PERDAGANGAN INTERNASIONAL
(EKI315/A)
Dosen Pengampu:
Diah Pradnyadewi T., S.E., M.Si
Kelompok 5:
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena hanya atas Rahmat-Nya-lah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kebijakan Perdagangan di Negara Berkembang” dengan baik dan
tepat waktu.
Dalam kesempatan ini juga kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Diah Pradnyadewi T., S.E., M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ekonomi Mikro Lanjutan yang telah membimbing kami dalam penulisan
makalah ini. Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar -
besarnya kepada seluruh pembaca mengenai topik yang dibahas. Dalam
penyusunannya, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan, baik dalam struktur maupun bahasa, oleh karenanya kami
memohon saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sehingga
kedepannya kami dapat menulis makalah lebih baik pada kesempatan
berikutnya.
Jimbaran, 6 Desember
2023
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….4
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………..5
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
Kendati para penganut teori ISI dan strukturalisme Amerika Latin beragam dan
berasal dari berbagai mazhab ekonomi, ISI dan strukturalisme Amerika Latin beserta
para penganut teori yang mengembangkan kerangka ekonominiya sama-sama yakin
bahwa pembangunan ekonomi harus dipimpin negara dan direncanakan secara terpusat.
Dalam hal industrialisasi yang didorong belanja pemerintah atas dasar argumen industri
kecil, pendekatan ISI dan strukturalisme Amerika Latin sangat dipengaruhi oleh aliran
Keynesian, komunitarian, dan sosialis. ISI sering dikaitkan dengan teori
ketergantungan, tetapi teori ketergantungan menggunakan kerangka Marxis yang lebih
luas untuk memahami asal-usul keterbelakangan dengan mengamati dampak sejarah
dari kolonialisme, Eurosentrisme, dan neoliberalisme.
4. . Menghemat devisa.
6
1.Menguntungkan perusahaan asing .
Perusahaan asing yang menanamkan modal disektor industri substitusi impor akan
memperoleh keuntungan, karena memperoleh proteksi di balik benteng tarif dan
memperoleh fasilitas keringanan pajak, serta insentif penanaman modal.
Kecilnya skala pasar domestik menyebabkan para investor meminta jaminan kepastian
pasar agar skala jual produksi mereka mencapai tingkat efisiensi ekonomis, bahkan
dapat memberikan keuntungan supernormal ( supernormal profit ). Hal ini menjadi
salah satu alasan mengapa para investor menuntut hak monopoli (legal) atau
pembatasan jumlah produsen berdasarkan ketentuan hukum. Tidak heran bila struktur
industri di NSB umumnya monopoli atau oligopoli yang berdasarkan kekuatan hukum.
Yang menjadi persoalan besar dalam kebijakan SI adalah tidak tersedianya industri
pendukung, misalnya yangdapat menyediakan mesin-mesin dan bahan-bahan baku.
Akibatnya kebijakan SI justru menimbulkan ketergantungan baru terhadap impor.
Impor bahan baku dan barang modal justru meningkat jika target pertumbuhan output
industri atauekononii ditingkatkan.
7
non-tarif untuk sejumlah komoditas strategis. Berdasarkan temuan sejumlah studi
ekonomi, rencana substitusi impor ini bukan gagasan dan kebijakan yang tepat guna
memperkuat industri dan perekonomian Indonesia.
Strategi substitusi impor itu sendiri bukan hal baru, sejarah perekonomian
(misalnya Patunru, Pangestu, dan Basri, 2018), Indonesia sudah mencoba strategi ini
pada awal 1970-an sampai pertengahan 1980-an, bersamaan dengan melimpahnya
penerimaan ekspor minyak. Krisis 1980-an akibat anjloknya harga minyak sementara
daya saing industri tetap belum memadai memaksa pemerintah berbalik arah,
mengambil langkah deregulasi dan kebijakan promosi ekspor. Pada pertengahan 1990-
an, saat perekonomian sudah membaik, substitusi impor bercampur korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), berkedok nasionalisme ekonomi, kembali merebak. Praktik
inefisiensi ini berperan besar dalam krisis 1997-1998, memaksa pemerintah kembali
melakukan deregulasi untuk kebijakan perdagangan dan industri yang lebih terbuka.
Namun, lagi-lagi setelah ekonomi pulih, sejak 2000-an, proteksionisme kembali
merangkak ke arena kebijakan, terakhir dengan rencana substitusi impor oleh
Kemenperin ini.
