PERDEBATAN TENTANG KEBIJAKAN PERDAGANGAN: PROMOSI, EKSPOR, SUBTITUSI IMPOR DAN INTEGRASI EKONOMI
ANGGI ANGGRAENI PUTRI (01031381821077)
MAHARANI YUSTI NENDRA (01031381821018) NURUL MARITA UTAMI (01031381821022) OCTAVIA ERIDA (01031381821085) RAFIKA ANGGERIANI (01031381821030) TRI PUTRI UTAMI (01031381821029) S T R AT E G I - S T R AT E G I P E R DAG A N G A N B AG I K E P E N T I N G A N P E M B A N G U N A N : S T R AT E G I P R O M O S I E K S P O R V E R S U S S T R AT E G I SUBSTITUSI IMPOR
Mengenai strategi promosi ekspor yang berorientasi ke luar
versus strategi substitusi impor yang berorientasi ke dalam di dasarkan pada keempat kategori pokok yang saling berkaitan sebagai berikut : Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke luar bagi barang- barang primer (mendorong ekspor atas produk-produk pertanian dan bahan-bahan mentah pada umumnya). Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke luar bagi barang- barang sekuner (peningkatan ekspor produk-produk industri manufaktur). Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke dalam bagi berbagai macam produk primer (misalnya, kebijakan yang mengutamakan swasembada di bidang pertanian). Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke dalam bagi barang- barang sekunder (yaitu, mengutamakan swasembada dalam pemenuhan kebutuhan akan barang-barang industri manufaktur melalui substitusi impor). PROMOSI EKSPOR : BERORIENTASI KE LUAR DAN MENGHADAPI HAMBATAN -HAMBATAN PERDAGANGAN
Promosi ekspor yang dilakukan oleh negara-
negara berkembang, baik itu terhadap produk- produk primer maupun sekunder, sejak lama dipandang sebagai salah satu unsur utama dalam setiap strategi pembangunan jangka panjang yang dapat diandalkan. PENGEMBANGAN EKSPOR KOMODITI PRIMER : PERMINTAAN TERBATAS, PENYUSUTAN PASAR Dari sisi permintaan terdapat 5 faktor yang menghambat cepatnya pengembangan produk-produk primer dari negara- negara dunia ketiga, terutama pengembangan ekspor hasil pertanian ke negara-negara maju: Elastisitas permintaan terhadap tingkat pendapatan (dampak perubahan pendapatan terhadap permintaan) untuk bahan- bahan pangan hasil pertanian dan bahan mentah relatif rendah, apalagi jika dibandingkan dengan elastisitas untuk minyak, bahan-bahan mineral tertentu, produk-produk manufaktur Rendahnya (bahkan mendekati nol) tingkat pertumbuhan penduduk dinegara-negara maju sehingga kenaikan permintaan bahan pangan yang bisa diharapakan oleh negara-negara berkembang dari faktor ini hanya sedikit. Elastisitas permintaan sebagian besar komoditi primer terhadap perubahan harga juga relatif amat rendah. Harga-harga relatif atas produk pertanian terus merosot selama dekade terakhir. Kecuali untuk minyak dan beberapa komoditas, perjanjian komoditas internasional (International commodity agreement) tidak berjalan dengan baik. Tujuan utama untuk menetapkan tingkat output keseluruhan, menstabilkan harga dunia, dan membagi-bagikan kuota keberbagai negara yang menghasilkan komoditi-komoditi tersebut, seperti kopi, teh, tembaga, aluminium dan gul. Kian pesatnya penemuan dan pengembangan barang-barang subtitusi sintesis negara-negara maju. Barang-barang subtitusi sintesis bagi berbagai macam komoditi primer seperti kapas, karet, sisal, rami, kulit, dan bahkan tembaga, yang jauh lebih murah dari pada aslinya itu jelas sangat menghambat terciptanya harga komoditi yang lebih tinggi dan merupakan saingan berat bagi produk asli dipasar ekspor dunia. Tujuan utama setiap strategi pembangunan pedesaan dinegara-negara Dunia ketiga haruslah untuk mencukupi kebutuhan pangan, memberi nafkah, dan memenuhi segala kebutuhan pokok lainnya secara memadai kepada seluruh waraga, dan setelah itu barulah kemudian berusaha mengembangkan ekspornya. Setelah melakukan tugas-tugas pembanguan yang sangat berat ini, negara-negara berkembang tersebut baru dapat memetik manfaat-manfat potensial lainnya dari keunggulan komparatif mereka dalam pasar komoditi primer dunia