor), serta menciptakan hak insentif bagi para manajer dari
perusahaan untuk bekerja dengan baik. Oleh karena itu, pengaturan keuangan yang
meningkatkan kontrol perusahaan dapat meningkatkan akumulasi kapital dan
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat (melalui perbaikan alokasi kapital).
e) Memperlancar Transaksi dan Memfasilitasi Pertukaran Barang dan Jasa
Sektor keuangan memfasilitasi transaksi dalam perekonomian, baik secara fisik
melalui penyediaan jasa lalu lintas pembayaran, dan melalui pengurangan biaya
informasi. Kemudahan pertukaran barang dan jasa keuangan serta biaya transaksi
yang rendah dapat meningkatkan spesialisasi, inovasi, teknologi, dan pertumbuhan
ekonomi.

2.1.4 Contoh Kasus Sektor Kuangan

6
Kasus PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), pada mei 2018 menjadi
sorotan otoritas keuangan dan publik. Perusahaan pembiayaan berumur kurang lebih 18
tahun ini ternyata berada di ambang kepalitan. Perusahaan pembiayaan yang berada di
bawah naungan Columbia Group tersebut di atas kertas terlihat dalam kondisi baik-baik
saja. Rating utang perseroan sempat mendapatkan rating stabil dari Pefindo pada
Maret2018.
Namun, kondisi perusahaan berubah 180 derajat. Rating utang perseroan berubah
drastis dari stabil menjadi (selective default) pada 9 Mei 2018 lantaran salah satu kupon
Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkan SNP gagal bayar. Imbasnya, Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) membekukan kegiatan usaha SNP karena perseroan gagal membayar
bunga MTN senilai Rp6,75 miliar pada 14 Mei 2018 melalui Surat Deputi Komisioner
Pengawas IKNB II No. S-247/NB.2/2018. Diduga pihak SNP Finance tidak
menyampaikan laporan keuangan dengan benar alias fiktif, sehingga perusahaan
pemeringkat dan auditor tidak mengeluarkan peringatan atau warning sebelum gagal
bayar terjadi. Persoalan laporan keuangan ini sangat vital dan seringkali menjadi
keruwetan bagi sebuah perusahaan bila tak dikelola dengan baik.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencoba mengambil upaya mitigasi, yakni
mengusulkan agar direktur keuangan selaku penyelenggara laporan keuangan wajib
memiliki sertifikasi sebagai pihak yang diaudit (auditee). BEI menilai sertifikasi terhadap
auditee cukup penting untuk meminimalisir kesalahan dalam pelaporan kinerja keuangan.
Selain itu, BEI juga mengusulkan kriteria dari sertifikasi itu, yakni independen dan tidak
memiliki ikatan keluarga. Usul dari BEI ini mendapatkan dukungan dari Ikatan Akutan
Indonesia (IAI). Dunia usaha juga turut mendukung agar direktur keuangan memiliki
standar dan kompetensi khusus dalam membuat laporan keuangan. OJK mencatat jumlah
kasus penyimpangan ketentuan perbankan (PKP) pada 2017 mencapai 22 kasus. Dari
jumlah kasus itu, pelaku yang berbuat tindak pidana mencapai 66 orang.

2.1. Microfinance / Lembaga Keuangan Mikro


2.2.1 Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
7
Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga
yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro
serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan
formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.
Pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu yang ampuh dalam
meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa,
ketika pinjaman diberikan kepada mereka yang sangat miskin, kemungkinan besar
pinjaman tersebut tidak akan pernah kembali. Hal ini wajar saja, mengingat mereka (the
extreme poor) tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif. Program
pangan dan penciptaan lapangan kerja lebih cocok untuk masyarakat sangat miskin
tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat lain yang dikategorikan miskin namun
memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor) atau masyarakat yang
berpenghasilan rendah (lower income), mereka memiliki penghasilan, meskipun tidak
banyak. Untuk itu diperlukan pendekatan, program subsidi atau jenis pinjaman mikro
yang tepat untuk masing-masing kelompok masyarakat miskin tersebut.
Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan
mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan
khususnya bank umum.
Pada lembaga keuangan mikro ini dapat menumbuhkan minat masyarakat di
pedesaan untuk berusaha atau menumbuhkan pengusaha-pengusaha kecil di pedesaan,
yang pada akhirnya dapat membantu program pemerintah untuk :
a) Meningkatkan produktivitas usaha masyarakat kecil di pedesaan.
b) Meningkatkan pendapatan penduduk desa.
c)Menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, sehingga dapat memperkecil
keinginan masyarakat pedesaan melakukan urbanisasi.
d)Menunjang program pemerintah dalam mengupayakan pemerataan pendapatan
penduduk desa dan upaya pengentasan kemiskinan.
Di Indonesia regulasi terkait LKM masih relatif baru yaitu tahun 2013. Menurut UU
LKM No 1 tahun 2013, LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk

8
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan. LKM dapat dibedakan menjadi 3 jenis (Usman et
al. 2004) yaitu :
a) Formal terdiri dari bank (BPR, BRI Unit dan BKD) dan non bank (KSP, USP, LDKP,
Pegadaian)

b) Non Formal: LKMS

c) Program : Kukesra, PPK, P4K, P2KP, PKM, IMS-NTAADP, IMSSAADP, PEMP

d) Informal: Arisan, Rentenir

2.2.2 Lembaga Kuangan Mikro Syariah (LKMS)


Pada awalnya LKMS dikategorisasikan kepada LKM non formal namun karena
perkembangan LKMS yang pesat sehingga perlu adanya pengaturan maka banyak koperasi
memperoleh legalisasi formal dalam bentuk koperasi (BMT Summit 2012). Dalam UU
Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro sudah diatur masalah LKM yang
operasionalisasinya berdasarkan prinsip syariah. Sebelum ada undang-undang tersebut,
LKMS/LKMS masih diatur oleh Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Dan
Menengah nomor 35.2 /Per/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Standar Operasional
Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi.
Selama ini salah satu penyebab banyaknya LKMS yang mengalami masalah dengan
keberlanjutan karena ketiadaan regulasi (Sakai dan Marijan 2008).
LKMS adalah penyedia pembiayaan mikro (usaha kecil) di Indonesia yang cukup
berkembang. LKMS merupakan upaya pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang
didukung oleh dana-dana dari para anggota komunitas Islam. Lembaga pembiayaan usaha
kecil ini biasanya beroperasi berdasarkan prinsip pembagian hasil (termasuk berbagi
kerugian) dan menggunakan nilai-nilai moral Islam dan solidaritas kelompok sebagai
modal social guna mendorong pembayaran pinjaman. Solidaritas kelompok dibangun
melalui rapat-rapat dan konsultasi-konsultasi secara berkala. Artinya inisiasi pembentukan
LKMS bukan dari pemerintah untuk menyalurkan kredit bersubsidi melainkan dari
masyarakat itu sendiri.

9
Lebih jelasnya terkait LKMS (Rodoni et al. 2008) adalah balai usaha mandiri terpadu
yang isinya berintikan konsep baitul maal wa tamwil. Kegiatan baitul tamwil adalah
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas
kegiatan ekonomi pengusaha mikro dan kecil, antara lain mendorong kegiatan menabung
dan pembiayaan kegiatan ekonominya. Artinya, LKMS sudah melakukan aktivitas
memobilisasi tabungan yang berbeda dengan kebijakan perkreditan desa. Sedangkan
kegiatan baitul maal menerima titipan dana bazis dari dana zakat, infaq dan shadaqoh dan
menjalankannya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Kegiatan baitul maal atau rumah
pembendaharaan yang bersifat sosial yang melekat kepada LKMS tersebutlah yang
membedakan dengan lembaga keuangan lainnya terutama lembaga keuangan konvensional.
Untuk masyarakat yang sangat miskin dan miskin pendanaan tidak menggunakan skema
bisnis atau komersial tetapi menggunakan baitul maal. Baitul maal dirancang untuk
program pemberdayaan kelompok masyarakat miskin atau sangat miskin. Kelompok
tersebut dibantu dengan menggunakan dana-dana social yang berasal dari masyarakat,
seperti halnya zakat, infak dan sedekah serta tidak diperbolehkan mengambil keuntungan
sama sekali atas dana tersebut. Sebagian pendanaan tersebut bahkan tidak perlu
dikembalikan kepada BMT karena bersifat hibah. Namun, BMT selalu mengusahakan agar
bantuan menjadi produktif yang disertai bantuan teknis lainnya, agar masyarakat miskin
yang menjadi sasaran program itu bisa menghasilkan secara berkesinambungan.
Adapun bentuk pelayanan zakat dan shadaqoh yang dilakukan oleh LKMS
(Sudarsono 2008) adalah:
a) Penggalangan dana zakat, infaq dan shadaqoh (ZIS)
- ZIS dari masyarakat
- Kerjasama antara LKMS dengan lembaga badan amil zakat, infaq, dan shadaqoh
(bazis)
b) Penyaluran dan ZIS
- Digunakan untuk pemberian pembiayaan yang sifatnya hanya membantu
- Pemberian bea siswa bagi peserta yang berprestasi atau kurang mampu dalam
membayar SPP
- Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena kesulitan pelunasan.

