Anda di halaman 1dari 40

BAB 7

URBANISASI DAN MIGRASI


DESA-KOTA

Anggi Anggraeni Putri 01031381821077


Diniar Kurnia Elva 01011381821032
Maharani Yusti Nendra 01031381821018
Nina Anitia Nasharudin 01031381821031
Octavia Erida 01031381821085
Putri Indah Lestari 01031381821028
Rafika Anggeriani 01031381821030
Regina Aulia Panggabean 01011381821032
Tara Alina Rizki 01031381821032
Tri Putri Utami 01031381821029
Wulandari 01031381821055
Bab 7 Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota: Teori dan Kebijakan

DILEMA MIGRASI DAN URBANISASI

salah satu dilema proses pembangunan yang paling


rumit dan peka: gejala perpindahan penduduk dalam
jumlah besar dari kawasan pedesaan ke kota-kota yang
semakin banyak bermunculan di Afrika, Asia, dan Amerika
Latin yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.
Jumlah penduduk di dunia pada tahun 2050 diperkirakan
akan mencapai lebih dari 9 miliar, dan pertumbuhan
penduduk yang dramatis akan lebih banyak terjadi di
berbagai kota di negara-negara berkembang. Perserikatan
Bangsa-Bangsa bahkan telah memperkirakan bahwa, untuk
pertama kalinya dalam sejarah manusia, dunia akan
menjadi lebih didominasi kota ketimbang desa pada tahun
2008.

2
Urbanisasi: Tren dan Proyeksi
Hubungan positif antara urbanisasi dan pendapatan perkapita merupakan “fakta
khusus” paling jelas dan menonjol dari proses pembangunan. Umumnya, semakin maju
suatu negara berdasarkan pendapatan perkapita, semakin besar jumlah penduduk yang
mendiami kawasan perkotaan. Peraga 7.1 menunjukkan urbanisasi versus GNI perkapita;
negara-negara berpendapatan paling tinggi, seperti Denmark, adalah negara paling urban
(penduduknya paling banyak menghuni kawasan perkotaan); sedangkan negara-negara
paling miskin, seperti Rwanda, adalah negara yang penduduknya tidak banyak berdiam di
kawasana perkotaan. Pada saat yang sama, meskipun suatu negara menjadi lebih urban
ketika berkembang, negara-negara termiskin sekarang lebih urban daripada negara-negara
maju sekarang ketika dahulu berada pada tingkat pembangunan yang setara sebagaimana
yang diukur dengan pendapatan perkapita; dan rata-rata negara berkembag sekarang
mengalami urbanisasi lebih cepat.

3
Peraga 7.2 menunjukkan urbanisasi antarwaktu tertentu dan antartingkat
pendapatan yang berbeda dari tahun 1970 sampai tahun 1995. Setiap segmen garis mewakili
lintasan perjalanan sebuah negara; dimulai dari titik-titik solid yang mewakili tingkat
pendapatan dan urbanisasi pada tahun 1970 bagi negara tertentu, dan berakhir pada ujung
bagian garis (yang berbentuk wajik) yang menunjukkan tingkat pendapatan dan urbanisasi
negara bersangkutan pada tahun 1995. Ketika garis-garis itu mengarah ke kiri, yang
menunjukkan adanya penurunan pendapatan perkapita dalam periode tersebut, semua garis
itu umumnya mengarah ke atas, mengidikasikan masih berlanjutnya urbanisasi. Singkatnya,
urbanisasi sedang terjadi di semua negara di dunia, sekalipun dengan tingkat yang berbeda-
beda.
4
Dalam peraga 7.3 hampir semua tambahan penduduk dunia akan
menyebabkan pembengkakan jumlah penduduk di kawasan perkotaan karena
para migran terus membanjiri kota dari kawasan pedesaan, dan pada saat yang
sama tingkat urbanisasi di negara berkembang semkain mendekati tingkat
urbanisasi di negara maju.
Meluasnya urbanisasi berlangsung cepat dan bias perkotaan (urban
bias) dalam strategi pembangunan telah menyuburkan pertumnuhan
perkampungan miskin dan kumuh yang besar. (dilanjutkan ke hal391)
*Bias perkotaan = suatu gagasan bahwa hampir semua pemerintah negara
berkembang menerapkan kebijakan pembangunan yang lebih berpihak pada
sektor perkotaan, sehingga menimbulkan kesenjangan besar antara
perekonomian perkotaan dan perekonomian pedesaan. 5
Bab 7 Urbanisasi dan Migrasi Desa-Kota: Teori dan Kebijakan