jika: Bekerja sama secara dan terpadu dengan negara-negara berkembang sesama pengekspor komodit primer lainnya Dibantu oleh negara-negara maju dlam merumuskan dan menyelenggarakan perjanjian komoditi international Mendapatkan akses yang lebih besar untuk memasuki pasar- pasar negara maju, PENGEMBANGAN EKSPOR PRODUK-PRODUK MANUFAKTUR : SEDIKIT HASIL, SETUMPUK HAMBATAN Perluasan ekspor barang-barang manufaktur dari negara- negara Dunia Ketiga sangat dipengaruhi oleh imbasnya keberhasilan ekspor yang spektakuler dari negara-negara Industri Baru, seperti Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, Taiwan, Meksiko, China, dan Brazil selama empat dawarsa terakhir. Keberhasilan ekspor selama empat dawarsa yang terakhir, khususnya yang dicapai oleh keempat Macan Asia itu, telah mendorong bangkitnya argumen-argumen jaum fundamental yang mengagung-agungkan strategi pembangunan yang berorientasi ke luar dan pengutamaan mekanisme pasar bebas. Keterbatasan peluang peningkatan ekspor ini secara umum disebabkan oleh kuatnya proteksi negara-negara maju terhadap produk-produk manufaktur dari negara negara berkembang yang semakin lama terrnyata semakin ketat. Sebagai contoh 20 dari 24 negara industri maju terkemukan menaikkan tingkat proteksinya terhadap barang-barang manufaktur atau produk-produk olahan dari negara –negara berkembang. SUBTITUSI IMPOR: BERORIENTASI KE DALAM TETAPI MASIH MEMANDANG KELUAR.
Industrilisasi subtitusi impor adalah serangkaian usaha
untuk mencoba mengalihkan komoditi-komoditi yang semula diimpor, biasanya dalah produk-produk manufaktur kesumber- sumber produksi dan penawaran dari dalam negeri. Tahapan pelaksanaan strategi yaitu: Pemberlakuan hambatan tarif Membangun industri domestik atau pabrik-pabrik untuk memproduksi barang-barang tersebut. Jika tidak ada perdagangan internasional titik ekuilibrium atas harga dan kuantitas produksi berada pada P 1 dan Q 1 , pada P2 tingkat kuantitas meningkat ke Q 1 ke Q 3 sementara produsen dapat memasok dari Q1 Ke Q2. Selisih antara kuantitas yang akan dipasok oleh produsen domestik pada tingkat harga dunia P2 tyang lebih murah tersebut (Q2) dan kuantitas yang diminta para konsumen domestik (Q3) merupakn jumlah atau kuantitas impor (garis ab) ARGUMEN TARIF, INDUSTRI MUDA, DAN TEORI PROTEKSI Salah satu mekanisme pokok dalam strategi substitusi impor adalah pemberlakuan tarif(tarif fs) protektif (berupapajak atau bea masuk untuk setiap produk impor) atau kuota (quotas) (pembatasan jumlah atau volume produk untuk setiap kurun waktu ter tentu) pada industri substitusi impor yang akan dioperasikan. Tindakan inilah yang melandasi beroperasinya industrialisasi substitusi impor. Menurut argumen ini, proteksi tarif atas produk-produk impor itu perlu diberlakukan demi memungkinkan perusahaan-perusahaan lokal pembuat produk sejenis buatan dalam negeri yang harganya masih lebih mahal itu untuk memperoleh waktu dan kesempatan yang memadai guna mempelajari seluk-beluk bisnis produk ter sebut dan mencapai skala ekonomis yang cukup besar ser ta belajar sambil menerapkan pengalaman-pengalaman dari negara lain untuk menurunkan unit biaya dan harga jualnya. Dengan waktu dan proteksi yang memadai,maka sektor-sektor industri muda ter sebut pada akhirnya akan berkembang shingga mampu ber saing dengan produk -produk sejenis buatan negara-negara lain. STRATEGI INDUSTRILISASI SUBTITUSI IMPOR DAN HASIL-HASILNYA Dampak dari industrilisasi subtitusi impor: Perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam sektor - sektor yang diproteksi itu ternyata menyalahgunakan perlindungan dan kemudahan yang disediakan oleh pemerintah. Pengambil manfaat utama dari proses subtitusi impor tersebut ternyata adalah perusahaan -perusahaan asing yang sudah beroperasi dinegara-negara berkembang sejak lama. Upaya subtitusi impor tersebut hanya mungkin dilaksanakan dengan adanya impor barang-barang modal dan barang setengah jadi. a) Industri subtitusi impor