Pertama, substitusi impor pada praktiknya sulit dilakukan bahkan sejak tahap
desain. Hal ini hampir tak mungkin bisa menentukan berapa kenaikan tarif impor
optimal yang harus dikenakan untuk melindungi industri dalam negeri sampai mampu
bersaing di pasar dunia. Pasalnya, mustahil meramalkan harga barang dalam jangka
8
panjang di masa depan, di pasar dunia yang kian kompetitif, di tengah kemajuan
teknologi yang dengan cepat menurunkan biaya produksi dan sering kali disruptif.
Dengan ini besaran kenaikan tarif impor yang didesain dengan patokan ramalan
harga dunia yang dibuat hari ini tak akan pernah efektif untuk mencapai sasaran tingkat
daya saing yang diharapkan pada waktunya nanti. Industri dalam negeri akan terus
menerus menjadi infant industry, hidupnya bergantung pada proteksi pemerintah.
9
seperti ini menggambarkan bahwa perekonomian mereka tidak tergantung pada pihak
luar, dalam arti sebagian besar kinerja makroekonominya bertumpu pada utilisasi
potensi domestik. Namun demikian bukan berarti mereka kurang berperan dalam peta
makroekonomi global, karena secara absolut beberapa jenis output Jepang dan AS
terutama yang bermuatan teknologi, menguasai pasar dunia. Bahkan, kebijakan
makroekonomi mereka secara langsung dapat mempengaruhi fluktuasi output dunia.
10
Namun ternyata, ketika efisiensi domestik tercapai dan untuk mencapai skala
ekonomi perlu perluasan pasar, keinginan untuk mengurangi hambatan di setiap negara
menjadi kebutuhan mendesak. Diawali dengan terbentuknya GATT pada tahun 1947
yang terus mengalami perluasan, akhirnya saat ini globalisasi ekonomi dimana aktivitas
terbesar di dalamnya adalah perdagangan bebas merupakan sesuatu yang sedang
dijalani umat manusia di bumi ini. Disadari atau tidak hampir semua masyarakat dunia
terlibat di dalamnya terutama dalam konsumsi produk yang tidak dihasilkannya sendiri.
11
terhadap GDP. Sebagaimana namanya, liberalisasi perdagangan mengukur tingkat
liberalisasi suatu negara terhadap perdagangan internasional. Teori pertumbuhan
ekonomi modern memandang liberalisasi perdagangan sebagai salah satu faktor
pendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.Menurut Zeren & Ari (2013), negara
yang melakukan perdagangan internasional dalam bentuk impor dan ekspor secara
intensif memiliki keunggulan komparatif yang meningkatkan produksi
berkelanjutan. Oleh karena itu berbagai negara membuat kebijakan yang dapat
mendorong peningkatan transaksi internasional (Diouf & Hai, 2017).
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industrialisasi substitusi impor (ISI) adalah kebijakan perdagangan dan
ekonomi yang mendukung penggantian barang impor asing dengan barang produksi
dalam negeri. ISI didasarkan pada anggapan bahwa sebuah negara harus mengurangi
ketergantungannya pada negara asing dengan mengembangkan produk industri dalam
negerinya. Strategi substitusi impor itu sendiri bukan hal baru, sejarah perekonomian
(misalnya Patunru, Pangestu, dan Basri, 2018), Indonesia sudah mencoba strategi ini
pada awal 1970-an sampai pertengahan 1980-an, bersamaan dengan melimpahnya
penerimaan ekspor minyak. Krisis 1980-an akibat anjloknya harga minyak sementara
daya saing industri tetap belum memadai memaksa pemerintah berbalik arah,
mengambil langkah deregulasi dan kebijakan promosi ekspor.
Strategi industrialisasi berorientasi ekspor yang dimulai sejak tahun 1985 yang
diikuti oleh meningkatnya impor barang modal dan bahan baku. Keterbukaan dalam
periode tersebut secara implisit mengisyaratkan bahwa Indonesia menjadi tempat
relokasi industri perusahaan-perusahaan asing yang memproduksi barang-barang
berorientasi ekspor, namun sebagian besar bahan baku, barang modal, dan teknologi
diimpor. Pertumbuhan ekonomi merupakan ukuran pendapatan nasional
yang diperoleh melalui produksi agregat dan diproksikan dengan Gross
Domestic Product(GDP). Simon Kuznet memaknai pertumbuhan ekonomi
sebagai proses peningkatan kapasitas produksi suatu negara dalam
menyediakan berbagai jenis barang ekonomi dalam jangka
panjang(Todaro, 2000). Sedangkan Sukirno (2013)memandang pertumbuhan
ekonomi dalam bentuk perkembangan kegiatan perekonomian yang
meningkatkan produksi barang dan jasa sekaligus meningkatkan
kemakmuran masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
203-221..
https://jurnalku.org/index.php/jurnalku/article/view/467
14