PERANAN KOTA

Kawasan perkotaan telah memainkan


peran sangat konstruktif dalam perekonomian
negara – negara maju dewasa ini, dan kawasan ini
masih menyisakan potensi besar dan belum
terjamah untuk menghasilkan hal serupa di
negara berkembang. Secara umum, kota terbentuk
karena memberikan keunggulan atau keuntungan
efisiensi biaya bagi para produsen dan konsumen
melalui apa yang disebut ekonomi aglomerasi.

6
Ekonomi aglomerasi merupakan keunggulan atau
efisiensi biaya yang diperoleh produsen ke konsumen
dari lokasi dalam kota besar atau sedang, yang
berwujud ekonomi urbanisasi dan ekonomi
lokalisasi. Ekonomi urbanisasi merupakan akibat
dari aglomerasi yang berkaitan dengan pertumbuhan
umum wilayah geografi yang terkonsentrasi. Sedangkan
ekonomi lokalisasi adalah akibat aglomerasi yang
diperoleh sektor – sektor ekonomi, seperti pembiayaan
dan kendaraan bermotor, ketika sector itu tumbuh dan
berkembang dalam suatu kawasan.

7
Distrik Industri
Definisi ekonomi tentang kota adalah “suatu
kawasan yang kepadatan penduduknya relatif tinggi,
dan memiliki sejumlah aktivitas yang sangat
berkaitan.” Perusahaan – perusahaan umumnya juga
lebih suka berada di lokasi yang memungkinkan mereka
belajar dari perusahaan lain yang melakukan pekerjaan
serupa. Imbas pengetahuan ini merupakan manfaat
ekonomi aglomerasi, bagian dari manfaat lokalisasi
yang disebut sebagai :distrik industri”. Di mana
tepatnya lokasi industri itu tidak menjadi masalah.