kebanyakan merupakan sektor - sektor industri padat modal yang dibangun untuk melayani kebiasaan konsumsi orang -orang kaya b) Industrii yang tidak terkendali justru memperburuk kondisi serta ekuilibrium neraca pembayaran Meningkatnya tekanan terhadap ekspor komodti primer tradisional. Struktur tarif dan proteksi efektif. Tarif juga berfungsi untuk memnghambat impor barang-barang yang tidak perlu (biasanya barang konsumsi yang mahal). Dengan adanya pembatasan impor baik dengan pemberlakuan kuota maupun tarif, maka pemerintah negara yang bersangkutan lebih leluasa dalam melaksakan upaya-upayanya untuk memperbaiki keseimbangan dan kondisi neraca pembayaran Tingkat proteksi nominal memperlihatkan bobot proteksi (dalam angka-angka persentase) berdasarkan smapai sejauh mana proteksi tersebut menimbulkan selisih atau perbedaan antara harga-harga barang impor di pasar domestik dengan harga yang sebenarnya bila proteksi itu ditiadakan. t: Harga akhir (final) p’: harga setelah proteksi p: harga sebelum proteksi N I L A I T U K A R VA L U TA A S I N G , P E N G AWA SA N D E V I S A, D A N K E P U T U S AN D E VA L U AS I
Nilai tukar resmi (Official exchange rate) adalah suatu
patoka dimana bank sentral negara yang bersangkutan bersedia melakukan transaksi mata uang setempat dengan mata uang asing dipasar valuta asing yang telah ditentukan. Dalam situasi kelebihan permintaan bank sentral dinegara-negara berkembang memiliki 3 kebikjakan dasar dalam rangka nilai tukar resmi yaitu: Mengimbangi kelebihan permintaan dengan cadangan devisanya Mencoba membatasi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing dengan melaksanakan kebijakan perdagangan dan perpajakan yang khusus dirancang untuk mengurangi permintaan terhadap impor Mengatur dan melancarkan inter vensi dipasar valuta asing dengan membagikan jatah dari penawaran valuta asing / pengawasan devisa PENDEKATAN STRATEGI INDUSTRIALISASI UNTUK KEBIJAKAN EKSPOR
Teori ini berfokus untuk mengidentifikasi dan mengatasi
kegagalan pasar yang dihadapi dalam proses industrialisasi. Strategi industrial yang berorientasi ekspor sangat penting bagi Negara-negara kecil, salah satu alasannya adalah untuk mendapatkan pangsa pasar yang cukup besar. teori ini juga menekankan pentingnnya kesinambungan dukungan bagi industri muda (infant industry). UPAYA MEMPERTEMUKAN KEDUA KUBU ARGUMENT : DATA DAN KONSESUS Dalam penelitiannya mengenai pengalaman negra- negara Dunia Ketiga selama tiga dasawarsa terakhir, Rostam Kavoussi menyatakan bahwa bukti-bukti empiris yang ada menunjukkan secara jelas bahwa tidak ada kubu yang pendapatnya benar sepenuhnya. Masing-masing kubu itu ternyata sama-sama diliputi oleh kekeliruan dan kelemahan. Benar tidaknya pendapat mereka sangat ditentukan oleh berbagai fluktuasi dalam perekonomian dunia. Jadi tatkala perekonomian global tengah mengalami perkembangan yang pasat, sepeti yang terjadi pada periode antara tahun 1960 hingga tahun 1973, Negara-negara berkembang yang perekonomiannya labih terbuka (lebih aktif terlibat dalam kegiatan perdagangan internasional) memang lebih berhasil dan lebih banyak meraup keuntungan daripada rekan-rekannya yang relativ tertutup. Studi lanjutan pada tahun 1988 yang dilaksanakan oleh Hans W. Singer dan Patricia Gray, yang tetap berpegang pada analisis empiris kanvoussi untuk menelaah kondisi-kondisi pada periode 1977- 1983 (ketika kondisi perekonomian dunia bahkan lebih buruk lagi), membuktikan kesimpulan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pertumbuhan pendapatan ekspor hanya tercipta apabila permintaan eksternal ( dari pasar-pasar intrnasional) cukup tinggi. Dal am akhir anali sis, terungkap bahwa ternyata m asalah intinya tidaklah terletak pada pemilihan kebijakan yang berorientasi ke luar atau kedalam, bukan hal itu yang akan menetukan bi sa atau tidaknya Negara - negara berkembang mencapai kemajuan pembangunan. Konsesus mengenai perdagangan, dewasa ini mengarah ke suatu pandangan