Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

EKONOMI PEMBANGUNAN

DUALISME SOSIAL EKONOMI DAN PEMBANGUNAN DUALISTIK

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan

Dosen Pengampu:

Dr. Sukidin, M.Pd.

Novita Nurul Islami, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh:

1. Sasi Suci Wulandari (180210301103)


2. Cyndy Syavaatul Jannah (180210301110)
3. Rienalda Ihza Atyanta (180210301118)
4. Dio Fani Edi Saputra (180210301130)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa mengerjakan
makalah yang berjudul “Dualisme Sosial Ekonomi dan Pembangunan Dualistik”
dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kami yaitu Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah ikut berkontribusi
dalam menyelesaikan makalah ini, dengan memberikan ide-ide dan menyusun
makalah ini dengan sebaik mungkin.
Kami berharap makalah ini dapat membantu menambah wawasan pembaca.
Namun terlepas dari itu kami mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membantu atau
membangun supaya dikemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih baik
lagi.

Jember, 28 Agustus 2019

Kelompok 04

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 3

1.1 Latar Belakang ............................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................ 3

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 5

2.1 Konsep Dualisme ............................................................. 5

2.2 Pengertian Dualisme......................................................... 6

2.3 Empat Faktor yang Menyebabkan Lahirnya Dualisme .... 6

2.4 Macam-macam Dualisme menurut Boeke ....................... 7

2.5 Kritik terhadap Teori Dualisme Boeke ............................ 11

2.6 Dualisme Versus Segmentasi Pasar ................................. 13

BAB III PENUTUP ............................................................................ 17

3.1 Kesimpulan ..................................................................... 17

3.2 Saran ................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut ekonom yang berasal dari Belanda yaitu J.H.Boeke ada 3 unsur yang
dapat mendukung perekmbangan masyarakat, antara lain dasar jiwa sosial, bentuk
organisasi, dan teknik (yang mendukungnya). Tiga unsur tersebut saling berkaitan
karena dapat memberikan atau menentukan warna masyarakat yang bersangkutan.
Oleh karena itu, ketiga unsur tersebut sering disebut dengan sistem sosial.
Di dalam suatu negara yang sedang berkembang, tentu ada masyarakat yang
ikut berkembang juga, dan tidak selalu dikuasai dengan sistem sosial. Terutama
masyarakat negara berkembang yang terdapat sistem sosial yang lebih dari satu atau
mempunyai dua sistem sosial, yang keduanya saling berbeda dan saling kuat, serta
masing-masing sistem sosial tersebut menguasai sebagian masyarakat tertentu.
Masyarakat itulah disebut dengan masyarakat ganda (dual), atau jamak (plural).

1.2 Rumusan Permasalahan

1.2.1. Apa saja konsep Dualisme?

1.2.2. Apa pengertian Dualisme dan menurut beberapa ahli?

1.2.3. Apa saja faktor yang menyebabkan adanya Dualisme?

1.2.4. Apa saja macam-macam Dualisme menurut Boeke?

1.2.5. Apa saja kritik terhadap teori Dualisme Boeke?

1.2.6. Apa perbedaan dualisme versus segmentasi pasar?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1. Untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen pengampu

1.3.2. Untuk mengetahui apa itu dualisme secara umum dan menurut Boeke

3
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana munculnya dualisme

1.3.4. Untuk mengetahui konsep dualisme

1.3.5. Untuk mengetahui macam-macam dualisme

1.3.6. Untuk mengetahui kritik teori dualisme Boeke

1.3.7. Untuk mengetahui perbedaan dualisme versus segmentasi pasar

1.4 Manfaat Penulisan

Diharapkan pembaca dan calon pendidik, termasuk kami sebagai


mahasiswa keguruan dan ilmu pendidikan mampu mengetahui dan mengerti
bagaimana cara menanggapi masalah Dualisme.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dualisme

Dualisme adalah konsep yang paling sering dibicarakan di dalam ekonomi


pembangunan, konsep ini menunjukkan adanya kalangan atas dan kalangan bawah
atau sering disebut kaya dan miskin, serta perbedaan antara berbagai golongan
masyrakat yang terus saja meningkat. Adapun konsep dualisme yang terdiri dari 4
unsur pokok yaitu:

a. Terdapat dua keadaan yang berbeda dimana yang satu memiliki sifat
superior dan satunya lagi memiliki sifat inferior yang telah terbiasa hidup saling
berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Contohnya hidup berdampingan
antara peralatan atau metode produksi modern dengan tradisional pada sektor
perkotaan serta perdesaan, antara orang yang kaya berpendidikan tinggi dan orang
miskin yang tidak berpendidikan tinggi sama sekali, dan lain sebagainya.