8
Kelompok – kelompok industri merupakan hal
yang biasa ditemukan di negara – negara berkembang.
Dari yang berada pada tahap – tahap pembangunan
industri yang bervariasi dari industry rumahan sampai
dengan industri manufaktur berteknologi maju. Namun,
kedinamisan kelompok tersebut berbeda – beda karena
cenderung terspesialisasi pada suatu bidang. Dalam
beberapa kasus, spesialiasasi yang sifatnya tradisional
itu telah berkembang menjadi kelompok usaha yang
lebih maju.
Kelompok usaha ini menyerupai distrik di negara
maju, tetapi memerlukan pembiayaan yang memadai
untuk berinvestasi dalam perusahaan – perusahaan inti
yang menggunakan barang modal dalam skala yang
besar.
9
Dalam studi yang dilakukan terhadap enam
kelompok usaha representative di Afrika, Dorothy
McCormick menyimpulkan bahwa, “kelompok usaha
dasar menyiapkan jalan; kelompok industrialisasi
memprakarsai proses spesialisasi, diferensiasi, dan
pengembangan teknologi; dan kelompok industri
canggih menghasilkan produk kompetitif di pasar yang
lebih luas. Dalam beberapa kasus, bukti menunjukkan
kegagalan koordinasi yang tidak ditanggulangi,
sehingga pemerintah dapat berperan aktif menetapkan
kebijakan untuk mendorong peningkatan kelompok
usaha. Dalam kasus – kasus lainnya, justru pemerintah
yang menyebabkan kemandekan gugus usaha karena
menerapkan peraturan yang kaku dan tidak rasional,
yang akibatnya jauh lebih merusak ketimbang
ketidakacuhan terhadap kelompok usaha di sektor
informal. 10
Keuntungan lainnya tercipta melalui investasi patungan
dan aktivitas promosi perusahaan-perusahaan dalam distrik
tersebut. Salah satu faktor yang menentukan dinamisme sebuah
distrik adalah kemampuan semua perusahaan di distrik itu untuk
menemukan mekanisme tindakan kolektif tersebut. Meski
pemerintah dapat menyediakan bantuan keuangan dan layanan
penting lainnya untuk memfasilitasi pengembangan kelompok
usaha, faktor yang juga penting adalah modal social (social
capital).
Modal sosial biasanya tumbuh dan berkembang secara
alamiah dalam komunitas ekonomi, dan tidak dapat diciptakan
secara paksa. Bahkan dengan adanya tindakan kolektif yang
menggantikan manfaat pasif aglomerasi, kelompok-kelompok
usaha tradisional mungkin tidak akan mampu bertahan dalam
bentuknya yang sekarang ketika bergerak ke tahap industrilisasi
yang lebih maju.
11
Skala Perkotaan yang Efisien
Ekonomi lokalisasi tidak bermaksud mengatakan bahwa
efisiensi akan tercapai ketika semua industri di sebuah Negara
dipusatkan ke sebuah kota. Efisiensi ini hanya dapat tercapai bagi
sejumlah industri yang terkait erat, seperti industri yang memiliki
keterkaitan yang kuat ke hulu dan ke hilir, tetapi tidak banyak
manfaatnya bagi industri yang tidak berkaitan untuk
menempatkan diri pada lokasi yang sama. Salah satu
pengecualian yang menonjol adalah kemungkinan terjadinya
imbas dari kemajuan teknologi di sebuah industri yang
penggunaannya diadaptasikan dalam industri lainnya. Akan
tetapi, terdapat juga beberapa Biaya Penumpukan (congestion)
yang penting.

12
Semakin tinggi tingkat kepadatan kawasan perkotaan,
semakin tinggi pula biaya real estate (tanah dan bangunan). Di
kawasan perkotaan yang besar, para pekerja boleh jadi harus
melaju (communiting) lebih jauh dan biaya transportasi yang
lebih tinggi dari tempat tinggal ketempat bekerja dan sebaliknya
akan mengakibatkan tuntutan upah yang lebih tinggi untuk
menutupi biaya ini. Selain itu, infrastruktur seperti air dan system
saluran pembuangan limbah memerlukan biaya lebih tinggi di
kawasan perkotaan yang terkonsentrasi. Secara teoritis, dengan
tingginya biaya transportasi barang jadi dan keinginan para
konsumen untuk berlokasi di kota terbesar demi mengurangi
biaya transportasi itu sebanyak mungkin, maka aktivitas ekonomi
kemungkinan akan semakin terkonsentrasi di dalam sebuah kota
(ini dikenal sebagai “efek lubang hitam” atau “black hole”) tetapi,
umumnya akan jauh lebih efisien untuk meningkatkan system
transportasi suatu Negara, ketimbang membayar biaya
pemeliharaan kompleks perkotaan raksasa. 13
Dua Teori yang terkenal mengenai ukuran kota, yaitu :
 Model hierarki kota (teori tempat pusat/central place theory)

 Model bidang datar terdiferensiasi (differentiated plane model)

Dalam model hierarki urban yang diajukan oleh August


Losch dan Walker Christaller, pabrik di berbagai industry
memiliki karakteristik radius pasar yang timbul dari saling
berkaitannya tiga faktor, Yaitu:
 Skala ekonomi produksi.

 Biaya Transportasi.

 Bagaimana permintaan lahan yang tersebar terhadap tempat


yang tersedia.

