Anda di halaman 1dari 18

PEREKONOMIAN INDONESIA

RANGKUMAN MATERI
“PERDAGANGAN LUAR NEGERI DAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA”

Dosen Pengampu :
Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si.

Oleh :
A. A. Sri Pramita 2007531077

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
Perdagangan Luar Negeri dan Neraca Pembayaran Indonesi

A. Perdagangan Luar Negeri dan Kesejahteraan

Perdagangan bebas (free trade) internasional sering kali dikatakan sebagai mesin
pertumbuhan (engine of growth) yang telah mampu membangun ekonomi dan memberikan
kesejahteraan kepada negara-negara yang sekarang maju seperti Eropa Barat (Jerman,
Belanda, Prancis, Belanda, Spanyol, Italia, Portugal) Inggris, dan Amerika. Perdagangan
bebas adalah kebijakan di mana pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap impor
atau ekspor. Perdagangan bebas dicontohkan oleh Area Ekonomi Eropa/Uni Eropa dan
Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, yang telah mendirikan pasar terbuka dengan
sangat sedikit pembatasan perdagangan. Sebagian besar negara-negara saat ini adalah
anggota dari perjanjian perdagangan multilateral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Namun, sebagian besar pemerintah masih memberlakukan beberapa kebijakan proteksionis
yang dimaksudkan untuk mendukung kerja lokal, seperti penerapan tarif impor atau subsidi
untuk ekspor. Pemerintah juga dapat membatasi perdagangan bebas untuk membatasi ekspor
sumber daya alam. Hambatan lain yang dapat menghambat perdagangan termasuk kuota
impor, pajak, dan hambatan non-tarif seperti undang-undang peraturan.
Disamping perdagangan bebas internasional menyumbangkan ketersediaan bahan
baku dan tenaga kerja kasar yang murah untuk pengembangan industri, perdagangan bebas
internasional juga mengakibatkan meluasnya pasar-pasar ekspor bagi negara yang sekarang
telah maju. Meluasnya pasar-pasar ekspor secara cepat merupakan perangsang kuat bagi
tumbuhnya industri manufaktur berskala besar. Dengan didukung oleh struktur politik yang
stabil dan kelembagaan sosial yang fleksibel, maka peningkatan hasil ekspor telah
memungkinkan tersedianya dana di pasar finansial dengan bunga murah yang bisa dipinjam
oleh negara-negara berkembang (termasuk Indonesia). Akumulasi modal ini pada gilirannya
akan merangsang produksi, memungkinkan naiknya impor dan mendorong makin
bervariasinya struktur industri. Pada abad ke Sembilan belas, negara-negara Eropa dan
Amerika Utara berhasil memainkan peranan dalam pertumbuhan perdangangan
Internasional yang dinamis atas dasar asas perdagangan bebas, aliran modal yang bebas, dan
keterbukaan pintu migrasi internasional bagi tenaga kerja tidak terdidik.
Banyak para ahli keyakinan bahwa liberalisasi perdagangan Internasional melalui
penghapusan segala bentuk hambatan-hambatan perdagangan internasional merupakan
syarat penting demi terciptanya pertumbuhan ekonomi dunia dan kesejahteraan umat
manusia. Keyakinan mereka tersebut didasarkan atas pandangan bahwa perdagangan bebas
itu mengandung sejumlah keuntungan sebagai berikut.
1. Perdagangan bebas meningkatkan persaingan, memperbaiki alokasi segenap sumber
daya serta menciptakan skala ekonomis. Artinya, perdagangan bebas akan dapat
menurunkan biaya-biaya produksi pada umumnya.
2. Perdagangan bebas menimbulkan tekanan-tekanan yang mengarah pada peningkatan
efisiensi, perbaikan kualitas produk, serta penyempurnaan mutu teknologi produksi.
Dimana akan meningkatkan produktivitas faktor-faktor produksi sehingga akan
semakin menghemat biaya-biaya produksi.
3. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, menaikkan nilai laba, dan
mempromosikan peningkatan tabungan serta investasi yang kemudian semakin
memacu pertumbuhan selanjutnya dimasa mendatang.
4. Perdagangan bebas akan menarik masuk modal, keahlian, dan teknologi dari luar
negeri, yang kesemuanya ini merupakan sumber-sumber daya yang sangat dibutuhkan
dalamm pembangunan ekonomi.
5. Perdagangan bebas mendatangkan devisa yang kemudian bisa digunakan untuk
keperluan impor, misalnya impor mesin dan bahan baku untuk kepentingan
pembangunan ekonomi atau malah untuk impor bahan pangan bila suatu saat negara
yang bersangkutan mengalami masa-masa paceklik akibat musim kering yang
berkepanjangan atau terjadinya bencana alam.
6. Perdagangan bebas cenderung menghapuskan etiap distorsi harga yang mahal, yang
diakibatkan oleh investasi pemerintah yang salah arah, baik itu dipasar ekspor maupun
pasar valuta asing, serta menyempurnakan alokasi pasar yang akan mengikis praktek-
praktek korupsi dan perburuan rente nonproduktif yang sering timbul sebagai akibat
dari intervensi pemerintah yang terlalu aktif.
7. Perdagangan bebas meningkatkan pemerataan untuk mendapatkan akses ke setiap
sumber daya yang langka, serta memperbaiki kualitas alokasi sumber daya secara
keseluruhan.
B. Kebijakan Dan Masalah Perdagangan Luar Negeri (Promosi Ekspor Dan Subtitusi
Impor)

Pembicaraan mengenai kebijaksanaan dan masalah perdagangan luar negeri yang


dihadapi Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi kebijaksanaan yang
berorientasi keluar dan kebijaksanaan yang berorientasi ke dalam. Sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan yang berorientasi keluar bagi barang-barang primer (mendorong


ekspor atas produk pertanian dan bahan mentah pada umumnya). Hal ini dilakukan
pada jaman pemerintahan colonial Belanda dan masa kemerdekaan semasa Orde
Baru.
2. Kebijaksanaan yang berorientasi keluar bagi barang-barang sekunder (yakni
peningkatan ekspor produk industri manufaktur). Kebijaksanaan ini terutama ketika
industry manufaktur telah agak maju pada masa pemerintahan Suharto dan
sesudahnya. Peningkatan ekspor terutama untuk hasil kerajinan, hasil sepatu,
garmen, hasil dari kayu, hasil logam, dan juga untuk produk listrik.
3. Kebijaksanaan yang berorientasi kedalam bagi barang-barang sekunder (yakni
mengutamakan swasembada dalam pemenuhan kebutuhan akan barang industri
terutama mobil, alat angkutan dan barang konsumsi tahan lama).

Berikut hambatan atau masalah perdagangan luar negeri yang dihadapi oleh Indonesia
untuk masing-masing kebijakan di atas.

1. Hambatan Perdagangan Luar Negeri Indonesia

Hambatan Promosi Ekspor Hasil Pertanian. Setidaknya ada empat sektor yang
menghambat kecepatan pengembangan produk hasil pertanian di Indonesia untuk
diekspor ke pasar Eropa (pasar utama hasil-hasil perkebunan Indonesia).

A. Elastisitas permintaan terhadap tingkat pendapatan (dampak perubahan


pendapatan terhadap permintaan) untuk bahan-bahan pangan hasil pertanian dan
bahan mentah yang relatif rendah.
B. Rendahnya tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara maju sehingga
sedikit saja kenaikan permintaan bahan pertanian yang bisa diharapkan oleh
negara-negara berkembang dari faktor ini.
C. Elastisitas permintaan sebagian besar komoditi primer terhadap perubahan harga
juga relatif amat rendah.
D. Penemuan dan pengembangan barang-barang substitusi sintetis serta semakin
tingginya tembok proteksi bagi impor komoditi pertanian di negara-negara maju.

Hambatan Promosi Ekspor Hasil Industri. Selain promosi ekspor hasil


pertanian, pemerintah Indonesia, dengan telah berkembangnya produk manufaktur
pada masa Orde Baru dan sesudahnya, juga melaksanakan kebijaksanaan promosi
ekspor untuk produk manufaktur seperti industri tekstil, sepatu, alat-alat olahraga, tas
tangan, elektronik, dan sebagainya. persoalan yang paling fundamental bagi prospek
ekspor produk-produk manufaktur ini adalah adanya hambatan perdagangan yang
sengaja dibuat oleh pemerintah negara maju untuk membatasi masuknya barang
tersebut ke dalam pasar domestic mereka. Tarif, kuota dan bentuk hambatan
perdagangan lainnya di pasar negara kaya itulah yang merupakan batu sandungan
utama bagi perkembanhan ekspor industri Indonesia pada umumnya. Hambatan
perdagangan yang dipasang oleh kalamhan negara industri maju itu benar-benar ketat
dan menyesakkan. Dengan kata lain, sedikit hasil dengan setumpuk hambatan.

Hambatan Kebijakan Substitusi Impor. Industrialisasi substitusi impor adalah


serangkaian usaha untuk mencoba mengganti komoditi-komoditi yang semula seslalu
diimpor. Tahapan pelaksanaan strategi ini pada awalnya adalah dengan
pemberlakuan hambatan tarif atau kuota terhadap impor produk tertentu. Selanjutnya
hal tersebut disusul dengan membangun industry domestik atau pabrik untuk
memproduksi barang tersebut. Hal tersebut biasanya dilaksanakan melalui kerjasama
dengan perusahaan asing (misalnya perusahaan mobil KIA untuk memproduksi
mobil nasional) untuk membangun kawasan dan unit usahanya, dengan dilindungi
oleh proteksi berupa tarif. Selain itu mereka juga diberi insentif seperti keringanan
pajak, serta berbagai macam fasilitas dan investasi. Fasilitas dan kemudahan ini
sering disebut dengan fasilitas untuk industri bayi (infant industry) yang dalam
perekmabngan selanjutnya diselewengkan oleh para pelakunya dengan terus saja
meminta proteksi dari pihak pemerintah, antara lain dalam bentuk tarif sekedar untuk
memupuk keungungan sendiri dan menghindarkan diri dari tekanan persaingan.
2. Kinerja Perdagangan Luar Negeri Indonesia

Pada masa penjajahan Belanda dan Pemerintahan Orde Lama ekspor


Indonesia berupa hasil-hasil pertanian, terutama hasil-hasil perkebunan perusahaan
perkebunan swasta milik Belanda yang kemudia dinasionalisasi pada akhir
pemerintahan Orde Lama, dan hasil peternakan berupa sapi dan babi. Impor pada
saat itu terutama beras, sarana produksi untuk perkebunan swasta Belanda, konsumsi
tahan lama seperti mobil, dan bahan modal untuk pembangunan ekonomi. Karena
sulitnya menaikkan ekspor hasil pertanian dan perkebunan yang dihadapkan pada
kebutuhan impor yang selalu meningkatmaka pada masa stabilisasi ekonomi dan
politik (tahun 1966-1968) dan beberapa tahun setelag itu impor selalu lebih besar
daripada ekspor (neraca perdagangan yang deficit) sampai pada tahun 1971.

Setelah Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UUPMA) pada tahun


1967 dan Undang-undang Penanaman Modal dalam Negeri (UUPMDN) pada tahun
1968 diundangkan, terjadi aliran modal asing yang sangat besar masuk ke Indonesia,
terutama pada sector asing minya (minyak tanah dan gas alam) dan sector ekstraktif
lain. Kredit perbankan tumbuh dengan pesat sehingga mampu menunjang sector
swasta untuk bangkit kembali. Pertamina memulai program raksasanya dengan
sumber biaya dari penerimaan minyak dan dari pinjaman luar negeri dalam jumlah
yang besar. Mulai tahun 1972 dan terutama tahun 1973 dan 1974 produkso minyak
bumi dalam negeri sudah memberikan buah yang besar ditambah lagi dengan
kenaikan harga minyak bumi di pasar internasional, ekspor Indonesia melonjak
dengan angka yang dramatis.melonjaknya aliran modal asing (bantuan) dan naiknya
harga minyak bumi di pasaran internasional tidak diimbangi dengan proporsi yang
sama dengan kenaikan impor yang mengakibatkan neraca perdagangan menjadi
surplus (1972-1977). Sejak saat itu, kenaikan harga minyak bumi di pasar
internasional menyebabkan ekspor Indonesia dari minyak bumi mendominasi jumlah
ekspor seluruhnya. Indonesia menjadi anggota OPEC (Organization of Petroleum
Exporting Countries)

C. Kecenderungan Pandangan Luar Negeri (Globalisasi)


Perdagangan bebas dunia bersifat menaikkan efisiensi usaha, akan meningkatkan skala
usaha, memacu pertumbuhan ekonomi, menarik masuknya modal dan tenaga ahli dari
negara maju, mendatangkan devisa, menghilangkan distorsi harga, dan meningkatkan
pemerataan dan kesejahteraan masyarakat dunia. Pandangan akan keunggulan dari
perdagangan bebas dunia demikian kuatnya sehingga dunia sangat mendambakan adanya
perdagangan bebas atau globalisasi tanpa memikirkan konsekuensi dan tantangan-tantangan
yang ada.
Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk membuat perdagangan
bebas terjadi di seluruh dunia, yaitu:
1. Kita semua mengetahui bahwa setiap negara telah dan masih menerapkan berbagai
hambatan perdagangan internasional, baik yang berupa tarif maupun nontarif seperti
kuota dan hambatan nontarif lainnya.
2. Perkembangan yang telah terjadi adalah bahwa hambatan tarif terus menerus
mengalami penurunan, yakni ketika diadakan negosiasi bilateral antar negara
maupun negosiasi multilateral (banyak negara – negara dunia); namun jenis dan
jumlah hambatan nontarif, yang sesungguhnya jauh lebih sulit untuk dilanggar
semakin banyak. Contoh mengenai hambatan nontarif ini, misalnya, syarat
kesehatan, syarat asal, syarat bahwa produksi yang diperdagangkan tersebut adalah
hand made (kerajinan), produksi yang diperdagangkan adalah ramah lingkungan,
bahwa negara dari mana ekspor tersebut berasal harus tidak melanggar hak asasi
manusia, dan sebagainya. Hambatan-hambatan yang demikian ini sangat bervariasi
dan sangat sulit kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin untuk dilanggar. Berbeda
dengan hambatan tarif, asal tarifnya sudah dibayar, maka perdagangan pasti bisa
terjadi.
3. Pada negosiasi multilateral seperti yang terjadi di World Trade Organization di
bawah General Agreement on Tarif and Trade (GATT) biasanya pada agenda
penurunan tarif impor mengenai hasil industri dan perdagangan bebas mengenai
modal dan jasa, biasanya negosiasi lancar; terutama negara maju lebih mudah
menyetujuinya. Namun begitu agenda sampai pada masalah sektor pertanian, di
mana negara maju biasanya sangat melindungi dan memberi subsidi para petani
mereka, maka negosiasi berhenti. Negara maju tidak bersedia membuka pasar dalam
negerinya untuk produk hasil pertanian dari negara berkembang. Keadaan yang
demikian ini telah terjadi beberapa kali, sehingga kemungkinan untuk membuka
pasar hasil pertanian di negara maju tertutup atau kecil sekali.
Selain ketiga hambatan tersebut masih terdapat beberapa hal hambatan lain seperti :
1. Perbedaan mata uang
Setiap negara di dunia memiliki mata uang yang berbeda-beda. Perbedaan jenis mata
uang ini dapat menjadi hambatan bagi perdagangan internasional. Kerugian paling
dirasakan oleh negara yang memiliki nilai mata uang yang kecil. Sehingga
menyebabkan negara tersebut harus membayar lebih ketika melakukan transaksi
antar negara. Hal ini mungkin terjadi ketika negara yang mengekspor produk
meminta agar negara yang membeli produk tersebut atau impor membayar
menggunakan mata uang yang digunakan negara pelaku ekspor. Sehingga
mengakibatkan negara pengimpor harus menambah pengeluaran untuk mendapatkan
produk tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan kesepakatan agar mata uang yang
digunakan jenisnya sama dan dijadikan standar internasional.
2. Buruknya Kualitas Produk yang Perdagangkan
Kualitas suatu produk juga menentukan kesuksesan perdagangan internasional. Jika
produk tersebut memiliki kualitas yang buruk maka akan kalah bersaing dengan
produk yang lebih baik. Hambatan perdagangan internasional ini dipengaruhi oleh
rendahnya kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Oleh karena itu
peningkatan kualitas tenaga kerja dalam negeri perlu ditingkatkan lagi agar dapat
menghasilkan produk-produk yang memiliki kualitas mutu yang baik. Dengan
demikian produk tersebut akan bisa bersaing di pasar internasional.
3. Nilai Tukar Mata Uang yang Berubah-ubah
Hambatan berupa ketidakstabilan nilai tukar mata uang asing membuat para
pedagang internasional kesulitan menentukan harga sebuah produk. Tidak hanya
pihak importir yang merasa kesusahan, namun pihak importir juga merasa demikian.
Dikarenakan hal tersebut membuat proses penawaran ataupun permintaan barang
menjadi lebih sulit.
4. Keamanan Negara yang Tidak Terjamin
Beruntung kita tinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Kondisi keamanan
di negara ini lebih mana jika dibandingkan dengan negara-negara yang sedang
mengalami peperangan. Kondisi keamanan suatu negara menjadi pertimbangan para
pedagang internasional untuk melirik pasar di negara tersebut. Kondisi keamanan
sebuah negara yang tidak terjamin karena adanya kerusuhan, peperangan,
pemberontakan, dan lain sebagainya bisa mempengaruhi perdagangan internasional.
Negara-negara lain akan merasa khawatir untuk melakukan kegiatan jual beli di situ.
Mereka kan lebih memilih melakukan kegiatan perdagangan di negara yang
keamanannya lebih terjamin.
Dengan adanya kenyataan ini rupanya masih jauh sekali untuk dapat terjadinya
perdagangan bebas dunia. Yang lebih mudah dan barangkali sudah terjadi adalah pasar
bebas Eropa, NAFTA (North America Free Trade Agreement) dan beberapa kelompok
negara atas perjanjian dan persetujuan mereka.

D. Utang Luar Negeri


1. Krisis Utang pada Dekade 1980an
Pada proses pelaksanaan pembangunan ekonomi negara-negara berkembang,
akumulasi utang luar negeri merupakan gejala umum yang wajar, di mana tabungan
dalam negeri rendah, defisit neraca pembayaran sangat tinggi, dan impor modal juga
sangat dibutuhkan untuk menambah sumber daya domestik. Sebelum tahun 1970an,
total utang negara-negara berkembang relatif kecil, dan pada umumnya utang-utang
tersebut merupakan resmi yang bersumber dari pemerintahan negara-negara asing serta
lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti IMF, Bank Dunia, dan bank-bank
pembangunan regional. Sebagian besar pinjaman merupakan kredit bersyarat lunak
(suku bunga yang rendah) dan sengaja diarahkan untuk menopang pelaksanaan berbagai
proyek pembangunan yang tidak saja bermanfaat secara ekonomi tetapi juga secara
sosial, serta untuk mengimpor barang-barang modal. Namun demikian, pada akhir
dekade 1970an sampai pada awal dekade 1980an, bank-bank komersial internasional,
dengan memutar surplus dana OPEC berupa "petrol dolar" serta menyalurkan berbagai
pinjaman serbagunakepada negara- negara berkembanguntuk menunjang penyelesaian
defisit neraca pembayaran dan pengembangan sektor ekspor.
Meskipun pinjaman itu memang bermanfaat yaitu dapat menciptakan sumber daya
yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pelaksanaan proses
pembangunan, pinjaman tersebut jelas juga ada biayanya. Sekitar tahun 2000an bagi
banyak negara berkembang biaya tersebut telah jauh melebihi keuntungan atau
manfaatnya. Biaya terbesar dari menumpuknya utang luar negeri itu adalah
meningkatnyabeban pembayaran angsuran utang yang terdiri dari amortisasi
(pembayaran utang pokok) dan pembayaran bunga yang jika tidak segera dilunasi akan
menumpuk; yang berdasarkan perjanjian diambil dari pendapatan dan tabungan riil
dalam negeri. Apabila utang-utang terus membesar atau tingkat suku bunganya
meningkat, maka dengan sendirinya pembayaran angsuran utang juga meningkat.
Padahal pembayaran angsuran utang tersebut harus dilakukan dengan menggunakan
devisa. Kewajiban membayar angsuran utang hanya dapat dilakukan dari penghasilan
ekspor, pengurangan impor, atau dengan menarik pinjaman baru dari luar negeri. Dalam
keadaan normal, kewajiban negara untuk membayar angsuran utang itu bisa dipenuhi
dengan hasil pendapatan ekspor. Apabila besarnya pembayaran yang harus dilakukan
dalam melunasi utang apabila penerimaan ekspor mendadak berkurang, maka
pemerintah negara-negara berkembang yang bersangkutan akan mengalani kesulitan
untuk membayar angsuran utangnya. Ini merupakan pengalaman buruk yang dirasakan
oleh sebagian besar negara berkembang yang banyak memiliki utang luar negeri pada
tahun 1999 sehingga rasionya terhadap penghasilan ekspor sangat tinggi seperti
Argentina (456), Brasil (399), Burundi (1072), Etiopia (374), Guinea-Bissau (1.222),
Madagaskar (304), Nikaragua (475), Siera Leone (1234), Sudan (1717), dan Siria (377).
angka dalam kurung adalah rasio utang terhadap ekspor yang dinyatakan dalam %).
Negara-negara ini dihadapkan pada tuntutan utang dan pelunasan utang luar negeri yang
telanjur tinggi, yang diperparah lagi dengan kenyataan bahwa utang mereka bejangka
pendek. Faktor lain yang memberatkan mereka adalah mengalirnya modal-modal
domestic ke luar negeri yang kita kenal sebagai fenomena pelarian modal.

2. Utang Luar Negeri Indonesia


Dalam kasus Indonesia, perkembangan utang luar negerinya menunjukkan
seakan-akan ada korelasi positif antara peningkatan atau laju pertumbuhan PDB ril dan
peningkatan jumlah bantuan dan utang luar negeri atau antara peningkatan pendapatan
rata -rata per kapita dan peningkatan jumlah bantuan dan utang luar negeri.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata per tahun sejak akhir 1970 selalu positif dan
tingkat pendapatan per kapita meningkat terus, tetapi jumlah utang luar negeri Indonesia
juga bertambah setiap tahun. Banyak negara sedang berkembang lainnya, yang juga
mengalami perubahan ekonomi yang tinggi selama decade 1970an hingga 1980an juga
menunjukkan fenomena yang sama.
Utang luar negeri Indonesia terdiri dari utang jangka panjang pemerintah dan
utang jangka panjang swasta yang dijamin maupun tidak oleh pemerintah, utang jangka
pendek, dan kredit dari IMF. Proporsi pinjaman dari IMF di dalam total utang luar
negeri Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar krisis ekonomi melanda
Indonesia. Akhir tahun 1998 pinjaman Indonesia dari badan keuangan dunia tersebut
mencapai 9 miliar dolar AS. Dapat dikatakan bahwa selama krisis, selain komponen-
komponen utang luar negeri lainnya, pinjaman IMF menjadi sangat penting yang
membuat Indonesia tidak sampai mengalami status “kebangkrutan” secara finansial.
Berbeda dengan komponen-komponen utang luar negeri lainnya, pada prinsipnya
fasilitas kredit dari IMF hanya digunakan untuk membiayai defisit neraca pembayaran
negara anggota yang masalahnya bersifat jangka pendek. Namun, untuk pertama kalinya
dalam sejarah Lembaga keuangan dunia tersebut, yakni dalamkasus Indonesia sejak
krisis, IMF terlibat dalam pembiayaan satu negara yang mengalami defisit keuangan
yang sifatnya bukan lagi jangka pendek.
Pada tahun 1970, pada saat Indonesia baru memulai pembangunan ekonominya,
pinjaman IMF yang diterima berjumlah hampir 64 juta SDR (spesial drawing right =
aset berupa cadangan internasional yang diciptakan IMF tahun 1969 sebagai tambahan
atau pelengkap atas ketersediaan cadangan devisa yang sudah ada). Kurs SDR
ditentukan setiap hari oleh IMF. Kursnya ditentukan atas perkembangan sehari-hari
empat mata uang kuat dunia, yakni dolar AS, yen Jepang, Euro Eropa, dan pounsterling
Inggris. Selama periode 1980an, sempat beberapa kali bantuan IMF kepada Indonesia
mengalami kenaikan, yakni tahun 1983 dan 1987. Pada saat krisis 1998, untuk pertama
kalinya sejak Indonesia menjadi anggota IMF, Indonesia mendapat pinjaman dalam
jumlah yang sangat besar, yakni 4 miliar SDR lebih. Sejak tahun fiskal 1997/98 hingga
September 2000, tahapan pengucuran pinjaman IMF menunjukkan penurunan dari
sekitar 5.000 juta dolar AS pada awal periode menjadi 300 juta dolar AS lebih pada
akhir periode tersebut.
Laporan Bank Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa utang luar negeri
Indonesia sampai dengan Oktober 2000 tercatat sebesar USS 140 miliar atau menurun
5,5 persen dari posisi utang akhir tahun 1999 sebesar USS 148,1 miliar. Penurunan
tersebut bersumber dari penurunan posisi utang swasta maupun pemerintah. Penurunan
posisi utang swasta terjadi karena adanyapelunasan utang, terutama dari swasta
nonbank. Sementaraitu, penurunan posisi utang pemerintah adalah akibat dari pelunasan
utang serta dampak dari melemahnya yen terhadap dolar AS. Hal ini selain dalam valuta
dolar AS, utang luar negeri pemerintah dalam bentuk mata uang yen juga cukup banyak.

E. Neraca Pembayaran Indonesia


1. Komponen Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran (balance of payment) merupakan dokumen sistematis dari
semua transaksi ekonomi antara penduduk satu negara lain dalam jangka waktu tertentu,
biasanya satu tahun. Penduduk di sini adalah individu, badan hukum dan pemerintah.
Individu dimaksudkan orang yang bertempat tinggal dan mempunyai mata pencaharian
di negara tersebut. (Apridar, 2009:135). Neraca pembayaran dirancang untuk
merangkum transaski finansial pelaku ekonomi secara keseluruhan dari satu negara
dengan prilaku ekonomi dari negara – negara lain. Pada dasarnya neraca pembayaran
dibagi menjadi tiga komponen dasar, yaitu neraca transaksi berjalan, neraca modal, dan
neraca rutin.
Komponen pertama dari neraca pembayaran adalah neraca transaksi berjalan.
Neraca transaksi berjalan (current account), yaitu satu neraca yang berfokus pada
transaksi ekspor dan impor (barang maupun jasa), pendapatan, investasi, pembayaran
cicilan dan pokok hutang luar negeri, serta saldo kiriman dan transfer uang dari dan
keluar negeri baik yang dilakukan oleh pemerintah atau kalangan swasta (individual).
Pada tabel skema neraca pembayaran, angka total (A – B + C) dikurangi dengan
transaksi D, yakni pembayaran bunga dan cicilan hutang, yang selanjutnya akan
ditambah dengan transaksi E, yakni saldo neto atas kiriman dan transfer uang, baik dari
pemerintah maupun swasta termasuk yang dikirim oleh penduduk yang bekerja di luar
negeri. Hasil (A – B + C – D + E) menghasilkan apa yang disebut sebagai saldo
(balance) dari transaksi berjalan. Jika angkanya positif maka disebut surplus, sedangkan
negatif disebut defisit.
Komponen kedua dari neraca pembayaran adalah neraca modal. Neraca modal
(capital account) adalah neraca yang mencatat anatara lain nilai investasi pihak swasta
asing secara langsung (foreign direct investment), terutama yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional, pinjaman luar negeri yang diberikan oleh
perbankan swasta internasional, serta pinjaman dan hibah dari pemerintah negara-
negara lain (dalam bentuk bantuan luar negeri), serta dari Lembaga-lembaga donor
multilateral seperti IMF dan Bank Dunia. Arus masuk dana - dana luar negeri tersebut
kemudian dikurangi dengan arus keluar modal milik penduduk atau pelarian modal
(capital flight). Pada tabel skema neraca pembayaran, saldo neraca modal dihitung
sebagai G + H – I – J. Sama halnya dengan neraca transaksi berjalan, saldo positif
merupakan srplus, sedangkan saldo negative sebagai defisit neraca modal.
Komponen ketiga dari neraca pembayaran adalah neraca tunai. Neraca tunai
( cash accunt) atau lebih sering disebut sebagai neraca cadangan internasional yang
disimbolkan sebagai transaksi L dalam tabel skema neraca pembayaran. Pada dasarnya
komponen ini hanya merupakan transaksi penyeimbang. Pada dasarnya komponen ini
hanya berupa transaksi penyeimbang (sama halnya dengan transaksi M, yakni satu
transaksi yang mencatat kesalahan dan penghapusan guna mengakomodasi selisih-
selisih statistik; bedanya transaksi L melibatkan perubahan kekayaan, sedangkan
transaksi M sekedar perubahan angka-angka di atas kertas, yang angkanya menjadi
lebih kecil atau diturunkan (menunjukkan arus keluar neto atas cadangan pada neraca
internasional) apabila total pengeluaran pada neraca transaksi berjalan dan neraca modal
melebihi todal penerimaannya.
Sistem pencatatan pada neraca pembayaran dibedakan menjadi dua, yaitu
pencatatan debet dan pencatatan kredit. Transaksi debit adalah transaksi yang

mengakibatkan mengalirnya arus uang atau devisa dari dalam negeri ke luar negeri. Ini
dikenal juga sebagai transaksi negatif karena mengurangi posisi cadangan devisanegara.
Sedangkan transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang
dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini juga dikenal dengan transaksi positif
karena mengakibatkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara. Berikut ini tabel
transaksi – transaksi positif dan negatif dalam neraca pembayaran.
2. Tujuan Kebijakan Neraca Pembayaran
Konsep keseimbangan neraca pembayaran bagi satu negara mempunyai arti
yang berbeda-beda, tergantung pada tujuan yang dipilih para perumus kebijaksanaan.
Meskipun Pemerintah Indonesia tidak selalu mengumumkan secara jelas tujuan
kebijaksanaan neraca pembayarannya, tetapi kita dapat menduga tujuan tersebut dengan
mengamati tindakan - tindakan yang diambil di bidang ini, terutama tindakan- tindakan
yang berkaitan dengan masalah likuiditas dan solvabilitas.
Dalam jangka pendek Pemerintah Indonesia menunjukkan kepekaan yang tinggi
terhadap satu indikator mengenai posisi keseimbangan neraca pembayaran
internasionalnya, yaitu laju perubahan cadangan devisa. Menurunnya cadangan devisa
dianggap sebagai pertanda kegagalan dalam kebijaksanaan, sehingga dikhawatirkan
dapat menimbulkan pelarian modal ke luar negeri, menurunnya atau bahkan terhentinya
aliran modal jangka pendek dan jangka panjang yang masuk dari luar negeri. Pendapat
ini didasarkan atas pengalaman bertahun-tahun, meskipun tidak selalu berarti bahwa
perkembangan cadangan devisa merupakan satu-satunya indicator yangpaling baik dan
yang sesuai bagi posisi keseimbangan neraca pembayaran. Tentunya tingkat cadangan
devisa mempunyai pengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. Tetapi dalam sistem
devisa sekarang ini kepercayaan masyarakat bukan hanya didasarkan atas perubahan
cadangan devisa, namun juga pada perkembangan kurs devisa. Alasan kedua yang
menjadikan pemerintah Indonesia menganggap penting cadangan devisa adalah
kegunaannya sebagai penyerap fluktuasi jangka pendek dalam berbagai pos neraca
pembayaran dan pemberi tenggang waktu bagi Pemerintah dalam upaya melakukan
kebijaksanaan dan penyesuaian yang diperlukan.
Dalam jangka panjang, para perumus kebijaksanaan harus mempertimbangkan
masalah yang mungkin timbul dalam neraca pembayaran sebagai usaha meningkatkan
pendapatan dan perluasan kesempatan kerja yang produktif. Penerima ekspor
merupakan pembatas kemampuan mengimpor, meskipun hal ini tidak mutlak karena
masih tergantung pada sampai berapa jauh pemerintah membolehkan (atau berusaha
memperoleh) modal luar negeri. Perkembangan neraca pembayaran dapat
mengakibatkan perubahan posisi aktiva luar negeri bersih (neto) negara tersebut. Dari
segi pendapatan nasional, perubahan neraca pembayaran menunjukkan perbedaan antara
pengeluaran nasional dan pendapatan nasional. Defisit rekening lancar (current account)
dalam neraca pembayaran memang tidak tidak selalu berarti bahwa neraca pembayaran
tidak seimbang, tetapi apabila keadaan ini berlangsung secara terus- menerus maka
berarti bahwanegara tersebut terus meningkatkan hutang luar negerinya. Pada satu
waktu utang tersebut harus dibayar kembali apabila negara tersebut ingin
mempertahankan solvabilitas internasionalnya.
3. Neraca Pembayaran Indonesia
Berdasarkan kesepakatan, sampai saat ini setiap anggota International Monetary
Fund (IMF), termasuk Indonesia, berkewajiban untuk menyusun dan menyampaikan

data yang terkait dengan transaksi Neraca Pembayaran masing-masing negara.


Pelaporan tersebut dilakukan setiap triwulan dan disampaikan kepada IMF dalam
bentuk penyajian standar. Penyampaian perkembangan Neraca Pembayaran oleh
masing-masing negara anggota IMF dimaksudkan selain untuk mendiseminasikan
perkembangan ekonomi internasional masing-masing negara anggota, juga untuk
melakukan konsolidasi transaksi internasional semua negara anggota IMF. Informasi
perkembangan ekonomi internasional masing-masing negara tersebut sangat diperlukan
oleh investor, perbankan, pengusaha, dan lembaga internasional lainnya dalam
menentukan rencana kegiatan antara lain yang terkait dengan investasi dan
perdagangan.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang tahun 2019 membaik dari tahun
sebelumnya. Bank Indonesia mencatat NPI pada tahun 2019 mengalami surplus sebesar
4,7 miliar dolar AS jauh lebih baik dari tahun sebelumnya yang mengalami defisit
sebesar 7,1 miliar dolar AS. Perkembangan tersebut didorong oleh defisit neraca
transaksi berjalan yang membaik serta surplus transaksi modal dan finansial yang
meningkat signifikan. Perkembangan tersebut terutama ditopang oleh neraca
perdagangan barang yang mencatat surplus, berbeda dibandingkan tahun sebelumnya
yang mengalami defisit. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada
akhir Desember 2019 mencapai 129,2 miliar dolar AS, meningkat dari 124,3 miliar
dolar AS pada akhir September 2019.
Neraca Pembayran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada tahun 2020
mengalami surplus sebesar 2,6 miliar dolar AS, melanjutkan capaian surplus pada tahun
sebelumnya sebesar 4,7 miliar dolar AS sehingga ketahanan sektor eksternal tetap
terjaga di tengah tekanan pandemic COVID-19. Perkembangan tersebut didorong oleh
penurunan defisit transaksi berjalan serta surplus transaksi modal dan finansial. Adapun
posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2020 meningkat menjadi sebesar 135,9
miliar dolar AS.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I 2021 mencatat surplus yaitu
sebesar 4,1 miliar dolar AS setelah mengalami defisit sebesar 0,2 miliar dolar AS pada
triwulan sebelumnya sehingga mampu menopang ketahanan eksternal. Dengan
perkembangan tersebut maka posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2021 mencapai
137,1 miliar dolar AS atau meningkat 135,9 miliar dolar AS pada akhir Desember
2020.
Bank Indonesia mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II
2021 mengalami defisit sebesar 0,4 miliar dolar AS dan Kepala Departemen
Komunikasi BI mengatakan NPI pada triwulan II 2021 tetap baik diperkiraan tetp
rendah di kisaran 0,6% - 1,4% dari PDB sehingga mendukung ketahanan sektor
eksternal Indonesia. Dengan perkembangan tersebut maka posisi cadangan devisa pada
akhir Juni 2021 mencapai 137,1 miliar dolaas AS atau relative sama dibandingkan
posisi pada akhir Maret 2021. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap
baik. Kinerja transaksi berjalan diprakirakan membaik didorong oleh surplus neraca
barang yang berlanjut. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan ekspor komoditas utama
seperti CPO, batu bara, besi dan baja, serta bijih logam, di tengah kenaikan impor
seiring dengan perbaikan ekonomi domestik. Bank Indonesia diharapkan untuk
mencermati berbagai risiko eksternal dan domestic yang dapat memperngaruhi kinerja
NPI, memaksimalkan bauran kebijakan dan memperkuat koordinasi dengan pemerintah
dan orotitas terkai. Hal ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat
ketahanan eksternal, termasuk pengendalian defisit transaksi berjalan, guna mendukung
ketakan sektor eksternal.

DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.


Anonim. 2022. 10 Faktor Hambatan Perdagangan Internasional Beserta Penjelasannya.
https://informazone.com/hambatan-perdagangan-internasional/ diakses pada 14 Mei.

Anda mungkin juga menyukai