Disusun Oleh:
Kelompok 2
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan paper ini. Atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Ekonomi
Kelembagaan dan Sistem Ekonomi” tepat waktu.
Tujuan paper ini ditulis dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah
Ekonomi Kelembagaan. Selain itu, paper ini bertujuan untuk menambah wawasan
pembaca mengenai kelembagaan kapitalisme dan sosialisme, ekonomi
kelembagaan dan demokrasi, perubahan kelembagaan dan pembangunan
ekonomi, serta tempat negara dalam kelembagaan dan sistem ekonomi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ekonomi kelembagaan dan sistem ekonomi adalah dua konsep yang saling
berkaitan dan penting dalam memahami bagaimana ekonomi suatu negara atau
masyarakat beroperasi. Ekonomi kelembagaan melibatkan analisis tentang peran
lembaga dan aturan-aturan yang ada dalam membentuk kerangka ekonomi suatu
negara, sementara sistem ekonomi mengacu pada cara sumber daya dikelola,
diproduksi, dan didistribusikan dalam masyarakat pada suatu negara.
1
negara, mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan, dan merumuskan kebijakan ekonomi yang lebih efektif.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4. Tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar
pasar (entry and exit barriers). Pelaku ekonomi yang melihat peluang
profit bisa langsung masuk pasar, demikian pula dengan pelaku
3
ekonomi yang gagal (rugi) dapat langsung keluar tanpa ada regulasi
yang menghambatnya.
4
individu tersebut melakukan transaksisecara sukarela. Dalam jangka panjang,
praktik yang menghambat hak kepemilikan privat akan mengganggu kegiatan
ekonomi secara keseluruhan sehingga pertumbuhan ekonomi. Argumentasi inilah
yang menjadi factor penting yang mempercepat negara-negara kapitalis dalam
mengakumulasi dan menggerakkan kegiatan ekonomi.
5
sebuah mainstream sistem ekonomi telah dipilih atau telah 'dipaksakan' kepada
negara kita.
6
1999:3). Pada level mikro, pemisahan pelaku ekonomi secara otomatis
menyebabkan berjalan mekanisme check and balances. Dalam praktiknya, di
tingkat korporasi, pemilik modal, tenaga kerja, dan pemilik lahan mempunyai
otoritas masing-masing (seberapa pun terbatasnya) untuk menjalin kerjasama
maupun pengawasan. Inilah yang menjadi dasar tenaga kerja diperbolehkan
membuat serikat kerja sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingannya,
khususnya berhadapan dengan pemilik modal.
7
banyak menguntungkan pemilik tenaga kerja, sementara pada jaman feodal
keuntungan itu banyak dipungut oleh tuan tanah, dan pada jaman kapitalis saat ini
pemegang polis atas profit terbesar adalah pemilik modal. Persoalan yang
mengemuka adalah, ketika inovasi produksi dilakukan pembagian keuntungan
atas kegiatan ckonomi selalu tidak bisa jatuh proporsional kepada masing-masing
pemilik faktor produksi sepanjang pranata kelembagaan faktor-faktor produksi
tidak mendukung hal itu. Dalam konteks ini, Marx (Hayami, 1997:14)
berkesimpulan bahwa perkembangan intrastruktur (inovasi teknologi/produksi)
selalu tidak dikuti dengan penataan superstruktur (faktor-faktor produksi), dan itu
berlangsung terus sepanjang usia peradaban ini.
Lepas dari hal tersebut, sekedar sebagai kasus, di Kuba misalnya setelah
masa revolusi pemerintahan Fidel Castro mengubah struktur kepemilikan secara
mendasar dengan mengubah hak kepemilikan privat menjadi hak kepemilikan
negara. Dengan modus ini, pemerintah Kuba berharap bisa mengoyak
kelembagaan ekonomi yang sebelumnya telah menimbulkan ketimpangan
8
pendapatan. Kebijakan itu dilanjutkan dengau adanya reformasi agraris (agrarian
reform), yang dilakukan pertama kali peda (tanggal 17 Mei 1959 melalui UU
Refomasi (Reform Law). Setelah itu, pada 1963 muncul legislasi reformnasi lahan
yang kedua dengan menghapuskan petani skala menengah dan besar. Dengan
distribusi lahan ini, pemerintah Kuba berkeyakinan dapat memutus dari praktik
kapitalisme, yakni dengan jalan menyerang fondasi paling dasar dari pekonomian
Kuba yang membuatnya terjebak dalam jaringan kapitalisme internasional
(Ruffin, 1990:119). Meskipun saat ini bukan tergolong Negara yang kaya
setidaknya berdasarkan peringkat pendapatan per kapita, tetapi dari sisi
pemerataan pendapatan pemerintah Kuba saat ini telah berhasil memperbaikinya
diibandingkan masa pra-revolusi dulu. Deskripsi tersebut setidaknya
membuktikan kuattnya pengaruh pilar serba-negara dan target pemerataan dalam
sistem ekonomi sosialis.
9
Tentu saja, dengan pilar tersebut, ekonomi kelembagaan sistem ekonomi
sosialis lebih simpel daripada sistem ekonomi kapitalis. Ekonomi kelembagamn
sistem ekonomi sosialis hanya didasarkan pada dua prinsip berikut:
10
berpartisipasi memaknai proses politik, sedangkan kebebasan sipil adalah hak
menyatakan ekspresi, mengorganisasi, dan melakukan demonstrasi, dan hak
memperoleh otonomi dalam hal kebebasan beragama, pendidikan, perjalanan, dan
hak personal lainnya (Gastil; dalam Clague et al., 1997:96). Tentu saja pemaknaan
demokrasi seperti ini masih dalam lingkup prosedural, karena semua hal tersebut
bisa diperoleh lewat cara yang tidak substansial.
11
dilakukan oleh Tavarez, Wacziarg dan Barro membantu menjelaskan bagaimana
hubungan itu berlangsung dan berdinamika. Tavares dan Wacziarg menemukan
bahwa demokrasi bisa mendukung pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
akses kepada pendidikan, rendahnya ketimpangan pendapatan per kapita, dan
rendahnya konsumsi pemerintah. Jadi efek demokrasi terhadap pertumbuhan
ekonomi adalah secara tidak langsung. Kemudian studi Barro menjelaskan bahwa
peningkatan hak-hak politik pada tahap awal cenderung meningkatkan investasi
dan pertumbuhan ekonomi ketika kekuatan pemerintah sebagai faktor penentu.
Tetapi di negara-negara yang sudah mencapai tingkat demokrasi tertentu,
peningkatan demokrasi akan menurunkan investasi dan pertumbuhan ekonomi
karena ada tekanan melakukan redistribusi pendapatan (Barro, 1996:15-22).
Secara spesifik, Barro menunjukkan bahwa posisi awal GDP per kapita,
pendidikan tingkat menengah dan perguruan tinggi, angka harapan hidup,
fertilitas, konsumsi pemerintah, nilai tukar, inflasi, indeks aturan hukum dan
indeks demokrasi berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Khusus mengenai aturan hukum, parameter yang digunakan adalah sampai
seberapa jauh kualitas birokrasi, kecenderungan korupsi, kebijakan pemerintah
membatalkan kontrak, risiko pemerintah menasionalisasikan kekayaan swasta
(asing atau dalam negeri), dan pemeliharaan umum aturan hukum digerakkan
untuk mengelola kehidupan bernegara. Setiap tindakan pemerintah yang
cenderung menjauhi aturan dan kepastian hukum, membuat respons pertumbuhan
ekonomi akan memburuk, demikian sebaliknya. Studi yang mirip juga telah
dikerjakan oleh Kunio (2000:119-120), yang mewartakan bahwa negara-negara
yang memiliki kelembagaan yang lebih sempurna, misalnya adanya jaminan hak
kepemilikan dan intervensi pemerintah yang tepat, mempunyai kualitas
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Hasilnya, studi yang dikerjakan oleh
Thomas et. al. (2001:156) menunjukkan bahwa negara yang indeks demokrasinya
tinggi berkorelasi dengan pendapatan per kapita dan pengeluaran sosial yang juga
tinggi.
Sistem politik otoriter yang tidak memberikan tempat bagi kelompok sipil
menyalurkan aspirasi politik dan kebebasan privat lainnya. Dalam sistem politik
12
ini negara melakukan kontrol menyeluruh terhadap seluruh aspek kehidupan,
sehingga sering kali batas antara negara dan hukum menjadi sangat tipis. Sistem
politik otoriter mengasumsikan negara bisa melakukan semua hal yang menjadi
kebutuhan konstituennya, termasuk kesanggupannya memaksakan semua hal yang
menjadi cita-citanya. Dalam beberapa kasus negara-negara yang menggunakan
sistem politik ini sebagai instrumen untuk mengelola masyarakatnya, terlihat
betapa negara (dan organisasi penopangnya: birokrasi) sangat percaya diri dalam
hal mengoleksi informasi, merumuskan kebijakan, dan mengimplementasikan
program tanpa melalui kelembagaan lain yang hidup dalam masyarakat. Pada sisi
ini, kelebihan dari sistem ini adalah efektivitasnya dalam setiap pengambilan
keputusan, sedang di sisi lainnya persoalan yang selalu muncul adalah
ketidakakuratan kebijakan yang dibuat karena sering kali menggunakan informasi
yang kabur.
13
memberikan insentif bagi yang mentaati peraturan dan menghukum pelanggar
aturan main tersebut. Kasus ini menjelaskan fenomena Indonesia di bawah
Soeharto dan Korea Selatan di bawah Park Chung Hee. Kedua negara dapat
tumbuh secara impresif karena kedua rezim otoriter berusaha memerkuat domain
kekuasaan dengan berupaya memperbesar output nasional. Sebagian output ini
kemudian dibagikan kepada pendukungnya untuk melanggengkan kekuasaan.
Penjelasan ini sebagian dapat digunakan untuk menerangkan mengapa di beberapa
negara yang otoriter seperti China, Indonesia, dan Korea Selatan berhasil
menurunkan tingkat kemiskinan secara impresif (Varsney; dalam Ikhsan,
2000:35).
14
perubahan kelembagaan karena tidak adaptif dengan dinamika persoalan yang
berkembang. Pada titik ini organisasi negara yang paling rasional bisa
diimplementasikan adalah sistem demokrasi. Seperti yang telah dipresentasikan di
muka, sistem politik demokrasi sekurangnya memberikan tempat bagi hak-hak
politik dan kebebasan sipil untuk "memperjualbelikan" kepentingan dalam pasar
politik (political market) yang sehat dan terbuka. Dari perspektif ini, demokrasi
tidak memberikan garansi apapun bagi pencapaian kinerja pembangunan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi), melainkan menyodorkan instrumen yang memungkinkan
seluruh dinamika masyarakat bisa diserap sehingga akan muncul kelembagaan
(formal maupun informal) yang representatif bagi perkembangan kegiatan
ekonomi itu sendiri.
15
administrasi publik yang efisien, justru menghasilkan kinerja perekonomian yang
menonjol (Clague, et. al., 1997:74-75).
16
Fakta dan kasus-kasus di atas cukup meyakinkan untuk mengambil
kesimpulan bahwa antara pembangunan ekonomi dan kelembagaan memiliki
keeratan hubungan yang sangat tinggi, mengingat kinerja perekonomian sebuah
negara dipengaruhi oleh kebijakan dan kelembagaan. Tetapi yang juga harus
diperhatikan, kelembagaan harus selalu mengalami perkembangan dan perubahan
karena kegiatan ekonomi semakin kompleks. Perubahan kelembagaan diperlukan
mengingat proses perkembangan dan pembangunan ekonomi tidak dengan
sendirinya menciptakan dasar-dasar kelembagaan. Dalam fase ini mungkin saja
ketiadaan kelembagaan formal akan ditutupi dengan keberadaan kelembagaan
formal, tetapi tentu saja ini tidak bisa berlangsung dalam jangka Panjang (diehl,
1998:51). Juga, dalam konteks perubahan kelembagaan (formal) ini, diperlukan
alat ukur dan variabel-variabel yang terfokus sehingga memudahkan setiap
pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan. Pada
negara yang sedang melakukan proses transisi ekonomi, biasanya terdapat
variabel makro dan mikro untuk mengukur keberhasilan kinerja perekonomian.
pada level makro ekonomi, setidaknya ada lima isu penting yang sering ditelaah,
yakni kontrol terhadap inflasi, pengurangan anggaran defisit, stabilisasi nilai tukar
mata uan, intensitas perdagangan internasional, dan peningkatan investasi untuk
mendukung pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada level mikro isu yang dibahas
adalah liberalisasi harga, privatisasi, pengembangan pasar modal, penciptaan
sistem hukum untuk menegakkan hak kepemilika mempromosikan kompetisi
(Yeager, 1999:80).
Isu makro dan mikro ekonomi pada perekonomian transisi tersebut bisa
diterima mengingat negara itu hendak memindahkan pengelolaan ekonomi dari
serba negara (state-guided) menjadi dibimbing oleh pasar (market direction).
Negara - negara yang menganut perencanaan terpusat dan serba negara,biasanya
pada level makro dicirikan dengan angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah
menjadi agen ekonomi yang terpenting sehingga seringkali mengalami defisit
anggaran yang besar, nilai tukar mata uang domestik yang tidak stabil, dan
perdagangan lebih ditujukan pada pasar domestik. Sedangkan pada level mikro
harga cenderung dipatok oleh pemerintah, perusahaan dimiliki oleh negara, iklim
pasar sangat monopolistis akibat intervensi negara, dan tiadanya jaminan terhadap
17
hak kepemilikan individu. Karakteristik semacam inilah yang menyebabkan
negara-negara yang menggunakan perencanaan terpusat kondisi perekonomiannya
sangat tidak efisien.
Tentu saja tidak mudah dan sederhana untuk menjawab persoalan tersebut.
sungguh pun begitu, terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan untuk
meredam kekhawatiran tersebut. Pertama, kelembagaan akan menempatkan
semua pihak berada dalam posisi yang sepadan akibat adanya rule of law yang
mengatur. Pelaku ekonomi yang tidak memiliki modal besar dan koneksi politik
dijamin bisa melakukan investasi tanpa harus mengeluarkan biaya siluman.
sebaliknya, usahawan besar tidak lantas bisa memuluskan investasinya hanya
karena mempunyai koneksi politik karena praktik semacam itu dibatasi oleh
peraturan yang tidak mengijinkan. Jadi, prosedur yang fair dan transparan akan
membuat semua pihak diposisikan secara sejajar. Kedua, inefisiensi kelembagaan
dalam wujud tiadanya jaminan hak kepemilikan, korupsi, penyalahgunaan
18
infrastruktur publik, dan kebijakan yang mendistorsi pasar justru akan lebih
merugikan kelompok masyarakat yang lemah dan miskin. Kasus monopoli,
misalnya, bisa terjadi akibat adanya sistem regulasi dan proteksi yang tidak ramah
terhadap penguatan kelembagaan. Contoh lainnya, kebijakan subsidi harga produk
pertanian dalam banyak hal justru menguntungkan penduduk perkotaan (the have)
dan merugikan kelompok petani (the poor) pada umumnya. Hal ini bisa
berlangsung karena adanya kelompok kepentingan (interest group) yang memiliki
akses terhadap kekuasaan, dan hal ini cuma mungkin terjadi akibat tiadanya
(penegakan) kelembagaan yang mengaturnya.
19
2.4 Masih Adakah Tempat Untuk Negara?
20
dan sangat berperan penting dalam menghitung setiap nisbah pebangunan yang
dilaksanakan.
Peran etis semacam itu menjadi relevan ketika proses liberalisasi ekonomi
tidak bisa dibendung. setidaknya ada dua implikasi penting dari liberalisasi bisa
dijelaskan sebagi berikut.
21
Dengan implikasi tersebut, tentunya peran negara tidak dapat
dicegah lagi. Dalam konteks ini fungsi negara bukan hanya sekedar
menghindar atas terjadinya resesi ekonomi atau pun mengatasi praktik
ekonomi yang merugikan kepentingan pihak lain (peran konservatif),
melainkan melindungi kepentingan rakyat yang tersisih sebagai cermin
komitmen sosialnya. Pada titik ini, minimal peran negara yaitu membatasi
pengaruh ekspansi korporasi besar yang merugikan kepentingan publik
dengan mengeluarkan regulasi-regulasi yang bisa mengerangkeng
keserakahan modal. Modal dan pasar saling berkaitan, merupakan dua
modal ekonomi yang tidak dapat dibiarkan berjalan tanpa masukan
regulasi sehingga mampu menerkam seluruh pelaku ekonomi. Selain itu,
negara juga harus dapat melindungi dan menjamin tiap warga negara
berhak mendapatkan jaminan hidup dari sistem jaminan sosial (social
security system) yang matang. Upaya kuratif ini menyatakan bahwa negara
bertanggung jawab terhadap proses distribusi atas hasil pembangunan,
walaupun betapa baiknya sebuah regulasi telah dibuat negara.
22
Lewat simulasi ini negara hadir memerankan fungsi etisnya lewat
perencanaan kebijakan ekonomi yang mengandaikan kesejahteraan sosial
sebagai nilai dasar yang harus dipenuhi.
Tentu saja ada banyak variasi derajat intervensi negara untuk mengatur
kegiatan perekonomian tersebut. Bagan di atas memperlihatkan 4 alternatif dari
model intervensi pemerintah/negara, dari mulai yang paling minimal (minimal
intervention) sampai paling maksimal (maximal intervention). Dari beberapa
kasus negara-negara yang mengadopsi derajat intervensi tersebut, memang jarang
negara (berkembang) yang mengambil model ekstrem (min/min atau max/max);
kebanyakan negara mengambil model antara posisi tinggi/tinggi (intervensi
ekstensif dengan tekanan pasar dikombinasikan dengan intervensi birokrasi) dan
posisi rendah-rendah (intervensi selektif dengan sistem pasar bebas berpasangan
23
dengan campur tangan minimal dalam sistem hak kepemilikan privat). Negara-
negara yang menggunakan model intervensi tinggi/tinggi adalah Amerika Latin
dan Timur Tengah, seperti Mesir, Afrika, dan Asia Selatan, sedangkan model
intervensi rendah-rendah diadopsi oleh negara di wilayah Asia Tenggara.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekonomi kelembagaan dan sistem ekonomi adalah dua konsep yang saling
berkaitan dan penting dalam memahami bagaimana ekonomi suatu negara atau
masyarakat beroperasi. Sistem ekonomi adalah hasil dari interaksi kompleks
antara lembaga-lembaga tersebut. kapitalisme industrial (industrial capitalism)
dipandang sebagai transformasi terbesar yang pernah ada di dunia ini. Terdapat
empat pilar dalam kapitalisme yaitu;
1. Kegiatan ekonomi dalam sistem kapitalis digerakan dan dikoordinasi oleh
pasar (bebas) dengan instrumen harga sebagai penanda (sinyal).
2. Setiap individu memiliki kebebasan untuk mempunyai hak kepemilikan
(property rights) sebagai dasar melakukan transaksi (exchange).
3. Kegiatan ekonomi dipisahkan oleh tiga pemilik faktor produksi, yakni
pemodal (capital), tenaga kerja (labor), dan pemilik lahan (land).
4. Tidak ada halangan bagi pelaku ekonomi untuk masuk dan keluar pasar
(entry and exit barriers).
Pendapatan per kapita awal yang tinggi (initial per capita income) tidak
memberikan jaminan bagi kinerja perekonomian yang bagus dalam jangka
panjang. Sebaliknya, negara-negara yang pendapatan awal per kapitanya tidak
terlalu tinggi,tetapi memiliki keunggulan dalam menjamin hak kepemilikan,
menegakkan sistem kontrak, dan administrasi publik yang efisien, justru
menghasilkan kinerja perekonomian yang menonjol
25
1. Efek dari penguatan pelaku ekonomi berskala besar dalam mempengaruhi
seluruh lekuk kehidupan kiranya mudah untuk dibuktikan. Di negara
berkembang pengaruh dari korporasi besar (konglomerasi) dan
perusahaan-perusahaan multinasional sedemikian besar, khususnya dalam
mempengaruhi kebijakan pemerintah, sehingga menentukan hidup matinya
kepentingan rakyat banyak. Dampaknya adalah, pelaku-pelaku ekonomi
kecil yang selama ini hidup subsisten dari usaha ekonomi tersebut akan
mati secara perlahan dan masyarakat kehilangan ruang untuk melakukan
interaksi sosial. Dengan begitu, matinya pelaku ekonomi kecil dan
penyempitan ruang publik merupakan tragedi paling mengenaskan dari
liberalisasi.
2. Liberalisasi juga membuka ruang kepada sektor swasta untuk "membeli
kebijakan pemerintah melalui politik uang. Hampir seluruh kebijakan
pemerintah yang bertendensi pada perbaikan aspek distribusi, langsung
dipenggal di tengah jalan oleh pelaku sektor swasta karena akan
mengurang profit mereka.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam paper ini, yakni:
1. Bagi Mahasiswa, diharapkan dapat menjadikan penulisan ini sebagai
referensi dan dapat menyempurnakan isi dari materi penulisan ini dalam
bidang akademik.
2. Bagi Khalayak Umum, diharapkan dapat mengetahui dan mengerti
ekonomi kelembagaan dan sistem ekonomi kelembagaan sehingga dapat
mengimplementasikannya di dalam kehidupan ekonomi sehari-hari.
26
DAFTAR PUSTAKA
27