14
Semakin besar skala ekonomi produksi dan semakin
rendahnya biaya transportasi, maka semakin besar pula radius
wilayah yang harus dilayani industri untuk meminimalkan biaya.
Sebaliknya, jika harga lahan dan bangunan yang ditawarkan
terlalu tinggi di kota yang dituju, maka radius yang tercipta akan
lebih kecil. Hasilnya adalah kota-kota kecil yang memiliki
aktivitas dengan radius pasar yang kecil , sementara kota-kota
besar memiliki beragam aktivitas dengan radius kecil dan besar .
Secara umum,dapat dikatakan bahwa aktivitas dengan
cakupannya nasional, seperti pemerintahan dan keuangan, akan
berlokasi di sebuah kota (meski tidak harus kota besar yang sama,
karena adanya efek dari biaya penumpukan). Jelas bahwa
pendekatan hierarki kota lebih baik diterapkan dalam industry
nonekspor ketimbang dalam industry ekspor.
15
Masalah yang Ditimbulkan Kota Raksasa
Rute transportasi utama di Negara-negara berkembang
umumnya adalah warisan zaman colonial. Para ilmuan aliran
ketergantungan telah membandingkan jaringan transportasi
colonial dengan system drainase, yang mengedepankan
kemudahan pengurasan sumber daya alam negeri jajahan. Dalam
banyak kasus, ibu kota akan berlokasi dekat pintu keluar system
ini yaitu pantai tepi laut. Jenis system transportasi ini juga diacu
sebagai “system hub-and-spoke” yang tampak jelas jika ibu kota
suatu Negara berlokasi di wilayah bagian dalam Negara itu.
Banyak Negara yang mewarisi system jaringan transportasi
terpusat era colonial, contohnya di banyak Negara Afrika dan
Amerika Latin, yang pada zaman penjajahan memudahkan
pergerakan pasukan dari ibu kota ke kota-kota lainnya untuk
menekan pemberontakkan. 16
Adakalanya sebuah kota inti (urban core) menjadi
terlalu besar, sehingga tidak lagi dapat mempertahankan
biaya industri yang berlokasi di tempat itu pada tingkat
minimum. Dinegara-negara maju, Sejumlah kota inti lainnya
sering kali berkembang di dalam wilayah metropolitan yang
luas, yang memungkinkan wilayah itu secara keseluruhan
memperoleh manfaat, aglomerasi, dan pada saat yang sama
menurunkan sebagian biaya, atau kota-kota baru akan
berkembang di wilayah lain yang benar-benar berada di
Negara itu. Akan tetapi, terbentuknya kota-kota inti baru ini
tidak terjadi dengan sendirinya jika masih ada sejumlah
keuntungan yang mungkin didapatkan dengan menempati
lokasi yang sama dengan perusahaan-perusahaan dan orang-
orang yang sudah ada.

17
Di Amerika Serikat, perusahan pengembang
sering menginternalisasikan eksternalitas dengan
menciptakan suatu “kota satelit” di kawasan
metropolitan, dengan membiayai dan membangn pusat
baru dikawasan yang harga tanahnya relatif murah
dengan jarak sekitar 10 sampai 50 km dari kota inti
asal. Hal ini terjadi, di bawah pengawasan pemerintah,
melalui peraturan tata ruang dan insentif dalam bentuk
kelonggaran pajak. Namun di negara-negara
berkembang, umumnya pasar modal tidak berjalan
cukup baik untuk mendorong terjadinya proses
pembangunan itu. Di Eropa, sector public memainkan
peran yang jauh lebih besar untuk mengoordinasikan
kota-kota baru dan pembangunan berskala besar.
18
Di Negara-negara berkembang, pemerintah
cenderung kurang terlibat dalam penyebaran aktivitas
ekonomi dengan ukuran yang lebih dapat dikelola atau,
andaikan mereka memang terlibat, sering kali kurang
efektif. Sebagai contoh, pemerintah mungkin berupaya
menyebarkan industri tanpa mempertimbangkan sifat-
sifat aglomerasi ekonomi, dengan memberikan insentif
untuk mewujudkan penyebaran itu, tetapi tidak ada
upaya mengelompokkan seumlah industri yang
berkaitan.

