EKONOMI PEMBANGUNAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa mengerjakan
makalah yang berjudul “Dualisme Sosial Ekonomi dan Pembangunan Dualistik”
dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada junjungan kami yaitu Nabi Muhammad SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah ikut berkontribusi
dalam menyelesaikan makalah ini, dengan memberikan ide-ide dan menyusun
makalah ini dengan sebaik mungkin.
Kami berharap makalah ini dapat membantu menambah wawasan pembaca.
Namun terlepas dari itu kami mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membantu atau
membangun supaya dikemudian hari kami bisa membuat makalah yang lebih baik
lagi.
Kelompok 04
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3.2. Untuk mengetahui apa itu dualisme secara umum dan menurut Boeke
3
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana munculnya dualisme
4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Terdapat dua keadaan yang berbeda dimana yang satu memiliki sifat
superior dan satunya lagi memiliki sifat inferior yang telah terbiasa hidup saling
berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Contohnya hidup berdampingan
antara peralatan atau metode produksi modern dengan tradisional pada sektor
perkotaan serta perdesaan, antara orang yang kaya berpendidikan tinggi dan orang
miskin yang tidak berpendidikan tinggi sama sekali, dan lain sebagainya.
5
kenyataannya superior seringkali menyebabkan timbulnya kondisi keterbelakangan
(under development).
Menurut ahli ekonomi yang berasal dari Belanda yaitu J.H. Boeke (1953),
dualisme berarti dalam waktu yang sama di dalam masyarakat terdapat dua gaya
sosial yang jelas berbeda satu sama lain, dan masing-masing berkembang secara
penuh serta saling mempengaruhi.
6
berada di dalam negeri dibandingkan di bawa ke luar negeri, contohnya pada saat
keadaan penjajahan. Kedua, kebijakan agar mengalihkan surplus sektor pertanian
ke sektor industri (manufacturing), dan ekspor seperti semula.
1. Dualisme Sosial
Dualisme sosial itu sendiri yaitu sebuah temuan penelitian yang
berasal dari seorang ekonom Belanda, J.H Boeke, yaitu mengenai sebab-
sebab kebijaksanaan dan kegagalan (ekonomi) colonial Belanda yang ada
di Indonesia. Kegagalan kebijaksanaan ekonomi liberal yang diterapkan
7
Belanda pada tahun 187 dalam upaya untuk memperbaiki tingkat
kesejahteraan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, menjadikan
kebijaksanaan colonial ditinjau kembali secara intensif.
Teori J.H.Boeke, yang diterbitkan pada tahun 1953 dengan judul
Economics and Economic Policies of Dual Society, mendefinisikan dualism
sebagai berikut, berasal dari tesis doktornya pada tahun 1910, Boeke
menyatakan bahwa pemikiran ekonomi barat tidak bisa diterapkan dalam
memahami permasalahan perekonomian Negara-negara jajahan (tropis
tanpa suatu “modifikasi” teori. Jika ada pembagian secara tajam, mendalam,
dan luas yang membedekan masyarakat menjadi dua kelompok, maka
banyak persoalan sosial dan ekonomi yang bentuk dan polanya sangat
berbeda dengan teori ekonomi Barat sehingga pada akhirnya teori tersebut
akan kehilangan hubungannya dengan realitas dan bahkan kehilangan
nilainya. Oleh karena itu, Boeke menganggap bahwa prokondisi dan
dualismenya adalah hidup berdampingnya dua system sosial yang
berinteraksi hanya secara marginal melalui hubungan sangat terbatas antara
pasar produk dan pasar tenaga kerja.
Pokok tesis Boeke adalah pembedaan antara tujuan kegiatan
ekonomi di Barat dan yang mendasar mengatakan bahwa kegiatan ekonomi
di Barat berdasarkan pada rangsangan kebutuhan ekonomi, sedangkan
Indonesia oleh kebutuhan-kebutuhan sosial. Berbicara mengenai konsep
dualismenya sendiri, Boeke mengawalli penjelasannya dengan mengatakan
bahwa dalam arti ekonomi masyarakat memiliki tiga cirri yaitu semangat
sosial, bentuk organisasi, dan teknologi yang mendominasinya. Saling
ketergantungan dan saling keterkaitan antara ketiga cirri tersebut disebut
system sosial atau gaya sosial.
2. Dualisme Ekologis
Sekitar pada tahun 1963 Clifford Geertz telah memperkenalkan
sebuah konsep dualism ekologis. Menurut pendapat Geertz, dualism dapat
ditandai dengan perbedaan-perbedaan dalam sebuah system ekologis.
8
Ekologis tersebut menggambarkan sebuah pola-pola sosial dan ekonomi
didalamnya yang dapat membentuk suatu keseimbangan internal. Geertz
telah menunjukkan dualism ekologis itu dengan menunjukkan bahwa
dualism plakolonial yang ada di Indonesia semakin menguat dengan
munculnya intervensi colonial bukannya semakin menurun atau berkurang.