b. Hidup dalam berdampingan itu berisfat kronis dan bukan bersifat


transisional. Keadaan tersebut bukanlah fenomena sementara yang dikarenakan
waktu dimana perbedaan superior dan inferior akan menghilang dengan sendirinya.
Dengan kata lain, hidup berdampingan antara kemakmuran serta kemiskinan
bukanlah fenomena sementara atau sederhana yang bisa hilang dengan proses
waktu semata.

c. Derajat superioritas dan inferioritas tidak menunjukkan kecenderungan


yang menurun, bahkan terus meningkat. Contohnya perbedaan produktivitas antara
industri-industri di negara maju dengan di NSB tampak semakin jauh dari tahun ke
tahun.

d. Keterkaitan superior dan inferior tersebut menunjukkan bahwa


keberadaan superior tersebut hanya berpengaruh kecil atau mungkin tidak
mempunyai pengaruh sama sekali untuk mengangkat derajat inferior. Karena

5
kenyataannya superior seringkali menyebabkan timbulnya kondisi keterbelakangan
(under development).

2.2 Pengertian Dualisme


Secara umum Dualisme adalah suatu sistem ekonomi yang melebihi dari
satu sistem. Dua sistem ini bukanlah sistem transisi dimana salah satu semakin kuat
dan salah satunya lagi semakin lemah, akan tetpai dua sistem ini sama-sama
kuatnya dan semakin jauh perbedaannya.

Menurut ahli ekonomi yang berasal dari Belanda yaitu J.H. Boeke (1953),
dualisme berarti dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya
sosial yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing-masing berkembang secara
penuh serta saling mempengaruhi.

Menurut Bachirawi Sanusi (2004), Dualisme merupakan himpunan


masyarakat yang berbeda yang memungkinkan pihak yang termasuk superior dan
inferior hidup berdampingan disuatu tempat yang sama.

Menurut Drs. Irawan M.B.A (2002), dualisme adalah kegiatan ekonomi


atau keadaan ekonomi serta keadaan yang lain dalam suatu masa tertentu, atau
dalam suatu sektor ekonomi tertentu yang memiliki sifat tidak beragam.

Apabila ditarik kesimpulan dari beberapa pengertian dualisme menurut para


ahli maka dapat diartikan bahwa dualisme adalah kegiatan ekonomi atau keadaan
ekonomi yang memiliki dua sifat atau superior dan inferior di waktu atau ruang
yang sama dengan saling berkembang dan saling mempengaruhi satu sama lain,
sehingga dapat menimbulkan pengaruh tersendiri bagi negara tersebut yang
menganut dualisme.

2.3 Empat Faktor Lahirnya Dualisme

Terdapat empat faktor yang elatarbelakangi lahirnya atau menjadi sebab


adanya dualisme ekonomi, yaitu:

a. Adanya kebijakan yang mempunyai dua dimensi. Pertama, terdapat


kebijakan bahwa untuk tetap mempertahankan surplus di sektor pertanian tetap

6
berada di dalam negeri dibandingkan di bawa ke luar negeri, contohnya pada saat
keadaan penjajahan. Kedua, kebijakan agar mengalihkan surplus sektor pertanian
ke sektor industri (manufacturing), dan ekspor seperti semula.

b. Adanya pengaruh dari pola pertumbuhan ekonomi yang terjadi negara-


negara Asia. Pertumbuhan penduduk yang cepat untuk negara philipina, Taiwan
dan Korea Selatam (2-3% per tahun) berdampingan dengan miskinnya
kepemilikian sumber daya alam, ekspor hasil bumi yang tidak terlalu besar dan
tidak dapat mengimbangi angka pertumbuhan penduduk. Sedangkan pada daerah
lainnya kita dapat temukan tekanan penduduk yang rendah, akan tetapi cukup
memiliki sumber daya alam serta potensial untuk mengadakan ekspor hasil bumi.
Padahal ekspor hasil bumi dapat memainkan peranan penting dalam ekonomi
nasional, hal ini bisa ditemukan di negara Thailand dan negata Malaysia.