19
Bias Kota Utama

Bentuk bias perkotaan yang sering menyebabkan


gangguan cukup besar adalah apa yang disebut sebagai
bias kota utama (first-city-bias). Kota terbesar atau
“tempat utama” suatu Negara akan menerima bagian
investasi public dan insentif bagi investasi swasta dalam
proporsi lebih besar dibandingkan dengan yang
diberikan bagi kota terbesar kedua dan kota-kota lebih
kecil lainnya di Negara itu. Akibatnya, kota utama
memiliki jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi yang
jauh lebih besar dan tidak efisien dibandingkan dengan
kota-kota lainnya.
20
Penyebab Timbulnya Kota Raksasa
Semakin meraksasanya kota merupakan akibat dari
kombinasi system transportasi hub-and-spoke dan lokasi modal
politik di kota terbesar. Penjelasan lain yang lebih terperinci
umumnya juga mengarah pada konsekuensi negatif politik ekonomi.
Paul Krugman menekankan akibat dari industrilisasi substitusi
impor dengan proteksi yang sangat ketat adalah perdagangan
internasional yang sangat sedikit, serta penduduk dan aktivitas
ekonomi yang meiliki insentif untuk berkonsentrasi di satu kota,
sebagian besar untuk mengurangi biaya transportasi. Dengan
demikian, perusahaan-perusahaan akan lebih beroperasi di kota
dimana konsumen terbanyak tinggal, dan karena lebih ekonomisnya
ukuran took yang lebih besar dan distrik-distrik penjualan
terspesialisasi), jika hambatan perdagangan berkurang maka insentif
untuk memfokuskan produksi pada pasar dalam negeri juga
berkurang, serta para ekspor dan pemasoknya hanya akan memiliki 21

sedikit insentif untuk berlokasi di pusat penduduk terbanyak itu.


Kebanyakan negara berkembang dikendalikan
oleh pemerintah otoriter yang umumnya dipandang
paling mengancam jika terjadi di ibu kota negara,
pemerintah otoriter cenderung ”menyuap” penduduk
kota utama.
Faktor ekonomi politik lainnya yang
berkonstribusi terhadap semakin besarnya ibu kota
negara adalah perusahaan akan lebih di untungkan
untuk berada pada lokasi dimana mereka memiliki
akses yang mudah kepada pejabat pemerintah untuk
memperoleh keisitimewaan politik dari rezim penguasa
yang dapat digunakan untuk mendapatkan bantuan
khusus dengan memberikan imbalan atau dengan
menyuap pejabat pemerintah agar dapat beroperasi.
22
Terakhir, sejumlah faktor khusus dapat
menimbulakn tingginya biaya berbisnis ditempat lain
dalam suatu negara .salah satu dorongan untuk
beralokasi di ibu kota negra adalah tidak adanya
jaminan keamanan pribadi di negara –negara yang
sedang mengalami atau baru saja menyelsaikan konflik
seperti Republik Demokratik Kongo. Hal ini dapat
menghasilkan beberapa kebijakan prioritas bagi suatu
negara demi mengatasi masalah tinginya biaya
perusahaan untuk beroperasi diluar kota utama.

23
Sekor Informal Perkotaan

Berdasarkan pemgamatan dibeberapa negara


berkembang yang menunjukan bahwa bertambah banyaknya
tenaga kerja perkotaan ternyata tidak tampak dalam
ststistik pengagguran sektor modern formal. Banyaknya
pendatang baru kedalam angkatan kerja dikawasan
perkotaan tampaknya telah mendorong orang-orang ini
untuk mrnciptakan lapangan kerja sendiri atau berkeja
diperusahaan kecil miliik keluarga .dengan perkiraan bahwa
tingkat pertumbuhan penduduk dikawasan perkotaan di
negara berkembang yang tinggi akan terus berlanjut
sementara sektor formal perdesaan dan perkotaan semakin
tidak mampu menyerap tambahan tenaga kerja ,banyak
perhatian kini di curahkan terhadap peran sektor informal
yang berfungsi sebagai obat mujarab untuk mengatasi
masalah pengangguran yang semkain besar.
24
Sektor informal dicirikan dengan adanya sejumlah
besar aktivitas produksi dan jasa skala kecil yang dilakukan
individu atau dimiliki keluarga dan menggunkaan teknologi
sederhana padat karya .sektor informal cenderung beroperasi
seperti perusahaan yang bersaing secara monopolitik yang
memiliki kemudahan memasuki pasar ,kapasitas berlebih
dan adanya persaingan yang menurunkan laba sampai
ketingkat harga penawaran tenaga kerja rata-rata bagi
pendatang baru potensial.banyak pekerja yang memasuki
sektor ini adalah para pendatang baru dari kawasan
pedesaan yang tidak dapat memperoleh pekerjaan disektor
formal.Motivasi mereka adalah mendapatkan pendapatan
yang cukupuntuk bertahan hidupdengan menggantungkan
diri kepada kemampuan mereka sendiri untuk menciptakan
pekerjaan.sebanyak mungkin anggota keluarga dilihatkan
dalam aktivitas yang menghasilkan pendpatan.
25
Kebijakan bagi sektor informal perkotaan

Dalam hubungannya dengan sektor-sektor


lainnya, sektor internal terkait dengan sektor perdesaan
dalam arti bahwa sektor ini memungkinkan tenaga
kerja yang berlebih untuk keluar dari kemiskinan
ekstrem dan kondisi setengah mengganggur di desa,
meski harus menjalani kehidupan serta kondisi kerja
dan pendapatan yang sering kali tidak jauh lebih baik.
Untuk menyerap tenaga kerja perkotaan di masa depan,
sektor formal harus mampu menciptakan lapangan
kerja dengn tingkat yang sangat tinggi. Ini berarti
bahwa tingkat pertumbuhan output harus tumbuh pada
tingkat yang tinggi lagi, karena lapangan kerja dalam
sektor ini meningkat kurang proporsional terhadap
output.
26
Beberapa argument lain dapat dikemukakan untuk mendukung
upaya meningkatkan sektor informal pertama.
 Bukti yang tersebar menunjukan bahwa sektor informal
menghasilkan surplus bahkan dalam lingkungan kebijakan
tidak bersahabat yang menghambat sektor ini untuk
memperoleh manfaat yang diberikan pada sektor formal.
 Karena intensitas modalnya rendah dan hanya merupakan
bagian kecil dari modal yangdiperlukan sektor formaluntuk
mempekerjakan seorangpekerja di sektor formal.
 Dengan menyediakan akses pelatihan dan magang dengan
biaya relative jauh lebih kecil daripada yang disediakan oleh
lembaga – lembaga formal dan sektor informal.
 Sektor informal menghasilkanpermintaan akan tenaga kerja
semiterampil dan tidak dan tidak terampil yangpersediaannya
semakin meningkat, baik dalam arti relative maupun absolut. 27
Perempuan di sektor informal

Sejumlah studi mengatakan bahwa jika perempuan


dapatmemperoleh kredit dalam melaksanakan usaha kredit
dalam melaksanakan usaha sektor informal mereka, tingkat
perlunasan kredit itu sama atau melebihi tingkatpelunasan
laki –laki. Selain itu, karena perempuan dapatmenggunakan
modal secara lebih produktif dan memulai usahamereka
dengansejumlah investasi yang jauh lebih sedikit, tingkat
kembalian atas investasi mereka jauh lebih tinggi daripada
laki – laki .
Legalisi dan dorongan ekonomi untuk aktivitas –
aktivitas dalam sektor informal perkotaan, yang sebagian
besar tenaga kerja nya adalahperempuan, akan dapat
meningkatkanfleksibilitas keuangan dan produktivitas usaha
mereka. Agar perempuan dapat meraih manfaat ini
pemerintah harus meniadakanperaturan perundang-
undangan yang membatasi hak – hak perempuan untuk
memiliki harta benda, melakukan transaksi keuangan, atau
membatasi fertilisasi mereka. 28
Migrasi dan Pembangunan

Migrasi memperburuk ketidakseibangan structural


antara desa dan kota melalui dua cara langsung, yakni
pertama; dari sisa penawaran, migrasi internal
meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan relative
terhadap pertumbuhan penduduk perkotaan secara tidak
proporsional, dimana hal ini juga telah mencapai tingkat
yang belum pernah terjadi sebelumnyadikarenakan besarnya
jumlah orang muda berpendidikan baik dalam system
migran. Kedua, dari sisi permintaan, upaya menciptakan
lapangan kerja di perkotaan umumnya lebih sulit dan
memerlukan biaya besar ketimbang menciptakan lapangan
kerja di pedesaan karena diperlukan input sumber daya
komplementer yang cukup besar bagi hamper semua
pekerjaan di sector industry.

29
Akan tetapi, dampak migrasi terhadap proses
pembangunan sebenarnya jauh lebih luas daripada
dampaknya atas semakin parahnya
pengangguranterbuka dan terselubung di perkotaan.
Bahkan, kadar penting gejala migrasi di kebanyakan
Negara berkembang bukan padaprosesnya itu sendiri
atau bahkan pada dampaknya terhadap alokasi sumber
daya manusia.
Maka, upaya mendalami penyebab, determinan,
dan konsekuensi migrasi internal tenaga kerja dari desa
ke kota sangat penting artinya untuk lebih memahami
sifat dan karakter proses pembangunan dan untuk
merumuskan kebijakan dalam rangka memengaruhi
proses ini dengan cara-cara yang bisa diterima secara
sosial (tidak menimbulkan dampak negatif).
30
Menuju Teori Ekonomi tentang Migrasi Desa-Kota

Pembangunan ekonomi Eropa barat dan Amerika


Serikat terkait erat dengan perpindahan tenaga kerja
dari desa ke kota. Karena sektor pedesaan didominasi
oleh aktifitas pertanian dan sector perkotaan berfokus
pada industrialisasi. Secara menyeluruh pembangunan
ekonomi di negara-negara itu menunjukkan urbanisasi
dan industrialisasi sebagai dua hal yang sinonim.

31
Deskripsi Verbal Model Todaro
Model Todaro membuat dalil bahwa migrasi terjadi
sebagai respon terhadap perbedaan antara kota dan desa
dalam hal pendapatan yang diharapkan alih-alih pendapatan
yang sebenarnya.
Pada dasarnya, teori ini berasumsi para tenaga kerja
aktual ataupun potensial akan membandingkan pendapatan
yang mereka harapkan selama waktu tertentu di sektor
perkotaan (selisih antara hasil dan biaya bermigrasi) dengan
rata-rata pendapatan yang umumnya bisa diperoleh di
pedesaan.
Dengan demikian, migrasi desa – kota bukanlah suatu
proses yang memperhitungkan perbandingan antara tingkat
upah di kota dan di desa melainkan memperhitungkan
perbandingan antara pendapatan yang diharapkan di
pedesaan dan di perkotaan.
32
Sebagai ringkasan, model migrasi Todaro memiliki
empat karekteristik dasar sebagai berikut :
 Migrasti terutama didorong oleh pertimbangan
ekonomi rasional mengenai manfaat dan biaya
tersmasuk pertimbangan psikologis.
 Keputusan migrasi bergantung pada pertimbangan
mengenai selisih antara upah pedesaab dan upah
perkotaan yang diharapkan bukan pada selisih
aktual.
 Probabilitas mendapatkan pekerjaan di perkotaan.