luas mencoba untuk merangkum segenap argument yang relevan baik itu dari model-m odel pasar bebas maupun proteksi oni s mengenai berbagai realitas ekonomi , kelembagaan/instuti si onal dan polit yang spesifik dari Negara-negara Dunia ketiga yang masi ng -masing berada pada suatu tingkat atau tahapan pembangunan yang berlainan satu sama lain. Apa yang cocok bagi sebuah Negara belum tentu cocok bagi Negara lain. Kebijakan perdagangan jangka panjang yang paling baik bagi Negara -negara berkembang yang tergol ong kecil dan menengah adalah kebijakn orientasi ke l uar sekaligus ke dalam, dengan titik berat pada arah dan sector-sektor ekonomi yang selama dua dasawar sa terakhir tel ah terbukti paling bi sa di andalkan . Secara sederhana, hal ter sebut adalah pengembangan perdagangan dan integrasi ekonomi antar sesam a Negara - negara berkembang . Selama ini yang terlalu dipentingkan adalah perdagangan Utara -Sel atan, padahal perdagangan Sel atan -selatan tidak kalah potensialnya . P E R D A G A N G A N S E L ATA N - S E L ATA N D A N I N T E G R A S I E K O N O M I D I A N TA R A N E G A R A - N E G A R A D U N I A K E T I G A : P E N E TA PA N O R I E N TA S I K E L U A R S E K A L I G U S K E D A L A M
Pertumbuhan perdagangan di Antara Sesama Negara-negara
berkembang. Banyak pakar ilmu ekonomi pembangunan yang berpendapat bahwa Negara-negara Dunia ke Tiga harus lebih mengorientasikan perdagangannya kepada perdagangan di antara mereka sendiri. Pendapat ini biasanya bertolak dari empat pemikiran dasar sebagai berikut : Terdapat perubahan relative dalam keunggulan komparatif Negara-negara berkembang dengan adanya perdagangan Selatan-selatan yang tidak terdapat pada perdagangan Utara-Selatan. Potensi keuntungan yang terkandung dalam perdagangan Selatan-selatan masih banyak yang belum digali. Dengan mengandalkan perdagangannya satu sama lain, maka Negara-negara berkembang dapat mengurangi instabilitas ekspor yang sering kali diakibatkan oleh fluktuasi kegiatan ekonomi di Negara-negara maju. Melalui peningkatan hubungan perdagangan Selatan-selatan, maka kemandirian kolektif akan lebih mudah dan cepat terbina. INTEGRASI EKONOMI : TEORI DAN PRAKTEK Intergrasi ekonomi itu terjadi ketika sekelompok Negara dalam kawasan geografis yang sama (idealnya apabila ukuran relatif dan tahapan pembangunan mereka kurang lebih sama), bergabung untuk membentuk suatu persatuan atau uni ekonomi (economic union) atau suatu blok perdagangan regional (regional tranding bloc). Teori tentang persekutuan pabean dan intergrasi ekonomi banyak bersumber dari tulisan-tulisan Profesor Jacob Viner dari Universitas Princeton yang banyak beredar pada dekade 1940-an. Teori ini memusatkan perhatian pada statisnya dampak-dampak yang ditimbulkan oleh realokasi sumber- sumber daya produksi dalam Negara-negara industri yang terintegrasi dan fleksibel. Logika dasar ekonomi bagi terselenggaranya intergrasi di antara Negara-negara dunia ketiga bersifat dinamis serta berjangka panjang, intergrasi membuka kesempatan industri untuk berkembang, baik bagi sektor-sektor industri yang belum dibangun maupun bagi sektor-sektor industri yang sangat membutuhkan perluasan pasar, demi mencapai keuntungan dari skala produksi yang cukup besar. Selain kedua argument atau logika intergrasi yang bersifat jangka panjang serta dinamis itu, masih ada standar criteria evaliatif lainnya yang bersifat statis. Criteria itu dikenal dengan sebutan argument penciptaan perdagangan (trade creation) dan pengalihan perdagangan (trade diversion). Akan tetapi argument statis yang cenderung menentang intergrasi ekonomi ini melupakan dua kenyataan dasar yaitu: 1. Dengan adanya potensi peningkatan skala ekonomis, penciptaan lapangan kerja, dan perputaran aliran pendapatan di dalam kawasan yang terintergrasi, maka proses pengalihan perdagangan yang statis bisa saja menjadi proses penciptaan perdagangan yang dinamis . 2. Tanpa adanya intergrasi ekonomi, setiap Negara akan melindungi industry substitusi impor local miliknya dari tekana persaingan produk impor yang berbiaya rendah. Itu berarti pengalihan perdagangan dari adanya intergrasi ekonomi masih sedikit lebih baik daripada perlombaan tariff yang akan berlangsung jika intergrasi ekonomi tidak jadi dilaksanakan. Lagi pula, intergrasi ekonomi tersebut akan menciptakan peluang perluasan skala ekonomis (economic of scale) sehingga pada akhirnya kemungkinan bagi terciptanya perdagangan yang dinamis menjadi lebih besar. BLOK-BLOK PERDAGANGAN REGIONAL DAN GLOBAISASI PERDAGANGAN