c. Menyangkut ratio antara manusia dan tanah. Di negara yang sedang


berkembang kebanyakan penduduk atau masyarakat mempunyai atau tingkat
kepemilikan tanahnya kecil. Ratio antara manusia dan tanahnya dapat mencapai
1.000 – 1.500 orang per kilometer persegi, dengan 80%nya lebih hidup di daerah
pedesaan dan bekerja pada sektor pertanian tradisional.

d. Lemahnya perekonoman nasional. Perekonomian untuk negara yang


memiliki dualisme untuk pertumbuhan ekonominya, pada sebagian negara yang
sedang berkembang biasanya tergantung pada perdagangan luar negeri, bantuan
dari luar negeri dan investasi-investasi asing. Dilihat dari segi struktur pasar dunia,
mereka merupakan daerah pasaran industri dan ekspor produk modern yang semula
mengalir dari sektor pertanian komersial ke sektor luar negeri.

2.4 Macam-macam Dualisme Boeke

1. Dualisme Sosial
Dualisme sosial itu sendiri yaitu sebuah temuan penelitian yang
berasal dari seorang ekonom Belanda, J.H Boeke, yaitu mengenai sebab-
sebab kebijaksanaan dan kegagalan (ekonomi) colonial Belanda yang ada
di Indonesia. Kegagalan kebijaksanaan ekonomi liberal yang diterapkan

7
Belanda pada tahun 187 dalam upaya untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, menjadikan
kebijaksanaan colonial ditinjau kembali secara intensif.
Teori J.H.Boeke, yang diterbitkan pada tahun 1953 dengan judul
Economics and Economic Policies of Dual Society, mendefinisikan dualism
sebagai berikut, berasal dari tesis doktornya pada tahun 1910, Boeke
menyatakan bahwa pemikiran ekonomi barat tidak bisa diterapkan dalam
memahami permasalahan perekonomian Negara-negara jajahan (tropis
tanpa suatu “modifikasi” teori. Jika ada pembagian secara tajam, mendalam,
dan luas yang membedekan masyarakat menjadi dua kelompok, maka
banyak persoalan sosial dan ekonomi yang bentuk dan polanya sangat
berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnya teori tersebut
akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan kehilangan
nilainya. Oleh karena itu, Boeke menganggap bahwa prokondisi dan
dualismenya adalah hidup berdampingnya dua system sosial yang
berinteraksi hanya secara marginal melalui hubungan sangat terbatas antara
pasar produk dan pasar tenaga kerja.
Pokok tesis Boeke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan
ekonomi di Barat dan yang mendasar mengatakan bahwa kegiatan ekonomi
di Barat berdasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan
Indonesia oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Berbicara mengenai konsep
dualismenya sendiri, Boeke mengawalli penjelasannya dengan mengatakan
bahwa dalam arti ekonomi masyarakat memiliki tiga cirri yaitu semangat
sosial, bentuk organisasi, dan teknologi yang mendominasinya. Saling
ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga cirri tersebut disebut
system sosial atau gaya sosial.

2. Dualisme Ekologis
Sekitar pada tahun 1963 Clifford Geertz telah memperkenalkan
sebuah konsep dualism ekologis. Menurut pendapat Geertz, dualism dapat
ditandai dengan perbedaan-perbedaan dalam sebuah system ekologis.

8
Ekologis tersebut menggambarkan sebuah pola-pola sosial dan ekonomi
didalamnya yang dapat membentuk suatu keseimbangan internal. Geertz
telah menunjukkan dualism ekologis itu dengan menunjukkan bahwa
dualism plakolonial yang ada di Indonesia semakin menguat dengan
munculnya intervensi colonial bukannya semakin menurun atau berkurang.
Geertz telah menjelaskan konsep tentang dualism ekologis ini
dengan memakai kasus yang ada di Indonesia, dimana menjelaskan adanya
perbedaan antara “Indonesia dalam” dan “Indonesia luar”.
“Indonesia dalam”, yang termasuk dalam lingkup ini adalah Jawa,
yaitu system ekologis padat karya yang telah ditandai dengan pertanian
padi, tebu, dan tanaman lainnya yang membutuhkan kondisi iklim tropis dan
semi tropis dan membutuhkan banyak air. Sementara “Indonesia Luar”
ditandai dengan pertanian padat tanah dan padat modal, produk padat karya
seperti ini : produk tambang, karet, dan kelapa sawit.

3. Dualisme Teknologi
Benjamin Higgins (1956) mempertanyakan kesahihan dari observasi
empiris Boeke dan menunjukkan contoh yang lebih khusus kegunaan
kerangka analisis ekonomi Barat dalam menghadapi apa yang dikemukakan
Boeke Higgins, yang secara exsplisit menolak dualism sosialnya Boeke,
telah menemukan bahwa asal mula munculnya dualism adalah perbedaan
teknologi dari sektor modern dan dari sektor tradisional.
Kedua jenis dualism tersebut muncul terutama sekali sebagai akibat dari
investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan (pertanian). Ketidakseimbangan tersebut pada akhirnya
menyebabkan kesenjangan antara pusat Negara dengan daerah lainnya dan
juga daerah perkotaan dengan daerah pedesaan bertambah besar.
4. Dualisme Ekonomi
Suparmoko (1999-2002) telah menyebutkan hampir semua Negara sedang
menghadapi system dualism ini. Dikota-kota atau di dekatnya,
perekonomian sudah bersifat industry dan uang digunakan secara meluas.

9
Sedangkan di luar kota yaitu di desa, perekonomiannya masih di tingkat
rendah (subsisten). Lagipula dibeberapa Negara terdapat daerah kantong
bagi industry asing (foreign enclave industry) yang dapat menciptakan
tropis didaerah itu. Industry dan daerah kantong asing sudah pada tingkat
ekonomi kapitalis tinggi dan biasanya terdapat di sektor-sektor
pertambangan terutama minyak bumi dan sektor perkebunan.

Perekonomian Pasar (the market economy)


Seperti telah dibicarakan bahwa dipusat-pusat kota, perekonomian
sudah bersifat ekonomi pasar dan sudah banyak menggunakan uang sebagai
alat transaksi. Kota-kota itu sendiri biasanya atau bisa jadi berupa kota
pelabuhan yang mempunyai hubungan langsung dengan dunia luar baik
melalui hubungan udara, laut, radio ataupun telepon. Perdagangan dengan
luar negeri dengan daerah-daerah pedalaman melewati kota-kota ini
menjadi pusat perdagangan.
Upah di kota biasanya lebih tinggi daripada di desa. Hal ini biasanya
sering disebabkan oleh jumlah upah minimum dikota.kehidupan penduduk
kota terutama kebutuhan makan tergantung pada daerah sekitarnya,
sehingga transaksi-transaksi pembelian ini menyebabkan daerah-daerah
sekitar kota itu mulai banyak menggunakan uang.

Perekonomian Subsisten

Aspek kedua dan dualism ekonomi ialah ekonomi subsisten. Masih


ada beberaapa daerah terpencil yang hingga sekarang belum pernah
mengadakan kontak dengan dunia luar artinya belum mengadakan
pertukaran dengan daerah luar. Dalam keadaan-keadaan normal,
perekonomian subsisten tidak saja bertindak untuk memenuhi kebutuhan
sendiri dalam hal makanan, akan tetapi juga dapat mengadakan atau
menyediakan bahan makanan, barang tenunan kerajinan, barang-barang
rumah tangga, adapun dari tanah dan lain sebagainya. Dalam masyarakat ini
biasanya perdangan dilakukan tidak dengan uang tetapi tukar-mennukar

10
dengan cara barter. Merekalah yang menghubungkan antara ekonomi
subsisten dan ekonomi pasar. Mereka merupakan kelas menengah.

Daerah Kantong Asing (The Foreign Enclaves)

Di daerah-daerah yang masih terbelakang kadang-kadang terdapat


perusahaan asing yang sudah menggunakan teknologi padat modal yang
tinggi, misalnya: tambang minyak di timur tengah, Venezuela, libia,
Indonesia (di Pekanbaru, dumai misalnya) dan lain-lainnya. Ada pendapat
yang menyatakan bahwa ini merupakan ekonomi colonial. Apa yang
dihasilkan oleh mereka selalu untuk ekspor dan hubungannya dengan dalam
negeri sendiri hanya dalam bentuk pembayaran upah-upah buruh. Foreign
enclave ini mempunyai pengaruh cultural terhadap masyarakat disitu yaitu
dengan cara mendidik orang-orang stempat dan sebagainya.