 Tingkat migrasi yang melebihi tingkat pertumbuhan


kesempatan kerja di perkotaan.
33
Lima implikasi kebijakan
 Implikasi kebijakan yang penting bagi strategi
pembangunan dalam kaitannya dengan upah,
pendapatan, pembangunan pedesaan serta
industrialisasi.
 Ketidakseimbangan kesempatan kerja desa-kota yang
disebabkan oleh strategi pembangunan uang memiliki
bias perkotaan, terutama bias kota utama harus
dikurangi. Apabila tingkat upah perkotaan meningkat
lebih cepat daripada pendapatan rata-rata dipedesaan
maka akan lebih banyak lagi migrasi desa-kota meski
tingkat pengangguran di perkotaan semakin tinggi.

34
 Pengadaan lapangan pekerjaan di perkotaanlah
bukan solusi yang memadai untuk mengatasi masalah
pengangguran di perkotaan.
 Perluasan pendidikan yang dilakukan secara
serampangan akan mendorong lebih banyak orang
yang bermigrasi dan membengkaknya pengangguran.
 Subsidi upah dan penetapan harga tradisional atas
factor yang langkah boleh jadi akan kontra produktif.
 Program-program pembangunan pedesaan terpadu
harus didorong.

35
STUDI KASUS

 India
Salah satu studi paling mendalam mengenai
migrasi desa-kota, yang telah menguji model migrasi
Todaro serta menggambarkan karakteristik para
migran dan proses migrasi, adalah studi yang dilakukan
Biswajit Banerjee dan dilaporakan dalam tulisannya
yang berjudul Rural to Urban Migration and the Urban
Labour Market: A Case Study of India.

36
 Botswana
Sebuah studi tentang perilaku migrasi di
Botswana, dilakukan Robert E.B. Lucas, mengkaji
masalah-masalah tersebut dalam studi empiris yang
paling canggih secara ekonomi maupun statistik tentang
migrasi di negara berkembang. Model ekonometrinya
terdiri atas empat kelompok persamaan-untuk
pekerjaan, pendapatan, migrasi internal, dan migrasi ke
Afrika Selatan. Setiap kelompok diestimasi dari data
mikroekonomi tentang migran dan nonmigran
individual. Survei ini juga menggunakan informasi
demografi yang sangat rinci.

37
Kesimpulan
Berdasarkan tren jangka panjang, perbandingan
dengan negara-negara maju, dan masih kuatnya insentif
perorangan, maka dapat diperkirakan bahwa
berlanjutnya urbanisasi dan migrasi desa kota
kemungkinan tidak dapat dihindari. Bias perkotaan
mendorong terjadinya migrasi, tetapi investasi yang
difokuskan pada pertanian akan meningkatkan
produktifitas pedesaan sehingga tidak memerlukan
tenaga kerja yang banyak lagi, sementara mayoritas
alternative perluasan lapangan kerja cenderung
terkonsentrasi di perkotaan karena efek aglomerasi.
Selain itu, ketika pendidikan meningkat di pedasaan,
para pekerja mendapatkan ketertampilan yang mereka
perlukan, dan barangkali juga meningkatkan harapan
untuk mencari pekerjaan dikota.
38
Namun kecepatan laju migrasi desa kota sering kali
masih berlebihan dari sudut pandang sosial. Hal-hal yang
tampaknya menjadi consensus dari hamper semua ekonomi
mengenai bentuk strategi komprehensif untuk menangani
masalah migrasi dan lapangan kerja. Strategi ini memiliki 7
unsur sebagai berikut:
 Menciptakan keseimbangan yang sesuai antara ekonomi
pedesaan dan ekonomi perkotaan.
 Perluasan industry sekala kecil padat karya.
 Menghilangkan distorsi harga factor.
 Memilih teknologi produksi padat karya yang sesuai.
 Memodifikasi keterkaitan antara pendidikan dan lapangan
kerja.
 Menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk.
 Mendesentralisasikan wewenang ke kota-kota dan wilayah
sekitarnya.
39
SELESAI

40

Anda mungkin juga menyukai