Secara regional seperti halnya yang dilakukan oleh
beberapa Negara dikawasan Amerika Tengah, Afrika Sekatan, dan Afrika barat akan menciptakan kondisi-kondisi ekonomi (terutama dalam bentuk pasar internal yang jauah lebih besar) yang di perlukan bagi berlangsungnya usaha-usaha pembangunan bersama. Pengelompokkan seperti itu juga dapat mendorong pembangunan jangka panjang. Namun, sekalipun teori intergrasi itu secara ekonomi nampaknya memang logis dan persuasive, tetapi pada pelaksanaannya tidaklah mudah. Di butuhkan kemampuan kenegarawanan dan orientasi yang bersifat regional (daripada nasional) dikalangan para pemimpin yang celakanya terbilang langka di Negara-negara berkembang. KEBIJAKAN PERDAGANGAN NEGARA -NEGARA MAJU: KEBUTUHAN AKAN REFORMASI
Ada tiga bidang kebijakan perdagangan dan perekonomian
Negara-negara maju yang sangat penting bagi upaya perolehan devisa Negara-negara Dunia Ketiga. Hambatan-hambatan perdagangan tarif dan nontarif yang menganjal masuk dan berkembangnya ekspor Negara-negara berkembang. Pemberian bantuan penyesuaian bagi para pekerja industri di Negara-negara maju yang lapangan kerjanya tersingkir oleh karena perusahaannya bangkrut akibat tidak mampu bersaing melawan produk ekspor Negara-negara berkembang yang harganya lebih murah dan padat karya. Dampak-dampak umum dari kebijakan-kebijakan ekonomi domestic yang diterapkan oleh pemerintah Negara-negara kaya terhadap perekonomian Negara-negara berkembang. H A MBATA N TA RI F F N O N TA RIF D I N E G A RA - N EG ARA K AYA D A N P E RJ A N JIA N P U TA RA N U RU G U AY G AT T 1 9 9 5
Dampak keseluruhan yang ditimbulkan oleh adanya
hambatan tarif f maupun hambatan-hambatan nontarif f dari Negara-negara maju adalah menurunnya harga-harga efektif yang diterima oleh Negara-negara berkembang dari ekspor mereka (memperburuk dasar-dasar perdagangan mereka), berkurangnya kuantitas produk yang bisa diekspor, dan tentu saja memperkecil penerimaan devisa. Namun, situasinya mungkin akan berubah dengan tercapainya perjanjian putaran Uruguay pada bulan april 1994, yang berlaku secara efektif pada tahun 1995, setelah ditandatangani dan diratifikasi oleh pemerintah dan parlemen dari 124 negara anggota GATT. Perjanjian itu juga akan membentuk organisasi perdagangan dunia untuk menggantikan perjanjian umum tentang Tarif dan perdagangan (general agreement of tariff and trade/GATT) yang telaah berusia 47 tahun. Ditinjau dari perspektif Negara-negara berkembang, ada tiga usulan terpenting dari perjanjian monumental tersebut, yakni sebagai berikut: Pemerintahan di Negara-negara maju akan mengurangi tariff terhadap ekspor produk manufaktur (termasuk dari Negara-negara Dunia Ketiga) hinnga 40 % secara bertahap dalam waktu lima tahun (besarnya penurunan tariff pertahun yang sama). Perdagangan atas produk-produk pertanian akan menjadi wewenang WTO, dan berbagai hambatannya (tariff maupun nontariff) akan segera dipangkas Untuk tekstil dan pakaian jadi, multifiber arrgement (MFA) yang sejak lama menjadi batu ganjalan ekspor Negara-negara berkembang, akan dihapuskan pada tahun 2005 (sebagian besar akan dilakukan pada tahun-tahun terakhir).
Pendekatan sederhana terhadap krisis ekonomi di Yunani: Sebuah perjalanan untuk menemukan krisis ekonomi Yunani yang dimulai pada tahun 2008 dan menggemparkan dunia. Penyebab dan implikasinya
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro