Anda di halaman 1dari 7

MATERI 3

TEORI-TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan dapat


menjelaskan Teori-teori perdagangan internasional: current theory of
international trade.

URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN

PENDAHULUAN

Fenomena-fenomena perdagangan internasional memicu pada semakin berkembangnya


teori-teori perdagangan internasional sebagai bagian dalam bisnis internasional. Perdagangan
internasional terjadi sebagai dampak keterbatasan setiap negara untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya, seperti keterbatasan faktor produksi, teknologi, masalah nilai tukar ataupun
efisiensi produksi. Oleh karena itu terdapat beberapa teori perdagangan internasional yang
menjelaskan bagaimana proses perdagangan internasional tersebut dapat terjadi, serta masalah-
masalah kompleks yang ada di dalamnya.
Perkembangan teori perdagangan internasional terbilang cukup bertahap. Diantara
kehadiran teori modern, terdapat beberapa teori alternatif yang dapat digunakan untuk
menjelaskan tentang perdagangan internasional. Beberapa teori alternative (current theory)
perdagangan internasional antara lain: International Product Life Cycle (IPLC) Theory,
Competitive Advantage of Nation, Hyper Competitive dan Competitive Liberalization. Dalam
penggunaannya, beberapa teori sering digunakan dalam menjelaskan tentang perdagangan
internasional.

A. Siklus Hidup Produk Theory (international product life cycle (IPLC) Theory)


Salah satu pendekatan untuk menjelaskan terjadinya perdagangan internasional (ekspor
dan impor) antara negara industri maju dengan negara yang sedang berkembang adalah
menggunakan teori dari R. Vernon. Teori ini membicarakan siklus kehidupan produk.
Raymond Vernon, seorang profesor Harvard Business School, mengembangkan teori siklus
hidup produk teori di tahun 1960an. Teori ini menyatakan bahwa siklus hidup produk
memiliki tiga tahap yang berbeda: (1) produk baru, (2) produk jatuh tempo, dan (3) produk
standar. Teori ini berasumsi bahwa produksi produk baru akan terjadi sepenuhnya di negara
asal dari inovasinya. 
Pada 1960-an, ini adalah teori yang berguna untuk menjelaskan keberhasilan manufaktur
Amerika Serikat. Manufaktur AS adalah produsen dominan global di banyak industri setelah
Perang Dunia II. Karena tingginya konsumsi dalam negeri AS, membutuhkan inovasi produk
terus menerus. Awalnya, hanya mereka yang berada pada kelas menengah di negara lain
mampu membeli, dan diikuti negara berkembang. Setelah kondisi ekonomi berubah,
perusahaan memindahkan produksi di negara yang lebih murah biayanya. Negara-negara lain
membeli produk tersebut lebih banyak, sementara di pasar AS sendiri sudah jenuh.
Teori ini juga telah digunakan untuk menggambarkan bagaimana komputer pribadi (PC)
melalui siklus produknya. PC adalah produk baru pada tahun 1970 dan berkembang menjadi
produk dewasa selama tahun 1980-an dan 1990-an. Saat ini, PC sedang dalam tahap produk
standar, dan sebagian besar proses manufaktur dan produksi dilakukan di negara-negara
berbiaya rendah di Asia dan Meksiko.
Teori siklus hidup produk kurang mampu menjelaskan pola perdagangan saat ini di mana
inovasi dan manufaktur terjadi di seluruh dunia. Misalnya, perusahaan global bahkan
melakukan penelitian dan pengembangan di pasar berkembang di mana tenaga kerja yang
sangat terampil serta biayanya lebih murah. 

B. Teori Keunggulan Kompetitif Nasional Porter ( International Competitive of Nation


Porter’s Diamond)
Pada tahun 1990 Michael Porter dari Harvard Business School menerbitkan hasil dari
penelitian secara mendalam dalam usahanya untuk menjelaskan mengapa beberapa negara
berhasil dan yang lainnya gagal dalam dunia persaingan internasional. Teori Porter tentang
daya saing nasional berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang
menjelaskan tentang keunggulan komparative tidak mencukupi, atau bahkan tidak tepat.
Menurut Porter, suatu negara memperoleh keunggulan daya saing/competitive advantage
(CA) jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara
ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya.
Perusahaan memperoleh (CA) karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat
dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestik yang agresif, serta pasar lokal
yang memiliki permintaan tinggi. Perbedaaan dalam nilai-nilai nasional, budaya, struktur
ekonomi, institusi, dan sejarah semuanya memberi kontribusi pada keberhasilan dalam
persaingan. Perusahaan menjadi kompetitif melalui inovasi yang dapat meliputi peningkatan
teknis proses produksi atau kualitas produk.
Selanjutnya Porter mengajukan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan
(faktor – faktor yang menentukan) National Competitive Advantage (NCA). Empat faktor ini
adalah:
1. factor conditions
2. demand conditions
3. related and supporting industries
4. firm strategy, structure, and rivalry

Factor Conditions
Factor Conditions mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi seperti
tenaga kerja, sumber daya alam, modal dan infrastruktur. Kunci utama faktor produksi adalah
diciptakan bukan diperoleh dari warisan. Lebih jauh, kelangkaan sumber daya (factor
disadvantage) seringkali membantu negara menjadi kompetitif. Terlalu banyak sumber daya
memiliki kemungkinan disia-siakan, ketika langka dapat mendorong inovasi.