10
- Membantu masyarakat yang perlu pengobatan.
2.2.3 Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Sebagai salah satu lembaga perekonomian umat, LKMS memiliki beberapa tujuan antara
lain:
a. Meningkatkan dan mengembangkan potensi ummat dalam program pengentasan
kemiskinan, khususnya pengusaha kecil/lemah.
b. Memberikan sumbangan aktif terhadap upaya pemberdayaan dan peningkatakan
kesejahteraan ummat.
c. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan prinsip
syariah. d. Mendorong sikap hemat dan gemar menabung.
e. Menumbuhkan usaha-usaha yang produktif.
f. Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal pinjaman dan membebaskan
dari system riba.
g. Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan
ekonomi nasional.
h. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, di samping meningkatkan
kesempatan kerja dan penghasilan umat.
2.2.4 Produk-produk Dari Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, yakni melayani masyarakat, kegiatan
pokok LKMS meliputi dua kegiatan, yaitu simpanan mudharabah dan pembiayaan (Rodoni
et al. 2008).
1. Simpanan mudharabah Simpanan mudharabah adalah simpanan yang dilakukan oleh
pemilik dana/anggota (shahibul maal), yang selanjutnya akan mendapatkan bagi hasil
sesuai dengan kesepakatan di muka berdasarkan prosentase pendapatan (nisbah); seperti 25
% sampai 30% dari pendapatan per Rp1.000.000 pada setiap bulannya dan dapat disimpan
atau diambil setiap saat pada waktu kantor buka (jam kerja).
2. Pembiayaan Pembiayaan adalah kegiatan LKMS dalam hal menyalurkan dana kepada
ummat melalui pinjaman untuk keperluan menjalankan usaha yang ditekuni oleh
nasabah/anggota seseuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku serta kesepakatan
bersama. Produk pembiayaaan terbagi dalam beberapa macam, yaitu:
11
a. Mudharabah
b. Musyarakah
c. Bai Bitsaman Ajil
d. Murabahah
e. Qardhul Hasan
f. Ijarah g. At-Ta’jir
2.2.5 Keberlanjutan Lembaga Keuangan Mikro
Keberlanjutan secara tidak langsung bahwa lembaga harus bisa menutup kembali
biaya-biaya yang dikeluarkannya sekaligus mendapat surplus minimal sama dengan
opportunity cost dari modal. bahwa lembaga keuangan mikro bisa mencapai keberlanjutan
apabila pendapatan operasional dari pinjaman mencukupi untuk menutup seluruh biaya
operasional. Kondisi ini akan terpenuhi apabila dengan meningkatkan tingkat suku bunga
terhadap pinjaman sehingga adanya spread antara tingkat suku yang dipinjamkan dan untuk
pembayaran tabungan. Dengan adanya spread tersebut, LKM cukup untuk menutupi biaya.
Kondisi ini akan menggeser tingkat suku bunga bersubsidi.
Empat kondisi untuk LKM bisa berkelanjutan, yaitu: 1) LKM harus mempunyai
tingkat suku bunga pinjaman yang positif yang cukup untuk menutupi biaya-biaya yang
tidak disubsidi (bagi LKM yang disubsidi) untuk menjaga tingkat equity riilnya. 2) Institusi
mampu mencapai tingkat repayment yang tinggi. 3) Institusi harus menawarkan tingkat
suku bunga tabungan yang tinggi untuk menarik masyarakat menabung secara sukarela
sehingga akan meningkatkan secara signifikan portofolio pinjaman. 4) Institusi harus
efisien (termasuk biaya transaksi dan administrasi yang rendah) dalam hal menyangkut
mekanisme dalam proses skrining, proses pinjaman, menarik pinjaman di nasabah, juga
memobilisasi dan melayani tabungan.

2.2.6 Jangkauan Layanan Lembaga Keuangan Mikro


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, keuangan mikro ditujukan kepada
masayrakat miskin. Masyarakat miskin disini bukan berarti masyarakat yang sangat miskin

12
(The poorest) karena persyaratan memperoleh pinjaman telah mengoperasikan usahanya
sedikitnya satu tahun. Artinya jenis pinjaman yang digunakan adalah pinjaman produktif.
Pendekatan tradisional dari LKM memfokuskan kepada penyediaan kredit untuk
masyarakat miskin yang tidak mempunyai akses ke bank komersial, dalam upaya
pengurangan kemiskinan dengan menciptakan bisnis yang menghasilkan pendapatan
(Mersland and Strom 2010). Selain masyarakat miskin, yang menjadi target jangkauan
layanan (outreach) keuangan LKM yaitu kaum wanita, masyarakat perdesaan dan
masyarakat yang tidak berpendidikan. Golongan masyarakat tersebut selama ini tidak
terjangkau oleh layanan keuangan formal.
2.2.7 Dampak Layanan Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Pengurangan Kemiskinan
Seperti yang sudah diuraikan, akhir-akhir terjadi adanya fenomena trade off pada
LKM yang menggeser fokus layanan LKM ditujukan kepada rumahtangga yang lebih
sejahtera. Dengan demikian keterkaitan antara LKM dan pengurangan kemiskinan
diperdebatkan kembali. Peminjam termiskin (the poorest) memperoleh manfaat yang lebih
kecil dibandingkan dengan kelompok masyarakat miskin dan tidak miskin, bahkan dalam
beberapa kasus dampak terhadap yang paling miskin kenyataannya negative (Sofi 2012).
Apabila, layanan keuangan mikro konsisten dan terus menerus diberikan kepada
masyarakat miskin, dari beberapa literatur dan kajian empiris menunjukkan adanya dampak
terhadap pengurangan kemiskinan. Dampak akses ke LKM terhadap pengurangan
kemiskinan adalah menciptakan usaha yang menghasilkan pendapatan, meningkatkan
konsumsi, memperkuat mekanisme dalam mengatasi krisis, membantu dalam diversifikasi
pendapatan dan memungkinkan adanya penciptaan aset. bagi masyarakat miskin, akses ke
lembaga keuangan secara permanen dapat meningkatkan pendapatan, membangun aset dan
mengurangi segala kerentanan sebagai akibat faktor ekternal (Diagne and Zeller 2001).

2.2.8 Contoh Kasus LKM


Penelitian yang dilakukan Rahayu (2016) tentang aksesibilitas petani bawang merah
terhadap lembaga keuangan mikro sebagai sumber pembiayaan. Dengan menggukana
metode purposive, terdapat 205 sampel, petani yang yang menjadi nasabah LKM. Serta
13
dianalisis menggunakan metode deskriptif, dan penilaian petani terhadap LKM dikur oleh
rata-rata skor.

Pada studi kasus petani bawang merah di Kabupaten Bantul menunjukkan lembaga
keuangan mikro yang paling banyak diakses petani adalah kelompok tani yang sebenarnya
merupakan sumber pembiayaan kredit program pemerintah, yaitu kredit PMUK dengan
skim kredit: (a) menyediakan bantuan kredit dengan suku bunga rendah, (b) menyediakan
kredit jangka pendek (musiman) dan pembayaran dapat ditunda pada musim berikutnya
apabila terjadi kegagalan panen, (c) memperbolehkan agunan sertifikat tanah dan bangunan
berasal dari salah satu pengurus kelompok tani, dan (d) melayani petani dengan prosedur
administrasi yang sederhana (Rahayu L, 2016)

14
BAB 3
PENUTUP

Sektor keuangan merupakan sektor yang paling banyak diregulasi karena dianggap
sebagai sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian. Sektor finansial digerakan
oleh dua lembaga keuangan yaitu lembaga perbankan yang terdiri dari bank-bank umum dan
lembaga keuangan non bank yang terdiri dari pasar modal, lembaga pembiayaan, pegadaian,
asuransi dan dana pensiun. Sektor keuangan berperan sebagai lokomotif pertumbuhan sektor riil
melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu
memobilisasi tabungan, menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan
kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini meningkatkan tingkat investasi dan akhirnya
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Microfinance saat ini masih diyakini sebagai salah satu cara paling potensial untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dalam
skema perekonomian di Tanah Air, sekitar 90% unit usaha merupakan usaha mikro. Nah, guna
mengembangkan kapasitas dan kemampuan bisnisnya, para pelaku usaha kecil ini perlu diberi
suntikan modal, salah satunya lewat pemberian kredit usaha mikro. Tambahan modal ini akan
berimbas positif terhadap laju bisnis mereka. Roda perekonomian yang aktif akan menciptakan
semacam multiplier effect yang secara tidak langsung berperan dalam memajukan pertumbuhan
ekonomi nasional.

15
DAFTAR PUSTAKA

Department For International Development (DFID). 2004. “The Importance of Financial Sector
Development for Growth and Poverty Reduction”. Policy Division Working Paper.

Diagne A, Zeller M. 2001. Access to Credit and its impact on Welfare in Malawi. Research
Report 116. Washington, DC: International Food Policy Research Institute.

Levine, R. 1997. “Financial Development and Economic Growth: Views and Agenda”. Journal
of Economic Literature, 35: 688-726.

Mersland R, Strom RO. 2010. Microfinance Mission Drift? World Development


38(1): 28-36.

Mukhlis. 2005. “Analisis Financial Deepening di Indonesia Tahun 1975-2000”. Ekofeum Online.
Jurnal Ekonomi Pembangunan. FE UM.

Rahayu, L. (2016). Aksesibilitas petani bawang merah terhadap lembaga keuangan mikro sebagai
sumber pembiayaan. AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development
Research, 1(1), 52-60.
Rodoni A, Hamid A. 2008. Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.

Todaro. M.P dan Smith, S.C, (2011). Pembangunan Ekonomi Edisi Sebelas. Jakarta. Erlangga.

16

Anda mungkin juga menyukai