Geertz telah menjelaskan konsep tentang dualism ekologis ini
dengan memakai kasus yang ada di Indonesia, dimana menjelaskan adanya
perbedaan antara “Indonesia dalam” dan “Indonesia luar”.
“Indonesia dalam”, yang termasuk dalam lingkup ini adalah Jawa,
yaitu system ekologis padat karya yang telah ditandai dengan pertanian
padi, tebu, dan tanaman lainnya yang membutuhkan kondisi iklim tropis dan
semi tropis dan membutuhkan banyak air. Sementara “Indonesia Luar”
ditandai dengan pertanian padat tanah dan padat modal, produk padat karya
seperti ini : produk tambang, karet, dan kelapa sawit.
3. Dualisme Teknologi
Benjamin Higgins (1956) mempertanyakan kesahihan dari observasi
empiris Boeke dan menunjukkan contoh yang lebih khusus kegunaan
kerangka analisis ekonomi Barat dalam menghadapi apa yang dikemukakan
Boeke Higgins, yang secara exsplisit menolak dualism sosialnya Boeke,
telah menemukan bahwa asal mula munculnya dualism adalah perbedaan
teknologi dari sektor modern dan dari sektor tradisional.
Kedua jenis dualism tersebut muncul terutama sekali sebagai akibat dari
investasi yang tidak seimbang antara daerah perkotaan dengan daerah
pedesaan (pertanian). Ketidakseimbangan tersebut pada akhirnya
menyebabkan kesenjangan antara pusat Negara dengan daerah lainnya dan
juga daerah perkotaan dengan daerah pedesaan bertambah besar.
4. Dualisme Ekonomi
Suparmoko (1999-2002) telah menyebutkan hampir semua Negara sedang
menghadapi system dualism ini. Dikota-kota atau di dekatnya,
perekonomian sudah bersifat industry dan uang digunakan secara meluas.
9
Sedangkan di luar kota yaitu di desa, perekonomiannya masih di tingkat
rendah (subsisten). Lagipula dibeberapa Negara terdapat daerah kantong
bagi industry asing (foreign enclave industry) yang dapat menciptakan
tropis didaerah itu. Industry dan daerah kantong asing sudah pada tingkat
ekonomi kapitalis tinggi dan biasanya terdapat di sektor-sektor
pertambangan terutama minyak bumi dan sektor perkebunan.
Perekonomian Subsisten
10
dengan cara barter. Merekalah yang menghubungkan antara ekonomi
subsisten dan ekonomi pasar. Mereka merupakan kelas menengah.
11
Kritik Higgins (1955) adalah pertama, suatu fenomena dualisme yang tidak hanya
khas berada di timur tapi juga di barat, bahkan juga bisa terjadi di mana saja. Bila
seseorang ingin mengkatagorikan masyarakat dengan terminologi dualisme, maka
boleh dikatakan tidak ada negara yang menyamai italia, yang memiliki perbedaan
yang amat sangat kontras antara daerah utara yang berbasis industri dan maju
dengan daerah selatan yang regional yang mengakibatkan perbedaan tingkat
kemajuan teknologi dan kondisi sosial. Banyak karateristik yang disebut Boeke
sebagai dualisme dari masyarakat timur dan ternyata juga ditemukan di masyarakat
barat. Kedua, suatu fenomena yang diasosiasikan oleh Boeke sebagai masyarakat
dualistik dapat diterangkan dengan memuaskan oleh teori ekonomi konvensional
dan tidak memerlukan suatu teori dualisme. Kritik Boeke tentang teori
produktivitas marginal, yang tidak dapat menjelaskan perbedaan sewa tanah.
Ketiga, Boeke tidak mempunyai sektor pertanian tradisional yang bersaing dengan
perkebunan yang telah disangkal dengan fakta fakta bahwa para pekebun kecil yang
menanam karet ternyata berhasil dalam usahanya selama masa depresi. Keempat,
banyak observasi Boeke mengenai ciri khas masyarakat timur yang tidak konsisten
dengan bukti faktualnya, mengenai limited needs bertentangan dengan bukti bukti
adanya hasrat mengonsumsi marginal untuk membeli barang barang konsumsi yang
tinggi.
12
Kritik Sadli (1957) Boeke banyak mengetahui tentang kehidupan
mesyarakat jawa perdesaan pada masa kolonial tidak setuju dengan Boeke
tentang pentingnya suatu permasalahan yang memahami adanya budaya dan
faktor faktor manusia yang lain dalam mengatasi masalah pembangunan.
Tema sentral yang seharusnya diangkat adalah akulturasi dan adaptasi
dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi industrialisasi dan
introduksi budaya kota.
- Kritik J.A.C Mackie
Kritik Mackie (1980) menentang dualisme yang mengkontraskan
perkebunan besar yang dinamis dan rasional dengan petani kecil yang lemah
dan stagnan. Mereka menunjukkan fakta bahwa para petani kecil yang
disebut Boeke sebagai sektor subsisten prakapita ternyata tumbuh sangat
pesat dan dinamis pada dekade 1920-an. Petani kecil yang ada di daerah
kalimantan dan sumatera merupakan penyumbang utama dari ekspansi ini.