Dari keterangan tersebut, terdapat kesimpulan Negara sedang


berkembang banyak yang mempunyai ekonomi Rangkap tiga (triple
economics), yaitu:

a. Perekonomian subsisten di luar kota atau didaerah pedesaan


b. Perokonomian pasar di daerah dekat kota dan di kota
c. Daerah kantong asing di sekitar kota yang terpisah

2.5 Kritik Terhadap Teori Dualisme Boeke

Kuncoro (2000: 155) menyebutkan, meskipun banyak kritikus belanda yang


mengkaji seluruh ataupun sebagian teori Boeke bertahun-tahun sejak Perang Dunia
II, tidak ada pemikiran yang muncul menentang Boeke (Mackie, 1980). Boeke
adalah seorang ilmuwan yang berpengaruh pada tahun 1929 hingga 1956. Kritik
yang paling gencar terhadap teori Boeke datang dari Benjamin H ( 1955). Kritik
yang lain datang dan Sadli (1957) dan Mackie (1980). Berikut ini adalah kritik yang
mereka lontarkan terhadap Boeke.

- Higgins: Bukan Dualisme Sosial, tetapi Dualisme Teknologi

11
Kritik Higgins (1955) adalah pertama, suatu fenomena dualisme yang tidak hanya
khas berada di timur tapi juga di barat, bahkan juga bisa terjadi di mana saja. Bila
seseorang ingin mengkatagorikan masyarakat dengan terminologi dualisme, maka
boleh dikatakan tidak ada negara yang menyamai italia, yang memiliki perbedaan
yang amat sangat kontras antara daerah utara yang berbasis industri dan maju
dengan daerah selatan yang regional yang mengakibatkan perbedaan tingkat
kemajuan teknologi dan kondisi sosial. Banyak karateristik yang disebut Boeke
sebagai dualisme dari masyarakat timur dan ternyata juga ditemukan di masyarakat
barat. Kedua, suatu fenomena yang diasosiasikan oleh Boeke sebagai masyarakat
dualistik dapat diterangkan dengan memuaskan oleh teori ekonomi konvensional
dan tidak memerlukan suatu teori dualisme. Kritik Boeke tentang teori
produktivitas marginal, yang tidak dapat menjelaskan perbedaan sewa tanah.
Ketiga, Boeke tidak mempunyai sektor pertanian tradisional yang bersaing dengan
perkebunan yang telah disangkal dengan fakta fakta bahwa para pekebun kecil yang
menanam karet ternyata berhasil dalam usahanya selama masa depresi. Keempat,
banyak observasi Boeke mengenai ciri khas masyarakat timur yang tidak konsisten
dengan bukti faktualnya, mengenai limited needs bertentangan dengan bukti bukti
adanya hasrat mengonsumsi marginal untuk membeli barang barang konsumsi yang
tinggi.

Dengan demikian menurut Higgins (1968), banyak ciri perekonomian dan


struktur sosial di Indonesia dapat ditafsirkan sebagai dualisme namun bukan
dualisme sosial melainkan dikatakan sebagai dualisme teknologi yaitu adanya
perbedaan teknologi antara sektor modern yang bersifat menghemat tenaga kerja,
sektor modern tersebut dapat ditemukan di sektor perkebunan, industri migas dan
yang lainnya. Sektor tradisional adalah pertanian pangan, industri rumah tangga.
Dualisme teknologi memiliki 3 faktor yaitu kecilnya investasi di sektor modern,
menghambat penciptaan kesempatan kerja di sektor modern, berakibat besarnya
angkatan kerja yang sebagian besar terpaksa mencari pekerjaan di luar sektor
modern.