Demand Conditions
Demand Conditions mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan
menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing. Pasar seperti ini ditandai dengan
kemampuan untuk menjual produk-produk superior, yang didorong oleh adanya permintaan
barang dan jasa berkualitas, serta adanya kedekatan hubungan antara perusahan dan
pelanggan.
Related and Supporting Industries
Related and Supporting Industries mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya
keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini
bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan. Porter
mengembangkan model dari faktor kondisi semacam ini dengan industrial clusters atau
agglomeration, yang memberi manfaat adanya potential technology knowledge spillover,
kedekatan dengan consumer, sehingga semakin meningkatkan market power.

Firm strategy, Structure and Rivalr


Faktor ini mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan
dan intensitas persaingan pad industri tertentu. Faktor ini dapat terdiri dari setidaknya dua
aspek: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi
perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir berdasarkan peluang dan
prestise. Suatu negara akan memiliki daya saing pada suatu industri di mana personal
kuncinya dianggap prestisious. Struktur mengikuti strategi. Struktur dibangun guna
menjalankan strategi. Intensitas persaingan yang tinggi mendorong inovasi.
Porter juga menambahkan faktor lain: peran pemerintah dan chance, yang dikatakan
memiliki peran penting dalam menciptakan NCA. Peran dimaksud, bukan sebagai pemain di
industri, namun melalui kewenangan yang dimiliki memberikan fasilitasi, katalis, dan
tantangan bagi industri. Pemerintah menganjurkan dan mendorong industri agar mencapai
level daya saing tertentu. Hal-hal tersebut dapat dilakukan pemerintah melalui kebijakan
insentif berupa subsidi, perpajakan, pendidikan, fokus pada penciptaan dan penguatan factor
conditions, serta menegakkan standar industri.

C. Hyper Competitive
Proses liberalisasi perdagangan dunia baik secara regional maupun internasional yang
berlangsung hingga saat ini, telah menyebabkan persaingan global yang semakin ketat,
bahkan menuju kepada hyper competitive. Hal ini dibuktikan, antara lain oleh adanya
persaingan dan ancaman dari Korea, Taiwan. Singapura, dan lainnya. Persaingan dan
ancaman tersebut dihadapi oleh industri elektronik dan otomotif Jepang, AS dan Eropa yang
selama ini menguasai pasar dunia.
Selain itu, persaingan yang sangat ketat juga terjadi di antara sesama negara yang sedang
berkembang, khususnya untuk produk-produk industri ringan, seperti tekstil dan produk
tekstil, sepatu, agro industri, dan lain-lain.
Kondisi persaingan global yang hyper competitive tersebut memaksa setiap
negara/perusahaan untuk memikirkan/menemukan suatu strategi yang tepat. Strategi yang
tepat tersebut berupa perencanaan dan kegiatan operasional terpadu yang mengkaitkan
lingkungan eksternal dan internal, sehingga dapat mencapai tujuan jangka pendek dan jangka
panjang dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real
income secara efektif dan efisien. Strataegi ini dikenal sebagai Sustainable Competitive
Advantage ( SCA, yaitu keunggulan daya saing berkelanjutan (terus-menerus). Namun
menurut Richard D’Aveni (1994), pada situasi hyper competitive, tidak ada lagi
perusahaan/negara yang dapat memiliki keunggulan daya saing berkelanjutan ( SCA).
Sehubungan dengan pendapat Richard D’Aveni ini, perlu dikemukakan beberapa catatan
(H. Hady, 1996) sebagai berikut.
 Pada situasi hyper competitive, keunggulan daya saing suatu perusahaan/negara tetap
didasarkan kepada keunggulan kompetitif dinamis, walaupun dengan jangka waktu
yang relatif pendek.
 Pengertian SCA atau keunggulan daya saing berkelanjutan harus diartikan sebagai
keunggulan yang diperoleh karena invention dan innovation secara terus-menerus,
sehingga tetap unggul dari pesaing.
 Invention dan inovasi diperoleh dari hasil research & development, baik yang bersifat
scientific maupun applied.
 Sustainable competitive advantage ini relatif lebih tepat dan paling menguntungkan
untuk dilakukan dalam sektor agro industri karena sumber atau resource base-nya
dapat diperbaharui.
Dengan demikian, selama suatu negara masih memiliki sustainable competitive
advantage, maka negara tersebut akan dapat terus mengekspor produknya, dan tentunya akan
lebih baik untuk mengimpor produk lainnya.
D. Teori Rivalitas Strategis Global (Competitive Liberalization regional integration)
Pada tahun 1980-an muncul teori persaingan strategis global, dan didasarkan pada karya
ekonom Paul Krugman dan Kelvin Lancaster. Teori mereka berfokus pada perusahaan
multinasional dan upaya mereka untuk mendapatkan keunggulan kompetitif terhadap
perusahaan global lainnya dalam industri mereka. Perusahaan akan menghadapi persaingan
global dalam industri mereka dan untuk mencapai kemakmuran, mereka harus
mengembangkan keunggulan kompetitif. 
Keinginan masing-masing negara untuk dapat bekerja secara produktif, efisien, dan
efektif agar dapat bersing di pasar global pada dekade terakhir ini, telah mendorong
terjadinya competitive liberalization terutama di kawasan Asia Pasifik, khususnya di bidang
perdagangan dan investasi.
Competitive Liberalization (persaingan liberalisasi) ini dilakukan karena masing-masing
negara berusaha untuk membuat situasi dan kondisi ekonominya menjadi menarik bagi
investor/penanam modal uang asing.
Persaingan liberalisasi yang dilakukan oleh masing-masing negara yang didasarkan
kepada comparative advantage dinamis dan atau competitive advantage menurut diagram
“diamond” Porter’s akan menyebabkan suatu negara dapat mengekspor atau lebih baik
mengimpor produk tertentu. Sebaliknya, negara lain lebih baik mengimpor dan mengekspor
produk tertentu, sehingga akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan bagi
masing-masing negara.

Anda mungkin juga menyukai