Bahkan di jawa, di mana produksi perkebunan tebu, teh, kopi, dan karet
sangat mendominasi sektor pertanian meskipun tidak sebesar di pulau jawa.
Tetapi tenyata produksi petani kecil tembakau, kapuk, jagung, tapioka,
kedelai dan tanaman ekspor lainnya.
Studi yang lain yang di lakukan oleh Chris Manning, Hal Hill, Koss Mcleod,
dan Howard Dick menunjukkan bahwa struktur ekonomi Indonesia bukan dualisme
melainkan banyak mengandung segmentasi pasar (Garnaut dan McCawley,
1980:h.289-291). Keempat pakar ini memberikan kontribusi yang sangat amat
berharga terhadap pemahaman mengenai struktur ekonomi mikro Indonesia.
Berdasarkan penelitian mereka yang mendalam untuk disertai doctor, keempat
pakar ini menunjukkan bahwa segmentasi pasar hal yang wajar dan banyak di
akibatkan karena di perkenalkannya teknologi baru dalam proses pertumbuhan
ekonomi. Kendati demikian , segmentasi yang bersifat alami ini diperkuat dengan
regulasi pemerintah terhadap sektor modern dalam perekonomian. Berikut
pemikiran lebih dalam masing-masing pakar dari austrlalia ini.
13
Hal Hill: Dualisme Teknologi di Industri Tekstil
Studi Hal Hill (1980) agaknya lebih condong mendukung adanya dualisme
teknologi, bukan dualisme sosial, yang di lontarkan oleh Higgins. Hill
menunjukkan relevansi konsep dualisme teknologi dalam industri tenun Indonesia.
Kendati demikian , ia mengkritik teori dualisme teknologi karena ruang lingkup
capital-stretching dengan adanya penggunaan mesin dan pola subkontrak kepada
perusahaan kecil perlu dipertimbangkan.
Sebab kedua mengapa konsep dualisme teknologi tidak dapat di terapkan adalah
bervariasinya teknologi yang digunakan dalan industri. Di industri tenun, Hill
mencatat ada 6 jenis teknologi dan yang kurang padat modal hingga sangat padat
modal, yaitu Pertama, alat tenun gedongan, yaitu alat tenun tradisional yang banyak
di gunakan di luar jawa, meskipun masih dapat ditemui di industri tenun skala
rumah tangga di jawa. Kedua, alat tenun bukan mesin (ATBM) masih banyak di
gunakan terutama di jawa tengah. Ketiga, mesin tenun yang tidak otomatis
merupakan jenis mesin yang paling sederhana dan padat karya. Keempat, mesin
tenun semi-otomatis, yang diproduksi di beberapa negara Asia terutama Cina, India,
Jepang, Korea selatan, dan Taiwan. Kelima, mesin tenun yang otomatis penuh yang
hanya memerlukan sedikit pengawasan tenaga kerja. Keenam adalah apa yang
14
disebut sebagai shuttleless loom, yang mulai populer di negara maju namun masih
jarang di temukan di Indonesia.
15
perusahaan yang rendah dan mobilitas dengan segmen pasar lain yang rendah.
Perusahaan-perusahaan ini (dan juga BUMN dan koperasi) merekrut tenaga kerja
laki-laki dengan pendidikan SLTP tanpa pengalaman sebelumnya. Mobilitas antar
perusahaan paling tinggi di jumpai antar perusahaan yang tidak menggunakan
mesin, yang menarik tenaga kerja perempuan dari daerah perdesaan dan telah
berpengalaman sebelumnya. Gambar ini juga menunjukkan bahwa pasar tenaga
kerja berbagai dalam beberapa segmen dan tidak hanya ada dua segmen saja.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dualisme adalah kegiatan ekonomi atau keadaan ekonomi yang memiliki dua
sifat atau superior dan inferior di waktu atau ruang yang sama dengan saling
berkembang dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga dapat
menimbulkan pengaruh tersendiri bagi negara tersebut yang menganut dualisme.
Adapun macam-macam dualisme yaitu dualisme sosial, ekologi, teknologi dan
ekonomi. Negara sedang berkembang banyak yang mempunyai ekonomi Rangkap
tiga (triple economics), yaitu:
3.2 Saran
Dualisme telah menjadi hak semua negara di seluruh dunia yang sedang
berkembang, dengan adanya dualisme mengakibatkan ketidakmampuan terhadap
sumber daya yang ada di negara yang sedang berkembang tidak digunakan dengan
secara efisien. Dengan adanya dualisme ekonomi, harapan kami bisa membangun
ekonomi dengan pengembangan sumber daya yang ada dan memanfaatkan sebaik-
baik mungkin tentang sumber daya tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA
iv