- Kritik Moh. Sadli

12
Kritik Sadli (1957) Boeke banyak mengetahui tentang kehidupan
mesyarakat jawa perdesaan pada masa kolonial tidak setuju dengan Boeke
tentang pentingnya suatu permasalahan yang memahami adanya budaya dan
faktor faktor manusia yang lain dalam mengatasi masalah pembangunan.
Tema sentral yang seharusnya diangkat adalah akulturasi dan adaptasi
dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi industrialisasi dan
introduksi budaya kota.
- Kritik J.A.C Mackie
Kritik Mackie (1980) menentang dualisme yang mengkontraskan
perkebunan besar yang dinamis dan rasional dengan petani kecil yang lemah
dan stagnan. Mereka menunjukkan fakta bahwa para petani kecil yang
disebut Boeke sebagai sektor subsisten prakapita ternyata tumbuh sangat
pesat dan dinamis pada dekade 1920-an. Petani kecil yang ada di daerah
kalimantan dan sumatera merupakan penyumbang utama dari ekspansi ini.
Bahkan di jawa, di mana produksi perkebunan tebu, teh, kopi, dan karet
sangat mendominasi sektor pertanian meskipun tidak sebesar di pulau jawa.
Tetapi tenyata produksi petani kecil tembakau, kapuk, jagung, tapioka,
kedelai dan tanaman ekspor lainnya.

2.6 Dualisme Versus Segmentasi Pasar

Studi yang lain yang di lakukan oleh Chris Manning, Hal Hill, Koss Mcleod,
dan Howard Dick menunjukkan bahwa struktur ekonomi Indonesia bukan dualisme
melainkan banyak mengandung segmentasi pasar (Garnaut dan McCawley,
1980:h.289-291). Keempat pakar ini memberikan kontribusi yang sangat amat
berharga terhadap pemahaman mengenai struktur ekonomi mikro Indonesia.
Berdasarkan penelitian mereka yang mendalam untuk disertai doctor, keempat
pakar ini menunjukkan bahwa segmentasi pasar hal yang wajar dan banyak di
akibatkan karena di perkenalkannya teknologi baru dalam proses pertumbuhan
ekonomi. Kendati demikian , segmentasi yang bersifat alami ini diperkuat dengan
regulasi pemerintah terhadap sektor modern dalam perekonomian. Berikut
pemikiran lebih dalam masing-masing pakar dari austrlalia ini.

13
Hal Hill: Dualisme Teknologi di Industri Tekstil

Studi Hal Hill (1980) agaknya lebih condong mendukung adanya dualisme
teknologi, bukan dualisme sosial, yang di lontarkan oleh Higgins. Hill
menunjukkan relevansi konsep dualisme teknologi dalam industri tenun Indonesia.
Kendati demikian , ia mengkritik teori dualisme teknologi karena ruang lingkup
capital-stretching dengan adanya penggunaan mesin dan pola subkontrak kepada
perusahaan kecil perlu dipertimbangkan.

Pengamatan Hill menunjukkan bahwa konsep dualisme teknologi kurang tepat


di terapkan dalam kasus industri tenun Indonesia. Ia melihat tidak hanya terdapat
dua teknik produksi yang terjadi namun ada berbagai macam teknik. Kendati
demikian , dualisme teknologi memiliki relevansi untuk industry pemintalan
Indonesia. Oleh karena adanya perbedaan yang kontras antar industri pemintalan
dan tenun, maka akan menyesatkan bila menganggap industri tekstil sebagai
industri yang homogen.Perbedaan antara kedua industri ini diakibatkan karena:
Pertama, perbedaan besar dalam produktivitas fisik antar teknologi baru dan lama
dalam industri pemintalan tidak terjadi pada tingkat yang sama seperti pada industri
tenun.

Sebab kedua mengapa konsep dualisme teknologi tidak dapat di terapkan adalah
bervariasinya teknologi yang digunakan dalan industri. Di industri tenun, Hill
mencatat ada 6 jenis teknologi dan yang kurang padat modal hingga sangat padat
modal, yaitu Pertama, alat tenun gedongan, yaitu alat tenun tradisional yang banyak
di gunakan di luar jawa, meskipun masih dapat ditemui di industri tenun skala
rumah tangga di jawa. Kedua, alat tenun bukan mesin (ATBM) masih banyak di
gunakan terutama di jawa tengah. Ketiga, mesin tenun yang tidak otomatis
merupakan jenis mesin yang paling sederhana dan padat karya. Keempat, mesin
tenun semi-otomatis, yang diproduksi di beberapa negara Asia terutama Cina, India,
Jepang, Korea selatan, dan Taiwan. Kelima, mesin tenun yang otomatis penuh yang
hanya memerlukan sedikit pengawasan tenaga kerja. Keenam adalah apa yang

14
disebut sebagai shuttleless loom, yang mulai populer di negara maju namun masih
jarang di temukan di Indonesia.

Chris Manning : Segmentasi pasar Tenaga Kerja

Manning (1980) mencatat terdapat banyak perbedaan upah dan praktik-praktik


di pasar tenaga kerja di berbagai segmen industri manufaktur Indonesia. Berbeda
dengan dikotomi prakapitalis-kapitalis versi boeke, ia menekankan yang terjadi di
pasar tenaga kerja bukan dualisme diferensiasi akibat perbedaan teknologi.
Investasi asing diyakini memberikan kontribusi bagi segmentasi pasar tenaga kerja.
Segmentasi ini dapat terjadi dalam perekonomian yang mengalami perubahan
teknologi yang cepat akibat masuknya investasi asing, adanya segmen pasar tenaga
kerja menimbulkan implikasi penting bagi kebijakan ekonomi yang menangani
masalah upah dan alokasi tenaga kerja antara berbagai segmen ekonomi antara
daerah perdesaan dan perkotaan. Oleh karena itu, diperlukan teori segmentasi pasar
tenaga kerja karena teori Neo-klasik gagal menjelaskan mengapa segmen dengan
upah rendah tetap eksis dalam ekonomi kapitalis modern.

Manning (1980) mengidentifikasi setidaknya terdapat karakter utama


segmentasi pasar tenaga kerja: Pertama, terdapat perbedaan upah yang besar dan
terus-menerus antara berbagai semen pasar. Kedua, terkonsentrasinya pekerja
dengan karakteristik yang berbeda (terutama menurut pengalaman, pendidikan dan
jenis kelamin) di segmen yang berbeda. Ketiga, kurangnya mobilitas pekerja antar
segmen. Keempat, produktivitas tenaga kerja lebih tinggi di segmen pasar dengan
upah tinggi.

Studi Manning dilakukan terhadap sektor manufaktur Indonesia dengan survei


lapangan pada 1975-1976 di 83 perusahaan pada 3 industri yaitu industri tenun,
rokok kretek, dan rokok. Tiga industri ini dipilih karena memiliki ukuran
perusahaan dan teknologi yang beragam. Dari segi kepemilikan, ketiga industri ini
dimiliki oleh perusahaan domestik dan asing. Berdasarkan 4 karakter utama di atas,
pasar tenaga kerja di ketiga industri ini terbukti mengandung segmentasi yang
tinggi. Perusahaan asing memiliki tingkat upah tertinggi, mobilitas antar

15
perusahaan yang rendah dan mobilitas dengan segmen pasar lain yang rendah.
Perusahaan-perusahaan ini (dan juga BUMN dan koperasi) merekrut tenaga kerja
laki-laki dengan pendidikan SLTP tanpa pengalaman sebelumnya. Mobilitas antar
perusahaan paling tinggi di jumpai antar perusahaan yang tidak menggunakan
mesin, yang menarik tenaga kerja perempuan dari daerah perdesaan dan telah
berpengalaman sebelumnya. Gambar ini juga menunjukkan bahwa pasar tenaga
kerja berbagai dalam beberapa segmen dan tidak hanya ada dua segmen saja.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dualisme adalah kegiatan ekonomi atau keadaan ekonomi yang memiliki dua
sifat atau superior dan inferior di waktu atau ruang yang sama dengan saling
berkembang dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga dapat
menimbulkan pengaruh tersendiri bagi negara tersebut yang menganut dualisme.
Adapun macam-macam dualisme yaitu dualisme sosial, ekologi, teknologi dan
ekonomi. Negara sedang berkembang banyak yang mempunyai ekonomi Rangkap
tiga (triple economics), yaitu:

a. Perekonomian subsisten di luar kota atau didaerah pedesaan


b. Perokonomian pasar di daerah dekat kota dan di kota
c. Daerah kantong asing di sekitar kota yang terpisah

3.2 Saran

Dualisme telah menjadi hak semua negara di seluruh dunia yang sedang
berkembang, dengan adanya dualisme mengakibatkan ketidakmampuan terhadap
sumber daya yang ada di negara yang sedang berkembang tidak digunakan dengan
secara efisien. Dengan adanya dualisme ekonomi, harapan kami bisa membangun
ekonomi dengan pengembangan sumber daya yang ada dan memanfaatkan sebaik-
baik mungkin tentang sumber daya tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

 Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan (Teori, Masalah dan


Kebijakan). Yogyakarta: UPP STIM YKPN

iv

Anda mungkin juga menyukai